Vous êtes sur la page 1sur 12

BAB I.

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Kebijakan konservasi sebagai bagian integral dari pembangunan berkelanjutan

pada saat ini masih menghadapi berbagai tantangan yang sangat berat serta kompleksitas
masalah yang saling terkait (Santosa, 2008). Pada sarasehannasionalMembangun
Kemitraan Taman Nasional di Indonesia yang diselenggarakanpada 29 Agustus 1
September 2005 selain terjadi diskursus konservasi dan pengelolaan kawasan konservasi,
juga muncul gagasan dan inisiatif kemitraan di kawasan konservasi dan lindung.
Perencanaan dan penataan ruang, pemberdayaan masyarakat, kelembagaan kolaboratif,
kebijakan dan peraturan, serta sumberdaya manusia adalah hal-hal yang patut direfleksikan
untuk membenahi kondisi konservasi dan kawasan konservasi di Indonesia, termasuk pada
pengelolaan kawasan konservasi paling maju, yaitu Taman Nasional.
Taman Nasional di Indonesia merupakansalah satu kawasan konservasi yang
relatif paling maju baik bentuk maupun sistem pengelolaannya dibandingkan dengan
Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam, Cagar Alam dan Suaka Margasatwa (Santosa,
2008). Hal ini disebabkankarena taman nasional merupakan salah satu model pengelolaan
hutan yang memperhatikan fungsi konservasi, perlindungan dan ekonomi (Wiratno, 2004).
Menurut UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya,
disebutkan bahwataman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian,
ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Keaslian
ekosistem, pembagiannya dalam sistem zonasi dan berbagai manfaat yangmelekat

menuntutdilakukannya pengelolaan taman nasional secara berkelanjutan sebagai bagian


integral dari pembangunan nasional(Brockington et al, 2008).
Dinamikapengelolaan konservasi dan kawasan konservasi di Indonesia dalam UU
No. 5 tahun 1990 sangat dipengaruhi oleh Strategi Konservasi Dunia - International Union
for Conservation of Nature and Natural / IUCN (Santosa, 2008). Kategorisasi kawasan
konservasi IUCN diadopsi di dalam UU No. 5 Tahun 1990, tetapi terdapat kelemahan
karena konsep IUCN dalam membangun kawasan konservasi lebih banyak mengadopsi
situasi di negara maju, sehingga tidak sepenuhnya cocok untuk negara berkembang seperti
Indonesia. Realitas karakteristik politik, kelembagaan dan masyarakat yang berbeda
merupakan tantangan sekaligus peluang pengelolaan berkelanjutan yang sesuai dengan
karakteristik setempat, sehingga dimensi dan atribut dalam pengelolaan taman nasional
berkelanjutan seharusnya memberikanstrategi pendekatanyangberbeda.
Konsep dimensi dalam pengelolaan taman nasional berkelanjutan tidak dibatasi
pada aspekfisik saja, tetapi meliputiruang abstrak dan terbebas dari ruang fisik yang
ditempati manusia. Dimensi juga dapat merujuk pada struktur konstituen dari semua ruang
(volum) dan posisinya dalam waktu serta cakupan spasial obyek-obyek di dalamnya
(Banchoff, 1996). Aspek lebih terperinci dari dimensi disebut atribut atau indikator
yangdidefinisikan sebagai variabel atau komponen dari ekosistem hutan atau sistem
pengelolaan yang digunakan untuk menyimpulkan status suatu kriteria (CIFOR, 1999).
Dimensi dan atribut pengelolaan berkelanjutan dalam penelitian inidiperoleh
berdasarkan kajian atas 3 (tiga) acuan pengelolaan berkelanjutan kawasan hutan, yaitu; 1)
Guidelines for Management Planning of Protected Areas yang dikembangkan oleh World

