Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Manifestasi Tauhid
5.2.1. Ujian Hidup
Hidup ini penuh ujian. Setiap orang pasti mengalami berbagai ujian
atau cobaan hidup yang dapat menggoyangkan iman. Allah SWT berfirman :
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : Kami
Telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi/ (2) Dan Sesungguhnya kami Telah
menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui
orang-orang yang benar dan Sesungguhnya dia mengetahui orang-orang yang
dusta.(3)
(QS. Al-Ankabut [29] : 2-3)
Ujian hidup manusia itu bisa berupa harta dan anak-anak (QS. 18;46),
dan dapat pula berbentuk sesuatu yang menyenangkan atau sesuatu yang tidak
menyenangkan (QS,21 : 35).
Setiap nikmat wajib disyukuri dan seseorang yang mensyukuri nikmat akan semakin
bertambah. Orang yang tidak mensyukuri nikmat berarti kafir dan ia akan
memperoleh azab dari Allah.
Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil
dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu[43], sedang kamu mengetahui.
(QS. Al-Baqarah [2] : 42)
Prinsip yang berlaku dalam bidang politik adalah sama dengan prinsip
yang berlaku dalam bidang kemasyarakatan pada umumnya, yaitu tegaknya amar
maruf nahi mungkar.
e. Tauhid dalam ucapan sehari-hari
Seorang muslim harus selalu menunjukkan jiwa tauhidnya dalam
kehidupannya, termasuk dalam ucapan sehari-hari, sebagai bukti bahwa dirinya
selalu dalam keadaan sadar sebagai hamba Allah dimana pun berada.
5.2.3 Hal-hal yang Merusak Aqidah
Ada lima sifat yang dinyatakan sebagai hal-hal yang merusak
aqidah,yaitu : (1) riya, (2) ananiyah, (3) takut atau bimbang, (4) zalim, dan (5)
hasad (Imaduddin, 1993 : 119-146).
a. Sifat Riya
Kelemahan yang terdapat dalam diri manusia adanya sikap tidak
stabil, yang dapat membuat cemas akan eksistensi dirinya.
Sinyalemen itu dinyatakan dalam firman Allah SWT :
Sifat Ananiyah
Kemungkinan kedua bagi orang yang tidak stabil pribadinya adalah sifat
ananiyah (egoism = mementingkan diri sendiri). Sikap ini tumbuh di dalam
perjuangan hidup-mati (to be or not to be) ketika manusia masih berbentuk
spermatozoa (Imanuddin, 1993 : 126).
Sikap mementingkan diri sendiri merupakan satu kenyataan yang
diperlukan, dalam rangka berjuang untuk hidup (struggle for life) dan berjuang
untuk kelangsungan hidup (struggle for existence).
Namun suatu kenyataan pula bahwa sebagai bagian dari alam yang
diciptakan Tuhan, manusia tidak bisa hidup sendiri, melainkan terikat oleh
ketentuan-ketentuan hidup bermasyarakat. Tanpa itu hidup manusia akan menjurus
kepada sikap yang ekstrim, sehingga mempertuhan dirinya sendiri, yang
ditampilkan dengan sikap sombong dan angkuh.
Sebagai makhluk individu manusia bersifat mementingkan diri sendiri, dan
sebagai makhluk sosial, manusia bersifat social, yaitu menghargai kepentingan
orang lain. Batas antara kedua kepentingan tersebut akan sangat sukar jika
ditentukan oleh manusia sendiri. Oleh sebab itu adanya peranan peraturan Tuhan
mutlak diperlukan .
Memang, manusia sendiri memiliki potensi, baik potensi hidup sesat maupun
potensi hidup taqwa, sebagaimana Allah SWT firmanakan :