Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
ANGGOTA :
DESI RATNA SARI
ISMI DIAN KHAIRUNISA HARLENA
MARISA NUR FITRI
RENA RESTIANA FAJRIN
SILVI MIFTAHUL JANNAH
YAHDI
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Proses
pembuatan mentega putih dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga
kami berterima kasih kepada Ibu Iryani selaku Dosen mata kuliah Kimia Pangan yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Proses pembuatan mentega putih. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar isi
Bab I : Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Bab II : Tinjauan Pustaka
A. Pengertian Mentega Putih
B. Sifat Fisik Mentega Putih
C. Perbedaan antara mentega putih dengan margarin
D. Perbedaan mentega putih dengan mentega
E. Jenis jenis mentega putih
F. Plastisitas dan Melting Point
G. Penggunaan Mentega Putih
H. Kandungan Gizi Mentega Putih
I. Kandungan Gizi Minyak Inti Sawit
J. Proses Pembuatan Mentega Putih
a. Hidrogenasi
b. Melt Oil / Fat
c. Blending
d. Kristalisasai dan Prekristalisasi
e. Tempering
f. Shipment
Bab III : Pembahasan
a. Alat
b. Bahan
c. Prosedur Pembuatan
Bab IV : Penutup
a. Kesimpulan
b. Saran
Kepustakaan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
C. Tujuan
1. Dapat mengetahu apa itu shortening
2. Mampu menjelaskan sifat fisik mentega putih
3. Mampu menjelaskan kegunaan mentega putih
4. Mampu menjelaskan kandungan gizi dalam mentega putih dan minyak inti kelapa sawit
yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan mentega putih
5. Mampu menjelaskan perbedaan antara mentega putih dengan Margarine dan mentega
biasa ( Butter )
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Shortening atau mentega putih adalah lemak padat yang bersifat plastis yang banyak
digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan produk pangan seperti roti, cake, biskuit
dan pastry. Penggunaan shortening pada produk pangan bertujuan untuk memperbesar
volume, memperbaiki tekstur, meningkatkan cita rasa dan sebagai bahan pembentuk
krim. Pada umumnya shortening yang ada di Indonesia masih merupakan produk impor
dan terbuat dari lemak hewani. Penggunaan lemak hewani sebagai bahan shortening
mulai dihindari karena mengandung kolesterol yang tinggi dan rektuksi agama dan
kepercayaan tertentu.
Di bidang pangan saat ini minyak sawit dan minyak inti sawit banyak digunakan
sebagai bahan baku pembuatan minyak goreng, margarine, shortening dan vanaspati.
Penggunaan minyak sawit dan minyak inti sawit baik dibidang pangan maupun oleokimia
diharapkan terus dikembangkan sejalan semakin meningkatnya produksi minyak sawit
dan minyak inti sawit.
Secara tehnik minyak sawit dan minyak inti sawit memiliki potensi besar untuk diolah
tanpa melalui proses hidrogenasi menjadi shortening karena mengandung triasilgliserol
yang plastisitasnya dapat diatur sesuai kebutuhan, disamping itu ketersedian minyak sawit
dan minyak inti sawit sangat besar dengan harga yang relatif murah.
Sejak tahun 1934, shortening yang merupakan ester dari asam lemak dengan gliserol
telah dipasarkan dan senyawa shortening ini dikenal dengan monogliserida dan
digliserida.
Saat ini monogliserida dan digliserida untuk industri pangan diproduksi secara
gliserolisis kimia yang membutuhkan energi yang tinggi, dan menghasilkan produk yang
berwarna gelap, aroma yang tidak disukai serta menghasilkan produk samping yang
bersifat racun bagi manusia. Maka reaksi gliserolisis enzimatik merupakan salah satu
alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan dari
reaksi gliserolisis kimia. Reaksi gliserolisis enzimatik banyak memperoleh perhatian
karena menghasilkan monogliserida dan digliserida yang lebih aman, biaya produksi
lebih murah dan menghasilkan produk samping yang lebih sedikit.
Beberapa penelitian tentang pembuatan minyak nabati kaya asam lemak n-3 dengan
proses enzimatik telah dilaporkan, yang umumnya menggunakan lipase sebagai
katalisator. Jenis lipase yang telah digunakan untuk sintesis minyak nabati yang kaya
asam lemak n-3 ini umumnya merupakan lipase mikrobial, yang harganya relatif mahal
karena membutuhkan proses produksi, ekstraksi dan isolasi yang relatif rumit. Hal ini
merupakan salah satu kendala dalam reaksi enzimatik.
Oleh karena itu upaya untuk memperoleh sumber lipase yang murah sangat
dibutuhkan . Salah satu bahan alami murah yang diketahui memiliki aktifitas lipase
adalah dedak padi. Lipase ini merupakan faktor utama yang menyebabkan minyak dedak
padi memiliki kandungan asam lemak bebas yang tinggi mencapai 40-50%. Disamping
memiliki aktifitas hidrolitik, lipase dedak padi juga memiliki aktifitas esterifikasi yang
tinggi. Selain itu enzin lipase dapat di kategorikan sebagai enzim immobil tanpa melalui
proses isolasi atau pemurnian dedak padi.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk memanfaatkan enzim lipase dari
dedak padi sebagai katalis dalam pembuatan shortening secara gliserolisis dari campuran
RBD stearin dengan minyak inti sawit.
produk
shortening
dimulai
sejak
awal
tahun
1900-an.
