Vous êtes sur la page 1sur 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Menurut beberapa pendapat ilmuwan bahwa seorang ibu hamil dengan
HIV dapat dinyatakan mempunyai resiko tinggi menular keanaknya. United
Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) mengatakan, dari 800 ribu
kasus baru HIV, 91 persen merupakan anak yang tertular HIV dari ibunya.
Diperkirakan setiap tahunnya terdapat 600.000 kasus HIV baru akibat
penularan vertical dari ibu ke anaknya.
Menurut dr Rudy Gunawan SpOG, kehamilan pada orang yang terinfeksi
HIV tidak otomatis bisa menularkan kepada bayi dalam kandungannya.
Dimana, kata Dokter yang juga Ketua Team PMTCT (Prevention Mother to
Child HIV/AIDS Transmision) Prov. Jambi, tanpa intervensi, risiko penularan
HIV dari ibu ke janinnya dilaporkan berkisar antara 15-45 persen. Risiko
penularan ini lebih tinggi di negara-negara berkembang yakni 21-43 persen
dibandingkan dengan negara maju yakni 14-26 persen.
Penularan dapat terjadi pada saat kehamilan, persalinan dan pasca
persalinan. Pada ibu yang tidak menyusui bayinya, sebanyak 24-40 persen
penularan terjadi saat janin dalam rahim, sedangkan pada saat persalinan
penularan dapat terjadi sekitar 60-75 persen. Pada ibu yang menyusui
bayinya, penularan saat dalam rahim sekitar 20-25 persen, pada saat
persalinan 60-70 persen atau saat awal menyusui, dan 10-15 persen, sisanya
setelah persalinan,ujar Ketua Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesi
(POGI) Cabang Jambi ini.
Sebenarnya plasenta diduga mempunyai efek anti-HIV-1 dengan
mekanisme yang masih belum diketahui, salah satu hormon plasenta human
chorionic gonadotropin (hCG) diduga melindungi janin dari HIV-1 melalui
beberapa cara, seperti menghambat penetrasi virus ke jaringan plasenta,
mengontrol replikasi virus ke dalam sel plasenta, dan menginduksi apoptosis
sel-sel yang terinfeksi HIV-1.Ada kepustakaan yang menyatakan bahwa virus
HIV sangat sulit menembus sawar-sawar darah plasenta hingga bila tidak ada
terjadi kerusakan di plasenta itu sendiri maka Janin dalam rahim tidak akan

tertular HIV dari ibunya,jelas dr Rudy.Adapun bila memang terjadi penularan


HIV dari ibu ke janin saat dalam rahim biasanya bila virus HIV tersebut
mampu melalui lapisan sinsitiotrofoblast, atau secara tidak langsung melalui
trofoblast dan menginfeksi sel makrofag plasenta (sel Hofbauer) yang
mempunyai reseptor CD4+.
1.2.

Rumusan Masalah
a. Apakah definisi dari HIV itu...?
b. Bagaimanakah pengaruh HIV pada ibu hamil terhadap bayinya...?
c. Bgaimanakah Askep pada ibu hamil dengan HIV...?

1.3.

Tujuan
a. Untuk mengetahui Definisi dari HIV.
b. Mengetahui bagaimanakah pengaruh HIV pada ibu hamil terhadap
bayinya.
c. Mengetahui tentang Askep Ibu hamil dengan HIV.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi

Human immunodeficiency virus (HIV) adalah retrovirus yang


menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak
fungsinya. Selama infeksiberlangsung, sistem kekebalan

tubuh menjadi

lemah, dan orang menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Tahap yang lebih
lanjut dari infeksi HIV adalah acquired immunodeficiency syndrome (AIDS).
Hal inidapat memakan waktu 10-15tahun untukorang yangterinfeksi
HIVhingga

berkembang

menjadiAIDS;

