Vous êtes sur la page 1sur 17

I.

IDENTIFIKASI PASIEN
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Pekerjaan
Suku bangsa
Agama
Status

: Tn K
: 60 tahun
: Laki-laki
: Jl rawa mangun hanura
: Buruh bangunan
: Jawa
: Islam
: Menikah

II.ANAMNESIS
Keluhan utama
: Terdapat bercak di badan dan anggota gerak
Keluhan tambahan : Os mengaku kesemutan pada anggota gerak
Riwayat penyakit :
Sejak 4 bulan yang lalu OS mengeluh muncul bercak kemerahan di
badan dan anggota gerak. Os mengaku awalnya timbul bercak kemerahan
di atas dada sebelah kanan, 3 minggu kemudian muncul bercak yang sama
pada kedua kedua paha dan lutut. Os menyangkal adanya gatal dan perih
pada bercak tersebut. Os juga menyangkal adanya keluhan demam pada
dirinya, tetapi Os mengeluh sering merasa kesemutan pada kedua kakinya.
Di tempat ia bekerja Os mengaku temannya mempunyai sakit yang sama
dan sembuh.

Pengobatan yang pernah didapat :


OS mengaku sudah pernah berobat ke puskesmas namun keluhan
tak kunjung sembuh.
Penyakit lain yang pernah diderita :
OS menyangkal adanya riwayat kencing manis, darah tinggi dan
penyakit jantung. Namun os mengaku pernah mempunyai riwayat TB 2
tahun yang lalu dan sembuh.

Riwayat alergi obat :


Os mengaku adanya alergi terhadap Amoxicilin.

III.

STATUS GENERALIS
Keadaan umum
Kesadaran
Status gizi
Tanda vital
a. Tekanan darah
b. Nadi
c. RR
d. Suhu
Thorax
Abdomen
KGB

IV.

: Baik
: Compos mentis
: Baik
: 120/80 mmHg
: 65x/menit
: 20x/menit
: 36, 7 C
: DBN
: DBN
: DBN

e. BB : 55 Kg
f. TB : 165 Cm
g. Bentuk badan: Normal

STATUS DERMATOLOGIS
Pada thorax dextra dan ekstremitas inferior tampak plak/makula
eritema, batas tidak tegas, multipel, sebagian tampak lesi Punched Out.

V. LABORATORIUM
Hb
Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
GDS
Kolesterol total
LDL
HDL
Trigliserida

VI.

: 10
: 20.000
: 3,9
: 40 %
: 250.000
: 100
:
:
:
:

Ureum
Kreatinin
SGOT
SGPT
Elektrolit
Natrium
Kalium
Clorida
Calsium

:
:
:
:
:
:
:
:

RESUME
Seorang laki-laki 60 tahun datang ke klinik dengan keluhan
terdapat bercak di badan dan anggota gerak. Keluhan sudah dirasakan
sejak 4 bulan yang lalu. Pasien tidak mengeluh gatal, dan nyeri pada
bercak tersebut. Pasien juga mengeluh sering merasa kesemutan pada
2

kedua kakinya. Pada pemeriksaan fisik di thorax dextra dan


ekstremitas inferior, tampak plak/makula eritema, batas tidak tegas,
multipel, sebagian tampak lesi Punched Out.

VII. DIAGNOSIS BANDING


1. Morbus Hansen tipe MB
2. Psoriasis
3. Tinea Versikolor

VIII. DIAGNOSIS KERJA


Morbus Hansen tipe MB

IX.

PENATALAKSANAAN
1. Non medikamentosa
a. Jaga kebersihan tubuh
b. Mandi 3 kali sehari
c. Tidak memakai handuk atau pakaian secara bersamaan
d. Bila obat habis segera pergi berobat
2. Medikamentosa
a. Rifampisin
450.600/kgBB
b. Vit B1,B6,B12

Ofloxacin
400 mg/kgBB

selama 8 minggu

X.PEMERIKSAAN ANJURAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pengecatan Ziehl Nielsen


Pemeriksaan fungsi sensorik (raba, nyeri, suhu)
Fungsi motorik
Fungsi otonom
Pemeriksaan dengan kerokan kulit KOH
Pemeriksaan Histopatologi

Pemeriksaan Serologis
1. Lepromin test
2. MLPA ( Mycobacterium Lepra Partikel Agglutination )
3. PCR ( Polimerase Chain Reaction )

XI.

