Vous êtes sur la page 1sur 39

MAKALAH KIMIA PANGAN

PROSES PEMBUATAN MENTEGA PUTIH


( SHORTENING )

OLEH : KELOMPOK III

ANGGOTA :
DESI RATNA SARI
ISMI DIAN KHAIRUNISA HARLENA
MARISA NUR FITRI
RENA RESTIANA FAJRIN
SILVI MIFTAHUL JANNAH
YAHDI

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Proses
pembuatan mentega putih dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga
kami berterima kasih kepada Ibu Iryani selaku Dosen mata kuliah Kimia Pangan yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Proses pembuatan mentega putih. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.

Padang, 01 November 2015

Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar isi
Bab I : Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Bab II : Tinjauan Pustaka
A. Pengertian Mentega Putih
B. Sifat Fisik Mentega Putih
C. Perbedaan antara mentega putih dengan margarin
D. Perbedaan mentega putih dengan mentega
E. Jenis jenis mentega putih
F. Plastisitas dan Melting Point
G. Penggunaan Mentega Putih
H. Kandungan Gizi Mentega Putih
I. Kandungan Gizi Minyak Inti Sawit
J. Proses Pembuatan Mentega Putih
a. Hidrogenasi
b. Melt Oil / Fat
c. Blending
d. Kristalisasai dan Prekristalisasi
e. Tempering
f. Shipment
Bab III : Pembahasan
a. Alat
b. Bahan
c. Prosedur Pembuatan

Bab IV : Penutup
a. Kesimpulan
b. Saran
Kepustakaan

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Lemak menempati kedudukan penting dalam menu makanan, selainuntuk menambah


cita rasa makanan, keempukan makanan, dan juga meningkatkan kandungan kalori dalam
makanan. Disamping itu, lemak dalam makanan diperlukan untuk menyerap beberapa jenis
vitamin, seperti vitamin A dan sebagainya.
Indonesia merupakan negara yang berpotensi di bidang pertanian dan merupakan
penghasil utama dalam berbagai komoditas pertanian. Seperti kelapa sawit, kelapa sawit
merupakan komoditas unggulan di ndonesia, minyak inti kelapa sawit dapat digunakan untuk
pembuatan shortening (mentega putih).
Minyak inti sawit pada suhu ruangan adalah berwujud cair dan kaya akan kandungan asam
lemak C12 disamping asam lemak lainnya, sehinnga bila digunakan dalam makanan akan
memperenyah makanan tersebut. Minyak inti sawit adalah minyak putih kekuningankuningan yang diperoleh dari prses ekstraksi inti buah kelapa sawit. Minyak sawit banyak
dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan minyak goreng, margarin, shortening dan
varaspati.
Shortening adalah lemak padat yang bersifat plastis, umumnya berwarna putih, lemak ini
disebut mentega putih. Mentega putih banyak digunakan untuk membuat kue dan berfungsi
untuk memperbaiki tekstur makanan, mengempukkan dan menaikan volume makanan.
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan defenisi shortening ( mentega putih )
2. Menjelaskan Sifat Fisik Mentega Putih
3. Menjelaskan Kegunaan Mentega Putih
4. Menjelaskan Kandungan Gizi dalam Mentega Putih dan Minyak Inti Sawit ( Bahan Dasar
Pembuatan Mentega Putih )
5. Membedakan antara Mentega Putih dengan Margarin dan Mentega ( Butter )
6. Bagaimana proses pembuatan shortening

C. Tujuan
1. Dapat mengetahu apa itu shortening
2. Mampu menjelaskan sifat fisik mentega putih
3. Mampu menjelaskan kegunaan mentega putih
4. Mampu menjelaskan kandungan gizi dalam mentega putih dan minyak inti kelapa sawit
yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan mentega putih
5. Mampu menjelaskan perbedaan antara mentega putih dengan Margarine dan mentega
biasa ( Butter )

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Shortening atau mentega putih


Komponen utama yang terkandung di dalam minyak dan lemak adalah trigliserida dan
asam lemak. Sebenarnya minyak dan lemak adalah senyawa kimia yang sama, hanya saja
berbeda fasanya. Minyak berada dalam fasa cairan, sedangkan lemak berada dalam fasa
padatan.Minyak dan lemak dapat diperoleh dari berbagai sumber, baik sumber nabati
(dari tumbuhan) maupun sumber hewani (dari binatang).

Gambar 1.Struktur Molekul Asam Lemak (kiri) dan Trigliserida (kanan)


Faktor utama yang mempengaruhi sifat fisik yang dimiliki oleh minyak dan
lemak adalah kandungan trigliseridadan asam lemak di dalamnya. Secara umum, sifat
fisik minyak dan lemak bergantung pada:

Panjang rantai asam lemak yang terkandung di dalamnya

Derajat ketidakjenuhan pada asam lemak (seperti jumlah ikatan rangkap)

Distribusi atau posisi asam lemak dalam trigliserida


Pada proses shortening umumnya digunakan minyak dan lemak. Saat proses

shorteningdilakukan, minyak dan lemak dicampurkan dengan formula tertentu. Komposisi


minyak dan lemak dalam campuran shorteningtersebut akan menentukan sifat-sifat yang
dimiliki oleh produk shortening, seperti plasticity dan consistency.

