Vous êtes sur la page 1sur 41

BAB I

PENDAHULUAN

Preeklampsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas


ibu dan bayi yang tertinggi di Indonesia. Penyakit yang disebut sebagai disease
of theories ini, masih sulit untuk ditanggulangi.
Preeklampsia dan eklampsia dikenal dengan nama Toksemia Gravidarum
merupakan suatu sindroma yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan
resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ yang ditandai
adanya hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Adanya
kejang dan koma lebih mengarah pada kejadian eklampsia.
Preeklampsia dapat berakibat buruk baik pada ibu maupun janin yang
dikandungnya. Komplikasi pada ibu berupa sindroma HELLP (Hemolysis,
Elevated Liver Enzyme, Low Platelet), edema paru, gangguan ginjal, perdarahan,
solusio plasenta bahkan kematian ibu. Komplikasi pada bayi dapat berupa
kelahiran prematur, gawat janin, berat badan lahir rendah atau intra uterine fetal
death (IUFD).1
Beragam pendapat telah diutarakan dalam pemahaman preeklampsia
secara mendasar dan telah dilakukan pula berbagai peneltian untuk memperoleh
penatalaksanaan

yang

dapat

dipakai

sebagai

dasar

pengobatan

untuk

preeklampsia. Namun demikian, preeklampsia tetap menjadi satu di antara banyak


penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin di Indonesia, sehingga masih
menjadi kendala dalam penanganannya.1 Oleh karena itu diagnosis dini
preeklampsia

yang

merupakan

tingkat

pendahuluan

eklampsia,

serta

penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu


dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindrom preeklampsia ringan dengan
hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan;
pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia
sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia, di
samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.2
Diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5%, sedangkan kematian
bayi lebih dari tinggi lagi, yakni 42,2% - 48,9%, sebaliknya kematian ibu dan bayi
di negara-negara maju lebih kecil. Hal ini disebabkan karena di negara-negara
maju terdapat kesadaran untuk melakukan pemeriksaan antenatal dan natal secara
rutin
Di Indonesia, setelah perdarahan dan infeksi, preeklampsia masih
merupakan sebab utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi.
Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan
eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan
angka kematian ibu dan anak. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk
mengangkat laporan kasus mengenai pasien dengan preeklampsia berat. Kasus
yang kami bahas yaitu pasien wanita, 26 tahun, dengan diagnosis masuk GIIIP 2A0 UK 38 minggu inpartu kala I fase aktif + susp IUFD + PEB

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

PRE EKLAMSIA BERAT


2.1

Defenisi
Preeklamsia berat ialah preeklamsia dengan tekanan darah sistolik
160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria 5
g/24 jam.1
Penyakit ini timbul sesudah minggu ke-20 kehamilan dan paling sering
terjadi pada primigravida yang muda. Kalau tidak diobati atau tidak terputus
oleh persalinan dapat menjadi eklampsia.2

2.2

Etiologi
Penyebab preeklamsia belum diketahui tapi pada penderita yang
meninggal karena eklamsia terdapat perubahan yang khas pada berbagai
organ. Tetapi kelainan yang menyertai penyakit ini adalah spasme arteriol,
tretensi Na dan air dan cougulopati intravaskuler. 2,
Walaupun vasopasme mungkin bukan merupakan sebab primer
penyakit ini, akan tetapi vasospasmus ini menimbulkan berbagai gejala yang
menyertai eklamsia. Vasopasme menyebabkan : 2
-

2.3

Hipertensi
Pada otak (sakit kepala dan kejang)
Pada plasenta (solutio placenta dan kematian janin)
Pada ginjal (oliguria dan insuffisiensi)
Pada hati (ikterus)
Pada retina (amourose)

Patofisiologi

Etiologi dari sindroma hipertensi yang diinduksi kehamilan


tidakdiketahui, tetapi telah diterima bahwa kelainan patofisiologi yang
mendasari adalah pengerutan arteriolar merata atau vasospasme. Kenaikan
tekanan darah dapat ditimbulkan baik oleh peningkatan curah jantung
ataupun resistensi pembuluh darah sistemik. Curah jantung pada pasien
hamil dengan preeklampsia dan eklampsia tidak jauh berbeda dengan
pasien hamil normal dalam trimester terakhir kehamilan, dilain pihak
resistensi pembuluh darah terbukti dapat meningkat nyata. Aliran darah
ginjal dan tingkat filtrasi glomerulus (GFR) pada pasien dengan
preeklampsia maupun eklampsia jauh lebih rendah dari pada pasien
dengan kehamilan normal pada periode gestasi yang sebanding.
Pengurangan aliran darah ginjal telah terbukti berkaitan dengan
pengerutan pada sistem arteriolar aferen. Vasokonstriksi aferen ini yang
akhirnya dapat mengakibatkan kerusakan pada membrane glomerulus,
sehingga permeabilitas terhadap protein meningkat. Vasokonstriksi ginjal
dan pengurangan GFR juga dapat menyebabkan oliguria. Pada trimester
ketiga kehamilan normal, dinding muskuloelastis arteri spiralis secara
perlahan digantikan oleh bahan fibrinosa sehingga dapat berdilatasi
menjadi sinusoid vaskular yang lebar. Pada preeklampsia dan eklampsia,
dinding muskuloelastik tersebut dipertahankan sehingga lumennya tetap
sempit. 3
Hal ini mengakibatkan antara lain: Hipoperfusi plasenta dengan
peningkatan predisposisi terjadinya infark, berkurangnya

pelepasan

vasodilator oleh trofoblas seperti prostasiklin dan prostaglandin yang pada

kehamilan normal akan melawan efek renin-angiotensin yang berefek


meningkatkan tekanan darah. Hipoperfusi plasenta pada akhirnya akan
menimbulkan: iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan
antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi
yang berkurang, rangsangan produksi renin di utero plasenta akibat
hipoperfusi uterus yang mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu,
renin juga meningkatkan kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor
lain (angiotensin, aldosteron) sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang
lebih tinggi, penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke janin, yang dapat
mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin dan hipoksia hingga kematian
janin. 3
Fungsi organ-organ lain:
1. Otak: pada orang hamil normal perfusi serebral tidak berubah, namun pada
preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah otak, penurunan perfusi dan
suplai oksigen otak sampai 20%. Spasme menyebabkan hipertensi
serebral, faktor penting terjadinya perdarahan otak dan kejang/eklampsia.
2. Hati: terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim hati pada preeklampsia
yang berhubungan dengan beratnya penyakit.
3. Ginjal: karakteristik histologis pada lesi renal pada preeklampsia adalah
adanya

endoteliasis

glomerulus,

dimana

glomerulus

besar

dan

membengkak dengan sel-sel endotel bervakuola. Gambaran histologis ini,


berpasangan dengan vasokonstriksi umum yang menandai preeklampsia,
menyebabkan penurunan sebesar 25-30% dari aliran plasma ginjal dan
glomerular

filtrasi

dibandingkan

dengan

kehamilan

normal.

