Vous êtes sur la page 1sur 14

LAPORAN PENDAHULUAN ISPA

A. Konsep Teori
1. Pengertian
ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada anak-anak
dengan gejala batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut muncul secara
bersamaan (Meadow, Sir Roy. 2002:153).
ISPA adalah Infeksi saluran pernafasan yang berlangsung sampai 14 hari yang
dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin maupun udara pernafasan yang
mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat (Depkes RI, 2012).
Infeksi saluran pernafasan adalah mulai dari infeksi respiratori atas dan
adneksanya hingga parenkim paru. Sedangkan pengertian akut adalah infeksi
yang berlangsung hingga 14 hari (Nastiti, 2008).
Infeksi pernafasan akut adalah proses inflamasi yang disebabkan oleh virus,
bakteri, atipikal (mikro plasma) atau aspirasi substansi asing, yang melibatkan
suatu atau semua bagian saluran pernafasan (Wong,D.L,2003:458).
a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisma ke dalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta
organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA
secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan
bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran
pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran
pernafasan (respiratory tract).
c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14
hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung
lebih dari 14 hari.

2. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
Penyebabnya antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus, Pnemococcus,

Hemofilus, Bordetella dan Corinebakterium. Virus penyebabnya antara lain


golongan Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma,
Herpessvirus (Depkes RI, 2000).
Bakteri tersebut di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran
pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri tersebut
menyerang anak-anak yang kekebalan tubuhnya lemah misalnya saat perubahan
musim panas ke musim hujan (PD PERSI, 2002).
3. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis infeksi saluran pernafasan akut bergantung pada tempat
infeksi serta mikroorganisme penyebab infeksi. Semua manifestasi klinis terjadi
akibat proses peradangan dan adanya kerusakan langsung akibat mikroorganisme.
Manifestasi klinis antara lain :
a. Batuk
b. Bersin dan kongesti nasal
c. Pengeluaran mukus dan rabas dari hidung
d. Sakit kepala
e. Demam
f. Malaise (Corwin, 2008)
Menurut Suyudi,2002 gejala ISPA adalah sebagai berikut :
a. Gejala ISPA ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala sebagai
berikut :
1) Batuk
2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara
(misalnya pada waktu berbicara atau menangis).
3) Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak diraba
dengan punggung tangan terasa panas.
Jika anak menderita ISPA ringan maka perawatan cukup dilakukan di rumah
tidak perlu dibawa ke dokter atau Puskesmas. Di rumah dapat diberi obat
penurun panas yang dijual bebas di toko-toko atau Apotik tetapi jika dalam
dua hari gejala belum hilang, anak harus segera di bawa ke dokter atau
Puskesmas terdekat.
b. Gejala ISPA sedang
2

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai gejala ISPA
ringan dengan disertai gejala sebagai berikut :
1) Pernapasan lebih dari 50 kali /menit pada anak umur kurang dari satu
2)
3)
4)
5)
6)
7)

tahun atau lebih dari 40 kali/menit pada anak satu tahun atau lebih.
Suhu lebih dari 390C.
Tenggorokan berwarna merah.
Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak
Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
Pernafasan berbunyi seperti mendengkur.
Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.

Dari gejala ISPA sedang ini, orangtua perlu hati-hati karena jika anak
menderita ISPA ringan, sedangkan anak badan panas lebih dari 390C, gizinya
kurang, umurnya empat bulan atau kurang maka anak tersebut menderita ISPA
sedang dan harus mendapat pertolongan petugas kesehatan.
c. Gejala ISPA berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA ringan
atau sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut:
1) Bibir atau kulit membiru
2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu
3)
4)
5)
6)
7)
8)

bernapas
Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun
Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah
Pernafasan menciut dan anak tampak gelisah
Nadi lebih cepat dari 60x/menit
Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas
Tenggorokan berwarna merah

4. Klasifikasi
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
a. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada
kedalam (chest indrawing).
b. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
c. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai
demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas

cepat.

Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia


5. Hubungan Ispa dengan virus
Beberapa penelitian agen telah di lakukan di luar negeri. Seperti penelitian
yang di

lakukan oleh debora tahun 2012, dalam penelitiannya

tentang
3

Rhinovirus detection by real-time RT-PCR in children with acute respiratory


infection in Buenos Aires, Argentina, yaitu deteksi rhinovirus pada anak dengan
infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
ISPA merupakan penyakit yang sangat umum dan jenis infeksi bervariasi
yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti usia, lingkungan, dan kondisi
komorbiditas. Lebih dari 200 virus penyebab yang berbeda telah dijelaskan. Salah
satu penelitian yang dilakukan oleh Debora di Buenos Aires, Argentina
menyatakan bahwa rhinovirus (HRV) merupakan penyebab utama flu biasa dan
dapat menyebabkan ISPA pada manusia. Rhinovirus Manusia (HRV) merupakan
famili dari Picornaviridae, dan di klasifikasikan dalam genus Enterovirus. Sampai
saat ini, lebih dari 100 serotipe telah dijelaskan dan diklasifikasikan menjadi 3
spesies: A, B dan C. Spesies HRV C hanya dapat dideteksi dengan menggunakan
metode molekuler. Genom mereka adalah satu 7,2-kb RNA untai positif dengan
satu bingkai bacaan terbuka (Savolainen, 2003).
HRV merupakan penyebab paling sering pilek umum dan juga terkait
dengan otitis media akut pada anak dan sinusitis pada orang dewasa. Penelitian
terbaru telah menetapkan bahwa HRV dapat menginfeksi saluran pernafasan
bagian bawah sehingga menyebabkan pneumonia dan bronchiolitis pada anakanak (Papadopoulos, 2002). Infeksi HRV tanpa gejala juga dapat terjadi pada bayi,
anak-anak dan orang dewasa. Isolasi HRV dalam kultur sel sangat sulit dilakukan,
tidak sensitif dan memakan waktu yang lama. Pengembangan metode molekuler
telah meningkatkan kelayakan deteksi HRV. Beberapa reaksi berantai (RT-PCR)
tes transkripsi-polimerase terbalik telah dikembangkan untuk mendeteksi sensitif
dan diferensiasi HRV. Frekuensi HRV terdeteksi oleh metode molekuler pada
anak-anak yang dirawat di rumah sakit dengan infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) berkisar antara 6%-35%. Meskipun HRV sering terdeteksi pada koinfeksi
dengan virus pernapasan lainnya, peran simultan belum diketahui. Beberapa
penulis telah mengusulkan bahwa koinfeksi virus meningkatkan keparahan
penyakit, sementara yang lain tidak menemukan perbedaan antara koinfeksi dan
infeksi tunggal (Calvo, 2007).
6. Hubungan ISPA dengan bakteri

Bakteri dapat menyebabkan terjadinya ISPA secara langsung pada anak.


Penelitian yang dilakukan oleh Almasri tahun 2011 di Yunani menyebutkan
bahwa Mycoplasma pneumoni merupakan penyebab umum dari infeksi saluran
pernafasan (ISR) terutama pada anak-anak. Teknik diagnostik baru yang
ditawarkan informasi yang dapat diandalkan tentang epidemiologi infeksi oleh
patogen ini.
Penelitian ini melibatkan 225 anak yang dirawat di rumah sakit Yunani selama
periode 15 bulan. Metode yang digunakan dengan menggunakan spesimen usap
tenggorokan lalu diuji dengan PCR untuk mendeteksi Mycoplasma pneumoni,
sedangkan IgG dan IgM ditentukan dengan metode ELISA.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Infeksi Mycoplasma pneumoni di
diagnosis sebagai satu-satunya patogen di 25 kasus atau sekitar (11,1%).
Mycoplasma pneumoni adalah agen penyebab kedua Infeksi saluran pernafasan
setelah RSV. Proporsi anak dengan Mycoplasma pneumoni meningkat dengan
bertambahnya usia, sementara sebagian besar kasus yang dilaporkan selama
musim panas dan musim gugur.
Mycoplasma pneumoni memainkan peran yang lebih signifikan dalam
menyebabkan infeksi saluran pernafasan (ISR) pada anak. Gambaran klinis
infeksi

Mycoplasma

pneumoni

berbagai

macam,

termasuk

faringitis,

tracheobronchitis, sementara sekitar sepertiga dari pasien yang terinfeksi


menderita pneumonia. Namun, penelitian lain melaporkan bahwa kasus
pneumonia merupakan 3-10% dari infeksi, sedangkan mayoritas adalah sakit
pernapasan ringan. Pada anak-anak, Mycoplasma pneumoni menyebabkan hingga
40% atau lebih penyakit pneumonia dan sebanyak 18% dari kasus harus di rawat
di rumah sakit. Wabah infeksi Mycoplasma pneumoni dapat terjadi dalam
masyarakat atau dalam pengaturan tertutup atau semiclosed, seperti pangkalan
militer, rumah sakit, komunitas keagamaan, dan sekolah.
Diagnosis pneumonia didasarkan pada adanya infiltrat baru pada radiografi dada
(infiltrat, kekeruhan atau konsolidasi tunggal atau ganda), gejala (seperti
menggigil, suara serak, sakit tenggorokan dan nyeri dada), dan temuan
pemeriksaan fisik (rales atau crackles, mengeluarkan bunyi pada auskultasi pada
pernapasan bronkial).

