Vous êtes sur la page 1sur 43

EFEKTIVITAS PENURUNAN KANDUNGAN FORMALIN PADA

MIE KUNING DENGAN PERENDAMAN MENGGUNAKAN


LARUTAN LIDAH BUAYA (ALOE VERA) DAN LARUTAN LIDAH
MERTUA (SANSIVERA)

Oleh :
Ratna Dewi Lailatul Almufida ( P27833113002 )

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI DIII KAMPUS SURABAYA
TAHUN 2015
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Makanan merupakan hal yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Tidak hanya rasanya enak,bentuknya
menarik, dan harus memenuhi gizi,makanan yang kita
konsumsi juga harus aman dalam arti tidak mengandung
mikroorganisme dan bahan bahan kimia yang dapat
membahayakan kesehatan manusia. Menurut Departemen
Kesehatan

RI,

makanan

dan

minuman

adalah

semua

bahan,baik dalam bentuk alamiah maupun dalam bentuk


buatan yang dimakan manusia kecuali air dan obat-obatan
(Anwar,dkk,1989).
Makanan harus disimpan dengan baik dan benar agar tidak
rusak,sehingga dapat dipergunakan di kemudian hari. Agar
makanan yang disimpan bertahan dalam jangka waktu
panjang,maka perlu dilakukan suatu proses pengawetan
makanan.

Pengawetan Makanan adalah

salah

satu

cara

pengolahan pangan yang sering dilakukan untuk mencegah


kerusakan bahan pangan dan menjaga kualitasnya. Cara
pengawetan

bahan

makanan harus

disesuaikan

dengan

keadaan bahan makanan, komposisi bahan makanan, dan


tujuan dari pengawetan. Secara garis besar cara pengawetan
ada 3 macam antara lain :
1.

Pengawetan

secara

fisik

dengan

cara

pemanasan,pendinginan,
pengasapan,pengalengan,pengentalan,pengeringan,dan
iradiasi.
2. Pengawetan secara biologis dengan cara fermentasi dan
penambahan enzim.
3. Pengawetan secara kimia menggunakan bahan-bahan
kimia

yang

ditambahkan

kedalam

makanan

untuk

1 | Page

menghambat

berkembangbiaknya

mikroorganisme

seperti jamur atau kapang, bakteri, dan ragi.


Dewasa

ini,pengawetan

secara

kimia

lebih

banyak

diminati oleh para produsen makanan baik skala kecil


maupun besar. Hal tersebut dikarenakan pengawetan secara
kimia membutuhkan biaya yang relatif murah dan praktis.
Namun,akhir-akhir ini banyak ditemukan penyalahgunaan
bahan pengawet berupa formalin pada makanan yang dijual
di pasaran.
Salah satu makanan yang tidak luput dari formalin yakni
mie basah/mie kuning. Menurut hasil penelitian Etty dwi
riswanti (2010) menyebutkan bahwa sebanyak 77,5% sampel
mie

kuning

yang

diambil

dari

Pasar

Bantul

positif

mengandung formalin.
Kabid Humas Pimpinan Pemprop Sumatera Utara Eddy
Syofian (2005) juga menyatakan bahwa dari 29 mie basah
yang diuji oleh Balai POM Medan, 10 positif mengandung
formalin dan 3 positif mengandung boraks (Waspada On Line,
30/12/2005). Balai Besar POM Yogyakarta selama tahun 2005
telah melakukan pengujian terhadap 40 sampel mie basah
dan sebanyak 38 sampel mengandung formalin (Republika
On Line, 29/12/2005). Selain itu,Kepala BPOM Sampurno
(2006)juga

menyatakan

bahwa

berdasarkan

hasil

uji

laboratorium terhadap 213 sampel mie basah menunjukkan


137

sampel

mengandung

formalin

(www.kedaulatan-

rakyat.com).
Formalin merupakan bahan kimia yang penggunaannya
dilarang untuk produk makanan (Nuryasin,2006). Formalin
adalah nama dagang larutan formaldehyd dalam air dengan
kandungan 30-40%. Di pasaran,formalin dapat diperoleh

2 | Page

dalam bentuk sudah diencerkan, yaitu dengan kandungan


formaldehidnya 40, 30, 20 dan 10 %,serta dalam bentuk
tablet yang beratnya masing-masing sekitar 5 gram. Formalin
ini biasanya digunakan sebagai bahan baku industri lem,
playwood

dan

resin,

pembersih

lantai,

kapal,

gudang,

pembasmi lalat dan serangga lainnya. Larutan dari formalin


sering dipakai membalsem atau mematikan bakteri serta
mengawetkan mayat (Charolina,2005).
Berdasarkan

Permenkes

RI

Nomor

1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan Atas Peraturan


Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang
Bahan Tambahan Makanan menyebutkan bahwa formalin
dilarang untuk dijadikan bahan tambahan makanan dan
kandungannya harus 0 ppm dalam makanan.

Hal tersebut

dikarenakan asupan formalin dalam tubuh yang berlangsung


menahun

dapat

pernapasan,

mengakibatkan

gangguan

pada

gangguan
ginjal

dan

pada

sistem

hati,

sistem

reproduksi dan kanker (formalin tergolong zat karsinogen).


Sedangkan bentuk gangguan yang ringan adalah rasa
terbakar pada tenggorokan dan sakit kepala (Tan Hoan Tjay,
2007).

Sedangkan dalam kandungan tinggi formalin dapat

menyebabkan gangguan jantung,kerusakan hati, kerusakan


saraf, kulit membiru, hilangnya pandangan, kejang, koma dan
kematian.
Seiring perkembangan zaman,bermunculan penelitianpenelitian

tentang

formalin.

Annisa

fadhilah,dkk

(2013)

menyebutkan dalam penelitiannya bahwa penambahan Lidah


buaya dapat menurunkan kandungan formalin lebih tinggi
dibandingkan tanpa penambahan Lidah buaya. Sedangkan
dalam penelitian abdurrahman aziz,dkk (2008) menyebutkan
bahwa penambahan larutan lidah mertua jenis trifasciata

3 | Page

laurentii pada bahan makanan yang mengandung formalin


dapat menetralkan kandungan formalin hingga 100 persen.
Oleh

karena

itu,peneliti

ingin

meneliti

efektivitas

penurunan kandungan formalin dalam mie kuning dengan


perendaman menggunakan larutan lidah buaya (Aloe vera)
dan larutan lidah mertua (Sansivera).
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Mudahnya cara mendapatkan pengawet berbahaya di
pasaran dimanfaatkan sebagian pedagang nakal untuk
mendapatkan keuntungan lebih.

Kini,banyak

makanan

yang mengandung formalin beredar di pasaran. Formalin


yang

terakumulasi

dalam

tubuh

(yang

berlangsung

menahun) dapat mengakibatkan gangguan pada sistem


pernapasan,

gangguan

pada

ginjal

dan

hati,

sistem

reproduksi dan kanker (formalin tergolong zat karsinogen).


Sedangkan bentuk gangguan yang ringan adalah rasa
terbakar pada tenggorokan dan sakit kepala (Tan Hoan
Tjay, 2007). Sedangkan dalam kandungan tinggi formalin
dapat menyebabkan gangguan jantung,kerusakan hati,
kerusakan saraf, kulit membiru, hilangnya pandangan,
kejang,

koma

dan

kematian.