Commision on Protected Area - International Union for Conservation of Nature and


Natural Resources (WCPA - IUCN). Panduan ini merupakan set dokumen menggunakan
pendekatan pengelolaan dan hasil yang diinginkan secara bersama sebagai kerangka kerja
dalam pengambilan keputusan, dan diaplikasikan di kawasan konservasi pada jangka waktu
tertentu, 2) Rapid Assessment and Prioritization of Protected Area Management
(RAPPAM) yang dikembangkan oleh World Wildlife Fund (Ervin, 2003). Set RAPPAM
merupakan modifikasi atau pengembangan set yang dibuat oleh IUCN, sehingga memiliki
kemiripan dalam proses dan isinya dan, 3) Acuan Generik dan Indikator Pengelolaan Hutan
yang dikembangkan oleh Center for International Forestry Research (CIFOR). Acuan
generik ini berisi set kriteria dan indikator (K&I) untuk pengelolaan hutan lestari di alam
tropis yang dikelola secara komersial.
Dimensi penelitian juga merupakan kombinasi dimensi pembangunan berkelanjutan
oleh Dahuri et al. (1996), Kay dan Alder (1999), Salim (2004), dan Fauzi dan Anna (2005),
mencakup dimensi ekologi, ekonomi, sosial, hukum, kelembagaan dan teknologi. Hasil
analisis digunakan sebagai dasar untuk membangun model pengelolaan sumber daya
Taman Nasional dengan menggunakan analisis Multidimensional Scaling, analisis
prospektif dan strategi pengembangannya. Dimensi dan atribut tersebut selanjutnya
digunakan sebagai acuan dalam analisis pengelolaan berkelanjutan di Taman Nasional
Gunung Palung yang dikelilingi pemukiman pendudukpada 6 kecamatan, berada di
Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kayong Utara, Propinsi Kalimantan Barat.
Taman

Nasional

Gunung

Palung

(TNGP)

memiliki

luas

90.000

hektar.

Keanekaragaman flora dan faunanya merupakan perwakilan hutan hujan tropis dataran
rendah Indonesia dan salah satu pusat keanekaragaman hayati yang memiliki ekosistem
3

signifikan secara global (McKinnon, 2000; Onda, et al., 2008). Kondisi tersebut
menyebabkan TNGP terpilih sebagai kawasan penyelamatan keanekaragaman hayati
penting oleh European Commision-Indonesia Forest Programme tahun 20032006. Oleh
karena itutujuan pengelolaan TNGP antara lain (BTNGP, 2009):
1.

Melindungi dan melestarikan keberadaan sumberdaya alam hayati yang dimiliki oleh
TNGP khususnya sebagai habitat spesies kunci Orangutan (Pongo pygmeaus
wurmbii);

2.

Memanfaatkan potensi sumberdaya alam hayati yang dimiliki oleh TNGP secara
optimal dan lestari untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu
pengetahuan, pendidikan, budidaya, dan wisata alam terbatas serta kegiatan lain yang
menunjang pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan;
Kondisi sebagian besar kawasan TNGP saat initelah mengalami gangguanakibat

aktivitas manusia, seperti kebakaran hutan, penebangan liar, perladangan liar, permukiman
liar, perburuan liar dan pertambangan liar. Latar belakang berbagai permasalahan mendasar
tersebut antara lain masih adanya ketidaksepahaman antara Balai TNGP (BTNGP) dengan
Pemerintah Daerah dan masyarakat setempat mengenai status dan fungsi TNGP sebagai
kawasan konservasi. Hal ini diindikasikan oleh belum temu gelang tata batas kawasan,
penegakan hukum lemah, database kawasan terbatas, kualitas sumber daya manusia
rendah, dan terbatasnya sarana dan prasarana (BTNGP, 2009). Faktor-faktor tersebut
menyebabkan hampir 9,9% luas kawasan TNGP telah mengalami perambahan dengan
kecenderungan peningkatan 12,8% dalam 5 tahun terakhir dan 3,8% luas kawasan TNGP
mengalami pencurian kayu, dengan kecenderungan peningkatan mencapai10,1% dalam 5
tahun terakhir (Zamzani, 2009).
4

Penelitian Onda et al. (2008) pada kawasan penyanggamenyimpulkan bahwa faktor


utama terjadinya pembalakan hutan di TNGP oleh masyarakat setempat dikarenakan
tingginya jumlah angkatan kerja laki-laki, dibandingkan dengan faktor kemiskinan. Tenaga
kerja laki-laki terserap di sektor pertanian dan perkebunan, sedangkan tenaga kerja
perempuan terserap di sektor pengolahan produk perkebunan dan perikanan. Untuk
meningkatkan kapasitas produksi, masyarakat cenderung melakukan pembukaan hutan.
Banyaknya waktu tidak produktif dari kegiatan pertanian dan perkebunan mendorong
masyarakat untuk mencari pekerjaan lain, salah satunya pengambilan kayu alam di sekitar
dan di dalam kawasan TNGP. Hal ini sudah menjadi tradisi masyarakat sejak awal tahun
1990-an. Terbukanya akses jalan yang membelah TNGP, menghubungkan Kabupaten
Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang dan berhadapan langsung dengan Selat Karimata
memberikan implikasi positif berupa kemudahan dalam pengawasan, namun implikasi
negatif yang memunculkan kerentanan terhadap potensi pencurian sumber daya alamtidak
dapat dihindari (BTNGP, 2009).
PengelolaanTNGPterbagi