PROGNOSIS
Dubia et bonam

: Baik

Dubi et malam

: Buruk bila terdapat ulkus

Tinjauan Pustaka
1. Definisi MH
Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama menyerang saraf tepi,
selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas,
sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan testis kecuali susunan saraf
pusat. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi dapat asimtomatik, namun
sebagian kecil memperlihatkan gejala dan mempunyai kecenderungan untuk
menjadi cacat, khususnya pada tangan dan kaki.
2. Epidemiologi
Sampai saat ini epidemiologi penyakit kusta belum sepenuhnya diketahui
secara pasti. Penyakit kusta tersebar di seluruh dunia terutama di daerah tropis
dan subtropis. Dapat menyerang semua umur, frekwensi tertinggi pada
kelompok umur antara 30-50 tahun dan lebih sering mengenai laki-laki
daripada wanita.
Menurut WHO (2002), diantara 122 negara yang endemik pada tahun
1985 dijumpai 107 negara telah mencapai target eliminasi kusta dibawah 1 per
10.000 penduduk pada tahun 2000. Pada tahun 2006 WHO mencatat masih
ada 15 negara yang melaporkan 1000 atau lebih penderita baru selama tahun
2006. Lima belas negara ini mempunyai kontribusi 94% dari seluruh penderita
baru didunia. Indonesia menempati urutan prevalensi ketiga setelah India, dan
Brazil.
Di Indonesia penderita kusta terdapat hampir pada seluruh propinsi dengan
pola penyebaran yang tidak merata. Meskipun pada pertengahan tahun 2000
Indonesia secara nasional sudah mencapai eliminasi kusta namun pada tahun
4

tahun 2002 sampai dengan tahun 2006 terjadi peningkatan penderita kusta
baru. Pada tahun 2006 jumlah penderita kusta baru di Indonesia sebanyak
17.921 orang. Propinsi terbanyak melaporkan penderita kusta baru adalah
Maluku, Papua, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan dengan prevalensi lebih
besar dari 20 per 100.000 penduduk.2,72 Pada tahun 2010, tercatat 17.012
kasus baru kusta di Indonesia dengan angka prevalensi 7,22 per 100.000
penduduk sedangkan pada tahun 2011, tercatat 19.371 kasus baru kusta di
Indonesia dengan angka prevalensi 8,03 per 100.000 penduduk.
3. Etiologi
Kuman penyebab penyakit kusta adalah M.leprae yang ditemukan oleh
GH Armauer Hansen, seorang sarjana dari Norwegia pada tahun 1873. Kuman
ini bersifat tahan asam, berbentuk batang dengan ukuran 1-8 mikron dan lebar
0,2- 0,5 mikron, biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup
dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat dikultur
dalam media buatan. Kuman ini juga dapat menyebabkan infeksi sistemik
pada binatang armadilo.
Secara skematik struktur M.leprae terdiri dari :
A.Kapsul
Disekeliling organisme terdapat suatu zona transparan elektron dari bahan
berbusa atau vesikular, yang diproduksi dan secara struktur khas bentuk M.
leprae.

Zona

transparan

ini

terdiri

dari

dua

lipid,

phthioceroldimycoserosate,yang dianggap memegang peranan protektif pasif,


dan suatu phenolic glycolipid, yang terdiri dari tiga molekul gula hasil metilasi
yang dihubungkan melalui molekul fenol pada lemak (phthiocerol). Trisakarida
memberikan sifat kimia yang unik dan sifat antigenikyang spesifik terhadap M.
Leprae.