Shortening atau mentega putih adalah lemak padat yang bersifat plastis yang banyak
digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan produk pangan seperti roti, cake, biskuit
dan pastry. Penggunaan shortening pada produk pangan bertujuan untuk memperbesar
volume, memperbaiki tekstur, meningkatkan cita rasa dan sebagai bahan pembentuk
krim. Pada umumnya shortening yang ada di Indonesia masih merupakan produk impor
dan terbuat dari lemak hewani. Penggunaan lemak hewani sebagai bahan shortening
mulai dihindari karena mengandung kolesterol yang tinggi dan rektuksi agama dan
kepercayaan tertentu.
Di bidang pangan saat ini minyak sawit dan minyak inti sawit banyak digunakan
sebagai bahan baku pembuatan minyak goreng, margarine, shortening dan vanaspati.
Penggunaan minyak sawit dan minyak inti sawit baik dibidang pangan maupun oleokimia
diharapkan terus dikembangkan sejalan semakin meningkatnya produksi minyak sawit
dan minyak inti sawit.
Secara tehnik minyak sawit dan minyak inti sawit memiliki potensi besar untuk diolah
tanpa melalui proses hidrogenasi menjadi shortening karena mengandung triasilgliserol
yang plastisitasnya dapat diatur sesuai kebutuhan, disamping itu ketersedian minyak sawit
dan minyak inti sawit sangat besar dengan harga yang relatif murah.
Sejak tahun 1934, shortening yang merupakan ester dari asam lemak dengan gliserol
telah dipasarkan dan senyawa shortening ini dikenal dengan monogliserida dan
digliserida.

Saat ini monogliserida dan digliserida untuk industri pangan diproduksi secara
gliserolisis kimia yang membutuhkan energi yang tinggi, dan menghasilkan produk yang
berwarna gelap, aroma yang tidak disukai serta menghasilkan produk samping yang
bersifat racun bagi manusia. Maka reaksi gliserolisis enzimatik merupakan salah satu
alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan dari
reaksi gliserolisis kimia. Reaksi gliserolisis enzimatik banyak memperoleh perhatian
karena menghasilkan monogliserida dan digliserida yang lebih aman, biaya produksi
lebih murah dan menghasilkan produk samping yang lebih sedikit.
Beberapa penelitian tentang pembuatan minyak nabati kaya asam lemak n-3 dengan
proses enzimatik telah dilaporkan, yang umumnya menggunakan lipase sebagai
katalisator. Jenis lipase yang telah digunakan untuk sintesis minyak nabati yang kaya
asam lemak n-3 ini umumnya merupakan lipase mikrobial, yang harganya relatif mahal
karena membutuhkan proses produksi, ekstraksi dan isolasi yang relatif rumit. Hal ini
merupakan salah satu kendala dalam reaksi enzimatik.
Oleh karena itu upaya untuk memperoleh sumber lipase yang murah sangat
dibutuhkan . Salah satu bahan alami murah yang diketahui memiliki aktifitas lipase
adalah dedak padi. Lipase ini merupakan faktor utama yang menyebabkan minyak dedak
padi memiliki kandungan asam lemak bebas yang tinggi mencapai 40-50%. Disamping
memiliki aktifitas hidrolitik, lipase dedak padi juga memiliki aktifitas esterifikasi yang
tinggi. Selain itu enzin lipase dapat di kategorikan sebagai enzim immobil tanpa melalui
proses isolasi atau pemurnian dedak padi.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk memanfaatkan enzim lipase dari
dedak padi sebagai katalis dalam pembuatan shortening secara gliserolisis dari campuran
RBD stearin dengan minyak inti sawit.

B. Sifat Fisik Shortening


Shortening dapat didefinisikan sebagai sebuah lemak yang dapat dikonsumsi
(dimakan) yang digunakan untuk mencegah terjadinya pembentukan matriks gluten dalam
produk pangan, umumnya untuk baked goods. Produk shortening biasanya digunakan
dalam proses shorten atau tenderize suatu produk pangan sebelum dipanggang. Dengan
sifatnya yang tidak larut dalam air, maka shorteningakan mencegah terjadinya
penggabungan untaian-untaian gluten dalam produk panggangan. Hal tersebut akan
mengakibatkan untaian gluten yang terbentuk akan menjadi lebih pendek dan produk
panggangan yang dihasilkan menjadi lebih lembut.
Pemakaian

produk

shortening

dimulai

sejak

awal

tahun

1900-an.

Shorteningmemiliki kestabilan yang sangat baik dalam masa simpannya, sehingga tidak
diperlukan proses refrigerasi saat penyimpanan. Selain itu, produk shortening memiliki
smoke point yang lebih rendah dan harga yang lebih murah dibandingkan dengan
butter.Oleh karena alasan-alasan tersebut, maka sejak pertama kali digunakan shortening
sudah sangat digemari oleh konsumen dan sangat popular di kalangan konsumen.
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat fisik pada produk shortening adalah plasticity,
consistency, dan struktur. Dari ketiga faktor tersebut, plasticity produk shortening
merupakan faktor utama dan faktor yang paling diperhatikan dalam proses. Kondisi kritis
proses yang sangat menentukan plasticity produk shortening antara lain:

Campuran umpan shortening harus terdiri dari dua fasa, yaitu fasa padatan dan fasa

cairan

Fasa padatan tersebut harus terdispersi dengan baik dan merata dalam keseluruhan

massa campuran. Hal tersebut ditentukan oleh gaya kohesi yang terdapat dalam
campuran. Jarak antara masing-masing partikel padatan harus diusahakan untuk sekecil
mungkin, sehingga fasa cairan dalam campuran tidak dapat mengalir ataupun merembes
keluar dari campuran.

Kedua fasa harus berada dalam proporsi tertentu yang sesuai. Dengan demikian,

partikel padatan dalam campuran tidak membentuk suatu struktur kaku yang saling
bertautan
Kekerasan fisik produk shortening merupakan sebuah fungsi dari tegangan
(gaya) yang diperlukan untuk melelehkan dan mengalirkan produk tersebut. Faktor
utama yang mempengaruhi hal tersebut ialah perbandingan volume antara fasa padatan