obat

antiretroviral

dapat

memperlambat proses lebih jauh.HIV ditularkan melalui hubungan


seksual(anal atau vaginal), transfusi darah yang terkontaminasi, berbagi
jarum yang terkontaminasi, dan antara ibu dan bayinyaselama kehamilan,
melahirkan dan menyusui.
AIDS adalah sindrom akibat defisiensi imunitas seluler tanpa
penyebab lain yang diketahui dan ditandai dengan infeksi aportunistik
kegenasan yang berakibat fatal.Munculnya sindrom ini erat kaitanya dengan
berkurangnya zat kekebalan tubuh yang prosesnya tidaklah terjadi seketika
melainkan sekitar 5-10 tahun setelah seseorang terinfeksi oleh HIV
(Rempengan : 2007)
Kehamilan adalah keadaan mengandung embrio atau fetus didalam
tubuh, setelah penyatuan sel telur dan spermatozoon. Kehamilan ditandai
dengan berhentinya haid; mual yang timbul pada pagi hari (morning
sickness); pembesaran payudara dan pigmentasi puting; pembesaran abdomen
yang progresif. Tanda-tanda absolut kehamilan adalah gerakan janin, bunyi
jantung janin, dan terlihatnya janin melalui pemerikasaan sinar-X, atau USG.
2.2 Etiologi
Penularan virus HIV/AIDS terjadi karena beberapa hal, di antaranya ;
1. Penularan melalui darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan
seksual).
2. Hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan.
3. Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai
alat suntik.
4. Individu yang terpajan ke semen atau cairan vagina sewaktu
berhubungan kelamin dengan orang yang terinfeksi HIV.
5. Orang yang melakukuan transfusi darah dengan orang yang terinfeksi
HIV, berarti setiap orang yang terpajan darah yang tercemar melalui
transfusi atau jarum suntik yang terkontaminasi.(WHO, 2003)
3

2.3 Penularan
Menurut ( Widoyono : 2008 ) Penyakit ini menular melalui berbagai cara
antara lain melalui cairan tubuh seperti darah,cairan genitalia,dan Asi.Virus
terdapat juga dalam saliva,air mata,dan urin ( sangat rendah ),selain hal diatas
HIV bisa menular pada ibu hamil apabila ada infeksi virus, bakteri atau pun
parasit pada plasenta atau pada keadaan dimana daya tahan tubuh ibu sangat
rendah,penularan pada ibu hamil melalui :
Periode kehamilan
Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil. Hal ini
disebabkan karena terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus oleh
virus itu sendiri. Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan memang
dapat menembus plasenta, tetapi tidak oleh HIV. Plasenta justru
melindungi janin dari infeksi HIV. Perlindungan menjadi tidak efektif
apabila ibu:
a. Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit (terutama malaria) pada
b.

plasenta selama kehamilan.


Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya muatan

virus pada saat itu.


c. Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.
d. Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak langsung
berkontribusi untuk terjadinya penularan dari ibu ke anak.
Periode persalinan
Pada periode ini,penularan juga bisa terjadi selama proses
persalinan melalui tranfusi fetomaternal atau kontak antara kulit antau
membran mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat
melahirkan ( Lily V,2004 ).semakin lama proses kelahiran maka semakin
besar resiko penularanya sehingga lama persalinan bisa dicegah dengan
operasi ( His dan STB,2000 ).
Periode Post Partum
Cara penularan yang dimaksud disini yaitu penularan melalui ASI.
Berdasarkan data penelitian De Cock, dkk (2000), diketahui bahwa ibu
yang menyusui bayinya mempunyai resiko menularkan HIV sebesar 1015% dibandingkan ibu yang tidak menyusui bayinya. Transmisi lain

terjadi selama periode post partum melalui Asi,dan resiko bayi tertular
melalui asi dari ibu yang positif sekitar 10 % ( Lily V,2004 ).Risiko
penularan melalui ASI tergantung dari:
a. Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif
akan kurang berisiko dibanding dengan pemberian campuran.
b. Patologi payudara: mastitis, robekan puting susu, perdarahan putting
c.

susu dan infeksi payudara lainnya.