Pembuatan

perundang-

undangan dan uji petik sewaktu-waktu sebagai upaya


pemberantasan makanan berformalin di pasaran dirasa
belum memadai sehingga salah satu upaya yang bisa
dilakukan saat ini yakni penggunaan alternatif / bahan
alami untuk menghilangkan kandungan formalin dalam
makanan

dan

tidak

merusak

organoleptik

makanan

sehingga makanan aman untuk dikonsumsi.


2. Batasan Masalah

4 | Page

Sesuai dengan latar belakang diatas,maka penelitian ini


dibatasi hanya pada :
a. Makanan berupa

mie

kuning

sebagai

makanan

percobaan.
b. Bahan yang digunakan sebagai penurun kandungan
formalin dalam makanan pada penelitian ini yaitu :
lidah buaya (Aloe vera) dan lidah mertua (Sansievera)
C. Rumusan Masalah
Apakah perendaman menggunakan larutan lidah buaya
(Aloe vera) dan larutan lidah mertua (Sansievera) efektif
untuk menurunkan kandungan formalin pada mie kuning?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan umum :
1. Mengetahui efektivitas penurunan kandungan formalin
pada mie kuning yang direndam menggunakan larutan
lidah buaya dan larutan lidah mertua.
Tujuan khusus :
1. Mengetahui
kandungan formalin pada makanan
sebelum dan sesudah direndam menggunakan larutan
lidah buaya dan larutan lidah mertua dengan dosis
150 gr/L ; 200 gr/L ; dan 250 gr/L
2. Menganalisis kandungan formalin

pada

makanan

sebelum dan sesudah direndam dengan larutan lidah


buaya dan larutan lidah mertua

sesuai dengan

standar ( 0/gram contoh makanan)


3. Menganalisis perbedaan rata-rata kandungan formalin
pada

sampel

sebelum

dan

sesudah

direndam

menggunakan larutan lidah buaya dan lidah mertua


4. Menganalisis
efektivitas
penurunan
kandungan
formalin

menggunakan

larutan

lidah

buaya

dan

larutan lidah mertua


E. Manfaat Penelitian
1. Bagi masyarakat

5 | Page

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah


satu referensi dalam upaya mendapatkan makanan
yang

sehat

makanan

melalui

yang

penghilangan

terindikasi

formalin

mengandung

dalam
formalin

menggunakan larutan lidah buaya maupun lidah mertua


yang mudah didapatkan di sekitar kita.
2. Bagi penelitian lain
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber
referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Formalin
Formalin adalah nama dagang larutan formaldehid dalam
air dengan kandungan 30-40 persen. Di pasaran, formalin
dapat diperoleh dalam bentuk sudah diencerkan, yaitu
dengan kandungan formaldehidnya 40, 30, 20 dan 10 persen
serta dalam bentuk tablet yang beratnya masing-masing

6 | Page

sekitar 5 gram. Formalin mempunyai banyak nama atau


sinonim, seperti formol, morbicid, methanal, formic aldehyde,
methyl oxide, oxymethylene, methyl aldehyde, oxomethane,
formoform, formalith, oxomethane, karsan, methylene glycol,
paraforin,

poly-oxymethylene

glycols,

superlysoform,

tetraoxymethylene dan trioxane.


Sifat Formalin
Pengawet ini memiliki unsur aldehida yang bersifat mudah
bereaksi dengan protein, karenanya ketika disiramkan ke
makanan seperti tahu, formalin akan mengikat unsur protein
mulai dari bagian permukaan tahu hingga terus meresap
kebagian dalamnya. Dengan matinya protein setelah terikat
unsur kimia dari formalin maka bila ditekan tahu terasa lebih
kenyal . Selain itu protein yang telah mati tidak akan diserang
bakteri pembusuk yang menghasilkan senyawa asam, Itulah
sebabnya tahu atau makanan berformalin lainnya menjadi
lebih awet.
Formaldehida

membunuh

bakteri

dengan

membuat

jaringan dalam bakteri dehidrasi (kekurangan air), sehingga


sel bakteri akan kering dan membentuk lapisan baru di
permukaan. Artinya, formalin tidak saja membunuh bakteri,
tetapi juga membentuk lapisan baru yang melindungi lapisan
di bawahnya, supaya tahan terhadap serangan bakteri lain.
Bila desinfektan lainnya mendeaktifasikan serangan bakteri
dengan cara membunuh dan tidak bereaksi dengan bahan
yang dilindungi, maka formaldehida akan bereaksi secara
kimiawi dan tetap ada di dalam materi tersebut untuk
melindungi dari serangan berikutnya.
Kegunaan Formalin
Anjuran penggunaan formalin yang benar adalah:

7 | Page

sebagai pembunuh kuman, sehingga banyak dipakai


dalam pembersih lantai, pakaian, kapal dan gudang,

pembasmi lalat dan serangga lainnya,

salah satu bahan dalam pembuatan sutera buatan, zat


pewarna cermin kaca dan bahan peledak,

pengeras lapisan gelatin dan kertas foto,

bahan pembuatan pupuk urea, parfum, pengeras kuku


dan pengawet produk kosmetik,

pencegah korosi pada sumur minyak,

bahan untuk insulasi busa, dan,

bahan perekat kayu lapis.

dalam konsentrasi kurang dari 1%, formalin digunakan


sebagai pengawet dalam pembersih rumah tangga,
cairan pencuci piring, pelembut, sampo mobil, lilin, dan
karpet.
Bahaya

Formalin

bagi

Kesehatan

Kasus pemakaian formalin pada tahu, ikan segar, ikan asin, dan produk
makanan lainnya menunjukkan kurangnya pengetahuan produsen serta
minimnya sosialisasi kepada masyarakat mengenai manfaat dan bahaya bahan
aditif. Formalin tidak diperkenankan ada dalam makanan maupun minuman,
karena dalam jangka panjang dapat memicu perkembangan sel-sel kanker.
Formalin sangat berbahaya jika terhirup, tertelan atau mengenai kulit karena
dapat mengakibatkan iritasi pada saluran pernapasan, reaksi alergi serta luka
bakar.

8 | Page

Bahaya Jangka Pendek (Akut)


1. Bila terhirup dapat menimbulkan iritasi, kerusakan jaringan dan luka
pada saluran pernafasan, hidung, dan tenggorokan. Tanda-tanda lainnya
adalah bersin, batuk-batuk, radang tekak, radang tenggorokan, sakit
dada, lelah, jantung berdebar, sakit kepala, mual dan muntah. Pada
konsentrasi yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian.
2. Bila terkena kulit akan menimbulkan perubahan warna, yakni kulit
menjadi merah, mengeras, mati rasa, dan terbakar.
3. Bila terkena mata dapat menimbulkan iritasi sehingga mata memerah,
sakit, gatal-gatal, penglihatan kabur dan mengeluarkan air mata. Pada
konsentrasi tinggi dapat menyebabkan pengeluaran air mata yang hebat
sehingga lensa mata rusak.
4. Bila tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit,
mual, muntah dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan, sakit perut
yang hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan darah rendah), kejang, atau
tidak sadar hingga koma. Selain itu juga terjadi kerusakan pada hati,
jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan syaraf pusat, dan ginjal.