dan fasa cairan dalam produk shortening. Semakin tinggi kandungan fasa padatannya,
maka semakin besar pula kemungkinan terjadi suatu struktur kaku yang saling bertautan
sehingga akan membentuk sebuah produk shortening yang keras.Batas maksimum fasa
padatan dalam produk shortening adalah sebesar 52%-volume.Sedangkan batas
minimumnya bervariasi, tergantung pada ukuran partikel dan karakter yang dimiliki fasa
padatan tersebut.Biasanya batas minimumnya bernilai sekitar 5-25%-voulme.
Faktor lain yang mempengaruhi kekerasan produk shortening adalah padatan
yang terbentuk selama proses pembuatan shortening. Suatu produk shortening
mengandung sebuah padatan lemak, yang merupakan kristal-kristal yang terbentuk
secara sempurna ataupun dalam bentuk polymorphic.Komposisi trigliserida dalam lemak
dan metode solidifikasi yang dilakukan akan menentukan proses kritalisasi yang akan
terjadi dan pembentukan polymorphic. Jika umpan yang digunakan terdiri dari
trigliserida yang stabil dalam kondisi , maka seluruh lemak dan minyak berbentuk
polymorphic yang stabil, serta terkristalisasi dalam bentuk jarum-jarum kecil. Produk
shorteningtersebut akan menimbulkan kemampuanaeration yang baik dan cocok untuk
digunakan dalam keperluan pembuatan cake. Sedangkan jika umpan yang digunakan
terdiri dari trigliserida yang stabil dalam kondisi , maka seluruh lemak dan minyak akan
berbentuk polymorphic yang stabil, serta terkristalisasi dalam bentuk granular-granular
yang besar. Produk shortening yang demikian akan memiliki kemampuan aeration yang
buruk dan cocok untuk keperluan pembuatan biskuit. Pada Tabel 1 ditampilkan beberapa
contoh minyak dan lemak yang masing-masingnya memiliki kandungan trigliserida
dan .
Tabel 1.Minyak dan Lemak dengan Kandungan Trigliserida dan

C. Perbedaan antara Shortening dan Margarin


Perbedaan utama antara margarin dan shortening adalah margarin mengandung kadar
air sedangkan shortening tidak mengandung kadar air sama sekali. Tetapi perbedaan ini
tidak kasat mata artinya orang tidak dapat merasakan kadar air dalam produk.
Perbedaan yang kasat mata antara shortening dan margarin adalah warnanya.
Umumnya margarin berwarna kuning sehingga dipasaran dikenal sebagai mentega
kuning, sedangkan shortening berwarna putih sehingga di pasaran dikenal sebagai
mentega putih. Secara umum tabel di bawah ini memperlihatkan perbedaan antara
Shortening dan Margarin.
Meskipun demikian ada beberapa pengecualian, contohnya ada margarin tanpa garam,
margarin yang tidak diberi warna atau margarin putih, dan ada shortening yang diberi
warna seperti pastry shortening, dan ada shortening yang diberi pewarna dan aroma seperti
BOS.

D. Beda Shortening dan Butter ( Mentega )


Dalam kehidupan sehari-hari shorteningdan butter sering digunakan dalam
pembuatan produk-produk makanan melalui proses pemanggangan. Shorteningdan butter
banyak digunakan sebagai bahan campuran dan pelapis makanan pada saat akan
dipanggang. Kedua bahan tersebut dikenal sebagai bahan yang dapat menggantikan
fungsi bahan yang satu dengan yang lain. Shorteningdianggap sebagai bahan substitusi
butter dan begitu juga sebaliknya. Bila diamati dengan mata telanjang pun, penampilan
fisik yang dimiliki shortening dan butter sangatlah mirip (bahkan nyaris terlihat
sama).Namun, sebenarnya shorteningdan butter merupakan dua bahan yang sangat
berbeda.
Berdasarkan kandungan dan komposisi kimia yang dikandung, shortening dan butter
berbeda satu sama lain secara signifikan. Shortening merupakan bahan yang terdiri dari
100% lemak.Umumnya, shortening dibuat dari lemak hewani dan minyak nabati.
Sedangkan butter adalah bahan yang hanya memiliki kandungan lemak yang tinggi.
Biasanya butter dibuat dari bahan-bahan dairy, sehingga di dalamnya masih terkandung
partikel-partikel padatan lain (partikel bukan lemak) dan air. Hal tersebut akan
mengakibatkan butter meleleh pada temperatur yang lebih rendah dan dengan laju
pelelehan yang lebih cepat dibandingkan shortening. Shorteningcenderung akan

mempertahankan tingkat fleksibilitas yang lebih tinggi dalam produk jadi. Akan tetapi,
butter akan menyebar dengan lebih baik dan membentuk lapisan yang lebih tipis saat
dilelehkan.Selain itu, perbedaan komposisi kimia yang dimiliki oleh shorteningdan butter
juga berdampak pada kandungan energi yang dimiliki oleh masing-masing bahan.Dalam
satu sendok makan butter hanya terkandung energi sebanyak 100 kalori, sedangkan untuk
shortening terkandung energi sebesar 110 kalori.
Perbedaan lain antara shorteningdan butter adalah komponen penyusun yang
terkandung di dalamnya. Butter memiliki kandungan asam lemak jenuh dan kolesterol
yang sangat tinggi di dalamnya, sedangkan shortening hanya mengandung asam lemak
jenuh di dalamnya. Menurut studi di bidang kedokteran, kandungan asam lemak jenuh
dan kolesterol yang tinggi dalam makanan akan menimbulkan efek yang tidak sehat bagi
tubuh manusia. Asam lemak jenuh dan kolesterol dapat mengakibatkan penyumbatan
pembuluh darah arteri pada tubuh manusia.
Shortening
minyak nabati dan
Bahan Baku
Kandungan dan

lemak hewani
100% lemak

Komposisi Kimia

Butter
dairy product
tinggi lemak, masih mengandung
partikel padatan lain dan air
lebih mudah dan lebih cepat meleleh,

memiliki kestabilan tetapi pada saat meleleh akan menyebar


Pelelehan

yang lebih baik

dengan lebih merata dan membentuk


lapisan yang tipis

Kandungan Energi
(dalam satu sendok

110 kalori

100 kalori

asam lemak jenuh

asam lemak jenuh dan kolesterol

makan)
Komponen Penyusun
Lemak
mempunyai tekstur
Produk Jadi yang

yang lebih halus

mempunyai tekstur yang agak kasar

Dihasilkan

dan volume yang

dan kurang mengembang

besar
Flavor

tidak menghasilkan

menghasilkan flavor yang khas

flavor
proses
Penggunaan dan

pemanggangan

Aplikasi Sehari-hari

(baking)

