Vous êtes sur la page 1sur 11

BAB 2

LATAR BELAKANG MATEMATIK TRANSFORMASI LAPLACE

1. PENDAHULUAN

Dalam mempelajari sistem kendali sangat bergantung pada penggunaan

matematika terapan. Satu dari tujuan utama mempelajari sistem kendali adalah

untuk mengembangkan alat bantu analitis sehingga perancang meng-hasilkan

perancangan yang dapat diprediksi dan dapat dipercaya tanpa tergantung

sepenuhnya pada percobaan atau simulasi komputer.

Untuk mempelajari teori kendali klasik, yang diuraikan dalam buku ini, latar

belakang matematis yang perlu adalah masalah teori variabel kompleks,

persamaan diferensial dan diferensi, transformasi Laplace dan transformasi z,

dan sebagainya. Sedangkan teori kendali modern, mensyaratkan latar belakang

matematis yang lebih lengkap. Sebagai tambahan dari masalah di atas, teori

kendali modern didasarkan pada dasar teori matriks, teori himpunan,

transformasi dan aljabar linear, kalkulus variasi, pemrograman matematis,

teori probabilitas, dan matematika lanjut lainnya.

Pada bab ini akan diuraikan bahan-bahan yang menjadi latar belakang,

yang dibutuhkan untuk masalah sistem kendali. Karena keterbatasan tempat dan

sebenarnya kebanyakan pokok masalah tersebut harus dikaji ulang sendiri oleh

pembaca, masalah matematis ini tidak akan diuraikan dengan lengkap. Bagi
12

pembaca yang ingin mendalami masalah ini harus menelaah lebih lanjut buku-buku

yang berhubungan dengan masalah tersebut.

Konsep Variabel Kompleks

Suatu variabel kompleks s mempunyai dua komponen: komponen nyata s

dan komponen khayal ω. Secara grafis komponen nyata s dinyatakan dengan

sumbu s pada arah horizontal, dan komponen khayal diukur sepanjang sumbu

vertical jω, pada bidang kompleks s. Gambar 2-1 menggambarkan bidang kompleks

s, yang pada titik sembarang s=s1 ditentukan oleh koordinat σ = σ 1 atau ω = ω1

atau secara sederhana s1 = σ 1 + jω1 .

Fungsi Variabel Kompleks

Fungsi G(s) dikatakan merupakan fungsi variabel kompleks s, jika untuk setiap nilai

s terdapat satu atau lebih nilai G(s) Karena s mempunyai bagian nyata dan khayal,

fungsi G(s) juga dinyatakan dengan bagian nyata dan khayal, yaitu

dengan Re G(s) menyatakan bagian nyata dan Im G(s) menyatakan

bagian khayal dari G(s). Fungsi G(s) juga dinyatakan dengan bidang kompleks G(s),

dengan Re G(s) sebagai sumbu nyata dan Im G(s) sebagai sumbu khayal. Jika

untuk setiap nilai s hanya terdapat satu nilai G(s) pada bidang G(s), G(s) dikatakan

merupakan fungsi nilai tunggal, dan pemetaan dari satu titik pada bidang-s ke titik

pada bidang G(s) dikatakan sebagai nilai tunggal (Gambar 2-2). Jika pemetaan

dari bidang G(s) ke bidang-s juga merupakan nilai tunggal, pemetaan tersebut

dikatakan pemetaan satu-satu. Walaupun bergitu, banyak fungsi untuk pemetaan

Bab-2 Transformasi Laplace


13

dari bidang fungsi ke bidang variabel kompleks yang bukan bernilai tunggal.

Misalnya fungsi

terlihat jelas bahwa untuk setiap nilai s, hanya terdapat satu nilai unik G(s).

Tetapi untuk pemetaan sebaliknya tidak demikian; misalnya titik G(s) = ∞ dipetakan

pada dua titik pada bidang s, yaitu s = 0 dan s= -1.

Gambar 2.1. Bidang kompleks s

Gambar 2.2. Pemetaan nilai tunggal dari bidang s ke bidang G(s)

Farida Asriani
14

Fungsi Analitik

Suatu fungsi G(s) dari variabel kompleks s disebut fungsi analitik dalam daerah s

jika fungsi tersebut dan turunanannya berada pada daerah tersebut

2.2 TRANSFORMASI LAPLACE

Marilah kita definisikan

/(/) = fungsi waktu t sedemikian rupa sehingga fit) = 0 untuk t < 0

s = variabel kompleks

= simbol operasional yang menunjukkan bahwa besaran yang didahuluinya


− st
ditransformasi dengan integral Laplace ∫e
0
dt

F(s) = transformasi Laplace dari f(t)

Selanjutnya transformasi Laplace dari/(f) didefinisikan oleh

Transformasi Laplace suatu fungsi fit) ada jika fit) secara sepotong-sepotong kon-

tinyu pada setiap selang-terhingga (finite interval) dalam daerah t > 0 dan jika fungsi

tersebut mempunyai orde eksponensial dengan membesarnya t menuju tak

terhingga. Dengan kata lain, integral Laplace harus konvergen. Suatu fungsi f(f)

mempunyai orde eksponensial jika ada suatu konstanta nyata positif , a sedemikian

rupa sehingga fungsi

mendekati nol jika t mendekati tak terhingga.