Lamanya pemberian ASI, makin lama makin besar kemungkinan

infeksi.
d. Status gizi ibu yang buruk
2.4 Patofisiologi
HIV/AIDS masuk kedalam darah dan mendekati sel Thelper dengan
melekatkan dirinya pada protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral
(jumlah virus dalam tubuh penderita) turunan yang disebut RNA (ribonucleic
acid) berubah menjadi viral DNA (deoxyribonucleic acid) dengan suatu
enzim yang disebut reverse transcriptase. Viral DNA tersebut menjadi bagian
dari DNA manusia, yang mana, daripada menghasilkan lebih banyak sel
jenisnya, benda tersebut mulai menghasilkan virusvirus HIV.
Setelah infeksi awal biasanya kadar viremia menurun sampai mencapai
titik patokan dan pasien dengan beban virus tertinggi lebih cepat mengalami
AIDS,dan kematian ( Kahn dan Walker,1998 ) setelah infeksi jumlah sel-T
menurun secara perlahan dan progresif seiring dengan waktu sehingga akan
terjadi imono supresi berat .Monosit magrofag juga dapa terinfeksi dan
infeksi pada migroglia otak dapat menyebabkan kelainan neuropsikiatrik.
Individu yang terinfeksi HIV juga memperlihatkan peningkatan insiden
neoplasma terutama sarkoma karpusi, limfoma sel B serta berbagai
Neoplasma. ( Leveno Kenneth J,2009 )

Menurunnya massa otot

Kelelahan, kelemahan

2.5 Pathway
Faktor resiko

Intoleransi aktivitas

HIV
Menginfeksi ibu hamil

Ante partum
Post partum

Inpartum
ansietas

imunitas pada ibu


infeksi viral pada plasenta
pemberian ASI

adanya kontak membran

mukosa bayi dg darah

Penularan inveksi virus


Hipertermi
6
Defisit vol.cairan

G3 nutrisi < keb.tubuh

Terinfeksi HIV pd ibu dan bayi


kurang pengetahuan ttg
proses pnyakit
imonodevisiensi secara bertahap

infeksi opertunistik

AIDS

VIREMIA
Eritema

SSP
Menekan

n.vagus

Hipotamus
Paristaltik
Usus
Mengacaukan Termogulasi
Malabsorbsi
Diare

Simpatis

Lambung
HCL
mual muntah anoreksia

2.6 Manifestasi Klinik


Manifestasi klinis atau gejala yang tampak dari HIV/AIDS dibagi
menjadi 2, yaitu:
Gejala mayor :
a) Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan
b) Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus-menerus
c) Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 tiga bulan
d) TBC
Gejala Minor :
a) Batuk kronis selama lebih dari satu bulan
b) Infeksi pada mulut dan jamur disebabkan karena jamur Candida
Albicans
c) Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh
d) Munculnya Herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal di seluruh
tubuh
Gejala infeksi HIV pada wanita ibu hamil, umumnya sama dengan
wanita tidak hamil atau orang dewasa. Infeksi HIV/AIDS memberikan
gambaran klinis yang tidak spesifik dengan spectrum yang lebar, mulai dari
infeksi tanpa gejala (asimtomatik) pada stadium awal sampai pada gejalagejala yang berat pada stadium yang lebih lanjut. Perjalanan penyakit lambat
dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah infeksi, bahkan
dapat lebih lama lagi.
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes Elisa ( Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay )
Sensitivitasnya tinggi,biasanya tes ini memberikan hasil positif 2-3 bulan
setelah infeksi.
2. Western blot
Spesifitasnya tinggi,pemeriksaanya cukup sulit,mahal,dan membutuhkan
waktu sekitar 24 jam untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap beberapa
protein spesifik HIV. Dan untuk memastikan seropositifitas HIV
3. PCR ( Polymerase Chain Reaction )Tes ini digunakan untuk :
a) Tes HIV pada bayi,karena zat antimarternal masih ada pada bayi yang
dapat menghambat pemeriksaan secara serologis.Seorang ibu yang
8

