Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
COMBUSTIO
Oleh :
RAHMAN
135070209111077
A. Definisi
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu
sumber panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi
electromagnet (Brunner & Suddarth, 2002). Luka bakar adalah kerusakan pada kulit
diakibatkan oleh panas, kimia atau radio aktif (Wong, 2003).
B. ETIOLOGI
1. Trauma suhu yang berasal dari sumber panas yang kering (api, logam panas)
atau lembab (cairan atau gas panas)
2. Listrik (luka bakar dalam pada daerah luka bakar masuk dan keluar, dapat
menyebabkan henti jantung)
3. Kimia (biasanya terjadi pada kecelakaan industri akibat trauma asam atau basa)
4. Radiasi (awalnya dengan kedalaman sebagian, tetapi dapat berlanjut ke trauma
yang lebih dalam) (Grace, 2006).
C. KLASIFIKASI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
1) Berdasarkan penyebab:
a. Luka bakar karena api
b. Luka bakar karena air panas
c. Luka bakar karena bahan kimia
d. Luka bakar karena listrik
e. Luka bakar karena radiasi
f. Luka bakar karena suhu rendah (frost bite)
2) Berdasarkan kedalaman luka bakar:
a. Luka bakar derajat I
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam
proses penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar
derajat pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan,
terdapat gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis
yang tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang
berwarna merah serta hiperemis. Luka bakar derajat pertama ini hanya
mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam 5- 7 hari, misalnya
tersengat matahari. Luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri
atau hipersensitifitas setempat. Luka derajat pertama akan sembuh tanpa
bekas.
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber
panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi
elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau
ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi
jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami kerusakan
karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning agent. Nekrosis
dan keganasan organ dapat terjadi.
Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan
lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas
dengan suhu sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa.
Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal
periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang
terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase
hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang
berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan
kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler
ke dalam ruanga interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume
darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan
berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi
penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan
ketokelamin
yang
meningkatkan
vasokontriksi
dan
frekuensi
denyut
nadi.
tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel
darah merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan plasma.
Abnormalitas
koagulasi
yang
mencakup
trombositopenia
dan
masa
pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka bakar.
Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi oksigen
oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat hipermetabolisme dan respon
lokal. Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume darah.
Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin
bebas dalam urin. Bila aliran darah lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin
dan mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan
gagal ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor
inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum,
gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka bakar
bereisiko
tinggi
untuk
mengalmai
sepsis.
Hilangnya
kulit
menyebabkan
E. MANIFESTASI KLINIS
Kedalaman
Dan Penyebab
Derajat
Gejala
Penampilan
Perjalanan
Luka
Kesembuhan
Terkena
Satu
Kesemutan,
Memerah,
Kesembuhan
hiperestesia
menjadi putih
lengkap dalam
tersengat
(supersensivita
ketika
matahari,
minimal
Epidermis
(Superfisial):
terkena
ditekan waktu
minggu, terjadi
api
dengan
mereda
intensitas
didinginkan
jika atau
edema
tanpa pengelupasan
kulit
rendah
Derajat
satu
Dua Epidermis
dan Nyeri,
(Partial-
bagian dermis
hiperestesia,
luka
dalam waktu
Thickness):
sensitif
berbintik-bintik
2-3
tersiram air
terhadap
merah,
pembentukan
mendidih,
udara
terbakar
oleh
minggu,
dingin
dan
nyala api
dapat
mengubahnya
menjadi
derajat-
tiga
Derajat
Tiga Epidermis,
Tidak
terasa Kering,
(Full-
keseluruhan dermis
Thickness):
terbakar
api,
nyeri, syok,
bakar
berwarna
(adanya darah
dalam
gosong,
dalam
waktu
kemungkinan
kulit
yang
lama,
listrik
putih diperlukan
pencangkokan,
dan
arus
eskar,
seperti
cairan mendidih
tersengat
luka Pembentukan
(destruksi sel
lemak
parut dan
retak hilangnya
kontur
bagian serta
yang fungsi
hilangnya jari
kemungkinan
tangan
terdapat edema
kulit,
atau
terdapat
luka
ekstrenitas dapat
masuk
dan
terjadi
keluar
(pada
luka
bakar
listrik)
F. PROSES PENYEMBUHAN LUKA BAKAR
Proses yang kemudian pada jaringan rusak ini adalah penyembuhan luka yang
dapat dibagi dalam 3 fase:
1. Fase inflamasi
Fase yang berentang dari terjadinya luka bakar sampai 3-4 hari pasca luka
bakar. Dalam fase ini terjadi perubahan vaskuler dan proliferasi seluler. Daerah
luka mengalami agregasi trombosit dan mengeluarkan serotonin, mulai timbul
epitelisasi.
2. Fase proliferasi
Fase proliferasi disebut fase fibroplasia karena yang terjadi proses proliferasi
fibroblast. Fase ini berlangsung sampai minggu ketiga. Pada fase proliferasi luka
G. PATHWAY
akibat
luka
bakar.