proses pemanggangan (baking),


penggorengan (frying), dll

Tabel.Perbedaan Shorteningdan Butter


Produk jadi yang dihasilkan dengan menggunakan shorteningakan mempunyai tekstur
yang lebih halus dibandingkan dengan produk jadi yang menggunakan butter. Hal
tersebut dikarenakan oleh kemampuan shortening dalam memerangkap udara dalam
adonan selama proses mixing lebih baik. Selain menghasilkan produk jadi dengan tekstur
yang lebih halus, shortening juga akan menghasilkan produk jadi yang lebih
mengembang.
Saat proses pemanggangan dilakukan, butter menciptakan sebuah flavor yang khas,
yang tidak dihasilkan pada saat pemakaian shortening. Oleh karena itu, butter biasanya
lebih sering digunakan untuk pembuatan produk-produk jadi dengan rasa yang gurih dan
aroma yang harum. Hal tersebut juga menyebabkan penggunaan dan aplikasi butter dalam
kehidupan sehari-hari lebih luas dibandingkan shortening. Tidak jarang untuk
mendapatkan produk jadi yang lebih lezat dan menarik, shortening dan butter digunakan
secara bersama-sama dengan proporsi tertentu untuk masing-masing bahan tersebut.
E. Jenis shortening
Berdasarkan kandungan kimia dan sifat fisiknya, produk shortening dapat diklasifikasikan
menjadi tiga macam, yaitu:
1. Compound shortening
Compund shortening adalah sebuah produk shortening yang dibuat dari campuran
hard fat stock dengan soft oil atau hydrogenated fat. Pada temperatur tinggi produk
compound shortening memiliki stabilitas yang baik. Akan tetapi, akibat proses
produksinya yang mahal, compound shortening sudah hampir tidak pernah lagi
diproduksiSolid shortening atau shortening padat dibagi menjadi beberapa jenis, meskipun
demikian pembagian ini tidak seragam antara satu pabrikan dengan yang lainnya.
2.

Solid shortening
`

Solid shortening merupakan jenis produk shortening yang paling sering

digunakan pada masa sekarang. Biasanya solid shorteningakan diklasifikasikan lebih


lanjut berdasarkan sifat plasticity yang dimilikinya. Kebanyakan produk solid

shortening memiliki kestabilan yang baik dan tektur yang lembut.Solid shortening tidak
mudah meleleh saat digunakan dalam proses baking atau memasak lainnya, sehingga
solid shortening mempunyai kemampuan untuk menjebak udara dalam sebuah produk
olahan, di mana hal tersebut akan mempengaruhi tekstur akhir produk yang dihasilkan.
Pada umumnya, solid shortening sudah dibuat dengan formulasi tertentu agar memiliki
sifat placticity pada rentang suhu yang kecil, sehingga pada temperatur yang rendah
akan berfasa padatan dan saat temperatur yang tinggi akan berfasa cairan.

Solid Shortening terbagi atas :


a.

White Fat

: shortening yang murni hanya lemak tanpa tambahan

emulsifier, contohnya shortening yang digunakan untuk membuat roti tawar


b.

Bakers Fat

: shortening dengan tambahan emulsifier, contohnya shortening

untuk membuat buttercream atau biscuit cream filling.


c.

Cake Fat

: shortening dengan tambahan emulsifier, warna dan aroma

untuk membuat cake


d.

Pastry Fat

: shortening yang khusus untuk membuat lapisan pada produk

puff pastry
Ada satu jenis shortening yang tidak termasuk dalam pembagian shortening di atas,
yaitu Frying Shortening atau Frying Fat (minyak goreng padat). Frying shortening
dibedakan tersendiri semata-mata karena penggunaannya yang unik yaitu hanya untuk
menggoreng dengan sistem Deep Frying.
3. Pumpable and fluid shortening
Pumpable dan fluid shortening merupakan sebuah cairan minyak yang di dalamnya
terdapat padatan lemak tersuspensi.Hanya saja, pumpable dan fluid shortening memiliki
perbedaan secara fisik.Pumpable shortening biasanya berupa cairan keruh, sedangkan
fluid shortening berupa cairan bening.

F. Plastisitas dan Melting Point


Sama halnya dengan margarine, karakteristik utama dari solid shortening adalah sifat
plastisitas dan titik leleh (melting point). Kedua sifat ini menentukan penggunaan / aplikasi
shortening pada produk.
Sifat plastisitas adalah sifat dimana tekstur shortening mampu menahan tekanan dan dan
dapat berubah bentuk mengikuti tekanan. Untuk membayangkan sifat plastisitas ini analogi
yang mudah adalah lilin mainan anak-anak. Tekstur lilin mainan adalah contoh dari sifat
plastisistas. Jika ditekan atau dibentuk lilin mainan mampu menahan tekanan dan berubah
mengikuti tekanan tersebut.
Shortening yang memiliki sifat plastis akan lebih mudah bercampur di adonan roti atau
biskuit dan akan mengembang dengan baik pada saat dikocok. Sebaliknya, lawan dari sifat
plastis adalah lembek (soft) atau keras (brittle). Menggunakan shortening yang teksturnya
sudah lembek atau keras memiliki resiko karena ada kemungkinan kegagalan pada saat
diaplikasikan. Meski demikian ada jenis shortening tertentu yang memang memiliki tekstur
soft, misalnya BOS.
Melting Point adalah suhu dimana lemak mulai meleleh menjadi cair. Sifat ini penting
untuk diketahui agar penggunaan shortening tepat sasaran. Shortening untuk membuat
decorating cream haruslah memiliki titik leleh yang agak sedikit tinggi agar hiasan tidak
mudah kolaps selama dipajang. Lain halnya shortening untuk cream filling harus memiliki
tiitk leleh yang mendekati suhu tubuh agar pada saat dimakan tidak meninggalkan sisa di
mulut / ngendal (waxy). Dengan posisi Indonesia berada di khatulistiwa maka titik leleh
shortening yang cocok adalah antara 38oC sampai dengan 48oC tergantung aplikasi dan masa
simpan yang diinginkan.
G. Penggunaan Shortening
Shortening digunakan untuk membuat berbagai macam produk seperti:
a. Roti tawar dan roti burger
b. Buttercream untuk filling, menghias kue
c. Biskuit dan wafer
d. Cream biscuit dan wafer
e. Puff Pastry
f. Cake
g. Pia