Shorteningmemiliki kestabilan yang sangat baik dalam masa simpannya, sehingga tidak
diperlukan proses refrigerasi saat penyimpanan. Selain itu, produk shortening memiliki
smoke point yang lebih rendah dan harga yang lebih murah dibandingkan dengan
butter.Oleh karena alasan-alasan tersebut, maka sejak pertama kali digunakan shortening
sudah sangat digemari oleh konsumen dan sangat popular di kalangan konsumen.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat fisik pada produk shortening adalah plasticity,
consistency, dan struktur. Dari ketiga faktor tersebut, plasticity produk shortening
merupakan faktor utama dan faktor yang paling diperhatikan dalam proses. Kondisi kritis
proses yang sangat menentukan plasticity produk shortening antara lain:
Campuran umpan shortening harus terdiri dari dua fasa, yaitu fasa padatan dan fasa
cairan
Fasa padatan tersebut harus terdispersi dengan baik dan merata dalam keseluruhan
massa campuran. Hal tersebut ditentukan oleh gaya kohesi yang terdapat dalam
campuran. Jarak antara masing-masing partikel padatan harus diusahakan untuk sekecil
mungkin, sehingga fasa cairan dalam campuran tidak dapat mengalir ataupun merembes
keluar dari campuran.
Kedua fasa harus berada dalam proporsi tertentu yang sesuai. Dengan demikian,
partikel padatan dalam campuran tidak membentuk suatu struktur kaku yang saling
bertautan
Kekerasan fisik produk shortening merupakan sebuah fungsi dari tegangan
(gaya) yang diperlukan untuk melelehkan dan mengalirkan produk tersebut. Faktor
utama yang mempengaruhi hal tersebut ialah perbandingan volume antara fasa padatan
dan fasa cairan dalam produk shortening. Semakin tinggi kandungan fasa padatannya,
maka semakin besar pula kemungkinan terjadi suatu struktur kaku yang saling bertautan
sehingga akan membentuk sebuah produk shortening yang keras.Batas maksimum fasa
padatan dalam produk shortening adalah sebesar 52%-volume.Sedangkan batas
minimumnya bervariasi, tergantung pada ukuran partikel dan karakter yang dimiliki fasa
padatan tersebut.Biasanya batas minimumnya bernilai sekitar 5-25%-voulme.
Faktor lain yang mempengaruhi kekerasan produk shortening adalah padatan
yang terbentuk selama proses pembuatan shortening. Suatu produk shortening
mengandung sebuah padatan lemak, yang merupakan kristal-kristal yang terbentuk
secara sempurna ataupun dalam bentuk polymorphic.Komposisi trigliserida dalam lemak
dan metode solidifikasi yang dilakukan akan menentukan proses kritalisasi yang akan
terjadi dan pembentukan polymorphic. Jika umpan yang digunakan terdiri dari
trigliserida yang stabil dalam kondisi , maka seluruh lemak dan minyak berbentuk
polymorphic yang stabil, serta terkristalisasi dalam bentuk jarum-jarum kecil. Produk
shorteningtersebut akan menimbulkan kemampuanaeration yang baik dan cocok untuk
digunakan dalam keperluan pembuatan cake. Sedangkan jika umpan yang digunakan
terdiri dari trigliserida yang stabil dalam kondisi , maka seluruh lemak dan minyak akan
berbentuk polymorphic yang stabil, serta terkristalisasi dalam bentuk granular-granular
yang besar. Produk shortening yang demikian akan memiliki kemampuan aeration yang
buruk dan cocok untuk keperluan pembuatan biskuit. Pada Tabel 1 ditampilkan beberapa
contoh minyak dan lemak yang masing-masingnya memiliki kandungan trigliserida
dan .
Tabel 1.Minyak dan Lemak dengan Kandungan Trigliserida dan
mempertahankan tingkat fleksibilitas yang lebih tinggi dalam produk jadi. Akan tetapi,
butter akan menyebar dengan lebih baik dan membentuk lapisan yang lebih tipis saat
dilelehkan.Selain itu, perbedaan komposisi kimia yang dimiliki oleh shorteningdan butter
juga berdampak pada kandungan energi yang dimiliki oleh masing-masing bahan.Dalam
satu sendok makan butter hanya terkandung energi sebanyak 100 kalori, sedangkan untuk
shortening terkandung energi sebesar 110 kalori.
Perbedaan lain antara shorteningdan butter adalah komponen penyusun yang
terkandung di dalamnya. Butter memiliki kandungan asam lemak jenuh dan kolesterol
yang sangat tinggi di dalamnya, sedangkan shortening hanya mengandung asam lemak
jenuh di dalamnya. Menurut studi di bidang kedokteran, kandungan asam lemak jenuh
dan kolesterol yang tinggi dalam makanan akan menimbulkan efek yang tidak sehat bagi
tubuh manusia. Asam lemak jenuh dan kolesterol dapat mengakibatkan penyumbatan
pembuluh darah arteri pada tubuh manusia.
Shortening
minyak nabati dan
Bahan Baku
Kandungan dan
lemak hewani
100% lemak
Komposisi Kimia
Butter
dairy product
tinggi lemak, masih mengandung
partikel padatan lain dan air
lebih mudah dan lebih cepat meleleh,
Kandungan Energi
(dalam satu sendok
110 kalori
100 kalori
makan)
Komponen Penyusun
Lemak
mempunyai tekstur
Produk Jadi yang
Dihasilkan
besar
Flavor
tidak menghasilkan
flavor
proses
Penggunaan dan
pemanggangan
Aplikasi Sehari-hari
(baking)
Solid shortening
`
shortening memiliki kestabilan yang baik dan tektur yang lembut.Solid shortening tidak
mudah meleleh saat digunakan dalam proses baking atau memasak lainnya, sehingga
solid shortening mempunyai kemampuan untuk menjebak udara dalam sebuah produk
olahan, di mana hal tersebut akan mempengaruhi tekstur akhir produk yang dihasilkan.