Bahaya Jangka Panjang (Kronis)


1. Bila terhirup dalam jangka lama akan menimbulkan sakit kepala,
gangguan pernafasan, batuk-batuk, radang selaput lendir hidung, mual,
mengantuk, luka pada ginjal, dan sensitasi pada paru. Efek
neuropsikologis meliputi gangguan tidur, cepat marah, keseimbangan
terganggu, kehilangan konsentrasi dan daya ingat berkurang, gangguan
haid dan kemandulan pada perempuan, serta kanker pada hidung,
rongga hidung, mulut, tenggorokan, paru dan otak.

9 | Page

2. Bila terkena kulit akan terasa panas, mati rasa, gatal-gatal serta
memerah, kerusakan pada jari tangan, pengerasan kulit dan kepekaan
pada kulit, dan radang kulit yang menimbulkan gelembung.
3. Bila terkena mata dapat menyebabkan radang selaput mata.
4. Bila tertelan dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan,
muntah-muntah dan kepala pusing, rasa terbakar pada tenggorokan,
penurunan suhu badan, dan rasa gatal di dada.

Dampak Buruk Formalin bagi Tubuh Manusia

Kulit : Iritatif, kulit kemerahan, kulit seperti terbakar, alergi kulit.

Mata : Iritatif, mata merah dan berair, kebutaan.

Hidung : Mimisan.

Saluran Pernapasan : Sesak napas, suara serak, batuk kronis, sakit


tenggorokan.

Saluran Pencernaan : Iritasi lambung, mual muntah, mules.

Hati : Kerusakan hati.

Paru-paru : Radang paru-paru karena zat kimia (pneumonitis).

Saraf : Sakit kepala, lemas, susah tidur, sensitif, sukar konsentrasi,


mudah lupa.

Ginjal : Kerusakan ginjal.

Organ Reproduksi : Kerusakan testis, ovarium, gangguan menstruasi,


infertilitas sekunder.

10 | P a g e

B. Tanaman Lidah buaya (Aloe vera)


Klasifikasi ilmiah atau taksonomi dari lidah buaya adalah
sebagai berikut: Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta
Class : Monocotyledoneae
Ordo : Liliflorae
Family : Liliceae
Genus : Aloe
Species : Aloe vera
Lidah buaya termasuk suku Liliaceae.

Liliaceae

diperkirakan meliputi 4000 jenis tumbuhan, terbagi dalam


240 marga, dan dikelompokan lagi menjadi lebih kurang 12
anak suku. Daerah distribusinya meliputi keseluruh dunia.
Lidah buaya sendiri mempunyai lebih dari 350 jenis tanaman.
Tanaman lidah buaya termasuk semak rendah, tergolong
tanaman yang bersifat sukulen dan menyukai hidup di
tempat kering. Batang tanaman pendek, mempunyai daun
yang

bersap-sap

melingkar

(roset).

Daun

lidah

buaya

merupakan daun tunggal berbentuk tombak dengan helaian


memanjang

berupa

pelepah

dengan

panjang

mencapai

kisaran 4060 cm dan lebar pelepah bagian bawah 813 cm


dan tebal antara 23 cm, bunga berbentuk lonceng. Daunnya
berdaging tebal, tidak bertulang, berwarna hijau keabuabuan dan mempunyai lapisan lilin di permukaan serta
bersifat sukulen, yakni mengandung air, getah dan lendir
yang mendominasi daun. Bagian atas daun rata dan bagian
bawahnya membulat (cembung). Daun lidah buaya muda
memiliki bercak berwarna hijau pucat sampai putih. Bercak
ini akan hilang saat daun lidah buaya dewasa. Namun tidak
demikian halnya dengan tanaman lidah buaya jenis kecil atau
lokal. Hal ini kemungkinan disebabkan faktor genetiknya.
Sepanjang tepi daun berjajar gerigi atau duri yang tumpul
dan tidak berwarna.
Tanaman lidah buaya dapat tumbuh di daerah kering,
seperti Afrika, Amerika dan Asia. Hal ini di karenakan lidah

11 | P a g e

buaya dapat menutup stomatamya sampai rapat pada musim


kemarau untuk melindungi kehilangan air dari daunya. Lidah
buaya juga dapat tumbuh di daerah yang beriklim dingin.
Karena tanaman lidah buaya juga termasuk tanaman yang
efesien dalam penggunaan air, karena dari segi fisiologis
tumbuhan

tanaman

ini

termasuk

jenis

tanaman

CAM

(crassulance acid metabolism) dengan sifat tahan kekeringan.


Dalam kondisi gelap, terutama malam hari,stomata atau
mulut daun membuka, sehingga uap air dapat masuk.
Disebabkan pada malam hari udaranya dingin, uap air
tersebut berbentuk embun. Stomata yang membuka pada
malam hari memberi keuntungan, yakni tidak akan terjadi
penguapan air dari tubuh tanaman, sehingga air yang berada
di dalam tubuh daunya dapat dipertahankan. Karenanya dia
mampu

bertahan

hidup

dalam

kondisi

bagaimanapun

keringnya.
Ada lebih dari 350 jenis lidah buaya yang termasuk
dalam suku Liliaceae dan tidak sedikit yang merupakan hasil
persilangan. Ada tiga jenis lidah buaya yang dibudidayakan
secara

komersial

di

dunia

yaitu

Aloe

vera

atau

Aloe

barbadensis Miller, Cape aloe atau Aloe ferox Miller dan


Socotrine aloe atau Aloe perry Baker. Dari tiga jenis di atas
yang banyak dimanfaatkan adalah spesies Aloe barbadensis
Miller karena jenis ini mempunyai banyak keunggulan yaitu:
tahan hama, ukurannya dapat mencapai 121 cm, berat per
batangnya bisa mencapai 4 kg, mengandung 75 nutrisi serta
aman dikonsumsi.
Tabel II.1.
Komponen kimia lidah buaya berdasarkan manfaatnya
Lignin

Memiliki kemampuan
penyerapan yang tinggi yang
memudahkan peresapan gel

12 | P a g e

ke kulit sehingga mampu


melindungi kulit dari dehidrasi
dan menjaga kelembapan
Saponin

kulit.
Memiliki kemampuan
membersihkan (aspetik)
Sebagai bahan pencuci

Komplek antharaquinon aloin,


barbaloin, iso-barbaloin,
anthranol, aloe emodin,
anthracene, aloetic acid, asam
sinamat, asam krisophanat,
eteral oil, dan resistanol
Kalium dan natrium

yang sangat baik


Bahan laksatif
Penghilang rasa sakit
Mengurangi racun
Senyawa antibakteri
Mempunyai kandungan
antibiotik

Memelihara kekencangan
muka dan otot tubuh
Regulasi dan metabolisme
tubuh dan penting dalam
pengaturan impuls saraf

13 | P a g e

Kalsium

Membantu pembentukan dan

Seng (Zn)

regenerasi tulang
Bermanfaat bagi kesehatan

Asam Folat

saluran air kencing.