Bagaimanapun, kerusakan fungsional pada ginjal dibandingkan dengan

preeklampsia secara umum bersifat ringan dan mengalami perbaikan


sempurna setelah persalinan. Sebagai contoh gagal ginjal akut pada wanita
preeklampsia yang secara klinis bermakna jarang terjadi. Kerusakan ginjal
sekunder dengan perubahan patologi seperti ini terlihat paling umum pada
preeklampsia dan biasanya mengalami perbaikan sempurna setelah
persalinan. Sebaliknya Pada preeklampsia, arus darah efektif ginjal
berkurang 20%, filtrasi glomerulus berkurang 30%. Pada kasus berat
terjadi oliguria, uremia, sampai nekrosis tubular akut dan nekrosis korteks
renalis. Ureum-kreatinin meningkat jauh di atas normal. Terjadi juga
peningkatan pengeluaran protein (sindroma nefrotik pada kehamilan). 3
2.4

Klasifikasi
1.

Preeklamsia berat tanpa impending eclampsia

2.

Preeklamsia berat dengan impending eclampsia


Jika preeklamsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri
kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan
kenaikan progresif tekanan darah. 1

2.5

Gejala-gejala1,2
1. Hipertensi
Tekanan darah dapat mencapai 180 mmHg sistol dan 110 mmHg diastol
tapi jarang mencapai 200 mmHg. Jika tekanan darah melebihi 200
mmHg maka biasanya penyebabnya adalah hiperyensi esensial.

2. Oedem
Timbulnya oedem didahului oleh bertambahnya berat badan yang
berlebihan. Penambahan berat kg pada ibu hamil dianggap normal,
jika mencapai 1 kg seminggu atau 3 kg dalam sebulan preeklamsia
harus dicurigai. Penambahan berat badan yang sekonyong-konyong ini
disebabkan retensi air dalam jaringan dan kehamilan baru tampak
edema, edema tidak hilang dengan istirahat.
3. Proteinuria
Proteinuria

terjadi

karena

vasopasme

pembuluh

darah

ginjal.

Proteinuria biasanya timbul lebih lambat dari hipertensi dan tambah


berat.
4. Gejala-gejala subjektif
Perlu ditekankan bahwa hipertensi tambah berat dan proteinuria yang
merupakan gejala-gejala terpenting dari preeklamsia tidak diketahui
oleh penderita. Karena itu prenatal care sangat penting untuk diagnosis
dan terapi preeklamsia dengan cepat. Gejala-gejala subjektif tersebut
antara lain :

Sakit kepala yang keras karena vasopasmus atau oedem otak


Sakit ulu hati karena regangan selaput hati oleh haemorhagia atau

oedem, atau sakit karena perubahan pada lambung.


Gangguan penglihatan :
Penglihatan menjadi kabur malahan kadang-kadang pasien buta,
gangguan ini dapat disebabkan oleh vasospasmus, oedem atau
ablatio retina.

2.5

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria preeklamsia berat,
preeklamsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut : 1
1. Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik
mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah
2.
3.
4.
5.

dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.


Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif.
Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
Kenaikan kadar kreatinin plasma.
Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala,

skotoma dan pandangan kabur.


6. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregannya kapsula Glisson).
7. Edema paru-paru dan sianosis.
8. Hemolisis mikroangiopati.
9. Trombositopenia berat < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit
dengan cepat.
10. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler) peningkatan kadar
alanin dan aspartat aminotransferase.
11. Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat.
12. Sindrom HELLP.
2.6

Penatalaksanaan
Perawatan preeklamsia berat dibagi menjadi 2 unsur : 1,4,5,6
1. Sikap terhadap penyakitnya (pemberian obat-obatan atau terapi
medisinalis)
a. Pengelolahan umum
Jika tekanan darah diastolik > 110 mmHg, berikan

antihipertensi sampai tekanan diastolik 90-100 mmHg.


Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar 16 atau lebih.
Ukur keseimbangan cairan
Katerisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan
proteinuria urin

Jangan tinggalkan pasien sendiri, kejang disertai aspirasi dapat

menyebabkan kematian pada ibu


Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung setiap 1 jam.
Auskultasi paru untuk mencari adanya edema paru
Nilai pembekuan darah denagn uji pembekuan. Jika
pembekuan terjadi setelah 7 menit, kemungkinan terdapat
koagulapati.

b. Pemberian obat anti kejang


Obat anti kejang adalaha :
MgSO4, obat anti kejang lain diazepam dan fenitoin.
Cara pemberian Magnesium Sulfat :
Loading dose : initial dose
4 gram MgSO4, : intravena (20% dalam 20 cc) selama 15 menit
Mintenence dose
Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringel Laktat selama 6
jam, atau diberikan 4 gram i.m tiap 4-6 jam.

Syarat-syarat pemberian MgSO4


- Harus tersedia antidotum yaitu kalsium glukonas 10%

diberikan i.v 3 menit


- Refleks patella (+)
- Frekuensi pernafasan > 16 kali/menit
- Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
Hentikan pemberian jika :
- Refleks patella (-)
- Bradipnea < 16 kali/menit
c. Diuretik
Tidak rutin diberikan kecuali jika ada edema paru, payah jantung,
edema anasarka. Diuretik yang digunakan adalah furosemid.
d. Antihipertensi
Obat pilihan adalah nifedipin yang diberikan 5-10 mg oral
yang dapat diulang sampai 8 kali/24 jam.

Jika respon tidak membaik setelah 10 menit, berikan tambahan

5 mg nifedipin sublingual.
Labetolol 10 mg oral. Jika respon respon tidak membaik 10

menit, berikan lagi labetolol 20 mg oral.


2. Sikap terhadap kehamilannya
a. Aktif : kehamilan segera diakhiri atau diterminasi bersama
denagan pemberian pengobatan medikamentosa. Indikasinya antara
lain :
Ibu
- Umur kehamilan 37 minggu.
- Adanya tanda-tanda impending eklamsia
- Diduga terjadi solutio plasenta
- Timbul onset persalinan, ketuban pesah, atau perdarahan.
Janin
- Adanya tanda-tanda fetal distres
- Adanya tanda-tanda intra uterin growth restriction
- Oligohidramnion
Laboratorik
- Adanya tanda-tanda sindrom HELLP khususnya
penurunan tombosit terlalu cepat
Persalinan :
-

Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan


berdasarkan keadaan obstetrik pada waktu itu apakah sudah

inpartu atau belum.


Pada preeklasia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam.
Jika terjadi gawat janin persalinan atau persalinan tidak dapat

terjadi dalam waktu 12 jam lakukan seksio sesaria.