menderita HIV akan membentuk zat kekebalan untuk melawan penyakit


tersebut.Zat kekebalan ibulah yang diturunkan pada bayi melalui
plasenta yang akan mengaburkan hasil pemeriksaan,seolah-olah sudah
ada infeksi pada bayi tersebut.(pemeriksaan HIV sering merupakan
deteksi dari zat anti HIV bukan deteksi HIVnya sendiri ).
b) Menetapkan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok
resiko tinggi.
c) Tes pada kelompok beresiko tinggi sebelum terjadi serokonversi.
d) Tes konfirmasi untuk HIV-2,sebab Elisa mempunyai sensitivitas rendah
untuk HIV-2.
Dilakukan dengan pemeriksaan P24 antigen capture assay dengan
kadar yang sangat rendah. Bisa juga dengan pemerikasaan kultur HIV
atau kultur plasma kuantitatif untuk mengevaluasi efek anti virus, dan
pemeriksaan viremia plasma untuk mengukur beban virus (viral
burden).
2.8 Faktor Resiko
Faktor-faktor resiko tertular HIV menurut ( Rampengan : 2007 ) adalah :
a) Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual
b) Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan berganti-ganti.
c) Bayi yang lahir dari ibu atau pasangan penyalahgunaan obat suntikan
d) Bayi atau anak yang mendapat kompenen darah
e) Bayi atau anak yang terpapar dengan alat suntik yang tidak steril
f) Anak remaja dengan hubungan seksual berganti-ganti pasangan.
g) Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai
alat suntik.
h) Pekerja seks komersial
i) Pasangan yang heteroseks dengan adanya penyakit kelamin
2.9 Penatalaksanaan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan adalah pencegahan
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tapi, apabila terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) maka terapinya menurut (Rampengan : 2007)
adalah :
1. Pengendalian infeksi oportunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan dan pemulihan infeksi
opurtuniti, nosokomial atau sepsis, tindakan ini harus di pertahankan bagi
pasien di lingkungan perawatan yang kritis.

2. Terapi AZT (Azidotimidin)


Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV denngan menghambat enzim
pembalik transcriptase.
3. Terapi antiviral baru
Untuk meningkatkan aktivitas system immune dengan menghambat
replikasi virus atau memutuskan rantai reproduksi virus padan proses
nya.obat- obat ini adalah : didanosina, ribavirin, diedoxycytidine,
recombinant CD4 dapat larut.
4. Vaksin dan rekonstruksi virus, vaksin yang digunakan adalah interveron.
5. Menghindari infeksi lain, karena infeksi dapat mengaktifkan sel T dan
mempercepat replikasi HIV.
6. Rehabilitasi
Bertujuan untuk memberi dukungan mantal-psikologis, membantu
mengubah perilaku risiko tinggi menjadi perilaku kurang berisiko atau
tidak berisiko, mengingatkan cara hidup sehat dan mempertahankan
kondisi tubuh sehat.
7. Pendidikan
Untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan makanan yang
sehat, hindari stres, gizi yang kurang, obat-obatan yang mengganggu
fungsi imunne. Edukasi ini juga bertujuan untuk mendidik keluarga
pasien bagaimana menghadapi kenyataan ketika anak mengidap AIDS
dan kemungkinan isolasi dari masyarakat.
8. Nevirapine ( Viramune )
Adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral ( ART )
termasuk golongan ( NNRTI ) obat golongan ini menghambat enzim
reverse transcriptase.Enzim ini mengubah bahan genetik ( RNA ) HIV
menjadikanya bentuk DNA.perubahan ini harus terjadi sebelum kode
genetik HIV dapat dimasukkan kekode genetik sel yang terinfeksi HIV.
2.10 Pencegahan
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui tiga
cara, dan bisa dilakukan mulai saat masa kehamilan, saat persalinan, dan
setelah persalinan. Cara tersebut yaitu:
1. Penggunaan obat Antiretroviral selama kehamilan, saat persalinan dan
untuk bayi yang baru dilahirkan :