Pada umumnya, solid shortening sudah dibuat dengan formulasi tertentu agar memiliki
sifat placticity pada rentang suhu yang kecil, sehingga pada temperatur yang rendah
akan berfasa padatan dan saat temperatur yang tinggi akan berfasa cairan.
White Fat
Bakers Fat
Cake Fat
Pastry Fat
puff pastry
Ada satu jenis shortening yang tidak termasuk dalam pembagian shortening di atas,
yaitu Frying Shortening atau Frying Fat (minyak goreng padat). Frying shortening
dibedakan tersendiri semata-mata karena penggunaannya yang unik yaitu hanya untuk
menggoreng dengan sistem Deep Frying.
3. Pumpable and fluid shortening
Pumpable dan fluid shortening merupakan sebuah cairan minyak yang di dalamnya
terdapat padatan lemak tersuspensi.Hanya saja, pumpable dan fluid shortening memiliki
perbedaan secara fisik.Pumpable shortening biasanya berupa cairan keruh, sedangkan
fluid shortening berupa cairan bening.
Kalori ( Kkal)
884 kkal
Jumlah Lemak
100 g
Lemak jenuh
91 g
1g
2,2g
862 kkal
Jumlah Lemak
100 g
Lemak jenuh
82 g
1,6 g
11
J. Proses PembuatanShortening
1. Hidrogenasi
Hidrogenasi adalah proses adisi hidrogen terhadap ikatan rangkap pada rantai asam
lemak, di mana terjadi penambahan atom hidrogen pada atom karbon yang memiliki ikatan
rangkap. Proses ini merupakan proses modifikasi terhadap sifat fisik dan kimia yang dimiliki
oleh minyak dan lemak. Tujuan dilakukannya.Modifikasi yang terjadi adalah peristiwa
konversi asam lemak tidak jenuh menjadi asam lemak jenuh, akibat terjadinya penghilangan
ikatam rangkap yang terkandung di dalam minyak dan lemak alami. Tujuan dari
dilakukannya proses hidrogenasi adalah:
Untuk melakukan konversi minyak cair menjadi lemak semi-padat atau lemak dengan
tingkat plasticity tertentu sehingga dapat digunakan pada beberapa aplikasi
umpan proses hidrogenasi) bersuhu tinggi dengan gas hidrogen bertekananan tinggi. Dalam
melaksanakan proses hidrogenasi terdapat tiga komponen utama yang harus ada, yaitu panas,
katalis logam, dan gas hidrogen bertekanan. Ketiga komponen tersebut harus diletakkan pada
tempat dan waktu yang bersamaan. Pada awal proses hidrogenasi, dengan bantuan energi
panas atom logam reaktif (katalis logam) akan berikatan dengan gas hidrogen bertekanan.
Kemudian katalis logam yang sudah berikatan dengan hidrogen akan asam lemak tidak jenuh
membentuk suatu senyawa kompleks. Pada saat terbentuk senyawa kompleks, atom hidrogen
yang ada pada senyawa kompleks akan membentuk ikatan dengan atom karbon asam lemak.
Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh akan berubah menjadi asam lemak jenuh. Pada
akhirnya setelah atom hidrogen yang ada pada senyawa kompleks telah berikatan dan masuk
ke dalam molekul asam lemak, senyawa kompleks yang terbentuk tersebut akan terkonversi
kembali menjadi katalis logam dan asam lemak jenuh. Proses hidrogenasi terus dilakukan
hingga tercapainya titik akhir hidrogenasi. Titik akhir hidrogenasi terjadi pada saat (hampir)
seluruh asam lemak tidak jenuh telah terkonversi menjadi asam lemak jenuh. Jika titik akhir
hidrogenasi telah tercapai, maka minyak terhidrogenasi akan didinginkan dan katalis logam
dipisahkan dengan filtrasi.
Proses hidrogenasi harus dilaksanakan pada temperatur yang tinggi, sekitar 1400
225 C, serta menggunakan gas hidrogen dengan tekanan sekitar 60 psig. Perlu diketahui
bahwa proses hidrogenasi merupakan reaksi kimia eksoterm, di mana dalam reaksinya akan
dihasilkan panas reaksi. Selama proses hidrogenasi dilaksanakan, biasanya juga dilakukan
pengadukan pada larutan minyak panas, katalis logam, dan gas hidrogen bertekanan tersebut.
Fungsi dari pengadukan adalah agar hidrogen dapat larut dalam larutan dan berikatan dengan
katalis dan bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh dalam minyak umpan, minyak dan
katalis tercampur, serta melepaskan panas reaksi yang dihasilkan dari proses pemutusan
ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh.
Sesudah
Berfasa cairan
berjenis cis
cis/trans
Dalam aplikasi dunia nyata, proses hidrogenasi dapat dilakukan melalui dua macam cara,
yaitu batch dan continuous. Proses hidrogenasi yang dilakukan secara batch mempunyai
sistem proses dan susunan peralatan yang berbeda dengan proses hidrogenasi yang
dilaksanakan secara continuous. Masing-masing proses hidrogenasi tersebut memiliki
keunggulan dan kelemahan yang berbeda satu dengan lain. Berikut penjelasan mengenai
masing-masing proses hidrogenasi:
dengan agitator dan baffle, peralatan proses hidrogenasi juga dilengkapi dengan filter.
Filter berfungsi untuk memisahkan katalis logam yang tercampur dengan produk akhir
(minyak terhidrogenasi). Filteraidsering digunakan untuk meningkatkan operasi ini.