Bab-2 Transformasi Laplace


15

Teorema Transformasi Laplace

Penggunaan transformasi Laplace dalam berbagai hal disederhanakan dengan

memanfaatkan sifat-sifat trans-j formasi. Sifat-sifat ini dinyatakan dengan teorema

berikut, dengan tidak memberikan bukti.

Teorema 1. Perkalian dengan suatu Konstanta

Misal k adalah suatu konstanta dan F(s) adalah transformasi Laplace dari f(f).

Kemudian ,

Teorema 2. Penjumlahan dan Pengurangan

Misal F}(s) dan F0(s) adalah transformasi Laplace dari f}(i) dan /2(0 . Kemudian

Teorema 3. Diferensiasi

Misal F(s) adalah transformasi Laplace dari f(t) dan f(O) adalah limit dari f(t) dengan

t mendekati 0. Tra formasi Laplace dari turunan f(t) terhadap waktu adalah

Bentuk umum untuk turunan berorde lebih tinggi dari f(t),

Teorema 4. Integrasi

Transformasi Laplace dari intergral pertama f(t) terhadap waktu adalah transformasi

Laplace dari f(f) dibagi dengan s; yaitu,

Farida Asriani
16

Untuk integrasi orde ke n,

t1 t2 tn

[ ∫ ∫ ...∫ f (τ )dτdt1 dt 2 ...dt n −1 ] = F (ns)


0 0 0 s

Teorema 5. Pergeseran terhadap Waktu

Transformasi Laplace dari f(f) yang ditunda dengan waktu T adalah sama dengan

transformasi Lapace f(f) dikalikan dengan e-Ts; yaitu

[ f (t − T )u s (t − T )] = e −Ts F ( s)

Dengan us(t-T) menyatakan fungsi undak satuan yang digeser terhadap waktu ke

kanan sebesar T.

Teorema 6. Teorema nilai awal

Jika transformasi laplace f(t) adalah F(s), kemudian lim f (t ) = lim sF ( s ) jika
t →0 s →∞

limitnya ada.

Teorema 7. Teorema nilai akhir.

Jika transformasi (t) adalah F(s), dan sF(s) analitis pada sumbu khayal dan berada

pada bagian kanan bidang s, kemudian

lim f (t ) = lim sF ( s )
t →∞ s →0

Teorema nilai akhir sangat berguna untuk analisis dan merancang sistem kendali,

karena memberikan nilai akhir dari fungsi waktu dengan mengetahui perilaku

transformasi Laplace-nya pada s = 0. Teorema nilai akhir tidak berlaku jika sF(s)

mempunyai pole yang bagian nyatanya nol atau positif, yaitu ekivalen dengan per-

Bab-2 Transformasi Laplace


17

syaratan analitis dari sF(s) pada bidang sebelah kanan seperti yang telah dinyatakan

pada teorema. Contoh berikut mengilustrasikan perhatian khusus pada penggunaan

teorema.

Teorema 8. Pergeseran Kompleks

Transformasi Laplace dari f(t) yang dikalikan dengan e±ar, dengan a merupakan

suatu konstanta, akan sama dengan transformasi Laplace, dengan s diganti oleh s

[e ±atf(t)] = F(s ± α)
± a; yaitu

Teorema 9. Konvolusi Nyata (Perkalian Kompleks)

Misal F1(s) dan F2(s) adalah transformasi Laplace dari /j(t) dan/2(f), dan /1(t) = 0,

/2(t) = 0, untuk t < 0 kemudian,

F1(s) F2(s) = [/2(t)* /1(t)]

t 
 
∫ 2 τ − τ τ
t
= ∫ f1 (τ ) f 2 (t − τ )dτ  =
f ( ) f1 (t )d 
0  0 

dengan simbol "*" menyatakan konvolusi dalam domain waktu.

Persamaan diatas menunjukkan bahwa perkalian dari dua fungsi yang

ditransformasikan dalan domain-s kompleks sama dengan konvolusi dari dua fungsi

nyata t dalam domain-f. Suatu fakta penting untuk diingat adalah transformasi

Laplace balik dari hasil kali dua fungsi pada domain-s tidak sama dengan hasil kali

dari dua fungsi nyata dalam domain t.