7. Patofisiologi
Penyakit ISPA disebabkan oleh virus dan bakteri yang disebarkan melalui
saluran pernafasan yang kemudian dihirup dan masuk ke dalam tubuh, sehingga
menyebabkan respon pertahanan bergerak yang kemudian masuk dan menempel
pada saluran pernafasan yang menyebabkan reaksi imun menurun dan dapat
menginfeksi saluran pernafasan yang mengakibatkan sekresi mucus meningkat
dan mengakibatkan saluran nafas tersumbat dan mengakibatkan sesak nafas dan
batuk produktif.
Ketika saluran pernafasan telah terinfeksi oleh virus dan bakteri yang
kemudian terjadi reaksi inflamasi yang ditandai dengan rubor dan dolor yang
mengakibatkan aliran darah meningkat pada daerah inflamasi dengan tanda
kemerahan

pada

faring

mengakibatkan

hipersensitifitas

meningkat

dan

menyebabkan timbulnya nyeri. Tanda inflamasi berikutnya adalah kalor, yang


mengakibatkan suhu tubuh meningkat dan menyebabkan hipertermi yang
mengakibatkan peningkatan kebutuhan cairan yang kemudian mengalami
dehidrasi. Tumor, adanya pembesaran pada tonsil yang mengakibatkan kesulitan
dalam menelan yang menyebabkan intake nutrisi dan cairan inadekuat.
Fungsiolesa, adanya kerusakan struktur lapisan dinding saluran pernafasan
sehingga meningkatkan kerja kelenjar mucus dan cairan mucus meningkat yang
menyebabkan batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mucus bertambah
banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga menimbulkan sesak nafas
dan juga menyebabkan batuk yang produktif.
Dampak infeksi sekunder bakteri pun bisa menyerang saluran nafas
bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran
pernafasan atas, setelah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru
sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Sylvia, 2005).

Pathway

Gbr.bygoogle.picture/Erwinamaterasu/2013

8. Penatalaksanaan
Pengobatan ISPA dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Rasmaliah, 2004):

a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,


oksigendan sebagainya.
b. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak
mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol
keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu
ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan
dirumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk
lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,
dekstrometorfan dan antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas
yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan
tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran
kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh
kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.
9. Pencegahan
Keadaan gizi dan keadaan lingkungan merupakan hal yang penting bagi
pencegahan ISPA. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah ISPA
adalah:
a. Mengusahakan agar anak mempunyai gizi yang baik
1) Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan
yang paling baik untuk bayi.
2) Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.
3) Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu
mengandung cukup protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak, vitamin
dan mineral.
4) Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein
misalnya dapat di peroleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi atau
jagung, lemak dari kelapa atau minyak sedangkan vitamin dan mineral
dari sayuran,dan buah-buahan.

5) Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk mengetahui


apakah beratnya sesuai dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah ada
penyakit yang menghambat pertumbuhan. ( Dinkes DKI,2005).
b. Mengusahakan kekebalan anak dengan imunisasi
Agar anak memperoleh kekebalan dalam tubuhnya anak perlu mendapatkan
imunisasi yaitu DPT . Imunisasi DPT salah satunya dimaksudkan untuk
mencegah penyakit. Pertusis yang salah satu gejalanya adalah infeksi saluran
nafas (Depkes RI, 2002).
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan
penyakit ISPA, sebaliknya perilaku yang tidak mencerminkan hidup sehat
akan menimbulkan berbagai penyakit. Perilaku ini dapat dilakukan melalui
upaya memperhatikan rumah sehat, desa sehat dan lingkungan sehat (Suyudi,
2002).
d. Pengobatan segera
Apabila anak sudah positif terserang ISPA, sebaiknya orang tua tidak
memberikan makanan yang dapat merangsang rasa sakit pada tenggorokan,
misalnya minuman dingin, makanan yang mengandung vetsin atau rasa gurih,
bahan pewarna, pengawet dan makanan yang terlalu manis. Anak yang
terserang ISPA, harus segera dibawa ke dokter (PD PERSI, 2002).