2. Melt Oil/Fat
Pasca proses hidrogenasi, minyak ataupun lemak nabati maupun hewani akan
terkonversi menjadi minyak dengan fasa semi padat pada temperatur kamar atau minyak
dengan tingkat plastisitas tertentu. Produk pasca proses hidrogenasi ini memiliki umur
simpan yang lebih baik dan bersifat lebih stabil karena lebih tahan terhadap oksidasi. Hal ini
dapat terjadi dikarenakan perubahan asam lemak tidak jenuh di dalam minyak menjadi asam
lemak jenuh melalui penghilangan ikatan rangkap di dalam asam lemak tidak jenuh.
Dalam proses pembuatan shortening, minyak yang telah berada dalam fasa semi padat
kemudian akan diproses lebih lanjut menjadi melt oil/fat (lelehan minyak/lemak). Sumber
minyak atau lemak untuk membuat produk shortening bermacam-macam, biasanya
digunakan minyak yang berasal dari tumbuhan, seperti minyak sawit (olein dan stearin),
minyak kacang kedelai, minyak biji kapas, dan beberapa jenis lemak hewan.Produk
shorteningini biasanya dibuat atau diproduksi dari satu jenis minyak/lemak saja atau dapat
juga diproduksi dari berbagai variasi campuran jenis minyak/lemak.Hal ini sangat tergantung
kepada jenis shortening dan fungsi yang diinginkan dan aplikasi shortening terhadap produk
pangan tertentu.
Trigliserida sebagai penyusun utama minyak/lemak biasanya tersusun atas tiga bentuk
kristal utama, yaitu bentuk alfa, beta, dan beta prime. Bentuk kristal beta merupakan bentuk
kristal yang paling stabil, berukuran cukup besar dan kasar. Sebaliknya, kristal beta prime
berukuran lebih kecil dan halus. Dalam pembuatan shortening ini, bentuk kristal beta prime
merupakan bentuk kristal yang cukup diinginkan untuk aplikasi produk shortening. Bentuk
kristal beta prime ini akan menghasilkan produk shortening yang lebih halus, aerasi yang
baik, dan juga memiliki sifat pembentuk krim yang baik. Berkebalikan dengan beta prime,
bentuk kristal beta yang berukuran lebih besar dan kasar akan menghasilkan produk
shortening dengan granula berukuran besar dan aerasi yang relatif buruk. Oleh karena hal
inilah, seringkali berbagai variasi minyak atau lemak dicampurkan untuk mendapatkan
bentuk kristal beta prime. Bentuk kristal beta prime banyak ditemukan pada minyak sawit
atau jenis minyak yang banyak mengandung asam lemak palmitat, seperti minyak biji kapas.
Jenis minyak lain, seperti lemak kakao dan minyak kacang kedelai, cenderung lebih memiliki
bentuk kristal beta.
3. Blending
Proses pelelehan dari satu jenis minyak/lemak ataupun berbagai jenis campuran
minyak/lemak akan diikuti proses lanjutan, yaitu blending atau pencampuran. Yang dimaksud
dengan pencampuran adalah pencampuran dari satu jenis atau lebih minyak/lemak dan juga
pencampuran beberapa aditif lainnya, seperti plastisizer, emulsifier, dan antioksidan.Setiap
bahan yang ditambahkan merupakan bahan yang larut di dalam lemak.Biasanya bahan-bahan
ini ditambahkan dalam jumlah yang kecil.Penambahan jenis-jenis aditif di atas bergantung
kepada kebutuhan atau tujuan aplikasi dari shortening dan bukan merupakan sesuatu yang
wajib ditambahkan karena biasanya shortening secara keseluruhan hanya terdiri dari minyak
atau lemak.
Salah satu aditif yang cukup sering ditambahkan adalah emulsifier. Emulsifier dapat
ditambahkan sekitar 1-2% dari total shortening yang diproduksi. Biasanya penambahan
emulsifier ini digunakan untuk membuat produk shortening yang lebih fluid atau dengan kata
lain memiliki kadar padatan yang rendah, yaitu sekitar 25-30%. Untuk membuat produk
shortening ini, jumlah emulsifier yang ditambahkan dapat mencapai 10%.
Proses pencampuran biasanya dilakukan secara batch di dalam tangki pencampuran,
namun dengan proses pengadukan yang kontinu. Proses pencampuran biasanya dilakukan
pada rentang temperatur 50-55oC. Pencampuran dilakukan hingga semua bahan beserta
minyak/lemak tercampur secara homogen.
Untuk lebih mengefisiensikan proses, biasanya proses pelelehan minyak/lemak dan
proses pencampuran dilakukan pada satu peralatan yang sama, seperti yang terlihat pada
diagram alir proses pembuatan shortening yang disajikan pada Gambardi bawah ini.
Nomor 1 dari diagram alir proses di atas merupakan peralatan oil blend tank, dimana
campuran minyak/lemak ditambahkan dan dicampurkan sekaligus dilelehkan pada temperatur
kondisi yang sesuai. Setelah minyak/lemak dan beberapa aditif yang perlu ditambahkan telah
tercampur secara homogen, maka minyak/lemak kemudian dialirkan menuju proses
selanjutnya, yaitu proses pre-kristalisasi dan proses kristalisasi.
Berikut
merupakan
beberapa
formula
pencampuran
minyak/lemak
untuk
Plastic Shortening
1
Minyak sawit
50%
50%
Stearin
42%
18%
Minyak rapeseed
40%
Olein terinteresterifikasi
100%
Sedangkan Tabel 6.yang disajikan di bawah ini menunjukkan beberapa formulasi pembutan
shortening bebas lemak trans dan hasil baking test terhadap roti dengan penggunaan masingmasing formula shortening.