Jika seksio sesaria akan dilakukan, perhatikan bahwa tidak

terdapat koagulopati.
Jika serviks telah mengalami pematangan, lakukan induksi
dengan oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml dektrose 10 tetes/menit

atau dengan cara pemberian prostaglandin atau misoprostol.


b. Konservatif : kehamilan tetap dipertahankan bersama dengan
pengobatan medikamentosa, indikasinya adalah kehamilan preterm
10

37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impetiding eklamsia dengan


keadaan janin baik.
2.7

Prognosis
Tergantung pada terjadinya eklamsia, di negara maju kematian karena
preeklamsia 0,5%. Prognosa untuk anaknya juga kurang baik tergantung
pada saatnya preeklamsia menjelma dan beratnya preeklamsia. Kematian
perinatal 20%, hal ini sangat dipengaruhi oleh prematuritas.2,5,6

KEMATIAN JANIN
2.1

Defenisi
Menurut WHO dan The American College of Obstetricians and
Ginecologists yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam
rahim dengan berat badan 500 gram atau kematian janin dalam rahim pada
kehamilan 20 minggu atau lebih. 1

2.2

Etiologi
Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian
janin dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal, atau kelainan patologik
plasenta. 1

Faktor maternal antara lain adalah


Pos term (>42minggu), diabetes mellitus tidak terkontrol, sistemik
lupus eritematosus, infeksi, hipertensi, preeclampsia, eklampsia,
hemoglobinopati, umur ibu tua, penyakit rhesus, rupture uteri,

antifosfolipid sindrom, hipotensi akut ibu, kematian ibu.


Faktor fetal antara lain adalah

11

Hamil kembar, hamil tumbuh terhambat, kelainan congenital, kelainana


genetic, infeksi.

Faktor plasental antara lain adalah


Kelaianan tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban pecah dini, vasa previa

Sedangkan faktor risiko terjadinya kematian janin interauterin


meningkat pada usia ibu >40tahun, pada ibu infertile, kemokonsentrasi
pada ibu,riwayat bayi dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu
(ureplasma urelitikum), kegemukan, ayah berusia lanjut.
Untuk diagnosis pasti penyebab kematian sebaiknya dilakukan

otopsi janin dan pemeriksaan plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi


secara komprehensif untuk mencari penyebab kematian janin termasuk
analisis kromosom, kemungkinan terpapar infeksi untuk mengantisipasi
kehamilan selanjutnya.

2.3

Patofisiologi
Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah
perubahan- perubahan sebagai berikut : 7
1. Rigor mostis (tegang mati)
Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.
2. Stadium maserasi I
Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi
kemudian menjadi merah. Stadium ini berlangsung 48 jam setelah mati.
3. Stadium maserasi II
Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat,
stadium ini berlangsung 48 jam setelah anak mati.
4. Stadium maserasi III

12

Terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin sangat lemas,
hubungan antara tulang-tulang sangat longgar dan terdapat oedem
dibawah kulit.
2.4

Diagnosis

Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan USG dimana tidak

tampak pergerakan janin.


Pada anamnesis : gerakan janin menghilang, tinggi fundus uteri

menurun, berat badan ibu menurun dan lingkaran perut ibu mengecil.
Dengan fetoskopi dan dopler tidak dapat didengarkan adanya bunyi
jantung janin. 1

2.5

Penatalaksanaan1,7

Bila kematian janin telah ditegakkan penderita segera diberi informed


consent rencana penatalaksaannya, rekomendasikan untuk segera

diintervensi.
Persalinan pervaginm dapat ditunggu lahir spontan setelah 2 minggu,
umumnya tanpa komplikasi, persalinan dapat terjadi secara aktif dengan

2.6

induksi persalinan dengan oksitosin atau misoprostol.


Tindakan perabdominal bila letak janin melintang

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah trauma psikis ibu ataupun keluarga,
apabila antara kematian janin dan persalinan lama maka dapat terjadi infeksi
dan terjadi koagulopati jika kematian janin > 2 minggu. 1,7

13

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama
: Ny. Sr
Umur
: 26 tahun
Alamat
: Dsn krasan leces
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Agama
: Islam
Bangsa
: WNI
Masuk Tanggal : 15 09 - 2015 20:45
No. RM
: 602250
3.2 Anamnesa
1. Keluhan Utama
: kenceng-kenceng
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merasa kenceng-kenceng sejak jam 10.00 (10jam sebelum MRS)
pasien sempat ke bidan sebelum akhirnya di rujuk ke RSUD dr
mochamad saleh karena tensi pasien yang cukup tinggi, pasien merasakan
tidak ada gerakan janin sudah sejak 1 minggu yang lalu sempat periksa ke
bidan lalu disarankan untuk USG namun pasien tidak berani karena takut

14

oprasi, pasien juga mengeluhkan kaki bengkak dan pasien juga


mengeluhkan sering sakit di perut pasien saat ditanya tentang perut pasien
mengatakan merasa makin mengecil, pasien jg mengeluhkan kencingnya
sedikit. Pasien rajin kontrol kehamilan ke bidan. Tidak ada perdarahan
atau cairan keluar dari kemaluan pasien. Pasien mengeluhkan juga sering
pusing dan nafsu makan menurun. Pasien tidak mengeluhkan mual
muntah dan minum pasien juga baik
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
HT (-), DM (-), Asma (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
HT (-), DM (-), Asma (-)
5. Riwayat Psikososial : (-)
6. Riwayat Alergi : (-)
Anamnesa Umum :
Haid

: teratur

Sebulan 1 kali
Selama 6-7 hari
Nyeri (-)
Menarche : 12 tahun
Hari pertama haid terakhir (HPHT) : 20 12 2014
Anamnesa Obstetrik :
GIIIP2-2 Abox

Bersuami : 1 kali

Usia pernikahan : 9 tahun

15

Jumlah anak : 2
Anak

Suami

Tempat bersalin

Tahun

BBL

Jenis
Persalinan

ke-

ke-

Rumah (bidan)

Usia 8 ahun

3000

Spt B

Rumah (bidan)

Usia 3 tahun

2700

Spt B

Hamil ini

Kelainan Lain :
Nafsu Makan

: baik

Berat Badan

: baik

BAB

: lancar

BAK

: lancar

Batuk

: (-)

Sesak

: (-)

Berdebar-debar : (-)
Pusing

: (+)

Mata kabur

: (-)

Nyeri epigastrik : (+)


Anamnesa Keluarga

16

Tumor

: (-)

Gemeli

: (-)

Operasi

: (-)

3.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum
Kesadaran
a/i/c/d
gizi
Tensi
Nadi
Suhu
Pernapasan

: cukup
: composmentis
: -/-/-/: baik
: 170/110 mmHg
: 86 x/mnt
: 36,6oC
: 20 kali/mnt