10

Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load menjadi lebih rendah


sehingga jumlah virus yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang
efektif untuk menularkan HIV. Resiko penularan akan sangat rendah (12%) apabila terapi ARV ini dipakai. Namun jika ibu tidak memakai ARV
sebelum dia mulai sakit melahirkan, ada dua cara yang dapat mengurangi
separuh penularan ini. AZT dan 3TC dipakai selama waktu persalinan,
dan untuk ibu dan bayi selama satu minggu setelah lahir. Satu tablet
nevirapine pada waktu mulai sakit melahirkan, kemudian satu tablet lagi
diberi pada bayi 23 hari setelah lahir. Menggabungkan nevirapine dan
AZT selama persalinan mengurangi penularan menjadi hanya 2 persen.
Namun, resistansi terhadap nevirapine dapat muncul pada hingga 20
persen perempuan yang memakai satu tablet waktu hamil. Hal ini
mengurangi keberhasilan ART yang dipakai kemudian oleh ibu.
Resistansi ini juga dapat disebarkan pada bayi waktu menyusui.
Walaupun begitu, terapi jangka pendek ini lebih terjangkau di negara
berkembang.
2. Penanganan obstetrik selama persalinan
Persalinan sebaiknya dipilih dengan menggunakan metode Sectio
caesaria karena metode ini terbukti mengurangi resiko penularan HIV
dari ibu ke bayi sampai 80%. Apabila pembedahan ini disertai dengan
penggunaan terapi antiretroviral, maka resiko dapat diturunkan sampai
87%. Walaupun demikian, pembedahan ini juga mempunyai resiko
karena kondisi imunitas ibu yang rendah yang bisa memperlambat
penyembuhan luka. Oleh karena itu, persalinan per vagina atau sectio
caesaria harus dipertimbangkan sesuai kondisi gizi, keuangan, dan faktor
lain.
3. Penatalaksanaan selama menyusui
Pemberian susu formula sebagai pengganti ASI sangat dianjurkan untuk
bayi dengan ibu yang positif HIV. Karena sesuai dengan hasil penelitian,
didapatkan bahwa 14 % bayi terinfeksi HIV melalui ASI yang
terinfeksi.

11

Menurut ( Nursalam : 2007 ) Ada beberapa pencegahan penularan HIV


dilakukan secara primer yang mencakup mengubah perilaku seksual dengan
menerapkan prinsip ABCDE, yakni :
1) A (Abstinent) : Puasa, jangan melakukan hubungan seksual yang tidak sah
2) B (Be Faithful) : Setialah pada pasangan, melakukan hubungan seksual
hanya dengan pasangan yang sah
3) C (use Condom) : Pergunakan kondom saat melakukan hubungan seksual
bila berisiko menularkan/tertular penyakit
4) D (Dont use Drugs) : Hindari penyalahgunaan narkoba
5) E (Education) : Edukasi, sebarkan informasi yang benar tentang
HIV/AIDS dalam setiap kesempatan
Menurut Depkes RI (2003), WHO mencanangkan empat stratagi untuk
mencegahpenularan HIV dari ibu ke bayi dan anak, yaitu dengan mencegah
jangan sampai wanita terinfeksi HIV/AIDS, apabila sudah dengan HIV/AIDS
dicegah supaya tidak hamil, apabila sudah hamil dilakukan pencegahan
supaya tidak menular pada bayi dan anaknya, namun bila ibu dan anak sudah
terinfeksi maka sebaiknya diberikan dukungan dan perawatan bagi ODHA
dan keluarganya.

BAB III
ASKEP BUMIL DENGAN HIV
3.1 Pengkajian
1. Identitas :
-

Nama Ibu, Umur, Agama, Suku/bangsa, Pendidikan, Pekerjaan,


Alamat, Status kawin.

Nama Suami, Umur, Agama, Suku/bangsa, Pendidikan, Pekerjaan,


Alamat.