Formulasi
1
Minyak sawit
40%
60%
Stearin
50%
Minyak rapeseed
50%
40%
40%
40%
Hasil baking test (persen volume roti per volume standar) 99% 101% 97% 96% 95%
Kristal yang sudah terbentuk bersifat irreversibel dan stabil. Penurunan tingkat
polimorf diperoleh dengan cara melelehkan produk atau mengulang kembali proses. Tipe
kristal akan mempengaruhi tekstur dan sifat-sifat fungsional dari produk: melting point,
kelarutan, panas spesifik dan konstanta dielektrik. Lattice (kisi-kisi) kristal terbentuk ketika
molekul-molekul padatan saling berdekatan untuk membentuk kristal yang stabil, maka
molekul-molekul ini harus berada pada jarak yang sangat dekat satu sama lain.
Supercooling
Karakteristik supercooling dari trigliserida merupakan faktor yang paling kritis pada
plastisisasi lemak/minyak.Lemak masih dapat mempertahankan bentuk cairnya jika
didinginkan dibawah titik lelehnya (solidifikasi dan plastisisasi harus dikontrol).Derajat
supercoolingdan
suhu
supercooling
produk
menentukan
suhu
penanganan
Lemak memiliki karakteristik yang bersifat plastis (mudah dibentuk, dicetak atau
diempukkan) dan berbentuk padat, biasanya dilunakkan dengan cara pencampuran dengan
udara. Lemak yang plastis mengandung kristal gliserida yang padat dan sebagian trigliserida
cair. Apabila lemak didinginkan maka panas akan hilang sehingga memperlambat gerakan
molekul-molekul asam lemak yang ada di trigliserida dalam lemak, maka molekul-molekul
tersebut akan saling tarik menarik karena jarak antar molekul lebih kecil dan saling berikatan
antara trigliserida satu dengan lainnya yang akan membentuk kristal.
Gaya tarik menarik antar molekul yang biasa disebut gaya van der Walls akibatnya
pada asam lemak yaitu asam lemak dalam molekul lemak akan tersusun berjajar dan saling
bertumpuk yang akan berikatan membentuk kristal. Kristal lemak mempunyai bentuk polimer
(relatif tidak stabil), (kristal yang stabil), (intermediet/relatif stabil). Bentuk polimer
yang khas pada asam lemak tergantung pada kondisi terbentuknya kristal, perlakuan tehadap
lemak sesudah kristalisasi, dan komponen-komponen asam lemak. Ketika trigliserida yang
terdiri dari satu jenis asam lemak dilelehkan dan didinginkan secara cepat lemak akan
memadat pada titik leleh terendah. Kristal yang terbentuk disebut kristal . Jika dipanaskan
kembali dan meleleh, dan suhu dijaga diatas titik lelehnya, maka lemak akan memadat
kembali membentuk kristal . Dengan cara yang sama kristal yang stabil dapat diperoleh.
Kristal mempunyai titik leleh yang paling tinggi.Untuk produksi shortening maka lemak
harus mengkristal dalam bentuk .Lemak yang mempunyai kecenderungan untuk berubah
menjadi bentuk apabila dapat menghasilkan margarine atau shortening yang kasar dan
berbutir-butir.
Perbandingan bahan padat dalam lemak sangat penting dalam menentukan sifat fisik
dari suatu produk. Pemadatan lemak tergantung pada kandungan kristal, ukuran serta bentuk
Kristal, dan polimorfisme. Polimorfisme yaitu adanya bentuk kristal yang lebih dari satu
terjadi karena pola susun molekul yang berlainan dalam kristal lemak. Gejala polimorfisme
ditandai dengan terbentuknya kristal bertitik leleh rendah sehingga terjadi perubahan bentuk
yang bertitik leleh lebih tinggi, seperti beberapa lemak berbentuk kristal yang stabil tetapi
dalam lemak lainnya kristal berubah menjadi bentuk intermediet dan akhirnya berubah
menjadi bentuk yang besar-besar.
Polimorfisme dan Struktur Kristal
Lemak mengeras dalam bentuk lebih dari satu jenis kristal. Trigliserida menunjukkan
tiga jenis kristal utama, yaitu , dan , dengan meningkatnya derajat stabilitas dan titik
leleh. Konformasi molekul dan packing dalam kristal masing-masing polimorf telah
dilaporkan. Dalam bentuk , sumbu rantai asam lemak dari trigliserida berorientasi secara
acak dan bentuk yang mengungkapkan kebebasan gerak molekul dengan struktur
heksagonal subcell.
Bentuk dan bentuk adalah sebuah rantai konformasi diperpanjang dengan
ortorombik dan triklinik struktur subcell, masing-masing.Pada sumbu rantai asam lemak
bentuk berorientasi sebaliknya, sedangkan dalam bentuk semua sumbu rantai asam
lemak berorientasi dalam satu jalan.Kristal dari bentuk merupakan kristal yang rapuh
dengan ukuran 5 m dan membutuhkan suhu yang cukup rendah untuk eksis. Kristal
adalah jarum kecil dengan ukuran panjang jarang lebih dari 1 m. Kristal besar dan kasar,
ukurannya sekitar 25-50 m dan dapat tumbuh hingga lebih dari 100 m selama periode
penyimpanan produk diperpanjang. Bentuk bertanggung jawab atas kegagalan kualitas
produk di margarin yang ''berpasir'' dan ''kasar''.Dalam kasus yang berat ini dapat
mengakibatkan pemisahan minyak biasanya digambarkan dengan istilah oiling out. Suhu
penyimpanan yang terlalu tinggi, formulasi campuran minyak yang tidak memadai, atau
kondisi proses mendukung kegagalan produk ini.