Kepala :
Bentuk

: simetris

Tumor

: tidak ada

Rambut

: hitam

Mata

Conjunctiva : anemis (-)


Sklera
: ikterik (-)
Pupil
: bulat dan isokor

Telinga dan Hidung

: dalam batas normal

Mulut

Tidak ada sakit gigi


Tidak hipersalivasi
Tidak ada beslag

17

Leher

Tidak ada struma


Tidak ada bendungan vena

Thorax

Jantung : S1S2 tunggal, murmur , gallop Paru


: vesikuler / vesikuler rhonki -/-, wheezing -/Payudara : tidak ada massa, tidak ada colostrum,

Abdomen

Hepar: dalam batas normal


Lien: dalam batas normal
Palpasi TFU: 2 jari dibawah pusat
Uterus kontrksi: 3x dalam 10 menit selama 30 - 35 detik

Genitalia: pervag (-) darah, VT pembukaan 8cm


Ekstremitas

Edema tungkai (+)


Reflek fisiologis (+)
Reflek patologis (+)

Kelainan ortopedik (-)

.4

Status Obstetri/Ginekologi
Muka :

chloasma gravidarum : +
Exopthalmus : -

Leher :

Struma : -

18

Abdomen :

Inspeksi :
Perut membesar : +
Strie gravidarum alba : +
Strie gravidarum lividae : Hyperpigmentasi linea alba : +
Nampak gerakan anak : -

Palpasi
-

Leopold I

Teraba

bagian

lunak

(bokong). TFU : 32 cm, taksiran berat janin (TBJ) :


-

3100 g.
Leopold II

Teraba

bagian

besar

(punggung) di perut kiri dan bagian kecil (ektremitas)


di bagian perut kanan. Denyut jantung janin (DJJ)
-

tidak terdengar
Leopold III
:

Teraba bagian lunak, sulit

dievaluasi .
Leopold IV

Letak kepala, masuk PAP

Auskultasi :

Cortonen : Tak terdengar

Pemeriksaan Dalam
-

Portio : Tipis
Pendataran
: 100 %
Pembukaan
: 8 cm
Ketuban : ( - )
Penunjuk
: UUK
Presentasi
: Kepala
Penurunan
: Hodge 1
Posisi : Anterior

19

3.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium tanggal 15 September 2015 pukul 20:26
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal/Satuan
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hematokrit
48,1
36-46 %
hemoglobin
14,2
12-16 gr/dl
leukosit
12.120
4000-11000 mm3
Hitung Jenis
Eosinofil
2
0-8%
Basofil
0
0-3%
Neutrofil
71
45-70%
Limfosit
22
16-46%
Monosit
2
4-11%
Trombosit
249.000
150.000-350.000/mm3
Eritrosit
5,7
4,1-5,1 juta/uL
Glukosa Darah 2jpp
219
<=200
Glukosa darah puasa
209
<= 126
Urin lengkap
Albumin
Positif (+++) 3
Negatif
Nitrit
Negatif
Negatif
Keton
Positif (+++) 3
Negatif
Bilirubin
Negatif
Negatif
HbsAg Kualitatif
negatif
negatif
3.6 Diagnosis
GIII P2-2 Ab0 UK 38 minggu inpartu kala 1 fase aktif dengan susp IUFD +
HIPERTENSI SUPERIMPOSE PEB
3.7 Terapi
1. Infus Hez 500 cc
2. Drip oxytosin 20 iu dalam RL 200cc
3. Observasi keadaan umum, tanda-tanda vital, kemajuan persalinan, dan
his.
4. IVFD RL + MgSO4 6 gram 20 tetes/menit
5. Inj. MgSO4 4 g IM bokong kanan/bokong kiri
6. Informed consent pada keluarga tentang janin.
3.8 Laporan Persalinan

20

Diagnosa awal

: GIIIp2-2 abox aterm tunggal mati + IUFD +


hipertensi superimpose PEB

Diagnosa post partum : P3-2 abox post partum spontan IUFD dengan
Lama persalinan

Anenchepali + hipertensi superimpose PEB


: 21:15 - 21:30 WIB

3.9 Observasi :
Ku : cukup
TD : 170/110mmhg N : 90x/ menit Temp : 36,6 C
Kontraksi uterus : baik
21:30

TFU : 2 jari bawah pusat


Perdarahan pervag : lochea rubra
Terpasang infus RL drip oxy 20 iu
Ku : cukup
TD : 170/100mmhg N : 88x/ menit Temp : 36,5 C
Kontraksi uterus : baik

22:00

TFU : 2 jari bawah pusat


Perdarahan pervag : lochea rubra
Terpasang infus RL drip oxy 20 iu
Ku : cukup
TD : 170/110mmhg N : 86x/ menit Temp : 36,8 C
Kontraksi uterus : baik

23 : 15

TFU : 2 jari bawah pusat


Perdarahan pervag : lochea rubra
Terpasang infus RL drip oxy 20 iu
Ku : cukup
Td : 170/110mmhg N : 86x/menit Temp : 36,7 C

21

kontraksi uterus : baik


TFU : 2 jari bawah pusat
Perdarahan pervag : lochea rubra
Lapor dr maria dyah Sp.Og mendapat advis :
I.V MgSo4 20% 4gram
23 : 40

IM MgSo4 40% Boka Boki


Oxytocin drip 20iu dalam Rl selama 12 jam

Ku : Cukup
TD : 170/100 mmhg N : 86x/menit Temp : 36,4C
00:15

kontraksi uterus : baik


TFU : 2 jari bawah pusat
Perdarahan pervag : lochea rubra
Inj MgSo4 40% 5 gram / im Boka boki
Ku : Cukup
TD : 170/110 mmhg N : 88x/menit Temp : 36.7C RR :

01 : 30

20x/menit
Perdarahan pervag : lochea rubra
TFU : 2 jari dibawah pusat
Kontraksi uterus : baik
Ku : Cukup
TD : 170/110 mmhg

02 : 00

N: 80x/menit

Temp : 36,7C RR :

20x/menit kontraksi uterus : baik


TFU : 2 jari bawah pusat
Perdarahan pervag : lochea rubra

22

Ku : Cukup
TD : 170/100 mmHg N : 86x/menit Temp : 36,8 C RR :
03 : 00

18x/menit kontraksi uterus : baik


TFU : 2 jari bawah pusat
Perdarahan pervag : lochea rubra

Ku : Cukup
04 : 00

TD : 160/100 mmHg N : 84x/menit Temp : 36,7c RR :


20x/menit kontraksi uterus : baik
TFU : 2 jari bawah pusat

05 : 00

Perdarahan pervag : lochea rubra


Ku : Cukup
TD : 160/100 mmHg N : 88x/menit Temp : 36,8C RR :
18x/menit kontraksi uterus : baik
TFU : 2 jari bawah pusat
Perdarahan pervag : lochea rubra
Up : + 500cc
Inj MgSo4 40% 5 gram i.m boka boki
Ku : Cukup