Bermanfaat bagi kesehatan

Vitamin A

kulit dan rambut


Berfungsi untuk oksigenasi
jaringan tubuh, terutama kulit

Vitamin B1, B2, B6, B12, C,E,

dan kuku
Berfungsi untuk menjalankan

Niacinamida, dan Kolin

fungsi tubuh secara normal

Enzim oksidase, amylase,

dan sehat.
Mengatur berbagai proses

katalase, lipase, dan protease

kimia dalam tubuh.


Menyembuhkan luka dalam

Enzim protease bekerja sama

dan luar
Penghilang rasa nyeri saat

dengan glukomannan
Asam krisofan

luka
Mendorong penyembuhan kulit
yang mengalami kerusakan

Mono dan polisakarida

-Memenuhi kebutuhan

(Selulosa, glukosa, mannose,

metabolism tubuh.
- Berfungsi untuk

dan aldopentosa)

memproduksi
mukopolisakarida

14 | P a g e

Salisilat

Anti inflamasi dan

menghilangkan rasa sakit


Memberi efek

Mukopolysakarida,Tennin,
Aloctin A

imonomodulasi
- Sebagai anti inflamasi
Mengurangi edema
- Untuk pertumbuhan dan

Indometasin
Asam amino

perbaikan sertasebagai
sumber energi. Aloe vera
menyediakan 20 dari 22 asam
amino yang dibutuhkan tubuh.
Memberikan ketahanan tubuh

Mineral

terhadap penyakit dan


berinteraksi dengan vitamin
untuk fungsi tubuh
(Jatnika dan Saptoningsih, 2009)
C. Tanaman Lidah mertua (Sansivera)
Menurut
Sharma
(2009),
tanaman

Sansevieria

diklasifikasikan kedalam family Agavaceae yang umumnya


mempunyai
mengandung

daun

yang

air.

Adapun

berdaging

tebal

klasifikasinya

dan

banyak

adalah

sebagai

berikut:
Divisio: Magnoliophyta
Kelas: Liliopsida
Subkelas: Lilidae
Ordo: Liliales
Famili: Agavaceae
Genus: Sansevieria
Spesies: Sansevieria
Sansevieria memiliki akar serabut berwarna putih
kekuningan sampai kemerahan. Pada tanaman yang sehat,
akarnya banyak dan berserabut. Akar tumbuh dari rimpang
(rhizome) yang dapat menghasilkan tunas anakan. Namun
pada beberapa jenis seperti S. tom grumbly dan S.ballyii
tunas anakan keluar dari ketiak daun melalui stolon. Pada
dasarnya batang tidak tampak pada tanaman ini sehingga

15 | P a g e

banyak orang mengenal sansevieria sebagai tanaman tak


berbatang (stemless). Pendapat itu tidak sepenuhnya benar.
Sansevieria juga memiliki batang, baik batang sejati maupun
batang semu. Batang sejati terletak di dalam tanah yang
dikenal sebagai sebutan rimpang dan batang semu yang
terletak dipermukaan tanah. Biasanya batang semu disebut
stolon (Tahir dan Sitanggang, 2008).
Bila dilihat sepintas bentuk daun sansevieria hanya 2
macam, yaitu pipih panjang dan bulat panjang. Namun bila
diteliti lebih lanjut, ada sekitar 12 tipe yang dijumpai.
Diantaranya berbentuk pipih seperti lidah, sendok, gada,
pedang, pisau, bulat seperti pinsil golok atau pemukul bola
baseball. Sebagian sansevieria berpenampang bulat seperti
rotan, penampang daun yang pipih seperti pisau, permukaan
daun bagian atas dan bawah bertekstur halus, ada pula yang
halus hanya dipermukaan atas serta permukaan atas dan
bawah yang kasar. Sebagian daun tumbuh tegak, sebagian
lainnya melengkung ke belakang, juga ditemukan beberapa
daun yang tumbuh sejajar sehingga mirip kipas, yang lain
mempunyai daun yang tumbuh menyebar seperti air mancur.
Jumlah daun pun berbeda-beda antar jenis (Trubus, 2008).
Daun dari tanaman ini mengandung serat yang mempunyai
sifat kenyal dan kuat. Serat tersebut disebut sebagai
bowstringhemp

dan

banyak

digunakan

sebagai

bahan

membuat kain (Heyne, 1987).


Bunga kecil sampai sangat besar dan amat menarik,
aktinomorf atau sedikit zigomorf. Hiasan bunga berupa tenda
bunga

yang

menyerupai

mahkota

dengan

atau

tanpa

pelekatan berupa buluh, terdiri atas 6 daun tenda bunga,


jarang hanya 4 atau lebih dari 6, kebanyakan jelas tersusun
dalam 2 lingkaran. Benang sari 6, jarang sampai 12 atau
hanya 3, berhadapan dengan daun-daun tenda bunga.

16 | P a g e

Tangkai sari bebas atau berlekatan dengan berbagai cara.


Kepala sari beruang 2, membuka dengan celah membujur,
jarang dengan suatu liang pada ujungnya (Tjitrosoepomo,
2002 ).
Buah sansevieria adalah jenis buah beri, yaitu buah yang
memiliki celah berisi biji. Warna kulit buah saat masih muda
hijau, setelah tua ada yang merah, oranye, hitam, dan hijau
kusam. Jumlah biji dalam satu celah antar spesies yang satu
dengan yang lain berbeda, yaitu 1-4 biji. Saat masih muda
kulit buah halus setelah tua kasar (Lingga, 2008).
Tanaman ini berasal dari Afrika tropis dibagian Nigeria
timur dan menyebar hingga ke Indonesia, terutama di pulau
Jawa. Tanaman ini dapat ditemui dari dataran rendah hingga
ketinggian 1-1.000 meter di atas permukaan laut.
D. Senyawa saponin
Saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan
dalam tumbuhan. Glikosida adalah senyawa yang terdiri atas
gabungan dua bagian senyawa, yaitu gula dan bukan gula.
Saponin memiliki karakteristik berupa buih. Sehingga ketika
direaksikan dengan air dan dikocok maka akan terbentuk buih
yang dapat bertahan lama. Saponin mudah larut dalam air
dan tidak tarut dalam eter. Saponin memiliki rasa pahit
menusuk dan menyebabkan bersin serta iritasi pada selaput
lendir. Saponin merupakan racun yang dapat menghancurkan
butir darah atau hemolisis pada darah. Saponin bersifat racun
bagi

hewan

berdarah

dingin

dan

banyak

diantaranya

digunakan sebagai racun ikan. Saponin yang bersifat keras


atau racun biasa disebut sebagai sapotoksin (Prihatman,
2001).
Saponin diklasifikasikan menjadi 2 yaitu: saponin steroid
dan saponin triterpenoid. Saponin steroid tersusun atas inti
steroid (C 27) dengan molekul karbohidrat. Saponin steroid
dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang dikenai sebagai

17 | P a g e

saraponin.