dalam

zona-zona

dengan

fungsi

sebagaimana

ditetapkan. Sistem zonasi tersebut membatasi kegiatan-kegiatan diluar peruntukannya yang


berpotensi merubah fungsi kawasan (PP No. 68 tahun 1998). Pengaturan-pengaturan
tersebut menimbulkan kekhawatiran dari berbagai pihak, termasuk masyarakat di sekitar
kawasan TNGP (Rosyid, 2004; Paripurno, 2004). Kekhawatiran tersebut antara lain
berkaitan dengan kemungkinan munculnya konflik perebutan sumber daya lahan,
kesenjangan kemampuan ekonomi dan potensi munculnya keterasingan sosial dan budaya
(Marsono,

2008;

Paripurno,

2004).

Kekhawatiran

dan

ancaman-ancaman

yang

memperlihatkan bahwa TNGP menghadapi ancaman serius, sehingga diperlukan analisa


5

pengelolaan berkelanjutan, yangdapat digunakan untuk membangun strategi pengembangan


yang sesuai, mampumengakomodir berbagai kepentingan dan dapat diterapkanpada tingkat
operasionalnya.

1.2

Rumusan Masalah
Salah satu kendala dalam melakukan pengelolaan berkelanjutan di TNGP terkait

dengan belum adanya kesepahaman mengenai tujuan dan fungsi kawasan, sehingga
berpengaruh terhadap integritas kawasan TNGP dan rendahnya sumber daya pengelolaan.
Permasalahan yang timbul adalah terjadinya tumpang tindih pemanfaatan kawasan untuk
berbagai kepentingan antara Balai TNGP, Pemerintah Daerah Kalimantan Barat (Propinsi
dan Kabupaten) dan masyarakat. Kondisitersebut menyebabkan sulitnya melakukan
assessmentpengelolaan berkelanjutan TNGP yang bersifat multi dimensi dalam jangka
waktu panjang.
Kendala lain yang dihadapi adalah bahwa model pengelolaan kawasan konservasi
yang dikembangkan oleh IUCN dan WWF dibuat atas gagasan pengelolaan kawasan
konservasi di negara-negara maju sehingga belum tentu sesuaiuntuk diterapkan di
Indonesia. Berbagai keterbatasan riset dan SDM menyebabkan model pengelolaan taman
nasional dari negara-negara maju masih diadopsi dalam UU No 5 Tahun 1990 sehingga
menjadi kendala paradigma pengelolaan dan aplikasinya pada level operasional. Penyusun
Guidelines for Management Planning of Protected Areas, Lausche (2011), juga mengakui
bahwa implementasi isi, gaya dan struktur pengelolaan kawasan konservasi akan berbeda
pada setiap negara. Pengetahuan dan pengalaman harus terus ditingkatkan pada level
praktis dan hal-hal mendasar sesuai perkembangan masa kini. Oleh karena itudalam
6

operasionalnyadiperlukan pemahaman terhadap karakteristik dan isu-isu yang berkembang


di

setiap

taman

nasional,

termasuk

TNGP,

sehingga

sebaiknya

perlu

melakukanpenyesuaian dengan kondisi aktual yang ada. Salah satu alternatif untuk
menjawabatas kritik tersebut adalah tersusunnya seperangkat model pengelolaan
berkelanjutan yang dapat diterapkan di TNGP sesuai dengan karakter dan isu-isu strategis
yang berkembangpada kondisi setempat.
Berdasarkan pada uraian permasalahan tersebut diatas, dapat dibuatrumusan
masalah penyusunan model pengelolaan berkelanjutan TNGP adalah sebagai berikut;
1. Bagaimana

menyusun model pengelolaan berkelanjutan yang sesuai, dapat

diterapkandalam mengakomodir kepentingan berbagai pihak?


2. Bagaimana definisi operasional dalam pengelolaan berkelanjutan yang mencakup

berbagai dimensi dan atribut?