06 : 00

TD : 160/90 mmHg N : 84x/menit Temp : 36,7c RR : 20x/menit


kontraksi uterus : baik
TFU : 2 jari bawah pusat
Perdarahan pervag : lochea rubra
Ku : Cukup

07 : 00

TD : 150/90 mmHg N : 84x/menit Temp : 36,7c RR : 20x/menit

23

kontraksi uterus : baik


TFU : 2 jari bawah pusat
Perdarahan pervag : lochea rubra

Ku : Cukup
08 : 00

TD : 150/90 mmHg N : 84x/menit Temp : 36,7c RR : 20x/menit


kontraksi uterus : baik
TFU : 2 jari bawah pusat
Perdarahan pervag : lochea rubra
Ku : Cukup
TD : 150/90 mmHg N : 84x/menit Temp : 36,7c RR : 20x/menit
kontraksi uterus : baik

09 : 00

TFU : 2 jari bawah pusat


Perdarahan pervag : lochea rubra
Advis Dr maria dyah Sp.OG :
Inj MgSo4 40% 5 gram/jam 12 jam post partum
Drip oxytosin 2amp sampai dengan 12 jam post partum
Cek GDP + 2 Jpp
Diet TKTP RG
Sulfas ferosu tablet
Observasi di ruangan sampai dengan 12 jam Post partum
Ku : Cukup
TD : 150/80 mmHg N : 84x/menit Temp : 36,5c RR : 18x/menit

10 : 00

kontraksi uterus : baik


TFU : 2 jari bawah pusat

24

Perdarahan pervag : lochea rubra

Ku : Cukup
11 : 00

TD : 150/80 mmHg N : 84x/menit Temp : 36,7c RR : 20x/menit


a/i/c/d : -/-/-/oedema : kontraksi uterus : baik
TFU : 2 jari bawah pusat
Perdarahan pervag : lochea rubra
Inj RL drip oxy 20iu
Pindah ruangan melati

3.10 Follow up
16 september 2015
S : pasien mengatakan tidak ada keluhan
O : k/u cukup, anemis -/-, pervag (+) darah : lochea rubra
TD = 160/100 mmHg, N = 84x/menit, suhu = 36 oC, RR =
20x/menit, napas spontan, GCS 456, BAK/DC: urin kuning jernih,
06 : 00
BU (+), Puasa (-), Mual-muntah (-),
TFU 2 jari bawah pusat
Kontraksi uterus : baik
A : p2-2 abox post partum spontan IUFD + HIPERTENSI
SUPERIMPOSE PEB
P : infus RL 500 cc
- cek ulang GDA
- Konsul IPD
advis : glibenclamid 5g 1-0-0
kontrol poli IPD
Ku : Cukup
TD : 150/80 mmHg N : 88x/menit Temp : 36,8c RR : 18x/menit

25

11 : 00

a/i/c/d : -/-/-/oedema : kontraksi uterus : baik


TFU : 2 jari bawah pusat
Perdarahan pervag : lochea rubra
KU : cukup
TD : 150/80 mmHg N : 78x/menit Temp : 36,5c RR : 20x/menit

17 : 00
a/i/c/d : -/-/-/oedema : kontraksi uterus : baik
TFU : 2 jari bawah pusat
Perdarahan pervag : lochea rubra
17 september 2015
S : pasien mengatakan tidak ada keluhan
O : k/u cukup, anemis -/-, pervag (+) darah : lochea rubra
TD = 160/100 mmHg, N = 84x/menit, suhu = 36 oC, RR =
20x/menit, napas spontan, GCS 456, BAK/DC: urin kuning jernih,
BU (+), Puasa (-), Mual-muntah (-),
TFU 2 jari bawah pusat
Kontraksi uterus : baik
A : p2-2 abox post partum spontan IUFD + HIPERTENSI
06 : 00

SUPERIMPOSE PEB
P : Up infus
Trapi lanjut :
Sf tablet
Glibenclamid 5gr 1-0-0

26

BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien wanita 26 tahun dirujuk oleh bidan ke RSUD Dr. Moh. Saleh Kota
Probolinggo dengan GIII P2-2 Ab0x hamil aterm dengan inpartu kala I fase aktif
dengan Pre-eklampsia Berat dan susp. IUFD. Pasien mengeluh kenceng-kenceng
sejak 10 jam sebelum MRS, tidak keluar lendir darah maupun air. Pasien pergi ke
bidan dan langsung dirujuk ke RSUD dengan tekanan darah 170/110 mmHg.
Pasien mengeluhkan kakinya bengkak makin bengkak saat beraktifitas. Pasien
juga mengeluhkan perut pasien mengecil dan sering merasakan nyeri perut sejak
sekitar 1 minggu yang lalu. Pasien tidak ada gangguan penglihatan. Pasien tidak

27

merasa sesak. Pasien rutin melakukan Ante Natal Care (ANC) di bidan dan sejak
umur kehamilan 6 bulan tekanan darah pasien mulai tinggi (tekanan darah pasien
170/110). Pasien mengeluhkan buang air kecil berkurang dan tidak ada keluhan
buang air besar. Pasien tidak pernah melakukan USG karena takut untuk dioperasi
karena menurut tetangga pasien bila dilakukan USG pasti akan dioperasi.
Pasien sudah tidak merasakan gerakan janin sejak 1 minggu sebelum
MRS dan merasakan perut pasien makin mengecil, ketika diperiksakan ke bidan
tidak ada denyut jantung janin sehingga pasien dianjurkan untuk USG. Namun,
pasien tidak berani memeriksakan kandungannya karena takut operasi. Ketika
merasa perutnya kencang-kencang, pasien baru pergi ke bidan untuk melahirkan.
Menurut pengakuan pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes melitus dan
asma. Pasien tidak memiliki riwayat tumor maupun kehamilan gemeli pada
keluarganya.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum cukup, kesadaran
compos mentis, tidak ditemukan anemis, ikterus, cyanosis dan dyspneu. Tekanan
darah pasien 170/110 mmHg, nadi 80x/menit, suhu 36,6 0 C dengan frekuensi
pernafasan 20x/menit. Tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan jantung dan
paru. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen BU (+) normal, soefl,
hepar lien tidak teraba. Pada pemeriksaan leopold I ditemukan tinggi fundus uteri
2 jari di bawah prosessus xyphoideus (32 cm) dengan taksiran berat janin 3100
gram dan kesan bagian bokong janin. Pada leopold II didapatkan kesan punggung
kanan dan tidak ditemukan denyut jantung janin. Pada leopold III masih sulit di
evaluasi karena terasa lunak dan pada leopold IV didapatkan presentasi kepala
sudah masuk pintu atas panggul. Pada pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan

28

portio 8 cm dengan penipisan 100%. Ketuban (+), presentasi kepala dengan


denominator yang sulit dievaluasi.
Diagnosis awal pada pasien ini adalah HIPERTENSI SUPERIMPOSE
PEB hal ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang. Dari anemnesis didapati gejala subjektif berupa bengkak
pada kedua kaki dan tekanan darah yang sering tinggi, sedangkan pada
pemeriksaan fisik didapati tekanan darah 170/110 mmHg, pemeriksaan
ekstremitas terdapat edema pretibial, sedangkan dari pemeriksaan penunjang
didapati proteinuria positif 3 (+++).
Diagnosis IUFD pada pasien ini Ditegakan dari anamnesa dan
pemeriksaan fisik ibu tidak merasakan gerak janin sejak satu minggu yang lalu
pada pemeriksaan fisik pada inspeksi tidak terlihat gerakan janin pada perut ibu,
pada pemeriksaan djj dengan dopler tidak di dapatkan denyut jantung janin.
IUFD merupakan kejadian lanjutan setelah adanya fetal disstres. Fetal
disstres seharusnya dapat dirasakan oleh ibu sebagai berkurangnya gerakangerakan janin, perut mengecil, dapat juga ditemukan dari pemeriksaan fisik
berupa denyut jantung janin yang ireguler, melambat ataupun lebih cepat. Denyut
jantung janin normal berkisar antara 120-160x/menit. Pada kasus ini,
kemungkinan dikarenakan pasien yang kurang teredukasi dan faktor ekonomi
(suami pasien berprofesi sebagai buruh tani ) dan faktor pendidikan ( pasien hanya
bersekolah sampai tamat sd ) dapat menjadi penyebab tidak langsung terjadinya
fetal disstres tidak terdiagnosa sehingga baru diketahui setelah terjadi kematian
janin, dan kejadian IUFD pun baru diketahui setelah 7 hari tidak adanya gerakan
janin. Sejak awal pasien ingin memeriksakan USG untuk mengetahui keadaan
janin namun karena kurangnya edukasi dari bidan dan pasien terlalu

29

mendengarkan omongan tetangganya bahwa di USG pasti akan dioprasi pasien


mengurungkan niatnya.
Diagnosa HIPERTENSI SUPERIMPOSE PEB pada pasien ini baru saja
ditegakkan setelah dilakukan pemeriksaan di RSUD Dr. Mohammad Saleh saat
pasien datang dalam keadaan inpartu, padahal seharusnya HIPERTENSI
SUPERIMPOSE PEB sudah dapat ditemukan pada usia kehamilan diatas 20
minggu, Penentuan pemeriksaan prenatal hendaknya dilakukan setiap 4 minggu
sampai minggu ke-28, kemudian dilanjutkan setiap 2 minggu sampai minggu ke36, dan selanjutnya setiap minggu pada bulan-bulan akhir kehamilan.
Pada pemeriksaan kehamilan hendaknya ditentukan tekanan darah,
penambahan berat badan, adanya edema, dan proteinuria. Perhatian harus
ditujukan pada ibu hamil yang memiliki faktor predisposisi terhadap
preeklampsia, diantranya;

Riwayat keluarga preeklampsia dan eklampsia

Kehamilan ganda

Diabetes mellitus

Hipertensi kronis

Mola hidatidosa
Ibu hamil juga harus mengetahui tanda-tanda bahaya, yaitu sakit kepala,

gangguan penglihatan, dan bengkak pada kaki dan tangan. Jika tanda-tanda ini
muncul hendaknya segera datang untuk memeriksakan diri tanpa harus menunggu
jadwal rutin. Beberapa cara pencegahan dapat dilakukan dengan perbaikan nutrisi
dan intervensi farmakologis seperti obat anti hipertensi, asam salisilat, heparin,

30

diuretikum, dan lain-lai Terjadinya oliguri pada pasien ini karena terjadinya
hemokonsentrasi. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada
penderita preeklamsi dari pada wanita hamil biasa atau penderita dengan
hipertensi kronik. Penderita preeklampsi tidak dapat mengeluarkan dengan
sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi
glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah.
Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukan perubahan yg nyata pada pre
eklamsia. Konsentrasi kalium, natrium,dan klorida dalam serum biasanya dalam
batas normal.
Pada anamnesa pasien yang mengeluhkan kakinya sering bengkak itu
disebabkan karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapiler. Edema
yang patologis adalah edema yang non dependen pada muka dan tangan atau
edema generalisata dan biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat.
Namun pada pasien ini edema terdapat pada kedua kakinya yang dimana pada
kaki pitting edema +. edema pada kehamilan normal dapat ditemukan edema
dipendent, tetapi jika terdapat edema independen yang dijumpai ditangan dan
wajah meningkat saat bangun pagi merupakan edema yang patologis.
Namun pada kasus ini bidan yang merawat pasien gagal mendiagnosa
HIPERTENSI SUPERIMPOSE PEB pada pasien, kemungkinan juga dikarenakan
terbatasnya sarana dan prasarana sehingga tidak pernah dilakukan pemeriksaan
proteinuria hingga pasien
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 15 September 2015 pukul 20:26
Pemeriksaan
Darah Lengkap
Hematokrit
leukosit
Eritrosit
Glukosa Darah 2jpp

Hasil

Nilai Normal/Satuan

48,1
12.120
5,7
219

36-46 %
4000-11000 mm3
4,1-5,1 juta/uL
<=200

31

Glukosa darah puasa


Urin lengkap
Albumin
Keton

209

<= 126

Positif (+++) 3
Positif (+++) 3

Negatif
Negatif

Pada pemeriksaan ini ditemukan jumlah lekosit yg lebih tinggi dari nilai
normal yang menandakan ada infeksi, harusnya diberikan antibiotik profilaksis,
untuk menghindari infeksi lebih lanjut. Dari pemeriksaan gula darah didapatkan
GDA meningkat 209 dan gula darah post prandial meningkat sedikit dari nilai
normal, pada pemeriksaan urinalisis didapatkan ketonuria positif 3 (+++) hal ini
menandakan kemungkinan adanya diabetes militus pada pasien namun pada
pasien ini tidak dapat di klasifikasikan apakah diabetes gestasional ataupun tipe
lain karena pasien tidak pernah memeriksakan gula darah selama ini. Tindakan
selanjutnya pada pasien ini sudah tepat yaitu mengkonsulkan pasien ke Interna
agar diabetes militus dapat ditangani lebih lanjut.
Pemeriksaan laboratorium pada pasien ini sebenarnya sudah tepat namun
dapat ditambah dengan pemeriksaan faal hati berupa SGOT, SGPT dan Gamma
GT. Pemeriksaan fungsi liver ini digunakan sebagai sarana mengetahui adanya
peningkatan enzim-enzim liver yang terjadi pada pasien pre eklampsia yang
disertai sindroma HELLP, ditandai hemolisis, penurunan hitung trombosit dan
peningkatan enzim liver. Pada pasien ini tidak ditemukan sindroma HELLP.
Pada kasus ini didapatkan IUFD dikarenakan HIPERTENSI
SUPERIMPOSE PEB pada ibu, ada riwayat DM yang baru diketahui, kelainan
kongenital pada janin berupa anenchepali.
Anenchepali terjadi jika tabung saraf sebelah atas gagal menutup, tetapi
penyebabnya yang pasti tidak diketahui. Penelitian menunjukkan kemungkinan
anenchepali berhubungan dengan racun di lingkungan juga kadar asam folat yang