H. Kandungan Gizi Mentega putih


Jumlah per 100 g

Kalori ( Kkal)

884 kkal

Jumlah Lemak

100 g

Lemak jenuh

91 g

Lemak tak jenuh-ganda

1g

Lemak tak jenuh-tunggal

2,2g

I. Minyak inti kelapa sawit (Bahan dasar mentega putih)


Minyak inti kelapa sawit merupakan minyak nabati yang dapat dimakan berasal dari
kelapa sawit. Komposisi asam lemak minyak inti kelapa sawit mirip dengan minyak
kelapa, keduanya dikenal sebagai minyak laurat
Kandungan Gizi Minyak inti kelapa sawit
Jumlah per 100 g
Kalori ( Kkal)

862 kkal

Jumlah Lemak

100 g

Lemak jenuh

82 g

Lemak tak jenuh-ganda

1,6 g

Lemak tak jenuh-tunggal

11

J. Proses PembuatanShortening

Gambar 3.Block Flow Diagram Proses Produksi Shortening

1. Hidrogenasi
Hidrogenasi adalah proses adisi hidrogen terhadap ikatan rangkap pada rantai asam
lemak, di mana terjadi penambahan atom hidrogen pada atom karbon yang memiliki ikatan
rangkap. Proses ini merupakan proses modifikasi terhadap sifat fisik dan kimia yang dimiliki
oleh minyak dan lemak. Tujuan dilakukannya.Modifikasi yang terjadi adalah peristiwa
konversi asam lemak tidak jenuh menjadi asam lemak jenuh, akibat terjadinya penghilangan
ikatam rangkap yang terkandung di dalam minyak dan lemak alami. Tujuan dari
dilakukannya proses hidrogenasi adalah:

Untuk melakukan konversi minyak cair menjadi lemak semi-padat atau lemak dengan
tingkat plasticity tertentu sehingga dapat digunakan pada beberapa aplikasi

Meningkatkan stabilitas minyak dan lemak terhadap stabilitas oksidasi


Proses hidrogenasi dapat terjadi dengan mengkontakkan minyak/lemak alami (sebagai

umpan proses hidrogenasi) bersuhu tinggi dengan gas hidrogen bertekananan tinggi. Dalam
melaksanakan proses hidrogenasi terdapat tiga komponen utama yang harus ada, yaitu panas,
katalis logam, dan gas hidrogen bertekanan. Ketiga komponen tersebut harus diletakkan pada
tempat dan waktu yang bersamaan. Pada awal proses hidrogenasi, dengan bantuan energi
panas atom logam reaktif (katalis logam) akan berikatan dengan gas hidrogen bertekanan.
Kemudian katalis logam yang sudah berikatan dengan hidrogen akan asam lemak tidak jenuh
membentuk suatu senyawa kompleks. Pada saat terbentuk senyawa kompleks, atom hidrogen
yang ada pada senyawa kompleks akan membentuk ikatan dengan atom karbon asam lemak.
Dengan demikian, asam lemak tidak jenuh akan berubah menjadi asam lemak jenuh. Pada
akhirnya setelah atom hidrogen yang ada pada senyawa kompleks telah berikatan dan masuk
ke dalam molekul asam lemak, senyawa kompleks yang terbentuk tersebut akan terkonversi
kembali menjadi katalis logam dan asam lemak jenuh. Proses hidrogenasi terus dilakukan
hingga tercapainya titik akhir hidrogenasi. Titik akhir hidrogenasi terjadi pada saat (hampir)
seluruh asam lemak tidak jenuh telah terkonversi menjadi asam lemak jenuh. Jika titik akhir
hidrogenasi telah tercapai, maka minyak terhidrogenasi akan didinginkan dan katalis logam
dipisahkan dengan filtrasi.

Gambar 4.Mekanisme Proses Hidrogenasi

Proses hidrogenasi harus dilaksanakan pada temperatur yang tinggi, sekitar 1400

225 C, serta menggunakan gas hidrogen dengan tekanan sekitar 60 psig. Perlu diketahui
bahwa proses hidrogenasi merupakan reaksi kimia eksoterm, di mana dalam reaksinya akan
dihasilkan panas reaksi. Selama proses hidrogenasi dilaksanakan, biasanya juga dilakukan
pengadukan pada larutan minyak panas, katalis logam, dan gas hidrogen bertekanan tersebut.
Fungsi dari pengadukan adalah agar hidrogen dapat larut dalam larutan dan berikatan dengan
katalis dan bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh dalam minyak umpan, minyak dan
katalis tercampur, serta melepaskan panas reaksi yang dihasilkan dari proses pemutusan
ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh.