B. Konsep Asuhan Keperawatan menurut Gordon


1. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan ISPA :
a. Riwayat : demam,batu,pilek,anoreksia,badan lemah/tidak bergairah,riwayat
penyakit pernapasan,pengobatan yang dilakukan dirumah dan penyakit yang
menyertai.
b. Tanda fisik : Demam,dyspneu,tachipneu,menggunakan otot pernafasan
tambahan,faring hiperemis,pembesaran tonsil,sakit menelan.
9

c. Faktor perkembangan : Umum ,tingkat perkembangan,kebiasaan seharihari,mekanisme koping,kemampuan mengerti tindakan yang dilakukan.
d. Pengetahuan
pasien/keluarga
:
pengalaman
terkena
penyakit
pernafasan,pengetahuan tentang penyakit pernafasan dan tindakan yang
dilakukan.
2. Diagnose Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru.
b. Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme
c. Risiko ketidaksembangan nutrisi kurang dari kebutuhan

b.d

nyeri

menelan,penurunannafsu makan sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan


akut.
d. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA b.d kurang informasi
3. Intervensi
a. Tidak efektifnya pola nafas b/d penurunan ekspansi paru
Tujuan : Pola nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal,
batuk berkurang, ekspansi paru mengembang.

Intervensi :
1) Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya
pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi
tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan
dengan atelektasis dan atau nyeri dada.
2) Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels,
wheezing.
Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan
pernafasan.
3) Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan.
10

4) Observasi pola batuk dan karakter sekret.


Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
5) Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan
ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
6) Kolaborasi
a) Berikan oksigen tambahan
b) Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas,
memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu
pengenceran sekret

b. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi


Tujuan : suhu tubuh pasien menurun
Kriteria hasil : suhu tubuh normal, batuk berkurang, klien tidak rewel
1) Kompres air hangat
Rasional : Pori-pori kulit membesar, panas tubuh akan turun
2) Banyak minum air hangat
Rasional : Air hangat dapat mengencerkan secret
3) Theraphy obat pct, dan OBH
Rasional : Pct : obat penurun panas
OBH : obat batuk
c. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak
adekuat.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria hasil :
Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit
baik, klien menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12
kali/menit, berat badan dalam batas normal.
11

Intervensi :
1) Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
Rasional : menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya.
2) Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
Rasional : peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi
klien dalam asuhan keperawatan.
3) Timbang berat badan dan tinggi badan.
Rasional : Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator
kurangnya nutrisi.
4) Anjurkan klien minum air hangat saat makan.
Rasional : air hangat dapat mengurangi mual.
5) Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
6) Kolaborasi
7) Konsul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.
Rasional : menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam
pembatasan.
a) Berikan obat sesuai indikasi.
b) Vitamin B squrb 21.
Rasional : defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.
c) Antiemetik rantis 21
Rasional : untuk menghilangkan mual / muntah.
d. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan
kurang informasi
Tujuan : Pengetahuan keluarga meningkat
Intervensi :
1) Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga pasien tentang penyakitnya
Rasional : mengetahui apa yang diketahui keluarga pasien tentang
penyakitnya.
2) Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan pasien
Rasional : supaya pasien tahu tata laksana penyakit, perawatan dan
pencegahan penyakit ISPA.
3) Beri kesempatan pasien dan keluaga pasien untuk bertanya bila ada yang
belum dimengerti.

12

Rasional : mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien dan keluarga


pasien setelah di beri penjelasan tantang penyakitnya.

13

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2005. Pedoman pemberantasan penyakit infeksi saluran
pernapasan akut untuk penanggulangan pneumonisa pada Balita: Jakarta.
DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. 2007. Pedoman Pemberantasan
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta.
Gordon,et.al,2006,
Nursing
Diagnoses
20052006,Philadelpia,USA.

definition

&

Classification

Meadow,Sir Roy dan Simen.2006.Lectus Notes:Pediatrika.Jakarta:PT.Gelora Aksara


Pratama.
Naning R,2006,Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Handout kuliah Ilmu Kesehatan
Anak)PSIK FK UGM tidak dipublikasikan.
Soegijanto, S (2007). Ilmu penyakit anak; diagnosa dan penatalaksanaan.Jakarta:
Salemba medika
Suriadi,Yuliani R,2005,Asuhan Keperawatan pada Anak,CV sagung Seto,Jakarta
Wong and Whaley. ( 2004 ). Clinical Manual of Pediatric Nursing. Philadelphia:

14

Vous aimerez peut-être aussi