B. Dinding sel
Dinding sel terdiri dari dua lapis, yaitu:
a. Lapisan luar bersifat transparan elektron dan mengandung lipopolisakarida
yang terdiri dari rantai cabang arabinogalactan yang diesterifikasi dengan
rantai panjang asam mikolat ,mirip dengan yang ditemukan pada
Mycobacteria lainnya.
b. Dinding dalam terdiri dari peptidoglycan: karbohidrat yang dihubungkan
melalui peptida-peptida yang memiliki rangkaian asam-amino yang
mungkin spesifik untuk M. Leprae walaupun peptida ini terlalu sedikit untuk
digunakan sebagai antigen diagnostik.
C. Membran
Tepat di bawah dinding sel, dan melekat padanya, adalah suatu membran
yang khusus untuk transport molekul-molekul ke dalam dan keluar organisme.
Membran terdiri dari lipid dan protein. Protein sebagian besar berupa enzim dan
Secara teori merupakan target yang baik untuk kemoterapi. Protein ini juga dapat
membentukantigen protein permukaan yang diekstraksi dari dinding sel M.
Leprae yang sudah terganggu dan dianalisa secara luas.\
D. Sitoplasma
Bagian dalam sel mengandung granul-granul penyimpanan, material
genetik asam deoksiribonukleat (DNA), dan ribosom yang merupakan protein
yang penting dalam translasi dan multiplikasi. Analisis DNA berguna dalam
mengkonfirmasi identitas sebagaiM. lepraedari mycobacteriayang diisolasi dari
armadillo liar, dan menunjukkan bahwa M. leprae, walaupun berbeda secara
genetik, terkait erat dengan M. Tuberculosis dan M. Scrofulaceum
6

4. Klasifikasi
Setelah seseorang didiagnosis menderita kusta, maka untuk tahap
selanjutnya harus ditetapkan tipe atau klasifikasinya. Penyakit kusta dapat
diklasifikasikan berdasarkan manifestasi klinis (jumlah lesi, jumlah saraf yang
terganggu), hasil pemeriksaan bakteriologi, pemeriksaan histopatologi dan
pemeriksaan imunologi.
Klasifikasi bertujuan untuk :
A.Menentukan rejimen pengobatan, prognosis dan komplikasi.
B.Perencanaan operasional, seperti menemukan pasien-pasien yang
menularkan dan memiliki nilai epidemiologi yang tinggi sebagai target
utama pengobatan.
C.Identifikasi pasien yang kemungkinan besar akan menderita cacat.
Terdapat banyak jenis klasifikasi penyakit kusta diantaranya adalah
klasifikasi Madrid, klasifikasi Ridley-Jopling, klasifikasi India dan klasifikasi
menurut WHO.
A. Klasifikasi Internasional: klasifikasi Madrid (1953)
Pada klasifikasi ini penyakit kusta dibagi atas Indeterminate (I),
Tuberculoid(T), Borderline-Dimorphous(B), Lepromatous(L).Klasifikasi ini
merupakan klasifikasi paling sederhana berdasarkan manifestasi klinis,
pemeriksaan bakteriologis, dan pemeriksaan histopatologi, sesuai rekomendasi
dari International Leprosy Associationdi Madrid tahun 1953.
B. Klasifikasi Ridley-Jopling (1966)
Pada klasifikasi ini penyakit kusta adalah suatu spektrum klinis mulai dari
daya kekebalan tubuhnya rendah pada suatu sisi sampai mereka yang memiliki
kekebalan yang tinggi terhadap M.leprae di sisi yang lainnya. Kekebalan
seluler (cell mediated imunity= CMI) seseorang yang akan menentukan
apakah dia akan menderita kusta apabila individu tersebut mendapat infeksi

M.leprae dan tipe kusta yang akan dideritanya pada spektrum penyakit kusta.
Sistem klasifikasi ini banyak digunakan pada penelitian penyakit kusta, karena
bisa menjelaskan hubungan antara interaksi kuman dengan respon imunologi
seseorang, terutama respon imun seluler spesifik.
Kelima tipe kusta menurut Ridley-Jopling adalah tipe Lepromatous (LL),
tipe BorderlineLepromatous(BL),tipe Mid-1,4 Borderline(BB), tipe Borderline
Tuberculoid (BT), dan tipe Tuberculoid (T).
C. Klasifikasi menurut WHO
Pada tahun 1982, WHO mengembangkan klasifikasi untuk memudahkan
pengobatan dilapangan. Dalam klasifikasi ini seluruh penderita kusta hanya
dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe Pausibasiler (PB) dan tipe Multibasiler (MB).
Sampai saat ini Departemen Kesehatan Indonesia menerapkan klasifikasi
menurut WHO sebagai pedoman pengobatan penderita kusta. Dasar dari
klasifikasi ini berdasarkan manifestasi klinis dan hasil pemeriksaan
bakteriologi.
Tabel 1. Pedoman utama dalam menentukan klasifikasi/ tipe penyakit
kusta menurut WHO (1982)
Tanda utama
Bercak Kusta
Penebalan saraf tepi
yang disertai dengan
gangguan fungsi
(gangguan fungsi bisa
berupa kurang/mati
rasa atau kelemahan
otot yang dipersarafi
oleh saraf yang
bersangkutan.
Pemeriksaan
Bakteriologi (BTA)