32

rendah dalam darah. Anenchepali ditemukan pada 3,6-4,6 dari 10.000 bayi baru
lahir. Faktor resiko terjadinya anensefalus adalah:
- Riwayat anenchepali pada kehamilan sebelumnya dimana pada pasien ini
tidak ditemukan riwayat anak sebelumnya yang cacat kongenital.
- Kadar asam folat yang rendah kemungkinan kekurangan asal folat pada
ibu ini masih mungkin karena ibu kurang mengkonsumsi makanan yang
mengandung asam folat bahkan selama hamil nafsu makan ibu berkurang.
Makanan yang sering dikonsumsi oleh pasien kebanyakan hanya berupa tahu dan
tempe serta nasi jagung.
- Diabetes ibu yang tidak terkontrol juga bisa menjadi faktor resiko
terjadinya anenchepali.
Resiko terjadinya anenchepali bisa dikurangi dengan cara meningkatkan asupan
asam folat minimal 3 bulan sebelum hamil dan selama kehamilan bulan pertama.
Kematian janin ini diketahui terlambat karena pasien tidak berani USG
akibat saran tetangganya yang menyesatkan. Seharusnya bila hanya terjadi kasus
HIPERTENSI

SUPERIMPOSE

PEB

pada

pasien

ini

dan

dilakukan

penatalaksanaan yang tepat maka janin yang dikandung masih dapat diharapkan
lahir hidup.
Penatalaksanaan aktif PEB yang telah aterm berupa total bed rest, diet
cukup protein, rendah garam dan lemak serta karbohidrat, pemberian antikejang
berupa sulfat magnesium serta anti hipertensi. Kelainan kongenital anenchepali
yaitu keadaan dimana otak dan kalvarium janin tidak terbentuk sehingga kepala
janin hanya terdiri dari bagian muka, serta bagian lunak di belakang kepala. Bayi
dengan kelainan anenchepali ini sangat fatal, sehingga meskipun dapat lahir hidup
akan tetapi kemungkinan bayi untuk bertahan hidup hampir tidak ada.

33

Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat. Pada pasien ini juga
diberikan MgSO4 dikarenakan untuk mencegah terjadinya kejang serta pemberian
antihipertensi.
Hal yang perlu diwaspadai pada pasien-pasien pre eklampsia adalah tanda
impending eklampsia berupa gangguan visus, gangguan serebral, nyeri
epigastrium dan hiperrefleksia. Juga perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya
kejang bahkan setelah partus, oleh karena itu diberikan terus sulfat magnesium
hingga 24 jam post partum bila tidak ada kontra indikasi. Pada kasus ini
pengobatan dengan sulfat magnesium hanya diberikan 12 jam post partum, hal ini
kurang sesuai dengan teori yang menyatakan pemberian sulfat magnesium
seharusnya dalam 24 jam post partum apalagi pada kasus ini tidak ada
kontraindikasi pemberian sulfat magnesium. Kontra indikasi pemberian sulfat
magnesium adalah terjadinya intoksikasi sulfat magnesium. Syarat pemberian
sulfat magnesium antara lain reflex patella +, respirasi > 16 kali/ menit, produksi
urine 1-1,5 cc/kg/jam, dan tersedianya ca glukonas 1 gram 10% yang diberikan
bila terjadi intoksikasi sulfat magnesium.

34

BAB V
RANGKUMAN

Preeklamsia berat ialah preeklamsia dengan tekanan darah sistolik 160


mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria 5 g/24 jam
yang timbul sesudah minggu ke-20 kehamilan.
UIFD atau kematian janin Menurut WHO dan The American College of
Obstetricians and Ginecologists adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat
badan 500 gram atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau
lebih.
Pada anamnesa pasien mengeluhkan kakinya bengkak, dan perut pasien
mengecil sejak sekitar 1 minggu yang lalu. Sejak umur kehamilan 6 bulan,
tekanan darah pasien mulai tinggi sebesar 170/110mmHg. Pasien mengeluhkan
buang air kecil berkurang, sering pusing dan nyeri, serta nafsu makan pasien
enurun tidak ada keluhan buang air besar. Pasien tidak pernah melakukan USG.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah pasien 170/110 mmHg,
nadi 80x/menit, suhu 36,60 C dengan frekuensi pernafasan 20x/menit. Pada
pemeriksaan leopold I ditemukan tinggi fundus uteri 2 jari di bawah prosessus

35

xyphoideus (32 cm) dengan taksiran berat janin 3100 gram dan kesan bagian
bokong janin. Pada leopold II didapatkan kesan punggung kanan dan tidak
ditemukan denyut jantung janin. Pada leopold III sulit dievaluasi karena bagian
lunak dan pada leopold IV didapatkan presentasi kepala sudah masuk pintu atas
panggul. Pada pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan portio 8 cm dengan
penipisan 100%. Ketuban (+), presentasi kepala dengan denominator yang sulit
dievaluasi.
Pada pemeriksaan ini ditemukan jumlah lekosit yang lebih tinggi dari
nilai normal yang menandakan ada infeksi, Dari pemeriksaan gula darah
didapatkan GDA meningkat 209 dan gula darah post prandial meningkat sedikit
dari nilai normal, pada pemeriksaan urinalisis didapatkan albuminuri positif 3 (++
+) dan ketonuria positif 3

(+++) hal ini menandakan kemungkinan adanya

diabetes militus pada pasien.


Pada kasus ini didapatkan

IUFD

dikarenakan

HIPERTENSI

SUPERIMPOSE PEB pada ibu, ada riwayat DM yang baru diketahui, kelainan
kongenital pada janin berupa anenchepali. Faktor resiko terjadinya anensefalus
adalah kadar asam folat yang rendah, kemungkinan kekurangan asam folat pada
ibu ini masih mungkin karena ibu kurang mengkonsumsi makanan yang
mengandung asam folat. Diabetes ibu yang tidak terkontrol juga bisa menjadi
faktor resiko terjadinya anenchepali. Resiko terjadinya anenchepali bisa dikurangi
dengan cara meningkatkan asupan asam folat minimal 3 bulan sebelum hamil dan
selama kehamilan bulan pertama dan mengontrol diabetes pada ibu.
Penatalaksanaan aktif PEB yang telah aterm berupa total bed rest, diet
cukup protein, rendah garam dan lemak serta karbohidrat, pemberian antikejang
berupa sulfat magnesium serta anti hipertensi.