Tipe

(Prihatman,

saponin

2001).

penghambatan

ini

memiliki

Pada

aktifitas

efek

binatang

otot

polos.

antijamur

menunjukkan
Saponin

steroid

diekskresikan setelah konjugasi dengan asam glukoronida


dan digunakan sebagai bahan baku pada proses biosintesis
dari obat kortikosteroid (Hartono, 2009). Contoh senyawa
saponin

steroid

(Asparagus
Diosgenin

diantaranya

officinalis),
(Dioscorea

adalah:

Avenocosides

floribunda

Asparagosides
(Avena

dan

sativa),

Trigonella

foenum

graceum) (Hartono, 2009). Saponin triterpenoid tersusun atas


inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat yang dihidrolisis
menghasilkan

suatu

aglikon

yang

disebut

sapogenin

(Hartono, 2009). Saponin merupakan suatu senyawa yang


mudah

dikristalkan

lewat

asetilasi

sehingga

dapat

dimurnikan. Tipe saponin ini adalah turunan -amyirine.


Contoh

senyawa

triterpen

steroid

adalah:

Asiaticoside

(Centella asiatica), Bacoside (Bacopa monneira), Cyclamin


(Cyclamen persicum) (Hartono, 2009).
Senyawa saponin yang berpotensi sebagai pereduksi
formalin dan antibakteri alami adalah Lidah buaya (Aloe
vera). Tumbuhan jenis lidah buaya ini dinilai tidak berbahaya
bila dikonsumsi oleh manusia. Menurut Gusviputri (2013),
cara kerja saponin pada gel lidah buaya dapat menurunkan
kandungan formalin yang dikenal sebagai reaksi saponifikasi
(proses
golongan

pembentukan
zat

sabun)

surfaktan.

Zat

dimana
surfaktan

sabun

termasuk

memiliki

daya

pembersih yang lebih baik dibandingkan air saja.


Senyawa saponin yang dapat mengikat partikel formalin
dan larut bersama air. Hal ini dapat dikaitkan dengan cara
kerja seperti surfaktan. Keberadaan kedua gugus pada
surfaktan (polar dan non polar) dalam senyawa saponin
memiliki kualifikasi untuk dapat membentuk emulsi air dan

18 | P a g e

formalin. Setelah formalin terikat oleh senyawa saponin,


maka saponin akan larut dan membentuk misel /micelles
(Annisa fadhilah,dkk.2013).

E. Kerangka Konsep

Pengetahuan
pedagang
Sikap
pedagang
Kemudahan
mendapatkan
formalin di
pasaran
Kurangnya
sosialisasi
kepada
masyarakat
mengenai
manfaat dan

Dosis larutan
lidah buaya
dan lidah
mertua

Makanan
berformalin
beredar di

Mie kuning

Tahu
Ikan
Ayam
potong
Bakso
Lontong
Dll.

Dampak
negatif
formalin
pada
kesehatan :
1. Bahay
a
jangka
pendek
2. Bahay
Kandungan
formalin
dalam
makanan
menurun
setelah
melalui
19 | P a g e

Lama
perenda
man
suhu

Keterangan :
- - - - - - - : Diteliti
: Tidak Diteliti

Pengetahuan pedagang, sikap pedagang, kemudahan


mendapatkan
sosialisasi
bahaya

formalin

kepada

formalin

berformalin

di

pasaran

masyarakat

mengenai

mengakibatkan

beredar

di

serta

manfaat

banyaknya

pasaran.

kurangnya
dan

makanan

Formalin

dapat

menimbulkan dampak negatif pada kesehatan yang berupa


bahaya

jangka

pendek

dan

bahaya

jangka

panjang.

Makanan yang banyak ditemukan mengandung formalin


antara lain mie kuning, tahu, ikan, ayam potong, bakso,
lontong, dll.
Perendaman makanan menggunakan larutan lidah buaya
dan lidah mertua dengan dosis tertentu dapat menurunkan
kandungan formalin dalam makanan. Selain dipengaruhi
oleh

dosis,penurunan

kandungan

formalin

dengan

perendaman juga dipengaruhi oleh lama perendaman dan


suhu perendaman.

20 | P a g e

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian analitik
yang

berupa

eksperimen

murni

yang

bertujuan

untuk

mengetahui efektivitas penurunan kandungan formalin dalam


mie kuning dengan perendaman menggunakan larutan lidah
buaya dan larutan lidah mertua. Rancangan penelitian yang
digunakan adalah rancangan post
design

test only control group

yaitu suatu desain penelitian yang terdiri

dari

kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.


Kelompok perlakuan : variasi dosis larutan lidah buaya
dan lidah mertua yaitu masing-masing : 150 gram/liter,200
gram/liter,dan 250 gram/liter.

21 | P a g e

Post Test : Mengukur kandungan formalin pada makanan


yang sudah direndam.
Kelompok kontrol : Makanan berformalin tidak diberi
perlakuan sama sekali/sama dengan dosis 0 gram/liter
B. Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyehatan Makanan
dan Minuman Jurusan Kesehatan Lingkungan Surabaya.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari Juni 2016.
Tabel III. 1.
Rencana penelitian penurunan kandungan formalin
menggunakan larutan lidah buaya dan larutan lidah
mertua Tahun 2016
N
o
1

Jenis Kegiatan

Minggu Ke1

Pembuatan larutan
lidah buaya dan

larutan lidah mertua

22 | P a g e

N
C. o
2

Jenis Kegiatan
Pengumpulan
sampel mie kuning

Minggu Ke2
3
4
5

S
a

Perendaman mie

kuning dengan

menggunakan

larutan lidah buaya


(L1) dan

perendaman
menggunakan
larutan lidah mertua
4

(L2)
Pengujian
kandungan formalin
pada mie kuning
yang sudah
direndam
menggunakan
larutan lidah buaya

(L1) dan mie kuning


yang sudah
direndam
menggunakan
larutan lidah mertua
5

(L2)
Pengolahan data
dan analisis data

Pengumpulan Karya
Tulis Ilmiah

X
X

dan Besar Sampel penelitian


Sampel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
sampel mie kuning yang diambil secara acak di beberapa

23 | P a g e

pasar di Surabaya. Dengan pengulangan menggunakan


rumus pengulangan atau replikasi adalah sebagai berikut :
(t-1) (r-1) 15
Keterangan :
t : jumlah perlakuan (t = 6 perlakuan)
r : jumlah replikasi
Berdasarkan rumus tersebut diatas, diperoleh replikasi
sebanyak 4 replikasi untuk setiap variasi dosis termasuk
kelompok kontrol sehingga besar sampel penelitian sebanyak
30 dengan rincian sebagai berikut :
1. Kelompok kontrol : 6 sampel
2. Kelompok perlakuan : 6 4 = 24 sampel
D. Variabel dan definisi operasional
1. Variabel
a. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini meliputi :
Variabel bebas
Variabel
bebas
adalah
variabel
yang
mempengaruhi variabel terikat. Variabel bebas
dalam penelitian ini adalah variasi dosis larutan
lidah

buaya

dan

masing-masing

larutan

lidah

mertua

yakni

150 gram/liter,200 gram/liter,dan

250 gram/liter.
Variabel terikat
Variabel
terikat

adalah

variabel

yang

dipengaruhi variabel bebas. Variabel terikat dalam


penelitian ini adalah

kandungan formalin dalam

mie kuning yang dipengaruhi oleh perendaman mie


kuning menggunakan larutan lidah buaya dan
menggunakan larutan lidah mertua.
b. Hubungan antar variabel penelitian
Adapun bentuk hubungan antar variabel yang diteliti adalah
sebagai berikut :
Variabel bebas
Variasi dosis larutan
lidah buaya dan lidah