Tabel 3.Efek Kondisi Pemrosesan Terhadap Proses Hidrogenasi

Dalam melakukan proses hidrogenasi terdapat beberapa persyaratan yang harus


dipenuhi agar proses hidrogenasi dapat terjadi dengan baik. Persyaratan-persyaratan tersebut
meliputi kondisi umpan (minyak/lemak alami), kondisi hidrogen, dan katalis.Minyak alami
yang dijadikan sebagai umpan haruslah minyak yang sudah terafinasi, terpucatkan
(bleached), memiliki angka sabun yang rendah, dan memiliki kadar air yang rendah (kering).
Gas hidrogen bertekanan yang digunakan adalah gas hidrogen yang bebas sulfur (S), karbon
dioksida (CO2), dan ammonia (NH3). Katalis logam yang dipakai merupakan atom logam
reaktif yang memiliki aktivitas yang lama dan selektivitas tinggi, serta mudah untuk
difiltrasi.Katalis logam yang sering dipakai adalah tembaga (Cu) atau seng (Zn).
Pada akhir proses hidrogenasi akan didapatkan produk akhir berupa minyak yang
telah terhidrogenasi, zat yang terdiri dari stiffened fat molecules. Sifat plasticity yang timbul
dari molekul jenuh dalam minyak terhidrogenasi akan menyebabkan minyak menjadi lebih
stabil, di mana hal itu berarti minyak menjadi tidak mudah dan cepat memisah dan rusak
seperti yang terjadi pada minyak tidak jenuh. Produk yang dihasilkan dapat berupa minyak
yang terhidrogenasi dengan sempurna atau sebagian terhidrogenasi. Namun, pada umumnya
untuk proses pembuatan shortening produk akhir yang diinginkan adalah minyak yang
terhidrogenasi dengan sempurna. Minyak yang terhidrogenasi akan berfasa padatan atau
semi-solid pada temperatur kamar dan memiliki umur simpan yang relatif panjang.
Tabel 4.Perubahan yang Terjadi Akibat Proses Hidrogenasi
Sebelum

Sesudah

Asam lemak tidak jenuh

Asam lemak jenuh

Berfasa cairan

Berfasa padatan atau semi-solid

Memiliki susunan molekul

Memiliki susunan molekul berjenis

berjenis cis

cis/trans

Dalam aplikasi dunia nyata, proses hidrogenasi dapat dilakukan melalui dua macam cara,
yaitu batch dan continuous. Proses hidrogenasi yang dilakukan secara batch mempunyai
sistem proses dan susunan peralatan yang berbeda dengan proses hidrogenasi yang
dilaksanakan secara continuous. Masing-masing proses hidrogenasi tersebut memiliki
keunggulan dan kelemahan yang berbeda satu dengan lain. Berikut penjelasan mengenai
masing-masing proses hidrogenasi:

Proses hidrogenasi batch

Gambar 5.Peralatan Proses Hidrogenasi Batch


Peralatan proses hidrogenasi batch biasanya dilengkapi dengan instrumentasi yang
lengkap dan sistem kontrol yang baik. Pada umumnya, peralatan hidrogenasi terbuat
dengan bahan stainless steel yang tahan terhadap tekanan. Selain vessel yang berfungsi
sebagai reaktor proses hidrogenasi, komponen utama lain yang harus tersedia adalah
pompa cairan, kompresor hidrogen, sistem pemanas dan pendingin reaktor, dan filter.
Volume minyak yang dapat diproses dalam satu kali batch-nya bervariasi, bergantung
pada design peralatan yang digunakan.
Proses hidrogenasi dengan peralatan hidrogenasi batch dimulai dengan
memasukkan campuran minyak alamidan katalis logam ke dalam reaktor proses
hidrogenasi. Kemudian reaktor dan campuran umpan dipanaskan hingga mencapai suhu
reaksi dengan uap panas yang dialirkan melalui kumparan kontrol suhu.Saat temperatur
reaksi sudah tercapai, maka hidrogen bertekanan dimasukkan ke dalam reaktor. Dengan
demikian, proses hidrogenasi akan terjadi di dalam reaktor tersebut. Selama reaksi
hidrogenasi terjadi, suhu dan tekanan di dalam reaktor dijaga selalu tetap dengan
menggunakan sistem kontrol yang sudah tersedia.Seperti misalnya, suhu dikontrol dengan
melewatkan air pendingin melalui kumparan kontrol suhu yang tersedia pada reaktor. Jika
tidak dijaga, suhu reaktor akan terus naik diakibatkan oleh reaksi hidrogenasi yang
menghasilkan panas dalam keberjalanan reaksinya.
Sementara reaksi berlangsung, reaktor diaduk dengan menggunakan agitator
turbin, yang digerakkan oleh motor pneumatik.Efektivitas agitasi ditingkatkan dengan
penggunaan beberapabaffleyang diposisikan di beberapa bagian reaktor.Selain dilengkapi

dengan agitator dan baffle, peralatan proses hidrogenasi juga dilengkapi dengan filter.
Filter berfungsi untuk memisahkan katalis logam yang tercampur dengan produk akhir
(minyak terhidrogenasi). Filteraidsering digunakan untuk meningkatkan operasi ini.

Gambar 6.Reaktor Batch Proses Hidrogenasi


Dalam proses hidrogenasi digunakan gas hidrogen yang bertekanan. Gas hidrogen
merupakan flammable gas sehingga dibutuhkan penangan safetyyang lebih dalam
menjalankan reaksi tersebut agar proses dapat berjalan dengan aman dan terhindar dari
hal-hal yang tidak diinginkan. Sebuah peralatan proses hidrogenasi batch harus dipastikan
bahwa seluruh komponennyaberjalan dengan baik, terutama komponen-komponen
listriknya untuk menghindari terjadinya konsleting. Selain itu juga, biasanya peralatan
proses dibuat dengan bahan yang tahan api dan diletakkan dalam zona keamanan area
satu.
Keuntungan menjalankan proses hidrogenasi secara batch adalah pengoperasian
proses yang lebih praktis dan mudah dikontrol, serta fleksibilitas dalam menjalankan
proses yang baik. Sedangkan kelemahannya adalah kapasitas produksi yang rendah.

Proses hidrogenasi continuous

Gambar 7.Skema Peralatan Proses untuk Proses Hidrogenasi Continuous


Secara umum, peralatan proses yang dibutuhkan untuk menjalankan proses
hidrogenasi secara continuous hampir sama dengan yang dijalankan secara batch. Hanya
saja, untuk yang continuous peralatan proses harus diintegrasikan dengan beberapa
peralatan lain. Fungsi pengintegrasian alat-alat tersebut adalah untuk memastikan umpan
yang masuk ke dalam reaktor sudah sesuai dengan spesifikasi yang seharusnya sehingga
maintenance terhadap proses dapat hanya dilakukan beberapa kali dalam jangka waktu
yang lama, memastikan produk yang dihasilkan langsung dapat diproses lebih lanjut
dalam proses pengolahan selanjutnya, dan memaksimalkan pemakaian sumber dayasumber daya yang digunakan dalam proses.
Keuntungan dari proses hidrogenasi secara continuous adalah kapasitas produksi
yang dimiliki lebih tinggi dibandingkan dengan proses secara batch, efisiensi penggunaan
energi dan sumber daya lain tinggi dan dapat ditingkatkan dengan recycle, dan biaya
produksi yang dibutuhkan lebih murah. Sedangkan kelemahan yang dimiliki adalah
fleksibilitas dalam pengoperasian rendah, pengoperasian proses lebih kompleks, dan
proses secara continuous membutuhkan sistem kontrol yang lebih baik dan mahal
dibandingkan proses secara batch.