Dalam pemadatan atau solidifikasi pada shortening, kebanyakan pabrik modern
menggunakan votator. Dalam proses ini, lemak yang meleleh disuplai dari tangki
penyimpanan ke pompa positive-displacement dan tekanan dipaksa di bawah sekitar 300 psi
melalui bagian pertama dari sistem pendingin kontinyu. Udara, nitrogen, atau gas inert
lainnya untuk dimasukkan ke dalam produk dicampurkan ke sisi pompa pengisap.Lemak cair
tersebut pertama dipaksa melalui precooler di mana suhunya berkurang menjadi sedikit di
atas titik solidifikasi, misalnya pada 110-115F, dan kemudian dipaksa melalui satu atau lebih
silinder dingin dikenal sebagai votatorA-Unit.Dalam votatorA-Unit suhu berkurang menjadi
sekitar 65-75F. Pendinginan berlangsung cepat sehingga lemak meninggalkan A-Unit yang
supercooled. Kristalisasi terjadi pada fluid mass saat dinukleasi oleh kristal yang terkikis dari
dinding votator silinder. Massa ternukleasi ini dimasukkan ke pemanas silinder besar untuk
dikristalisasi lebih lanjut.Biasanya silinder ini disebut B-Unit, ditempatkan sejajar dengan AUnit yang menyediakan agitator yang membuat konten pada suhu agitasi.
Meskipun begitu, beberapa pembentukan kisi kristal dalam produk jadi dianggap
perlu untuk membuat produk tersebut memiliki bentuk sesuai keinginan.Secara teoretis,
pembentukan kisi tersebut dapat benar-benar dicegah dengan mengikuti prosedur yang ada
selama waktu tunda diB-Unit,dengan demikian proses tersebut akan menghasilkan formasi
kristal-kristal tunggal yang saling terikat oleh minyak cair.Produk ini kemudian akan
mencapai tingkat kekenyalan yang maksimum dan akan menjadi pekat atau kental.
Proses yang ditujukkan dalam B-Unit sebaiknya dikontrol secara berhati-hati untuk
menyiapkan sebuah produk yang tahan terhadap periode tempering yang panjang, sehingga
akan mencapai bentuk yang diinginkan. Shortening yang meninggalkan B-Unit tersebut
diambil oleh pompa roda gigi kedua yang memberikan gaya tekanan sekitar 300-400
poundsmelalui katup untuk membuatnya homogen dan sebuah Packet filler. Shortening yang
telah terpaket tersebut setelah itu dikenakan periode tempering.
Dengan demikianwaktu dan ruangan dapat dihemat dan produk dapat segera dikirim
kepada konsumen biasanya sekitar satu hari setelah dipaketkan.Tujuan lain dari penemuan ini
adalah untuk menyediakan sebuah metode yang telah dikembangkan untuk mengontrol
kristalisasi dalam suatu proses manufaktur Shortening, dengan demikian sebuah produk
dengan tingkat kekentalan akhir yang diharapkan mungkin lebih mudah diperoleh.Tujuan
yang lebih jauh dari penemuan tersebut adalah untuk menyediakan suatu proses manufaktur
untuk shortening yang berada dalam suhu ruangan dan dengan sedikit perubahan temperatur
setelah dipaketkan.
Berdasarkan proses penemuannya, setelah pengenalan udara atau gas inert, dan
precooling untuk suhu di atas titik pengkristalan,dan sebelumnya untuk memperkenalkan
Voltator A-Unit, yang tergabung dengan recyle stream yang bekerja secara mekanis, dan
bentuk produk yang terkristalisasi,B-Unit dapat dikatakan bahwa suhu dari feed stream-nya
dikurangi sampai dibawah seeding point-nya dan stream tersebut memiliki inti berupa kristal
kerasyang sangat banyak. Stream campuran merupakan pencampuran Voltator A-Unit dengan
minyak yang sudah di supercooled sedikit sejak proses kristalisasi selesai secaraterpisah
sebelum mencapai unit ini. Slurry meninggalkan A-Unit pada suhu sekitar 70F seperti pada
proses konvensional. Walau bagaimanapun, ada sedikit panas tersembunyidalam slurry sejak
proses kristalisasi, pada titik ini prosesnya hampir selesai. Slurry mencapai B-Unit, dengan
demikian proses kristalisasi selesaisecara menyeluruh, akan tetapi suhu produk meningkat
selama pelepasan panas laten di dalam unit ini, jumlahnya kecil yaitu sekitar 5F.Sebuah
bagian dari stream dari B-Unit dipaksa masuk melalui katup, Packet filler,dan bagian-bagian
lain dari stream dari B-Unit kemudiandialihkan kembali menuju recycle stream untuk
dicampurkan dengan feed stream sebelumnya untuk kemudian dikirim ke Votator AUnit.Produk yang telah dipaketkan tersebut mencapai kekentalan akhir dalam jangka waktu
yang sangat singkat karena stabil dan kristal yang kuat secara mekanik telahdimasukkan
sebelumnya.
Secara ringkas, shortening diproduksi dalam votator atau kombinator. Campuran
minyak pertama-tama dilelehkan lalu diumpankan ke dalam scraped-surface heat exchanger
(A-Unit) di mana minyak sangat dingin (supercooled), yaitu dengan suhu 17C-28C dan
sebagian mengkristal.Selama campuran mengkristal, viskositasnya pun meningkat.Mush atau
bubur tersebut melewati agitator (B-Unit) di manakristalisasi selesai. Kristalisasi dilanjutkan
pada B-Unit di mana temperatur bergantung pada temperatur prekristalisasi.Plastik setengah
cair terbentuk dan diekstrusi ke unit packaging.Gambar A-Unit dan B-Unit ditampilkan pada
gambar 12 dan 13.