PB
Jumlah 1 sampai
dengan 5
Hanya satu saraf

MB
Jumlah lebih dari 5

BTA (-)

BTA (+)

Lebih dari satu saraf

Tabel 2. Tanda lain yang dapat dipertimbangkan dalam penentuan klasifikasi


menurut WHO (1982) pada penderita kusta
Kelainan kulit dan hasil

Paubasiler (PB)

Multibasiler (MB)

pemeriksaan
1.Bercak (makula) mati rasa
a.ukuran
Kecil dan besar
Besar-besar
b.distribusi
Unilateral atau bilateral Bilateral simetris
asimetris
c.konsistensi
Kering dan kasar
d.Batas
tegas
e.Kehilangan rasa pada Selalu ada dan tegas

Halus mengkilat
Kurang tegas
Biasanya tidak

bercak

jika ada, terjadi pada

f.Kehilangan

yang sudah lanjut


Biasanya tidak jelas,

Selalu ada dan jelas

kemampuan

jika ada terjadi pada

berkeringat, rambut
rontok pada bercak
2.Infiltrat
a.kulit
b.Membran mukosa
c.Ciri-ciri

jelas,

yang sudah lanjut

Tidak ada

Ada,

kadang-kadang

Tidak pernah ada

tidak ada
Ada,
kadang-kadang

Central healing

tidak ada
-Punched out lesion
-Madarosis
-Ginekomasti
-Hidung pelana

d.nodulus
e.deformitas

-Suara sengau
Kadang-kadang ada
Biasanya asimetris

Tidak ada
Terjadi dini

5. Diagnosis
Untuk menetapkan diagnosa penyakit kusta didasarkan pada penemuan
9

gejala-gejala utama atau Cardinal signs, yaitu :


a. Lesi kulit yang mati rasaKelainan kulit dapat berupa bercak keputih-putihan
(hipopigmentsi) atau kemerahan (eritematous) yang mati rasa.
b. Penebalan saraf yang disertai dengan gangguan fungsi Penebalan gangguan
fungsi saraf yang terjadi merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi
(neuritis perifer) dan tergantung area yang dilayani oleh saraf tersebut, dan
dapat berupa :
1.Gangguan fungsi sensorik: mati rasa/ kurang rasa
2.Gangguan fungsi motorik : paresis atau paralysis
3.Gangguan fungsi otonom: kulit kering, retak, edema.
c. Basil tahan asam (BTA)Bahan pemeriksaan diambil dari kerokan kulit (skin
smear) pada cuping telinga serta bagian aktif suatu lesi kulit. Bila pada kulit
atau saraf seseorang ditemukan kelainan yang tidak khas untuk penyakit
kulit lain dan menurut pengalaman kemungkinan besar mengarah ke kusta,
maka kita dapat menetapkan seseorang tersebut sebagai suspek kusta.
Untuk menegakkan diagnosis kusta, diperlukan paling sedikit satu tanda
utama. Tanpa tanda utama, seseorang hanya boleh ditetapkan sebagai tersangka
(suspek) kusta.
Pemeriksaan apusan kulit (skin smear) beberapa tahun terakhir tidak
diwajibkan dalam program nasional untuk penegakan diagnosis kusta. Tetapi saat
ini program nasional mengambil kebijakan untuk mengaktifkan kembali
pemeriksaan skin smear. Pemeriksaan skin smearbanyak berguna untuk
mempercepat penegakan diagnosis karena sekitar 7-10% penderita yang datang
dengan lesi PB yang meragukan merupakan kasus MB yang dini. Bila
pemeriksaan bakteriologis tersebut juga tidak ditemukan BTA, maka tersangka
perlu diamati dan diperiksa ulang 3-6 bulan kemudian atau dirujuk ke dokter
spesialis kulit hingga diagnosa dapat ditegakan atau disingkirkan (Ditjen PPM dan
PL 2007 dalamOlii, 2009).