3. Bagaimana hasil penilaian terhadap berbagai dimensi dan atribut pengelolaan

berkelanjutan?
4. Bagaimana hasil penilaian pengelolaan berkelanjutan dapat berpengaruh terhadap

formulasi kebijakan pengelolaan di masa yang akan datang?


Solusi permasalahan pengelolaan berkelanjutan TNGP memerlukan pendekatan
multi

dimensi

sehingga konsep pembangunan berkelanjutan dapat

diwujudkan.

Permasalahan pokok yang melatarbelakangi penelitian ini adalah bahwa kebijakan


pengelolaan berkelanjutan TNGPselama ini masih belum didasarkan atas pertimbangan
multi sektoral dan multi dimensi. Oleh karena itu, pertanyaan penelitian yang diajukan
sebagai berikut:
a) Apa saja dimensi utama dalam pengelolaan berkelanjutan TNGP?
7

b) Apa saja atribut untuk masing-masing dimensi dalam pengelolaan berkelanjutan


TNGP?
c) Seberapa besar nilai indeks pengelolaan berkelanjutan TNGP pada saat ini?
d) Bagaimana model pengelolaan TNGP dan skenarionya yang sesuai dengan konsep
pembangunan berkelanjutan?

1.3

Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian dibatasi pada pengelolaan TNGP. Status (kondisi)

keberlanjutan pengelolaan TNGPberdasarkan dimensi dan atribut berpengaruh hasil kajian


atas 3 (tiga) acuan pengelolaan berkelanjutan kawasan hutan yaitu IUCN, WWF dan
CIFOR sertadimensi pengelolaan berkelanjutan yang dikembangkan oleh Dahuri et al.
(1996), Kay dan Alder (1999), Salim (2004), dan Fauzi dan Anna (2005). Penilaian status
keberlanjutan pengelolaan taman nasional saat ini menghasilkan gambaran umum
(snapshot) tentang nilai indeks yang dipetakan. Penentuan atribut-atribut sensitif dari
masing-masing dimensi dilakukan dengan analisis leverage.
1.4

Keaslian Penelitian
Kajian pengelolaan TNGP berkelanjutan merupakan pengejawantahan secara

spesifik pengelolaan kawasan konservasi yang mengakomodir berbagai kepentingan tanpa


mengesampingkan kearifan lokal yang telah terbangun sejak lama. Kajian ini juga
merupakan representasi model pengelolaan yang adaptif berdasarkan situasi yang
berkembang di Indonesia secara ekonomi, politik, kelembagaan, potensi sumber daya dan
dinamika sosial yang muncul. Hal ini menjadi penting karena model pengelolaan taman
nasional di Indonesia saat ini masihmerupakanhasil adopsi dari model yang dikembangkan
8

di negara-negara maju, sehingga memiliki karakteristik kajian dan ruang lingkup yang
berbeda.
Penelitian analisis pengelolaan berkelanjutan di kawasan konservasi penting
dilakukan sebagai acuan pengelolaan berdasarkan karakteristik kawasan setempat.
Pengelolaan kawasan konservasi berkelanjutan dapat memetakan dan mengoptimalkan
berbagai potensi sekaligus mereduksi berbagai ancaman yang muncul, sehingga dapat
mengakomodir kepentingan masyarakat lokal maupun kepentingan regional dan nasional.
Pertimbangan terhadap berbagai dimensi dan atribut yang berkembangsangat membantu
dalam mewujudkan pengelolaan kawasan yang mengintegrasikan berbagai kepentingan.
Oleh karena itu, kajian ini menjadi sangat penting karena belum ada penelitian yang
mengkaji dimensi-dimensi dan atribut-atribut berpengaruh dalam pengelolaan taman
nasional secara komprehensif sesuai dengan karakteristik, potensi dan dinamika
pengelolaan sebagaimana yang terjadi di Indonesia.
Penelitian-penelitian terdahulu mengenai model pengelolaan taman nasional masih
dilakukan secara parsial berdasarkan salah satu dimensi saja, diantaranya penelitian
mengenai model pengelolaan konservasi berbasis ekowisata, berbasis sosial, berbasis resort
maupun tinjauan hukumnya, telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian tersebut antara
lain:
1. Asmin, 2004. Perencanaan Pengembangan Ekowisata Di Kawasan Cagar Alam
Rimbo Panti Kabupaten Pasaman Propinsi Sumatera Barat.
2. Ekasari, 2010. Kajian Pengelolaan Partisipatif Kawasan Konservasi Taman Hutan
Raya Wan Abdul Rahman Propinsi Lampung.