Kristalisasi pada bentuk prime ()
adalah bentuk kristal yang diinginkan dalam shortening karena akan meningkatkan
plastisitas. Hal ini juga mengimobilisasi sejumlah besar minyak cair, yang jika bebas, akan
membuat produk melempem. Palm oil dan palm stearin memiliki stabilitas yang sangat
tinggi dalam bentuk dibandingkan minyak tumbuhan lainnya.
5. Tempering
Proses tempering dilakukan untuk mendapatkan tekstur shortening yang cukup baik,
tekstur yang tidak mudah meleleh dengan perubahan suhu.Terumata suhu ketika produk
keluar dari gudang penyimpanan hinga pendstribusian sampai ke tangan konsumen. Metode
yang ada saat ini adalah dengan melakukan tempering di suhu 75-85F selama 24 jam atau
lebih. Hal ini ditujukan agar mendapatkan tekstur shortening yang baik (tidak mudah melelh
pada temperature pemakaian). Optimasi temperature tempering dan waktu tempering
merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembuatan shortening.
Perlakuan yang saat ini dilakukan di industri adalah untuk membuat campuran
trigliserida cair membeku dengan cepat di bawah titik beku lemak. Proses ini dilakukan
dalam Votator unit. Dalam votator unit lemak cair dipompa melewati tubes dingin yang
dilengkapi dengan internal rotating blades untuk menghomogenasikan minyak dan lapisan
lemak padat yang terbentuk.Setelah itu, lemak dingin (supercooled fat) dialirkan untuk
dikristalisasi dengan reaktor beragitator.
Dalam votator unit terjadi kristalisasi sebagain dan diteruskan menjadi kristalisasi
lanjutan di unit B. kristalisasi lanjutan di unit B dilakukan hingga titik kristalisasi maksimum
yang bisa dicapai bahan. Setelah titik kristalisasi maksimum tercapai, terjadi perubahan fisik
pada bahan, yaitu terbentuknya ikatan kohesif antar kristal dalam bahan, atau yang lebih
dikenal dengan transformasi polimorfisme.
Tempering merupakan tahap yang penting. Tanpa tempering, shortening yang
dihasilkan tidak akan mencapai nilai standard viskositas, creaming volume, dan ketahanan
terhadap temperature ambient. Sampai sekarang belum diketahui secara pasti faktor apa saja
yang mempengaruhi proses temperingshortening. Tetapi, beberapa ahli mengasumsikan
shortening harus melalui proses tempering dalam waktu yang cukup lama untuk
menghasilkan kualitas produk yang baik. Oleh karena itu, sebelum dikemas shortening
ditempering pada ruangan khusus selama 48 jam untuk menjaga kualitas produk.
Beberapa ahli menemukan bahwa optimasi proses tempering dengan melakukan
pendinginan pada trigliserida cair agar proses kristalisasi berjalan cepat, kemudian trigliserida
cair dipanaskan secara seragam dengan pemanasan cepat. Dengan proses ini, polimorfisme
trigliserida akan berjalan lebih baik. Karena setiap bentuk akhir Kristal yang terbentuk hanya
perlu dilakukan pemanasan trigliserida yang tidak terlalu lama.
Untuk beberapa jenis triglierida tahap tempering dapat dihilangkan.Proses tempering
ini diganti dengan pemanasan di bawah titik kristalisasi molekul trigliserida. Pemanasan ini
dilakukan dalam reaktor yang tidak berpengaduk agar tidak menganggu proses pembentukan
Kristal itu sendiri. Dalam bahasan Ini akan dibahas lebih lanjut tentang pembentukan lapisan
tipis trigliserida untuk menjaga Kristal dalam kondisi kesetimbangan termal dan menaikkan
suhu kristalisasi dengan dielectric heating untuk menjaga keseragaman kristal yang
terbentuk. Untuk memperbaiki jenis kristal yang dibentuk, pertama triglisrida dibuat cair
terlebih dahulu. Kemudian dinginkan tepat pada suhu kristalisasi mulai.Kemudian panaskan
lagi trigliserida agar tercipta kondisi yang seragam.Pada industri, pendinginan ini dilakukan
dalam unit Votator hingga suhu 60-65F, sementara pemanasan dilakukan dalam unit B
hingga suhu 75-85F
6. Shipment
Permintaan akanshortening semakin hari semakin bertambah. Oleh karena itu
dibutuhkan pengemasan yang mampu memastikan kualitas shortening terjaga bahkan sampai
konsumn yang berada di luar negeri sekalipun.Waktu pengiriman produk juga harus
memperhatikan tanggal kadaluarsa dari produk, sehingga ketika produk mencapai tangan
konsumen dapat dipastikan bahwa produk masih dalam batas aman untuk dikonsumsi.
Shortening saat ini lebih sering dikirim dengan packaging sesuai kebutuhan, ukuran
karton berkapasitas 10 kg, 15 kg, 20 kg, atau kemasan kaleng yang mampu menjaga lebih
lama kualitas produk.Beberapa perusahaan juga menawarkan jasa khusus untuk pengepakan
sesuai dengan kebutuhan konsumen.Seperti yang dilakukan oleh Marina Palm Oil Shortening
dan Saratoga Farms Shortening pada Gambar 14.
