Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
ASMA BRONKIALE
Presentan
Dr. Destya Nora
Pendamping
Dr. Christiawaty
Borang Portofolio
No. ID dan Nama Peserta :
Topik :
Asma bronkiale
Tanggal Kasus :
26-12-2014
Nama Pasien :
Ny. R
Tanggal Presentasi :
Nomor RM :
Pendamping :
dr. Christiawaty
Tempat Presentasi :
Objektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neon Bayi
Anak
Re
De
Lansia
Bu
atus
Deskripsi :
maja
wasa
mil
Ibu 40 tahun datang dengan keluhan sesak sejak 2 jam sebelum masuk rumah
Tujuan :
sakit
Mengidentifikasi penyebab, perjalanan penyakit, gejala, diagnosis dan tata
Bahan
Audit
Bahasan :
Cara
Pustaka
Diskusi Presentasi dan Diskusi
Pos
Nama :
No. Reg:
Membahas :
Data
Ny. R
Pasien
Nama Klinik : RSUD Embung Fatimah
Terdaftar sejak :
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit : pasien mengeluhkan sesak seperti ini 2 minggu yang lalu
4. Riwayat keluarga : tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit saat ini
5. Riwayat Pekerjaan : Guru SD
Kesadaran
: Compos Mentis
Tensi
: 130 / 90 mmHg
Nadi
: 88 x/mnt
Nafas
: 28 x/mnt
Suhu
: 37 0C
: Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit baik
Kepala
Mata
: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokhor, diameter pupil 2
mm, refleks cahaya +/+, mata cekung -/-
Hidung
Leher
Dada
:
Paru
Pa
Pe
: sonor
Jantung I
Pa
Abdomen
Pe
: tidak membuncit
Pa
Pe
: timpani
Ekstremitas
Diagnosis Kerja
Pemeriksaan Penunjang :
Tidak dilakukan
Daftar Pustaka :
1. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman
Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan RI ;2009; 5-11.
2. OByrne P, Bateman ED, Bousquet J, Clark T, Paggario P, Ohta K, dkk. Global
Initiative For Asthma. Medical Communications Resources, Inc ; 2006.
3. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia.2004
4. John M. Weiler, Sergio Bonini, Robert Coifman, Timothy Craig, Lus Delgado, Miguel
Capa o-Filipe. Asthma & Immunology Work Group Report : Exercise-induced asthma.
Iowa City, Iowa, Rome and Siena, Italy, Millville, NJ, Hershey, Pa, Porto, Portugal, and
Colorado Springs, Colo : American Academy of Allergy : 2007
Hasil Pembelajaran :
1.
2.
3.
4.
: Compos Mentis
Tensi
: 130 / 90 mmHg
Nadi
: 88 x/mnt
Nafas
28 x/mnt
Suhu
37 0C
Kulit
: Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit baik
Kepala
Mata
Mulut
Dada
:
Paru
Pa
Pe
: sonor
Jantung I
Pa
Pe
Abdomen
: tidak membuncit
Pa
Pe
: timpani
Ekstremitas
Assesment :
A. Definisi
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, yang menimbulkan gejala
episodik berulang dan mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam
atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi
dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.(American Academy of
Allergy : 2007)
Definisi asma menurut WHO pada tahun 1975, yaitu keadaan kronik yang ditandai oleh
bronkospasme rekuren akibat penyempitan lumen saluran napas sebagai respon terhadap
stimulus yang tidak menyebabkan penyempitan serupa pada banyak orang.(Kartasasmita CB ;
2008). Global Initiative for Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai gangguan inflamasi
kronis salura n nafas dengan banyak sel berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T.
Pada orang yang rentan inflamasi tersebut menyebabkan episode mengi berulang, sesak nafas,
rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala tersebut biasanya
berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas namun bervariasi, yang paling tidak
sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi tersebut
juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.
(Nataprawira HMD ; 2008)
B. Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Berbagai teori sudah
diajukan, akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis
(hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan Simpatis (blok pada reseptor beta adrenergic dan
hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik).
Gambar 1 : tipe asma
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu : (seperti
pada gambar 1)
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan
spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan
di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi
saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan
berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa
pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik
dan non-alergik.
http://doctorology.net/wp-content/uploads/2009/03/tipe-asma.jpg
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus
segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan,
industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau
cuti.
e. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.
Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
C. Manifestasi Klinis
Riwayat penyakit/gejala :
-
D. Patofisiologi
1 Obstruksi saluran respiratori
Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat disebabkan oleh
banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos bronkial yang diprovokasi
mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi seperti histamin, triptase, prostaglandin
D2, dan leukotrien C4 yang dikeluarkan oleh sel mast, neuropeptidase yang dikeluarkan oleh
saraf aferen lokal dan asetilkolin yang berasal dari saraf eferen post ganglionik. Akibat yang
ditimbulkan dari kontraksi otot polos saluran nafas adalah hiperplasia kronik dari otot polos,
pembuluh darah, serta terjadi deposisi matriks pada saluran nafas. Namun,dapat juga timbul
pada keadaan dimana saluran nafas dipenuhi sekret yang banyak, tebal dan lengket
pengendapan protein plasma yang keluar dari mikrovaskularisasi bronkial dan debris seluler.