Farida Asriani
18

Aplikasi Transformasi Laplace terhadap Solusi Persamaan Diferensial Linear

Biasa

Persamaan diferensial linear biasa dapat diselesaikan oleh metode transformasi

Laplace dengan bantuan teore-ma transformasi Laplace yang telah diberikan,

uraian pecahan parsial, dan tabel transformasi Laplace. Prosedurnya adalah

sebagai berikut:

1. Transformasikan persamaan diferensial ke domain-.? dengan transformasi

Laplace dengan menggunakan tabel transformasi Laplace.

2. Manipulasi persamaan aljabar yang telah ditransformasi dan cari variabel

keluaran.

3. Bentuklah uraian pecahan parsial ke persamaan aljabar yang telah

ditransformasi.

4. Dapatkan transformasi Laplace balik dari tabel transformasi Laplace

2.3. TRANSFORMASI LAPLACE BALIK

Proses matematik dalam mengubah ekspresi variabel kompleks menjadi ekspresi

waktu disebut transformasi balik. Notasi transformasi balik adalah ,sehingga

Dalam menyelesaikan soal dengan menggunakan metoda transformasi Laplace,

kita dihadapkan pada suatu pertanyaan tentang cara mencari f(t) dari F(s). Secara

mate-matisf(t) diperoleh dari F(s) dengan ekspresi sebagai berikut:

Bab-2 Transformasi Laplace


19

di mana c, adalah absis konvergensi, yang^merupakan konstanta nyata yang dipilih

sede-mikian rupa sehingga lebih besar dari semua titik singuler dari F(s). Jadi

lintasan integrasi sejajar dengan sumbu j ω dan digeser sejauh c dari sumbu

khayal. Lintasan ini ber-ada di sebelah kanan semua titik singuler.

Proses integrasi di atas kelihatannya sukar dilakukan. Untunglah, ada beberapa

metoda yang lebih sederhana untuk mencarif(t) dari F(s) daripada dengan meng-

hitung integral tersebut secara langsung. Suatu metoda yang mudah untuk

mendapatkan transformasi .Laplace balik adalah dengan menggunakan tabel

transformasi Laplace. Dalam hal ini, transformasi Laplace harus dalam bentuk yang

segera dapat dikenal dengan tabel semacam itu. Seringkali fungsi yang ditanyakan

tidak ada pada tabel transformasi Laplace yang tersedia pada seorang insinyur.

Apabila suatu transformasi Laplace F(s) tidak ditemukan dalam label, maka kita

dapat menguraikannya menjadi suatu pecahan parsial dan menuliskan F(s) dalam

bentuk fungsi s yang sederhana sehingga secara cepat transformasi Laplace balik

dari F(s) segera diperoleh.

Perhatikan bahwa metoda yang lebih sederhana untuk mencari transformasi

Laplace balik ini adalah didasarkan pada kenyataan bahwa berlaku hubungan yang

unik antara fungsi waktu dan transformasi Laplace balik, untuk setiap fungsi waktu

yang kontinyu.

Farida Asriani
20

Tabel transformasi Laplace

f(t) F(s)
1 Impulsa satuan δ (t ) 1
2 1
tangga satuan 1(t)
s
3 1
t
s2
4
e − at 1
s+a
5
te − at 1
(s + a)2
6 sin ωt ω
s + ω2
2

7 cos ωt s
s + ω2
2

8 tn (n=1, 2, 3, ….)
n!
s n +1
9
t n e − at (n=1, 2, 3, ….) n!
( s + a ) n +1
10 1 1
(e − at − e − bt )
b−a ( s + a )( s + b)
11 1 s
(be − bt − ae − at )
b−a ( s + a )( s + b)
12 1  1  1
1+ (be at − ae − bt )
ab  a − b  s ( s + a )( s + b)
13 ω
e − at sin ωt
(s + a)2 + ω 2
14 e − at
si ω t s+a
(s + a)2 + ω 2
15 1 1
(at − 1 + e at )
a2 s (s + a)
2

Bab-2 Transformasi Laplace


21

16 ωn ωn2
e −ζω n t sin ωn 1 − ζ 2 t
1−ζ 2 s 2 + 2ζωn s + ωn2
17 1
e −ζω n t sin(ωn 1 − ζ 2 t − θ )
1−ζ 2
s
1− ζ 2 s + 2ζωn s + ωn2
2

θ = tan −1

ζ
18 1
1− e −ζω n t sin(ωn 1 − ζ 2 t + θ )
1−ζ 2
ωn2
1− ζ 2 s ( s 2 + 2ζωn s + ωn2 )
θ = tan −1
ζ

Farida Asriani

Vous aimerez peut-être aussi