10

6. Penularan
Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi menurut sebagian besar
ahli melalui saluran pernapasan (inhalasi) dan kulit (kontak langsung yang
lama dan erat). Kuman mencapai permukaan kulit melalui folikel rambut,
kelenjar keringat, dan diduga juga melalui air susu ibu. Tempat implantasi
tidak selalu menjadi tempat lesi pertama.
Cara penularan melalui kontak langsung maupun tidak langsung, melalui
kulit yang ada lukanya atau lecet, dengan kontak yang lama dan berulangulang.
Anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita mempunyai
resiko tertular lebih besar.
Kusta dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan dari pada
orang dewasa. Frekuensi tertinggi pada kelompok dewasa ialah umur 25-35
tahun, sedangkan pada kelompok anak umur 10-12 tahun.
7. Pengobatan dan pencegahan
A. Pengobatan
1.Lepra tipe PB
Jenis dan obat untuk orang dewasa
Pengobatan bulanan : Hari pertama (diminum didepan petugas)
a.2 kapsul Rifampisin 300 mg (600 mg)
b.1 tablet Dapsone (DDS 100 mg)
Pengobatan hari ke 2-28 (dibawa pulang)
a.1 tablet dapson (DDS 100 mg) 1 Blister untuk 1 bulan
Lama pengobatan : 6 Blister diminum selama 6-9 bulan
2.Lepra tipe MB
Jenis dan dosis untuk orang dewasa :
Pengobatan Bulanan : Hari pertama (Dosis diminum di depan petugas)
a.2 kapsul Rifampisin 300 mg (600 mg)
b.3 kapsul Lampren 100 mg (300 mg)
c.1 tablet Dapsone (DDS 100 mg)
11

Pengobatan Bulanan : Hari ke 2-28


a.1 tablet Lampren 50 mg
b.1 tablet Dapsone (DDS 100 mg)
1 blister untuk 1 bulan
Lama Pengobatan : 12 Blister diminum selama 12-18 bulan
3.Dosis MDT menurut umur
Pedoman praktis untuk pemberian MDT bagi penderita kusta tipe
PB digunakan bagan sebagai berikut :
Nama obat <5 tahun

5-9 tahun

10-14

>15 tahun

Keteranga

Rifampisi

300mg/bl

tahun
450mg/bl

600mg/bln

n
Minum

didepan

50mg/hari

100mg/har

petugas
Minum

didepan

100mg/har

petugas
Minum di

rumah

Berdasarka
DDS

25mg/hari

berat

badan

25mg/hari

50mg/hari

Pedoman praktis untuk pemberian MDT bagi penderita kusta tipe MB digunakan
bagan sebagai berikut :
Nama obat

<5tahun

5-9 tahun

10-14

12

>15 tahun

Keterangan

Rifampisin

300

tahun
450 mg/bln

600

Minum

mg/bln

depan

100

petugas
Minum

mg/hari

depan

50 mg/hari

100

petugas
Minum

di

150 mg/bln

mg/hari
300

rumah
Minum

di

mg/bln

depan

mg/bln
25
Berdasarka
DDS

berat

badan

50 mg/hari

mg/hari
25
mg/hari
100
mg/bln

Clofazimin
50 mg 2 50

kali

setiap

seminggu

hari

mg 50
2 mg/hari

petugas
Minum

di

di

di

rumah

Dosis bagi anak berusia dibawah 5 tahun disesuaikan dengan berat badan
a.Rifampisin : 10-15 mg/ kg BB
b.DDS : 1-2 mg/ kg BB
c.Clofazimin : 1 mg/ kg BB