Gambar 8.Reaktor Proses Hidrogenasi Continuous

2. Melt Oil/Fat
Pasca proses hidrogenasi, minyak ataupun lemak nabati maupun hewani akan
terkonversi menjadi minyak dengan fasa semi padat pada temperatur kamar atau minyak
dengan tingkat plastisitas tertentu. Produk pasca proses hidrogenasi ini memiliki umur
simpan yang lebih baik dan bersifat lebih stabil karena lebih tahan terhadap oksidasi. Hal ini
dapat terjadi dikarenakan perubahan asam lemak tidak jenuh di dalam minyak menjadi asam
lemak jenuh melalui penghilangan ikatan rangkap di dalam asam lemak tidak jenuh.

Dalam proses pembuatan shortening, minyak yang telah berada dalam fasa semi padat
kemudian akan diproses lebih lanjut menjadi melt oil/fat (lelehan minyak/lemak). Sumber
minyak atau lemak untuk membuat produk shortening bermacam-macam, biasanya
digunakan minyak yang berasal dari tumbuhan, seperti minyak sawit (olein dan stearin),
minyak kacang kedelai, minyak biji kapas, dan beberapa jenis lemak hewan.Produk
shorteningini biasanya dibuat atau diproduksi dari satu jenis minyak/lemak saja atau dapat
juga diproduksi dari berbagai variasi campuran jenis minyak/lemak.Hal ini sangat tergantung
kepada jenis shortening dan fungsi yang diinginkan dan aplikasi shortening terhadap produk
pangan tertentu.
Trigliserida sebagai penyusun utama minyak/lemak biasanya tersusun atas tiga bentuk
kristal utama, yaitu bentuk alfa, beta, dan beta prime. Bentuk kristal beta merupakan bentuk
kristal yang paling stabil, berukuran cukup besar dan kasar. Sebaliknya, kristal beta prime
berukuran lebih kecil dan halus. Dalam pembuatan shortening ini, bentuk kristal beta prime

merupakan bentuk kristal yang cukup diinginkan untuk aplikasi produk shortening. Bentuk
kristal beta prime ini akan menghasilkan produk shortening yang lebih halus, aerasi yang
baik, dan juga memiliki sifat pembentuk krim yang baik. Berkebalikan dengan beta prime,
bentuk kristal beta yang berukuran lebih besar dan kasar akan menghasilkan produk
shortening dengan granula berukuran besar dan aerasi yang relatif buruk. Oleh karena hal
inilah, seringkali berbagai variasi minyak atau lemak dicampurkan untuk mendapatkan
bentuk kristal beta prime. Bentuk kristal beta prime banyak ditemukan pada minyak sawit
atau jenis minyak yang banyak mengandung asam lemak palmitat, seperti minyak biji kapas.
Jenis minyak lain, seperti lemak kakao dan minyak kacang kedelai, cenderung lebih memiliki
bentuk kristal beta.

Gambar 9. Proses dan peralatan proses melt oil


Upaya untuk memeroleh campuran minyak atau lemak yang menghasilkan produk
shortening yang baik mengharuskan dilakukannya proses pelelehan minyak/lemak. Hal ini
disebabkan tidak semua minyak atau lemak berada dalam fasa cair pada kondisi temperatur
ruang. Proses pelelehan minyak/lemak dilakukan juga untuk memudahkan proses berikutnya,
yaitu proses pencampuran (blend) dimana fasa cair sangat dibutuhkan untuk memeroleh
campuran yang lebih homogen. Jika minyak sawit digunakan sebagai bahan utama
pembuatan shortening, proses pelelehan berfungsi untuk melelehkan fasa padat (stearin) dari
minyak sawit. Untuk memastikan minyak atau lemak yang dicampurkan untuk membuat
produk shortening meleleh, proses pelelehan ini biasanya dilakukan pada temperatur 70oC.

3. Blending
Proses pelelehan dari satu jenis minyak/lemak ataupun berbagai jenis campuran
minyak/lemak akan diikuti proses lanjutan, yaitu blending atau pencampuran. Yang dimaksud
dengan pencampuran adalah pencampuran dari satu jenis atau lebih minyak/lemak dan juga
pencampuran beberapa aditif lainnya, seperti plastisizer, emulsifier, dan antioksidan.Setiap

bahan yang ditambahkan merupakan bahan yang larut di dalam lemak.Biasanya bahan-bahan
ini ditambahkan dalam jumlah yang kecil.Penambahan jenis-jenis aditif di atas bergantung
kepada kebutuhan atau tujuan aplikasi dari shortening dan bukan merupakan sesuatu yang
wajib ditambahkan karena biasanya shortening secara keseluruhan hanya terdiri dari minyak
atau lemak.

Gambar 10. Proses dan peralatan proses blending

Salah satu aditif yang cukup sering ditambahkan adalah emulsifier. Emulsifier dapat
ditambahkan sekitar 1-2% dari total shortening yang diproduksi. Biasanya penambahan
emulsifier ini digunakan untuk membuat produk shortening yang lebih fluid atau dengan kata
lain memiliki kadar padatan yang rendah, yaitu sekitar 25-30%. Untuk membuat produk
shortening ini, jumlah emulsifier yang ditambahkan dapat mencapai 10%.
Proses pencampuran biasanya dilakukan secara batch di dalam tangki pencampuran,
namun dengan proses pengadukan yang kontinu. Proses pencampuran biasanya dilakukan
pada rentang temperatur 50-55oC. Pencampuran dilakukan hingga semua bahan beserta
minyak/lemak tercampur secara homogen.
Untuk lebih mengefisiensikan proses, biasanya proses pelelehan minyak/lemak dan
proses pencampuran dilakukan pada satu peralatan yang sama, seperti yang terlihat pada
diagram alir proses pembuatan shortening yang disajikan pada Gambardi bawah ini.