2. Riwayat kesehatan :
Riwayat kesehatan umum

12

a) Keluhan Utama :

Biasanya

klien

mengeluh

demam,diare

berkepanjangan, dan terjadi penurunan BB.


b) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pasien datang keruah sakit dengan keluhan demam sejak 3
hari yang lalu, diare berkepanjangan lebih dari 1 bulan, terdapat
infeksi jamur pada mulut,dan terjadi penurunan BB.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pada riwayat penyakit dahulu ditemukan adanya riwayat
pengunaan adanya riwayat tranfusi dan penggunaan arum suntik.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah dalam keluarga maupun dari pihak suami
mempunyai
e)

penyakit HIV AIDS dan apakah keluarga pernah

menderita penyakit menular, (hepatitis dan TBC).


Riwayat psikososial
Kondisi ibu hamil dengan HIV / AIDS takut akan penularan pada
bayi yang dikandungnya. Bagi keluarga pasien cenderung untuk
menjauh sehingga akan menambah tekanan psikologis pasien.
f)

Kebiasaan yang mungkin dilakukan


Tanyakan pada klien sebelum maupun selama hamil adakah
perubahan kebiasaan yang dilakukan,misalnya kebiasaan makan,

g)

tarak dll.
Riwayat Kebidanan
Riwayat Menstruasi : biasanya pada pasien HIV mempunyai
riwayat menstruasi yang tidak stabil/tidak teratur.
Riwayat KB : Pernah ikut KB atau tidak, KB yang digunakan,
lamanya, alasan berhenti, rencana KB setelah bersalin
Riwayat kehamilan : Menanyakan tentang usia kehamilan,
gerakan janin, hamil keberapa dll
3. Pemeriksaan Fisik :
a) Keadaan Umum : Biasanya Terlihat lemah,dengan kesadaran menurun.
b) TTV : TD : Hipertensi
N : Takikardy
RR: Takipnea
T : Hipertermi
c) Pemeriksaan fisik persistem :
1. Breating
Kaji pernafasan bumil, apabila ibu telah terinfeksi sistem pernafasan

13

maka sepanjang jalur pernafasan akan mengalami gangguan,tapi


biasanya pada kasus ini mengalami peningkatan pada pernafasanya.
2. Blood
Biasanya terjadi peningkatan pada tekanan darah,suhu tubuh
meningkat, Takicardy, dan apabila virus sudah menyebar dapat
terjadi gagal jantung kongestif sekunder akibat kardiomiopati karena
HIV.
3. Brain
Tingkat kesadaran bumil dengan HIV/AIDS terkadang mengalami
penurunan karena proses penyakit. Hal itu dapat disebabkan oleh
gangguan imunitas pada bumil.
4. Bowel.
Berat badan menurun, anoreksia,bercak putih kekuningan pada
mukosa mulut, candidisiasis mulut terinfeksi oleh jamur,mual,
muntah, anoreksia, colitis akibat diare kronis.
5. Bladder
Kaji tingkat urin klien apakah ada kondisi patologis seperti
perubahan

warna

urin,

jumlah

dan

bau.

Hal

itu

dapat

mengidentifikasikan bahwa ada gangguan pada sistem perkemihan.


Biasanya saat imunitas menurun resiko infeksi pada uretra klien.
6. Bone
Kaji respon klien, apakah mengalami kesulitan bergerak,reflek
pergerakan. pada ibu hamil biasanya mengalami kelemahan pada
otot dan keletihan .
4. Fungsional Gordon
1)
Pola Aktifitas /istirahat :
- Mudah lelah, berkurangnya tolerangsi terhdp aktifitas, kelelahan yang
2)
3)
4)
5)

progresif
Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi terhdp
aktifitas
Pola Nutrisi dan metabolik
Terjadi penurunan nafsu makan,BB menurun.
Pola Eliminasi
Sering berkemih,dan mengalami diare kronis lebih dari 1 bulan.
Pola aktivitas dan Latihan
Biasanya pada pasien mengalami kelelahan dan keletihan.
Pola persepsi diri dan konsep diri