( Pusponegoro HD : 2005)
Secara garis besar, semua gangguan fungsi pada asma ditimbulkan oleh penyempitan
saluran respiratori, yang mempengaruhi seluruh struktur pohon trakeobronkial. Salah satu
mekanisme adaptasi terhadap penyempitan saluran nafas adalah kecenderungan untuk bernafas
dengan hiperventilasi untuk mendapatkan volume yang lebih besar, yang kemudian dapat
menimbulkan hiperinflasi toraks. (Gambar 4) Perubahan ini meningkatkan kerja pernafasan
agar tetap dapat mengalirkan udara pernafasan melalui jalur yang sempit dengan rendahnya
compliance pada kedua paru. Inflasi toraks berlebihan mengakibatkan otot diafragma dan
interkostal, secara mekanik, mengalami kesulitan bekerja sehingga kerjanya menjadi tidak
optimal . Peningkatan usaha bernafas dan penurunan kerja otot menyebabkan timbulnya
kelelahan dan gagal nafas.(Pusponegoro HD : 2005)
pada penyakit yang lainnya seperti Chronic Obstruction Pulmonary Disease (COPD), fibrosis
kistik dan rhinitis alergi. Stimulus seperti olahraga, udara dingin, ataupun adenosin, tidak
memiliki pengaruh langsung terhadap otot polos saluran nafas (tidak seperti histamin dan
metakolin). Stimulus tersebut akan merangsang sel mast, ujung serabut dan sel lain yang
terdapat disaluran nafas untuk mengeluarkan mediatornya.(Pusponegoro HD ; 2005)
3 Otot polos saluran respiratori
Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus. Kelainan ini
disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian elastisitas jaringan otot polos
atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan kontraktilitas otot pada pasien asma
berhubungan dengan peningkatan kecepatan pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat
bukti bahwa perubahan pda struktur filamen kontraktilitas atau plastisitas dari sel otot polos
dapat menjadi etiologi hiperaktivitas saluran nafas yang terjadi secara kronik.(Pusponegoro
HD ; 2005)
Peran dari pergerakan aliran udara pernafasan dapat diketahui melalui hipotesis
pertubed equilibrium, yang mengatakan bahwa otot polos saluran nafas mengalami kekakuan
bila dalam waktu yang lama tidak direnggangkan sampai pada tahap akhir, yang merupakan
fase terlambat, dan menyebabkan penyempitan saluran nafas yang menetap atau persisten.
Kekakuan dari daya kontraksi, yang timbul sekunder terhadap inflamasi saluran nafas,
kemudian menyebabkan timbulnya edema adventsial dan lepasnya ikatan dari tekanan rekoil
elastis.(Pusponegoro HD ; 2005)
Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast, seperti triptase dan protein kationik
eosinofil, dikatakan dapat meningkatkan respon otot polos untuk berkontraksi, sama seperti
mediator inflamasi yang lainnya seperti histamin. Keadaan inflamasi ini dapat memberikan efek
ke otot polos secara langsung ataupun sekunder terhadap geometri saluran nafas.(Pusponegoro
HD ; 2005)
4 Hipersekresi mukus
Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada saluran nafas
pasien asma dan penampakan remodeling saluran nafas merupakan karakteristik asma kronis.