BAB III
PEMBAHASAN
Metode
1. Peralatan
a. Rotavapor,
b. corong pisah,
c. magnetik stirer,
d. timbangan dan alat-alat gelas.
e. Penentuan kandungan lemak padat menggunakan fulse
2. Bahan
a. Gliserol,
b. Dietil eter,
c. Natrium hidroksida,
d. Asam sitrat
e. RBD Stearin
f. Minyak inti sawit
g. Dedak padi diperoleh dari pabrik penggilingan padi di Pertumbukan.
3. Prosedur Pembuatan
Pembuatannya
melalui
reaksi
gliserolisis.
Pada
reaksi
gliserolisis
ini
membutuhkan katalis. Katalis yang digunakan dalam reaksi gliserolisis ini adalah
enzim lipase yang terdapat pada dedak padi, dengan cara :
a. Dedak padi yang terlebih dahulu diayak dengan ayakan 80 mesh, kemudian
b. Diaktivasi selama 24 jam pada suhu 400C untuk mengurangi kadar airnya.
c. Kemudian sebanyak 10% (b/b) digunakan sebagai katalis dalam reaksi
gliserolisis antara campuran RBD stearin dengan minyak inti sawit.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembuatannya
melalui
reaksi
gliserolisis.
Pada
reaksi
gliserolisis
ini
membutuhkan katalis. Katalis yang digunakan dalam reaksi gliserolisis ini adalah
enzim lipase yang terdapat pada dedak padi, dengan cara :Dedak padi yang terlebih
dahulu diayak dengan ayakan 80 mesh, kemudian Diaktivasi selama 24 jam pada suhu
400C untuk mengurangi kadar airnya.Kemudian sebanyak 10% (b/b) digunakan
sebagai katalis dalam reaksi gliserolisis antara campuran RBD stearin dengan minyak
inti sawit.
Kemudian dilanjutkan dengan proses gliserolisis, Kedalam botol aspirator
dimasukkan campuran RBD stearin:minyak inti sawit: gliserol dengan rasio mol 1:1:4
kemudian ditambahkan katalis enzim lipase dari dedak padi sebanyak 10%,
selanjutnya campuran diaduk dengan pengaduk mekanik dengan kecepatan 3500 rpm
pada suhu 40oC selama 120 menit Hasil gliserolisis dimasukkan kedalam corong
pisah, kemudian diekstraksi menggunakan dietil eter sebanyak 80 ml, lalu dikocok
hingga merata. Selanjutnya katalis di deaktivasi dengan menggunakan larutan asam
sitrat 20 % sebanyak 20 ml, lalu dikocok dan dibiarkan hingga terbentuk dua lapisan.
Lapisan bawah dibuang dan lapisan atasnya dicuci dengan aquadest sebanyak tiga
kali, masing-masing sebanyak 25 ml. Selanjutnya hasil cucian diuapkan dengan alat
Rotari evaporator sehingga diperoleh residu yang merupakan gliserolat. Dilakukan
dengan cara yang sama terhadap campuran lainnya dengan rasio mol RBD
stearin:minyak inti sawit:gliserol 2:2:4, 3:3:4 dan 4:4:4. Hasil gliserolisis masingmasing dilakukan pemeriksaan titik cair, kandungan lemak padat.
B. Saran
Demikian makalah yang dapat kami buat , semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca .Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.
KEPUSTAKAAN
Anonimus. 1997. Study Tentang Perkebunan dan Pemasaran Minyak Kelapa Sawit
Indonesia. Internasional Contact Busines System. Inc.
Alexandersen, Klaus A. Margarine Processing Plants and Equipment.
Alfa Laval. 2013. Oil Processing Machine.
Armfield. 2013. Edible & Essential Oils Processing Equipment.
Dolceta, I.C., Vita, S.F., March, R. 2000. Area Preserving Curve Shortening Flows: From
Phase Transitions to Image Processing.
Elisabeth, J., A. Jatmika, dan K. Sinaga. 1998. Lipase-Catalizzed Incorporation of N-3 PUFA
into Palm Oil. International Oil Palm Conference.
Elisabeth, J., A. Jatmika, dan K. Sinaga. 1999. Sintesis Minyak Sawit Merah Kaya Asam
Lemak Omega-3 dengan Metode Asidolisis Enzimatik. Jurrnal PPKS Vol. 7(1):43-46.
Elisabeth, J., T. Hayati, dan D. Siahaan. 1998. Minyak dan Lemak dalam Pola Konsumsi
Pangaan. Warta PPKS Vol. 8(1) 41-49.
Elisabeth, J., T. Hayati, dan D. Siahaan. 2004. Minyak dan Lemak dalam Pola Konsumsi
Pangaan. Warta PPKS Vol. 8(1) 41-49.
Gravrilla, A.I., Avram, R., and Chipurici, P. 2000. Mono and Diglycerides Synthesis and
Uses. Faculty of Industry Chemistry. Polithehnica University of Bucharest. Romania.
Hamilton, R.J., 1989. Esterification and Interesterification. FORIM. Kuala Lumpur.
Hasanuddin, A. 2001. Kajian Teknologi Pengolahan Minyak Kelapa Sawit Mentah untuk
Produksi emulsifer Mono-diasilgliserol dan Konsentrat Karotenoid. Makalah Fal Safah
Sains(PPS 702). Institut Pertanian Bogor.
Jatmika, A. 1998. Aplikasi Enzim Lipase Dalam Pengolahan Minyak Sawit dan Minyak Inti
Sawit Untuk Produk Pangan. Warta PPKS. Medan.
Mizer, D.A, Mary, P. Bethsorer 1987. Food Preparation for The Profesional. John Wiley
And Sons. New York.
OBrien, R.1998. Fats and Oil. Tehnomic Publishing Company, Inc. Lancaster. New York.