14

Biasanya pasien tidak percaya diri,hilang harapan,dan mengalami


kecemasan.
6) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena mungkin klien merasa
malu dengan penyakitnya dan karena penyakitnya biasanya klien
dijauhi oleh orang disekitarnya.
7) Pola sensori dan kognitif
Biasanya pasien mengalami kesulitan dalam berpikir rasional karena
kllien mengalami stres berat.
8) Pola reproduksi Seksual
Biasanya klien mengalami gairah dalam seksual.
9) Pola penanggulangan stres
Biasanya klien akan mencari tahu tentang penyakit yang dideritannya
baik ke dokter maupun mencari dimedia-media lain.
10) Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya klien menganggap bahwa semua penyakit pasti ada obatnya
11) Kenyamanan
Biasanya klien mengalami demam yang tinggi yang dapat menganggu
kenyamanan klien
3.2.
Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan b.d diare berat
2. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual muntah,
anoreksia
3. Ancietas b.d kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit
3.3.
Perencanaan
Dx
: 1. Kekurangan volume cairan b.d diare berat
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1X 24 jam di harapkan
kebutuhan cairan klien terpenuhi
KH

:
-

Mempertahankan hidrasi
Membran mukosa lembab
Turgor kulit baik
TTV dalam batas normal
Adanya keseimbangan cairan intraseluler dan ekstraseluler

No
Intervensi
Dx
1. 1. Observasi tanda-tanda vital
2. Kaji

turgor

kulit,

mukosa, dan rasa haus.

membran

Rasional
1. Untuk mengetahui keadaan umum
pasien
2. Turgor kulit dan membran mukosa
yang kering menunukan adanya

15

kekurangan volume cairan


3. Pantau tentang pemasukan dan 3. Untuk
mengontrol
adanya
pengeluaran cairan

peningkatan

4. Pantau adanya status dehidrasi

kebututuhan

cairan

dan keseimbangan volume cairan


4. status dehidrasi dapat membatu
memicu

peningkatan

kebutuhan

cairan.
dalam pemberian cairan melalui IV 5. untuk meningkatkan

kebutuhan

5. Kolaborasi

dengan

tim

medis

dan kolaborasi pemberian obat

volume cairan

antidiare
Dx

: 2. Gangguan

nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual

muntah, anoreksia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan kepertawatan selama 2x24 jam
KH

diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi dg,


:
- Peningkatan BB secara bertahap
- Turgor kulit kembali < 2 dtk
- Porsi makan habis
- Klien tidak tampak lemas

No
Intervensi
Dx
2. 1. Kaji riwayat nutrisi termasuk 1. Untuk

Rasional
meningkatkan

makan yang disukai


2. Timbang berat badan tiap hari

kebutuhan nutrisi pasien


2. Mengawasi adanya penurunan

3. Observasi dan catat masukan

berat badan
3. Gejala GI dapat menunjukkan

makanan klien
4. Berikan makanan sedikit dan
frekuensi sering

efek anemia ( hip[oksia ) pada


organ
4. Makan

sedikit

dapat

menurunkan kelemahan dan


meningkatkan masukan juga
5. Pantau pemeriksaan Hb, albumen
protein dan zat besi serum

mencegah distensi gaster


5. Meningkatkan
efektivitas
program pengobatan termasuk,
sumber

diet

nurtrisi

yang

dibutuhkan

16

Dx

: 3. Ancietas b.d kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit


setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam

KH

diharapkan ansietas berkurang/hilang


: 1. Klien tampak tenang
2. klien dapat mengetahui penyebab dari penyakitnya
3. klien tidak gelisah
4. Telapak tangan tidak basah
5. BMR dalam batas normal (30-40%)