Variabel terikat
Kandungan formalin
dalam mie kuning yang
sudah direndam

24 | P a g e

mertua

Gambar III. Hubungan antar Variabel


2. Definisi operasional
Cara
No
1

Variabel

Definisi

Kandungan Banyaknya
formalin

formalin
didalam
kuning

Skala

an
Kandungan

Interv

yang formalin

dalam mie terkandung


kuning

Pengukur

al

dalam mie
mie kuning

sebelum diukur

dan sesudah mie mengguna


kuning

tersebut kan

direndam

metode

menggunakan

spektrofoto

larutan

lidah metri.

buaya dan lidah


mertua

dan

dinyatakan
dalam
ppm
2

satuan
(part

per

Variasi

million).
Banyaknya lidah Diukur

dosis

buaya dan lidah mengguna

larutan

mertua

lidah

digunkan sebagai timbangan

Rasio

yang kan

buaya dan larutan pereduksi lalu


lidah

formalin

dan diblender

25 | P a g e

mertua

dinyatakan

dalam 1

dalam gram/liter liter


(gr/L).

Dalam aquadest

penelitian

ini,

variasi
yang

dosis
digunakan

adalah 150 gr/L ;


200 gr/L ; dan
250 gr/L

E. Sumber Data
Sumber data dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Data primer
Yaitu data yang diperoleh dari hasil observasi atau
pengamatan langsung di lokasi penelitian tanpa
melibatkan

lembaga

atau

instansi

lain

dalam

penelitian. Data primer yang diambil dalam penelitian


adalah kandungan formalin dalam mie kuning yang
sudah direndam menggunakan larutan lidah buaya
dan lidah mertua.
2. Data sekunder
Yaitu data yang
terdahulu,informasi
dimana

data

diperoleh

lembaga

penelitian

dari

atau

tidak

penelitian

instansi

dilakukan

lain

secara

langsung.
F. Prosedur Penelitian
1. Tahap persiapan
a. Alat yang digunakan antara lain :
1) Kotak plastik bertutup untuk merendam
2) Gelas ukur

26 | P a g e

3) Timbangan
4) Blender
5) Corong
6) Wadah
7) Spatula
8) Stopwatch
9) Saringan
10)
Pisau
11)
Botol kaca
12)
Kamera
13)
ATK
14)
Etiket
15)
Alat pengukur formalin
b. Bahan yang digunakan antara lain :
1) Aquadest sebanyak 1 Liter per kotak
2) Bahan pereduksi formalin adalah larutan lidah
buaya dan larutan lidah mertua dengan variasi
dosis 150 gr/L; 200 gr/L;dan 250 gr/L.
3) Jadi untuk 4 replikasi diperlukan masing-masing 4
buah lidah buaya dan 4 buah lidah mertua dengan
berat 150 gr; 200 gr; dan 250 gr per yang
dilarutkan dalam 1 L air per kotak. Dengan
kelompok kontrol adalah kotak berisi mie kuning
tanpa direndam menggunakan larutan sebagai
pembanding.
4) Mie kuning sebagai sampel sebanyak 500 gram per
kotak sehingga total keseluruhannya sebanyak
15000 gram (15 kg) mie kuning dengan besar
sampel penelitian sebanyak 30.
c. Prosedur Kerja
1) Persiapkan mie kuning lalu

rendam

dengan

formalin 2%
2) Ukur kandungan formalin pada mie kuning yang
sudah direndam dengan formalin
3) Catat hasilnya sebagai L0
4) Persiapkan lidah buaya dan lidah mertua yang
telah dicuci bersih dengan aquadest.
5) Potong kecil-kecil lidah buaya dan lidah mertua dan
timbang masing-masing seberat 150gram; 200

27 | P a g e

gram; dan 250 gram. Lakukan replikasi sebanyak 4


kali untuk setiap dosis larutan lidah buaya dan
lidah mertua.
6) Ukur aquadest sebanyak 1 L dengan gelas ukur.
7) Haluskan lidah buaya dan lidah mertua secara
terpisah menggunakan blender (tambahkan sedikit
aquadest).
8) Masukkan kedalam wadah

dan homogenkan

menggunakan spatula
9) Saring larutan tersebut dan masukkan kedalam
botol kaca secara terpisah dan beri etiket untuk
setiap botol.
10)
Timbang

mie

kuning

(timbang untuk 30 kotak)


11)
Masukkan mie kuning

sebanyak

500

gram

yang sudah ditimbang

kedalam kotak
12)
Beri etiket pada kotak : Lb (lidah buaya) 150
sebanyak 4 kotak; Lb 200 sebanyak 4 kotak; Lb
250 sebanyak 4 kotak; Lm (lidah mertua)150
sebanyak 4 kotak; Lm 200 sebanyak 4 kotak; Lm
250 sebanyak 4 kotak; kontrol sebanyak 6 kotak.
13)
Tambahkan larutan lidah mertua dan larutan
lidah

buaya

kedalam

kotak

sesuai

dengan

etiketnya.
14)
Tutup kotak dan tunggu hingga 1 jam / 60
menit.
15)
Ukur kandungan formalin dalam mie kuning
yang sudah direndam menggunakan larutan lidah
buaya dan lidah mertua.
16)
Catat hasilnya.
2. Tahap percobaan
a. Masukkan mie kuning yang sudah direndam formalin
dan sudah diukur kandungan formalinnya kedalam tiap
kotak
b. Masukkan larutan lidah buaya dan lidah mertua pada
masing-masing kotak yang sudah diberi etiket

28 | P a g e

c. Tutup dan tunggu selama 60 menit


d. Lakukan observasi kandungan formalin pada mie
kuning

setelah

pengulangan

perendaman

dengan

pada

melakukan

masing-masing
uji

analisis

zat

menggunakan metode spektrofotometri


e. Masukkan hasil observasi kedalam tabel sebagai
berikut :

Tabel III.2.1
Hasil observasi kandungan formalin pada makanan
sebelum perendaman

Kode

Dosis/1
L
-

K
Lb 150
Lb 200
Lb 250
Lm 150
Lm 200
Lm 250

Kandungan formalin kotak ke1


2
3
4
5
6

150
gram
200
gram
250
gram
150
gram
200
gram
250
gram

Tabel III.2.2.
Hasil Observasi kandungan formalin pada
makanan sesudah perendaman
29 | P a g e

Kode

Dosis/ 1
L

K
Lb 150
Lb 200
Lb 250
Lm 150
Lm 200
Lm 250

Kandungan formalin kotak ke1

150
gram
200
gram
250
gram
150
gram
200
gram
250
gram

G. Metode analisis data


Data hasil observasi kandungan formalin dalam mie
kuning pada masing-masing pengulangan di setiap kotak
merupakan

data

kuantitatif

yang

diolah

dalam

bentuk

tabulasi. Dengan analisis data sebagai berikut :