B. Pencegahan
Hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk penyakit kusta. Dari hasil
penelitian dibuktikan bahwa kuman kusta yang masih utuh bentuknya,
lebih besar kemungkinan menimbulkan penularan dibandingkan dengan
yang tidak utuh. Jadi faktor pengobatan adalah amat penting dimana kusta
13

dapat dihancurkan, sehingga penularan dapat dicegah. Disini letak salah


satu peranan penyuluhan kesehatan kepada penderita untukmenganjurkan
kepada penderita untuk berobat secara teratur.
Sementara itu, usaha pencegahan pribadi adalah menghindari
kontak dengan penderita. Bila kontak ini tak dapat dihindari maka hygiene
badan cukup menjamin pencegahannya. Hygiene lingkungan yang baik
dan makanan yang sehat cukup kwalitas maupun kwantitasnya. Usaha
pencegahan untuk masyarakat, dilaksanakan dengan menghilangkan
sumber penularan yaitu dengan mengobati semua penderita.
Pengobatan kepada penderita kusta adalah merupakan salah satu
cara pemutusan mata rantai penularan. Kuman kusta diluar tubuh manusia
dapat hidup 24-48 jam dan ada yang berpendapat sampai 7 hari, ini
tergantung dari suhu dan cuaca diluar tubuh manusia tersebut. Makin
panas cuaca makin cepatlah kuman kusta mati. Jadi dalam hal ini
pentingnya sinar matahari masuk ke dalam rumah dan hindarkan
terjadinya tempat-tempat yang lembab.
Mengingat bahwa pengobatan dapat menghentikan penularan maka
pemberantasannya dilakukan dengan tiga usaha pokok yaitu:
1.Mencari dan menemukan semua penderita (case finding) dalam
masyarakat untuk diberikan pengobatan yang sebaik-baiknya.
2.Mengobati dan mengikuti penderita (case holding)
a.Pengobatan dilaksanakan di poliklinik yang semudah mungkin dicapai
penderita.
b.Bila penderita tidak datang berobat ke poliklinik, dilakukan kunjungan
rumah untuk diberikan pengobatan dan penerangan.
c.Setiap penderita pindah alamat harus diikuti dengan teliti agar ia tidak
lepas dari pengobatan dan perawatan. Hal ini perlu dilakukan karena

14

jangka waktu pengobatannya sangat lama, minimal tiga tahun terus


menerus.
3.Pendidikan kesehatan tentang penyakit lepra kepada masyarakat :
a.Agar masyarakat mempunyai pengertian yang wajar tentang penyakit
lepra tanpa membesar-besarkannya maupun mengecilkannya.
b.Agar masyarakat dapat mengenal gejala penyakit lepra pada tingkat
awal, sehingga pengobatan dapat segera diberikan supaya memudahkan
penyembuhan dan mencegah terjadinya kecacatan.
c.Agar masyarakat tahu bahwa penyakit lepra dapat disembuhkan asal
pengobatan dilaksanakan secara teratur. Pentingnya pengobatan ini tidak
hanya untuk penyembuhan saja, melainkan juga untuk mencegah
penularan kepada anggota keluarga dan masyarakat sekitarnya.
d.Agar masyarakat menyadari bahwa penghuni serumah (contact person)
harus memeriksakan diri setiap tahun untuk menemukan kasus-kasus
yang dini.
8. Evaluasi pengobatan
Evaluasi pengobatan menurut Buku Panduan Pemberantasan Penyakit Kusta
adalah sebagai berikut :
a.Pasien PB yang telah mendapat pengobatan MDT 6 dosis dalam waktu 6-9
bulan dinyatakan RFT tanpa diharuskan menjalani pemeriksaan
laboratorium.
b.Pasien MB yang telah mendapat pengobatan MDT 24 dosis dalam waktu 2436 bulan dinyatakan RFT tanpa diharuskan menjalani pemeriksaan
laboratorium.
c.RFT dapat dilaksanakan setelah dosis dipenuhi tanpa diperlukan
pemeriksaan (surveillance)dan dapat dilakukan oleh petugas kusta.
d.Masa pengamatan.
Pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif:

15

a)Tipe PB selama 2 tahun


b)Tipe MB selama 5 tahun tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium
e.Hilang/Out of Control (OOC)Pasien PB maupun MB dinyatakan hilang
bilamana dalam 1 tahun tidak mengambil obat dan dapat dikeluarkan dari
register pasien.
f.Relaps (kambuh)Terjadi bila lesi aktif kembalisetelah pernah dinyatakan
sembuh atau RFT

16

17

Vous aimerez peut-être aussi