Distensi
lambung
dan
nausea
dapat
I.
kristaloid, seperti larutan Ringers laktat dan atau koloid seperti albumin atau
plasma. Formula yang sering digunakan untuk resusitasi cairan adalah formula
Parkland : 24 jam pertama. Cairan ringer laktat:
4cc x BB (kg) x luas luka bakar (%)
Contoh pria dengan berat badan 80 kg dengan luas luka bakar 25%,
membutuhkan cairan: 4 x 80 x 25 = 8000 cc dalam 24 jam pertama.
jumlah cairan = 4000cc diberikan dalam 8 jam pertama
jumlah cairan sisanya= 4000cc diberikan dalam 16 jam berikutnya
d. Prioritas keempat adalah perawatan luka bakar:
Pembersihan setiap dan pemberian krim antimikroba topikal seperti silver
sulfadiazin (silvadene)
Penggunaan berbagai tipe balutan sintetik atau balutan biologis (tandur kulit)
khususnya pada luka bakar ketebalan penuh (Engram, 1998; Grace, 2006).
K. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Dapatkan riwayat luka bakar: penyebab, waktu, tempat, alergi, obat-obatan
Diagnosa
NOC
NIC
Keperawatan
1
normal
(TD
120/80
mmHg,
nadi
80-100
x/m,
pernapasan
x/m,
suhu
Kerusakan
Risiko infeksi
20
36,5-37,5
C).
integritas Tujuan:
Setelah dilakulakan asuhan
kulit b/d zat kimia
keperawatan selama 2x24
jam,
integritas permukaan
kulit baik.
KH:
- Integritas jaringan kulit
baik/utuh.
- TTV dalam batas normal
(TD 120/80 mmHg, nadi
80-100 x/mnt, pernapasan
20 x/mnt, suhu 36,5-37,5
0
C).
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1x24 jam
tidak terjadi infeksi.
KH:
- Bebas dari tanda dan gejala
infeksi
(tidak
ada
kemerahan di area dekat
luka, suhu kulit normal)
- Keluarga tahu tanda-tanda
infeksi
- Leukosit
dalam
batas
normal
- TTV normal (TD 120/80
mmHg, nadi 80-100 x/m,
pernapasan 20 x/m, suhu
36,5-37,5 0C).
Risiko
ketidakseimbangan
volume cairan
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1x24
jam, volume cairan seimbang
dan adekuat.
KH:
- TTV dalam batas normal (TD
120/80 mmHg, nadi 80-100
x/m, pernapasan 20 x/m,
suhu 36,5-37,5 0C).
- Urine output > 1300 ml/hr.
- Turgor kulit elastis,
mambran mukosa dan lidah,
orientasi pada orang, tempat
dan waktu.
- Mukosa lembab dan tidak
ada tanda-tanda dehidrasi.
keperawat kesehatan.
Kolaborasi untuk pemberian
antibiotik.
Manajemen Cairan:
Monitor adanya faktor-faktor
yang
menyebabkan
defisit
volume cairan.
Monitor total intake dan output
cairan setiap 8 jam atau setiap
jam pada pasien yang tidak
stabil).
Monitor kecenderungan dalam
output cairan selama 3 hari
termasuk semua rute intake dan
output dan catatan warna dan
berat jenis urine.
Monitor setiap hari BB yang
tiba-tiba terutama menurunan
urine output atau kehilangan
cairan aktif.
Manajemen Hipovolemi:
Monitor tanda vital pasien
dengan definisit volume cairan
setiap 15 menit 1 jam pada
pasien
yang
tidak
stabil,
observasi
penurunan
TD
(hipetensi)
tachicardi,
penurunan volume nadi serta
peningkatan/
penurunan
temperatur tubuh.
Monitor turgor kulit, haus, lidah
dan mambran mukosa yang
kering, kesulitan berbicara, kulit
kering,
kelelahan
dan
kesadaran pasien.
Kesediaan air segar dan cairan
oral untuk pasien.
Kaji pengetahuan pasien dan
keluarga
tentang
proses
penyakit dan komplikasi dari
penurunan volume cairan.
Ajarkan pada keluarga tentang
pengukuran intake dan output
cairan.
DAFTAR PUSTAKA
Becker, James M. Essentials of surgery. Philadephia: Saunders Elsevier
Cecily, Lynn Betz. 2009. Buku saku keperawatan pediatri. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku saku. Jakarta: EGC.
Engram, Barbara. 1998. Rencana asuhan keperawatan medikal-bedah. Vol. 3. Jakarta:
EGC.
Grace, Pierce. A. 2006. At a glance Ilmu Bedah. Jakarta: Erlangga.
Herdman, T Heather. 2012. Diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC.
Horne, Mirna M. 2000. Keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa. Jakarta: EGC.
Johnson, etc. 2012. NOC and NIC linkages to NANDA-I and clinical conditions. USA:
Elsevier Mosby
Jong. Wim De. 2005. Luka, luka bakar: Buku ajar ilmu bedah edisi 2. Jakarta: EGC
Kee, Joyce L. 2006. Farmakologi: pendekatan proses keperawatan. Jakarta: EGC.