3. Hendarini, 2010. Kajian Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Pariwisata


Alam Kawasan Plawangan-Turgo Taman Nasional Gunung Merapi, Propinsi DI
Yogyakarta.
4. Haryono, 2010. Model Pengembangan Pengelolaan Taman nasional Secara
Terintegrasi. Studi kasus Pengelolaan Berbasis Ekowisata Di Taman Nasional Bukit
Tigapuluh Propinsi Riau dan Jambi.
5. Hastuti, 2010. Kajian Klasifikasi Ekosistem Sebagai Dasar Pengelolaan Taman
Nasional Gunung Merbabu, Propinsi Jawa Tengah.
6. Murwaji, 2009. Pengelolaan Terpadu Taman Nasional Berlandaskan Pendekatan
Hukum Ekonomi Lingkungan; Analisis Penyelamatan Taman Nasional Kutai,
Propinsi Kalimantan Timur.
7. Rifanjani, 2007. Analisis Lanskap Taman Nasional Gunung Palung Dengan
Pendekatan Dimensi Sosial Masyarakat; Studi di Desa Sedahan Jaya Kabupaten
Ketapang. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
8. Maria Yosefhie, Gusti Hardiansyah dan Uke Natalina. Nilai Ekonomi Ekowisata
Taman Nasional Danau Sentarum Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan
Barat. Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Pontianak.
9. Reny Sawitri dan Sofian Iskandar, 2012. Keragaman jenis burung di Taman Nasional
Kepulauan Wakatobi dan Taman Nasional Kepulauan Seribu.
Penelitian ini bersifat menyeluruh untuk mengkaji model pengelolaan berkelanjutan
taman nasional dari berbagai dimensi yang belum pernah dilakukan oleh pihak lain.
Penelitian ini diharapkan memberikan solusi terhadap kritik model pengelolaan yang dibuat
oleh IUCN, WWF dan CIFORsehingga keluarannya diharapkan mampu memberikan cara
10

pandang holistik mengenai model pengelolaan taman nasional yang mengintegrasikan


berbagai aspek pengelolaan secara kuantitatif. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan
dapat diaplikasikan dalam pengelolaan kawasan konservasi di tempat lain, khususnya yang
berbentuk taman nasional.
1.5

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bermaksud membuat model pengelolaan taman nasional berkelanjutan

dengan tinjauan dari berbagai dimensi dan atributyang berpengaruh secara komprehensif,
sehinggatujuan penelitian ini adalah:
1.

Menemukenali dimensi dan atribut yang berpengaruh dalam pengelolaan keberlanjutan


TN Gunung Palung

2.

Menganalisis nilai indeks keberlanjutan pengelolaan TN Gunung Palung

3.

Membangun model pengelolaan secara berkelanjutan di wilayah TN Gunung Palung

1.6

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian model pengelolaan taman nasional diharapkan dapat memberikan

manfaat dalam rangka menentuan arah dan prioritas kebijakan pengelolaan taman nasional
yang berkelanjutan, serta dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap:
a. Pengelola TNGP sebagai masukan penting dalam rangka perencanaan dan
pengelolaan serta penerapannya sesuai kondisi dan kapasitas setempat dalam
pengelolaan TNGP.
b. Pengelolaan

unit-unit

taman

nasional

lainnya

dapat

mengadopsi

dan

mengaplikasikannya melalui modifikasi yang disesuaikan dengan kondisi spesifik di


setiap kawasan tersebut.
c. Ilmu Pengetahuan
11

1. Sebagai bahan referensi dalam pengkajian lebih lanjut terutama dalam bidang
pengelolaan taman nasional.
2. Sebagai dasar pertimbangan metode kuantitatif berbasis pengetahuan dalam
menghasilkan alternatif keputusan.
d. Pemerintah (cq Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
Sebagai acuan pemerintah dalam menyusun prencanaan pengelolaan sumber daya
hutan di TNGP, terutama dalam penentuan prioritas program aksi yang diperlukan.
e. Para pihak lain
1. Sebagai dokumen rujukan penyusunankebijakan bagi para Stakeholders.
2. Sebagai informasi dan referensi bagi stakholders dan masyarakat dalam
pengelolaan sumber daya hutan di TNGP.

12

Vous aimerez peut-être aussi