No
Intervensi
Rasional
Dx
3. 1. Observasi tingkah laku yang 1. Ansietas ringan dapat ditunjukkan
menunjukkan tingkat ansietas

dengan

peka

rangsang

dan

imsomnia. Ansietas berat yang


berkembang ke dalam keadaan
panik dapat menimbulkan perasaan
terancam, teror, ketidakmampuan
bicara
2. Bicara singkat dengan kata

dan

teriak.
2. Rentang
menjadi

yang sederhana

bergerak/berteriak-

perhatian

mungkin

pendek,

konsentrasi

yang

membatasi

berkurang,

kemampuan untuk mengasimilasi


informasi
3. Menciptakan
3. Kurangi stimulasi dari luar,
tempatkan pada ruangan yang
tenang,

berikan

kelembutan,

musik

yang

nyaman,kurangi

lampu

yang

terlalu

kurangi

orang

lingkungan

teraupetik;menunjukkan
penerimaan bahwa aktivitas unit
personel

dapat

meningkatkan

ansietas pasien

terang,
yang

berhubungan dengan pasien


4. Tekankan
harapan
bahwa
pengendalian emosi itu harus
tetap diberikan sesuai dengan

4. Memberikan

informasi

dan

meyakinkan pasien bahwa keadaan


itu adalah sementaara dan akan
membaik dengan pengobatan
5. Dapat
digunakan
untuk

17

perkembangan terapi obat


5. Kolaborasi pemberian obat
antiansietas

sesuai

menurunkan tingkat ancietas pada


pasien.

indikasi

seperti; tranquilizer, sedatif dan


pantau efeknya

18

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Human immunodeficiency virus (HIV) adalah retrovirus yang
menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak
fungsinya. Selama infeksiberlangsung, sistem kekebalan

tubuh menjadi

lemah, dan orang menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Tahap yang lebih
lanjut dari infeksi HIV adalah acquired immunodeficiency syndrome (AIDS).
Hal inidapat memakan waktu 10-15tahun untukorang yangterinfeksi HIV
hingga berkembang menjadiAIDS; obat antiretroviral dapat memperlambat
proses lebih jauh. HIV ditularkan melalui hubungan seksual (anal atau
vaginal), transfusi darah yang terkontaminasi, berbagi jarum yang
terkontaminasi, dan antara ibu dan bayinyaselama kehamilan, melahirkan dan
menyusui.
Penularan virus HIV/AIDS terjadi karena beberapa hal, di antaranya ;
1. Penularan melalui darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan
seksual).
2. Hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan.
3. Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai
alat suntik.
4. Individu yang terpajan ke semen atau cairan vagina sewaktu berhubungan
kelamin dengan orang yang terinfeksi HIV.
5. Orang yang melakukuan transfusi darah dengan orang yang terinfeksi HIV,
berarti setiap orang yang terpajan darah yang tercemar melalui transfusi
atau jarum suntik yang terkontaminasi.(WHO, 2003)
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui tiga
cara, dan bisa dilakukan mulai saat masa kehamilan, saat persalinan, dan
setelah persalinan. Cara tersebut yaitu:
1. Penggunaan obat Antiretroviral selama kehamilan, saat persalinan dan
untuk bayi yang baru dilahirkan
2. Penanganan obstetrik selama persalinan
3. Penatalaksanaan selama menyusui
Dalam pemberian asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan HIV
meliputi dari
Pengkajian
Diagnosa keperawatan

19

Perencanaan
4.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini kami sadar bahwa makalah ini masih
banyak kekurang-kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangatlah kami perlukan agar dalam
pembuatan makalah selanjutnya akan lebih baik dari sekarang,dan kami juga
berharap, setelah membaca makalah ini kita menjadi lebih mengetahui
konsep rencana asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan HIV AIDS.

DAFTAR PUSTAKA
1. Widoyono, MPH. 2008. PENYAKIT TROPIS : Epidemiologi, Penularan,
Pencegahan & Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga.
2. T. H. Rampengan. 2007. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta. EGC.
3. Dr. Nursalam, M. Nurs. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinveksi
HIV/AIDS. Jakarta : Salemba Medika.
4. Leveno Kenneth J.2009.Obstetri Williams Panduan Ringkas.Jakarta : EGC

20

Vous aimerez peut-être aussi