1. Mengetahui

kandungan

formalin

pada

makanan

sebelum dan sesudah direndam dengan larutan lidah


buaya dan larutan lidah mertua menggunakan metode
deskriptif statistik.
2. Menganalisis

kandungan

formalin

pada

makanan

sebelum dan sesudah direndam dengan larutan lidah


buaya dan larutan lidah mertua sesuai dengan standar
( 0/gram contoh makanan) menggunakan uji One
sample T test. Dengan kriteria uji sebagai berikut :

30 | P a g e

P
2

Ho ditolak jika nilai

> (0,05). Hal ini

menunjukkan bahwa rata-rata kandungan formalin


pada makanan yang sebelum dan sesudah direndam
menggunakan larutan lidah buaya dan larutan lidah
mertua kurang dari standar (< 0).
3. Menganalisis perbedaan rata-rata kandungan formalin
pada

sampel

menggunakan

sebelum
larutan

dan

lidah

sesudah

buaya

direndam

maupun

lidah

mertua menggunakan uji Paired sample T test. Dengan


kriteria uji sebagai berikut :

P
2

Daerah tolak Ho jika nilai

> (0,05). Hal ini

menunjukkan bahwa rata-rata kandungan formalin


pada makanan
perendaman

sebelum lebih kecil dari sesudah

menggunakan

larutan

lidah

buaya

maupun lidah mertua (A < B).


4. Menganalisis

efektivitas

penurunan

kandungan

formalin menggunakan larutan lidah buaya dan larutan


lidah mertua menggunakan uji Independent Sample T
test. Dengan kriteria uji sebagai berikut :
P
Ho ditolak jika
> (0,05).
2

Hal

ini

menunjukkan bahwa larutan lidah mertua lebih


efektif

untuk

menurunkan

kandungan

formalin

dibandingkan larutan lidah buaya ( Lidah Buaya < Lidah


Mertua

).

BAB IV
ANALISIS DATA

31 | P a g e

A. Uji Normalitas Distribusi Sampel


Hipotesis :
H0

: Tidak ada perbedaan distribusi sampel dengan

H1

distribusi normal
: Ada perbedaan distribusi sampel dengan distribusi

normal
H0 ditolak jika nilai P < (0,05)
Tabel IV. 1.
Uji Normalitas Distribusi Sampel Sebelum
Perendaman menggunakan Larutan Lidah Buaya dan Lidah Mertua
No

Kelompok Sampel

Nilai P

Kontrol

0,862

Sampel untuk perendaman


menggunakan larutan lidah buaya

0,713

Sampel untuk perendaman


menggunakan larutan lidah mertua

0,972

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa distribusi kelompok kontrol


sebelum perendaman menggunakan larutan lidah buaya dan lidah
mertua berdistribusi normal. Distribusi kelompok sampel sebelum
perendaman menggunakan larutan lidah buaya berdistribusi normal.
Dan distribusi kelompok sampel sebelum perendaman menggunakan
larutan lidah mertua berdistribusi normal.

Tabel IV. 2.
Uji Normalitas Distribusi Sampel Sesudah
Perendaman menggunakan Larutan Lidah Buaya dan Lidah Mertua

32 | P a g e

No

Kelompok Sampel

Nilai P

Kontrol

0,862

Sampel dengan perendaman


menggunakan larutan lidah buaya

0,805

Sampel dengan perendaman


menggunakan larutan lidah mertua

0,379

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa distribusi kelompok kontrol


sesudah perendaman menggunakan larutan lidah buaya dan lidah
mertua berdistribusi normal. Distribusi kelompok sampel sesudah
perendaman menggunakan larutan lidah buaya berdistribusi normal.
Dan distribusi kelompok sampel sesudah perendaman menggunakan
larutan lidah mertua berdistribusi normal.
B. Deskripsi sampel
Tabel IV. 3.
Deskripsi Sampel Sebelum Perendaman menggunakan
Larutan Lidah Buaya dan Lidah Mertua
No.
1

Kelompok
Sampel

Ratarata

Standar
Deviasi

Nilai
Minimum

Nilai
Maksimum

Kontrol

6,00

2,51

2,00

8,50

33 | P a g e

No.

Kelompok
Sampel

Ratarata

Standar
Deviasi

Nilai
Minimum

Nilai
Maksimum

Sampel
untuk
perendaman
menggunakan larutan
lidah buaya

3,75

2,83

1,00

10,00

Sampel
untuk
perendaman
menggunakan larutan
lidah
mertua

3,79

2,04

1,00

8,50

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa rata- rata kandungan formalin
pada kelompok kontrol sebelum perendaman yaitu 6,00 ; standar
deviasi sebesar 2,51 dengan nilai minimum 2,00 dan nilai maksimum
8,50. Rata-rata kandungan formalin pada sampel sebelum perendaman
menggunakan larutan lidah buaya yaitu 3,75 ; standar deviasi sebesar
2,83 dengan nilai minimum 1,00 dan nilai maksimum 10,00. Dan ratarata

kandungan

formalin

pada

sampel

sebelum

perendaman

menggunakan larutan lidah mertua yaitu 3,79 ; standar deviasi sebesar


2,04 dengan nilai minimum 1,00 dan nilai maksimum 8,50.

34 | P a g e

Tabel IV. 4.
Deskripsi Sampel Sesudah Perendaman menggunakan
Larutan Lidah Buaya dan Lidah Mertua

Kelompok
Sampel

Ratarata

Standar
Deviasi

Nilai
Minimum

Nilai
Maksimum

Kontrol

6,00

2,51

2,00

8,50

Sampel
dengan
perendaman
menggunakan larutan
lidah buaya

0,025

0,024

0,00

0,07

Sampel
dengan
perendaman
menggunakan larutan
lidah
mertua

0,008
3

0,009
4

0,00

0,03

No.

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa rata- rata kandungan formalin
pada kelompok kontrol sesudah perendaman yaitu 6,00 ; standar deviasi
sebesar 2,51 dengan nilai minimum 2,00 dan nilai maksimum 8,50.
Rata-rata kandungan formalin pada sampel sesudah perendaman
menggunakan larutan lidah buaya yaitu 0,025 ; standar deviasi sebesar
0,024 dengan nilai minimum 0,00 dan nilai maksimum 0,07. Sedangkan
rata-rata kandungan formalin pada sampel sesudah perendaman
menggunakan larutan lidah mertua yaitu 0,0083 ; standar deviasi
sebesar 0,0094 dengan nilai minimum 0,00 dan nilai maksimum 0,03.

35 | P a g e

C. Analisis perbedaan rata-rata kandungan formalin pada sampel dengan


standar yakni 0 / gram contoh makanan ( Uji One Sample T test ).
Hipotesis :
H0 : Rata- rata kandungan formalin pada sampel lebih dari sama dengan 0
( 0)
H1 : Rata rata kandungan formalin pada sampel kurang dari 0 ( < 0 )

Ho ditolak jika nilai

P
2

> (0,05).