Obstruksi yang luas akibat penumpukan mukus saluran nafas hampir selalu ditemukan pada
asma yang fatal dan menjadi penyebab ostruksi saluran nafas yang persisiten pada serangan
asma berat yang tidak mengalami perbaikan dengan bronkodilator.(Pusponegoro HD ; 2005)
Sekresi mukus pada saluran nafas pasien asma tidak hanya berupa peningkatan volume
saja tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitas. Penebalan dan perlengketan dari sekret tidak
hanya sekedar penambahan produksi musin saja tetapi terdapat juga penumpukan sel epitel,
pengendapan albumin yang bersal datri mikrovaskularisasi bronkial, eosinofil, dan DNA yang
diprovokasi oleh mediator inflamasi, dengan aktivitas perangsang sekret, seperti neutrofil
elastase, kimase sel mast, leukotrien, histamin, produk neutrofil non-protease.(Pusponegoro HD
; 2005)
5 Keterbatasan aliran udara ireversibel
Penebalan saluran nafas, yang merupakan karakteristik asma, terjadi pada bagian
kartilago dan membranosa dari saluran nafas, juga terjadi perubahan pada elastik dan hilangnya
hubungan antara saluran nafas dengan parenkim di sekitarnya, penebalan dinding saluran nafas,
ini menjelaskan mekanisme timbulnya penyempitan saluran nafas yang gagal untuk kembali
normal dan terjadi terus menerus. Kekakuan otot polos menyebabkan aliran udara pernafasan
terhambat hingga menjadi ireversibel.(Medical Communications Resources, Inc ; 2006)
6 Eksaserbasi
Faktor yang dapat mencetuskan sehingga terjadi eksaserbasi dan yang dapat
menyebabkan bronkokonstriksi, seperti udara dingin, kabut, olahraga. Stimulus yang dapat
menyebabkan inflamasi saluran nafas seperti pemaparan alergen, virus saluran nafas. Olahraga
dan hiperventilasi pernafasan dengan keadaan udara dingin dan kering menyebabkan
bronkokonstriksi dan pelepasan sel lokal dan mediator inflamasi seperti histamin, leukotrien
yang dapat menstimulasi otot polos. Stimulus yang hanya menyebabkan bronkokonstriksi tidak
akan memperburuk respon bronkial yang diakibatkan oleh stimulus yang lain, sehingga hanya
bersifat sementara saja. Eksaserbasi asma dapat timbul selama beberapa hari. Sebagian besar
berhubungan dengan infeksi saluran nafas, yang paling sering adalah common cold oleh
Rhinovirus yang dapat menginduksi respon inflamasi intrapulmoner. Pada pasien asma,
inflamasi terjadi dengan
hipereaktivitas bronkial. Respon inflamasi ini melibatkan aktivasi dan masuknya eosinofil dan
atau neutrofil yang dimediasi oleh pelepasan sitokin atau kemokin T atau sel epitel bronkial.
Selain itu, paparan alergen juga mencetuskan eksaserbasi pada pasien asma.(Medical
Communications Resources, Inc ; 2006)
7 Asma nokturnal
Saat dilakukan biopsi transbronkial, membuktikan adanya akumulasi eosinofil dan
makrofag di alveolus dan jaringan peribronkial pada malam hari dan adanya inflamasi pada
saluran nafas perifer diperkuat dengan bukti bahwa adanya gangguan bila pasien asma tidur
dalam posisi supine.(Medical Communications Resources, Inc ; 2006)
8 Abnormalitas gas darah
Asma hanya mempengaruhi proses pertukaran gas bila serangan berat. Berat ringannya
hpoksemia arteri, dapat menggambarkan beratnya obstruksi saluran nafas yang terjadi secara
tidak merata di seluruh paru. Hipokapnea yang ditemukan pada serangan asma ringan sampai
sedang, dapat dilihat dari usaha bernafas yang lebih. Peningkatan PCO2 arteri mengindikasikan
sedang terjadi obstruksi berat dan ini dapat menghambat pergerakan otot pernafasan dan usaha
bernafas ( keracunan CO2)sehingga dapat timbul gagal nafas dan mati.(Medical
Communications Resources, Inc ; 2006)
E. Komplikasi
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul adalah:
1. Pneumothoraks
Keadaan ini dapat menyebabkan paru kolaps yang berujung dengan gagal napas
2. Atelektasis
3. Aspergilosis
4. Gagal napas
5. Bronkhitis
6. Fraktur iga
F. Pemeriksaan Penunjang
Umumya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi mengenai asmanya,
demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai dispnea dan mengi, sehingga dibutuhkan
pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain untuk menyamakan persepsi dokter dan
penderita, dan parameter objektif menilai berat asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk
menilai ;
-
Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa
(KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar. Pemeriksaan
itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator
yang jelas dan kooeperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai
tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari
nilai rasio VEP1/KVP<75% atau VEP1<80% nilai prediksi.
Arus Puncak Ekspirasi (APE)
Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan yang lebih
sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter (PEF meter) yang relatif sangat murah,
mudah dibawa, terbuat dari plastik dan mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan kesehatan
termasuk puskesmas ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter relatif mudah
digunakan/dipahami baik oleh dokter maupun penderita, sebaiknya digunakan penderita di
rumah sehari-hari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan
APE dengan
H. Pencegahan
Menghindari faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asma:
Pemicu: Alergen dalam ruangan seperti tungau, debu rumah, binatang berbulu (anjing,
kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi, serta pajanan asap rokok.
Pemacu: Rhinovirus, ozon, pemakaian 2 agonist.
Pencetus: Infeksi viral saluran napas, aeroalergen seperti bulu binatang, alergen dalam
rumah (debu rumat, kecoa, jamur), seasonal aeroalergen seperti serbuk sari, asap rokok,
polusi udara, pewangi udara, alergen di tempat kerja, udara dingin dan kering, olahraga,
menangis, tertawa, hiperventilasi, dan kondisi komorbid (rinitis, sinusitis, dan
gastroesofageal refluks).
Plan :
Diagnosis : asma bronkiale persisten ringan
Pengobatan :
-
Pendidikan :
-
Konsultasi
Konsultasi tidak dilakukan
Rujukan
Saat ini pasien belum perlu dirujuk.