36

Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat. Pada pasien ini juga
diberikan MgSO4 dikarenakan untuk mencegah terjadinya kejang serta pemberian
antihipertensi.
Hal yang perlu diwaspadai pada pasien-pasien pre eklampsia adalah tanda
impending eklampsia berupa gangguan visus, gangguan serebral, nyeri
epigastrium dan hiperrefleksia. Juga perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya
kejang bahkan setelah partus, oleh karena itu diberikan terus sulfat magnesium
hingga 24 jam post partum.

BAB VI
Diskusi
1
2

kriteria pasien dipulangkan ?


pasien dipulangkan bila tensi sudah terkontrol DM juga sudah terkontrol
pemberian SM sampek kapan ? MRS berapa lama ?
secara teori pemberian MgSO4 selama 12 jam post partum. MRS berapa
lama ? tergantung dari Klinis pasien kalo membaik ( tensi sudah terkontrol

37

) dan tidak ada keluhan pasien bisa dipulangkan karena bila lebih dari 7
3

hari akan dikenakan biaya tambahan


Kontraindikasi apa ibu HIPERTENSI SUPERIMPOSE PEB melahirkan
persalinan pervaginam ada apa tidak ?
Ada, Bila Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam, Induksi
persalinan gagal, Terjadi gawat janin, bila umur kehamilan < 33 minggu

pasien dengan PEB penangannya bagaimana ?


Pengelolahan umum
jika tekanan darah diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai
tekanan diastolik 90-100 mmHg.
Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar 16 atau lebih.
Ukur keseimbangan cairan
Katerisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan proteinuria
urin
Jangan tinggalkan pasien sendiri, kejang disertai aspirasi dapat
menyebabkan kematian pada ibu
Pemberian obat anti kejang
MgSO4, obat anti kejang lain diazepam dan fenitoin.
Diuretik
Tidak rutin diberikan kecuali jika ada edema paru, payah jantung, edema
anasarka. Diuretik yang digunakan adalah furosemid.
Antihipertensi
Obat pilihan adalah nifedipin yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat

diulang sampai 8 kali/24 jam.


Pemberian obat antihipertensi berapa lama ?
Obat pilihan adalah nifedipin yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat
diulang sampai 8 kali/24 jam, jika respon tidak membaik setelah 10 menit,
berikan tambahan 5 mg nifedipin sublingual. Labetolol 10 mg oral, jika

6
7

respon respon tidak membaik 10 menit, berikan lagi labetolol 20 mg oral.


Target penurunan tensi px PEB saat graviga berapa ?
Bila sudah menjadi PER systole 140mmhg dan diastole 90mmhg
Pasien dengan inpending klamsia apa harus di sc?

38

Dilihat tanda impeding klamsianya dulu


Kenapa profilaksis anti kejang pada PEB harus MgSO4 apa tidak boleh
pakai diazepam ?
Karena pilihan obat antikejang pertama pada PEB adalah magnesium
sulfat, karena magnesium sulfat bekerja pada system saraf perifer dengan
menghambat eksitasi pada neuromuscular junction, diazepam boleh
diberikan sebagai obat antikejang alternative bila dengan magnesium
sulfat masih terjadi kejang, akan tetapi harus diberikan oleh dokter yang
berpengalaman karena diazepam padaibuhamilsangattidakdianjurkan
karenadapatsangatberpengaruhpadajanin.Kemampuandiazepamuntuk
melaluiplasentatergantungpadaderajatrelativitasdariikatanproteinpada
ibudanjanin.Halinijugaberpengaruhpadatiaptingkatankehamilandan
konsentrasiasamlemakbebasplasentapadaibudanjanin.Efeksamping
yang dapat timbul pada bayi neonatus selama beberapa hari setelah
kelahirandisebabkanolehenzimmetabolismobatyangbelumlengakp.
Kompetisi antara diazepam dan bilirubin pada sisi ikatan protein dapat
menyebabkanhiperbilirubinemiapadabayineonatus.

Anensephali bisa dideteksi pada usia kehamilan berapa?


14 minggu
10 Kalo TD 170/90 apakah masuk PEB ?
Masuk, kriteria peb : preeklamsia dengan tekanan darah sistolik 160
mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg
11. Kenapa pada pasien PEB diberi acetylstein ?
Kasrena acetylstein adalah antioksidan
12. Kenapa pada PEB diberi antioksidan ?
Pada teori invasi HDK terjadi kegagalan remodeling a.spiralis iskema
plasenta dan hipoksia menghasilkan oksidant, salah satu oksidant yang

39

penting dihasilkan plasenta yang iskemia radikal hidroksil yang toksik


khususnya pada sel endotel pembuluh darah sehingga menyebabkan
gangguan regulasi tekanan darah dan timbul hipertensi pada pasien
Preeklamsia. Pemberian antioksidan diharapkan dapat melawan terjadinya
reaksi toxic pembuluh darah akibat adanya oksidan dan akhirnya dapat
menghambat perburukan kondisi dan peningkatan tekanan darah lebih
lanjut pasien preeklamsia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wibowo B, Rachimhadi T. Ilmu kebidanan. Edisi ke-2. Jakarta. Yayasan Bina


Pustaka Saewono Prawihardjo. 2008. hal. 544-550.
2. Sastrawan Sulaiman. Obstetri Patologi. Bandung. Bagian Obstetri dan
ginekologi Fakultas Universitas Padjajaran. 1981. hal. 91-98.

40

3. Hadi Naba. Patofisiologi Preeklamsia Berat. Jurnal kedokteran Universitas


Sumatra Utara (serial online).2011 (diakses 15 Februari 2012); di unduh dari:
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22337/.../Chapter%20II.pdf
4. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ et al. Obstetri Williams. Edisi 23.
Volume 2. Jakarta: EGC; 2013.
5. Wijoksastro Gualardi H. Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan Neonatologi
Emergensi Dasar. 2008. Hal.5-1 5-10.
6. Roeshadi Haryono. Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Kematian Ibu
pada Penderita Preeklampsia dan Eklampsia. Universitas Sumatera Utara.
Medan. 2006.
7. Pangemanam Win T. Komplikasi Akut Pada Preeklampsia. Bagian Obstetri
dan Ginekologi RSMH/FK UNSRI. Palembang. 2002.

41

Vous aimerez peut-être aussi