Tabel IV.5.
Uji Beda Rata-rata Kandungan Formalin pada Makanan
Sebelum Perendaman dengan standar ( 0/gram contoh makanan)
No

Kelompok Sampel

Nilai P

Kontrol

0,002

Sampel untuk perendaman


menggunakan larutan lidah buaya

0,001

Sampel untuk perendaman


menggunakan larutan lidah mertua

0,000

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa rata-rata kandungan


formalin pada kelompok kontrol sebelum perendaman
lebih dari sama dengan standar ( 0). Rata-rata kandungan
formalin pada kelompok sampel sebelum direndam dengan larutan lidah
buaya lebih dari sama dengan standar ( 0). Dan rata-rata
kandungan formalin pada kelompok sampel sebelum direndam dengan
larutan lidah mertua lebih dari sama dengan standar ( 0).

36 | P a g e

Tabel IV.6.
Uji Beda Rata-rata Kandungan Formalin pada Makanan
Sesudah Perendaman dengan standar ( 0/gram contoh makanan)
No

Kelompok Sampel

Nilai P

Kontrol

0,002

Sampel dengan perendaman


menggunakan larutan lidah buaya

0,004

Sampel dengan perendaman


menggunakan larutan lidah mertua

0,010

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa rata-rata kandungan


formalin pada kelompok kontrol sesudah perendaman
lebih dari sama dengan standar ( 0). Rata-rata kandungan
formalin pada kelompok sampel sesudah direndam dengan larutan lidah
buaya lebih dari sama dengan standar ( 0). Dan rata-rata
kandungan formalin pada kelompok sampel sesudah direndam dengan
larutan lidah mertua lebih dari sama dengan standar

( 0).

D. Analisis perbedaan rata-rata kandungan formalin pada sampel sebelum


dan sesudah direndam menggunakan larutan lidah buaya dan lidah
mertua ( Uji Paired Sample T test ).
Hipotesis :
H0

: Rata- rata kandungan formalin sampel sebelum perendaman lebih


besar dari sesudah perendaman ( A B )

H1

: Rata rata kandungan formalin sampel sebelum perendaman lebih


kecil dari sesudah perendaman ( A < B )

37 | P a g e

Daerah Tolak H0 jika nilai

P
2

> (0,05).

Tabel IV.7.
Uji Beda Rata-rata Kandungan Formalin pada Sampel
Sebelum dan Sesudah direndam Menggunakan
Larutan Lidah Buaya dan Lidah Mertua
No

Kelompok Sampel

Nilai P

1.

Sampel sebelum dan sesudah direndam


menggunakan larutan lidah buaya

0,001

2.

Sampel sebelum dan sesudah direndam


menggunakan larutan lidah mertua

0,000

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa rata- rata kandungan formalin
pada sampel makanan sebelum direndam menggunakan larutan lidah
buaya lebih besar dari sesudah perendaman ( A B ). Dan rata-rata
kandungan formalin pada sampel makanan

sebelum

direndam menggunakan larutan lidah mertua lebih besar


dari sesudah perendaman (A B).

E. Uji efektivitas penurunan kandungan formalin


menggunakan larutan lidah buaya dan larutan lidah
mertua menggunakan uji Independent Sample T test
Hipotesis :
Uji Homogenitas :
H0 : tidak ada perbedaan varians sampel yang direndam menggunakan
larutan lidah buaya dengan yang direndam menggunakan larutan
lidah mertua (data homogen)
H1 : ada perbedaan varians sampel yang direndam menggunakan larutan
lidah buaya dengan yang direndam menggunakan larutan lidah
mertua (data heterogen)
Ho ditolak jika nilai P < (0,05).
38 | P a g e

Uji beda rata-rata (uji efektivitas) :


H0 : Rata- rata kandungan formalin pada sampel yang direndam
menggunakan larutan lidah buaya lebih besar daripada rata rata
kandungan formalin yang direndam

menggunakan larutan lidah

mertua (Lidah Buaya Lidah Mertua)


H1 : Rata- rata kandungan formalin pada sampel yang direndam
menggunakan larutan lidah buaya lebih kecil daripada rata rata
kandungan formalin yang direndam

menggunakan larutan lidah

mertua (Lidah Buaya < Lidah Mertua)

Ho ditolak jika nilai

P
2

> (0,05).

Tabel IV. 8.
Uji Beda Rata-rata Kandungan Formalin
pada Makanan yang Sudah direndam Menggunakan
Larutan Lidah Buaya dan Larutan Lidah

No

Variabel

Nilai P
untuk Uji
Homogenitas

Nilai P
Untuk Uji
Efektivitas

0,002

0,041

Kandungan Formalin
pada sampel makanan
sesudah perendaman

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa data heterogen


dan larutan lidah buaya lebih efektif untuk menurunkan
kandungan

formalin

pada

makanan

dibandingkan

dengan larutan lidah mertua (A B).

39 | P a g e

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Rata- rata kandungan formalin pada kelompok kontrol sebelum dan
sesudah perendaman yaitu 6,00 ; standar deviasi sebesar 2,51 dengan nilai
minimum 2,00 dan nilai maksimum 8,50. Rata-rata kandungan formalin
pada sampel sebelum perendaman menggunakan larutan lidah buaya yaitu
3,75 ; standar deviasi sebesar 2,83 dengan nilai minimum 1,00 dan nilai
maksimum 10,00. Sedangkan rata-rata kandungan formalin pada sampel
sesudah perendaman menggunakan larutan lidah buaya yaitu 0,025 ;
standar deviasi sebesar 0,024 dengan nilai minimum 0,00 dan nilai
maksimum 0,07. Dan rata-rata kandungan formalin pada sampel sebelum
perendaman menggunakan larutan lidah mertua yaitu 3,79 ; standar deviasi
sebesar 2,04 dengan nilai minimum 1,00 dan nilai maksimum 8,50.
Sedangkan rata-rata kandungan formalin pada sampel sesudah perendaman
menggunakan larutan lidah mertua yaitu 0,0083 ; standar deviasi sebesar
0,0094 dengan nilai minimum 0,00 dan nilai maksimum 0,03.
2. Rata - rata kandungan formalin pada semua kontrol serta sampel baik
sebelum dan sesudah direndam menggunakan larutan lidah buaya maupun
3.

lidah mertua tidak sesuai dengan standar yakni lebih dari 0.


Rata - rata kandungan formalin pada semua sampel baik
sebelum direndam menggunakan larutan lidah buaya dan lidah mertua
lebih besar dari sesudah direndam menggunakan larutan lidah buaya
dan lidah mertua (A B). Dalam kata lain, larutan lidah buaya
dan larutan lidah mertua dapat menurunkan kandungan
formalin pada makanan.

40 | P a g e

4.

Larutan lidah buaya lebih efektif untuk menurunkan


kandungan formalin pada makanan dibandingkan dengan
larutan lidah mertua (A B).

B. SARAN
1. Sebaiknya dilakukan sosialisasi pada ibu ibu rumah
tangga

temtang

penggunaan

lidah

buaya

untuk

menurunkan kandungan formalin pada makanan.


2. Sebaiknya dilakukan penelitian penurunan kadar formalin
menggunakan bahan alami lainnya yang juga mengandung
senyawa saponin.
3. Sebaiknya
pada

saat

dilakukan

penelitian

yang

sejenis,diperhitungkan juga faktor-faktor lain yang dapat


mempengaruhi proses reduksi formalin

41 | P a g e

42 | P a g e

Vous aimerez peut-être aussi