Gambar 11. Diagram alir proses pembuatan shortening

Nomor 1 dari diagram alir proses di atas merupakan peralatan oil blend tank, dimana
campuran minyak/lemak ditambahkan dan dicampurkan sekaligus dilelehkan pada temperatur
kondisi yang sesuai. Setelah minyak/lemak dan beberapa aditif yang perlu ditambahkan telah
tercampur secara homogen, maka minyak/lemak kemudian dialirkan menuju proses
selanjutnya, yaitu proses pre-kristalisasi dan proses kristalisasi.
Berikut

merupakan

beberapa

formula

pencampuran

minyak/lemak

untuk

menghasilkan produk shortening dengan plastisitas yang baik.


Tabel 5. Formula pembuatan plastic shortening
Minyak/Lemak

Plastic Shortening
1

Minyak sawit

50%

Minyak ikan terhidrogenasi

50%

Stearin

42%

Minyak sawit terhidrogenasi

18%

Minyak rapeseed

40%

Olein terinteresterifikasi

100%

Sedangkan Tabel 6.yang disajikan di bawah ini menunjukkan beberapa formulasi pembutan
shortening bebas lemak trans dan hasil baking test terhadap roti dengan penggunaan masingmasing formula shortening.

Tabel 6. Formula pembuatan plastic shortening


Minyak/Lemak

Formulasi
1

Minyak sawit

40%

Anhydrous milk fat

60%

Stearin

50%

60% 60% 60%

Minyak rapeseed

50%

40%

Minyak kacang kedelai


Minyak biji kapas

40%
40%

Hasil baking test (persen volume roti per volume standar) 99% 101% 97% 96% 95%

4. Prekristalisasi dan Kristalisasi


Kristalisasi minyak pada dasarnya adalah proses pendinginan minyak sampai
mencapai suhu tertentu dimana terbentuk kristal. Kecepatan pengaduk pada saat mulai
terbentuk kristal perlu diatur agar jangan terlalu lambat atau terlalu cepat. Jika pengadukan
terlalu lambat akan terjadi pendinginan tidak merata sehingga daerah sekitar dinding
pendingin dari alat kristalisasi terjadi pembentukan kristal yang berlebihan, sedangkan daerah
sekitar pusat tabung kristalisasi, kristal kurang berkembang dengan baik. Daya kecepatan
perputaran pengadukan yaitu 30 rpm dan 15 rpm. Biasanya daya per unit volume untuk 30
rpm digunakan dalam skala besar, sedangkan 15 rpm digunakan untuk skala laboratorium
(Jatmika dan Guritno, 1996).
Ukuran Kristal
Jika suhu dinaikkan, lemak akan menahan gerakan molekul menghalangi
terbentuknya kristal, tapi jika suhu diturunkan maka akan terbentuk kristal. Lemak akan
mengkristal dimulai dari fase cair dalam bentuk dan diikuti perubahan ke bentuk
kemudian ke bentuk intermediat atau modifikasi akan membentuk polimorf yang tinggi.
kristal berukuran kecil, seragam sehingga akan menghasilkan shortening dengan tesktur halus
dan plastisitas, resistensi terhadap panas serta sifat creaming yang baik. Kristal
menghasilkan shortening dengan tesktur yang kasar dan sifat baking yang buruk, tapi baik
untuk minyak goreng dan pie crust. Tipe kristal ditentukan oleh proses plastisisasi dan
tempering.

Kristal yang sudah terbentuk bersifat irreversibel dan stabil. Penurunan tingkat
polimorf diperoleh dengan cara melelehkan produk atau mengulang kembali proses. Tipe
kristal akan mempengaruhi tekstur dan sifat-sifat fungsional dari produk: melting point,
kelarutan, panas spesifik dan konstanta dielektrik. Lattice (kisi-kisi) kristal terbentuk ketika
molekul-molekul padatan saling berdekatan untuk membentuk kristal yang stabil, maka
molekul-molekul ini harus berada pada jarak yang sangat dekat satu sama lain.
Supercooling
Karakteristik supercooling dari trigliserida merupakan faktor yang paling kritis pada
plastisisasi lemak/minyak.Lemak masih dapat mempertahankan bentuk cairnya jika
didinginkan dibawah titik lelehnya (solidifikasi dan plastisisasi harus dikontrol).Derajat
supercoolingdan

suhu

supercooling

produk

menentukan

suhu

penanganan

produk.Supercoolingakan mempengaruhi konsistensi dan titik leleh dari produk yang


disolidifikasi. Solidifikasi lemak yang mengalami supercoolingakan menghasilkan produk
yang keras dan plastis (daya olesnya rendah). Fenomena ini dapat dicegah dengan melakukan
pengadukan.

Lemak memiliki karakteristik yang bersifat plastis (mudah dibentuk, dicetak atau
diempukkan) dan berbentuk padat, biasanya dilunakkan dengan cara pencampuran dengan
udara. Lemak yang plastis mengandung kristal gliserida yang padat dan sebagian trigliserida
cair. Apabila lemak didinginkan maka panas akan hilang sehingga memperlambat gerakan
molekul-molekul asam lemak yang ada di trigliserida dalam lemak, maka molekul-molekul
tersebut akan saling tarik menarik karena jarak antar molekul lebih kecil dan saling berikatan
antara trigliserida satu dengan lainnya yang akan membentuk kristal.
Gaya tarik menarik antar molekul yang biasa disebut gaya van der Walls akibatnya
pada asam lemak yaitu asam lemak dalam molekul lemak akan tersusun berjajar dan saling
bertumpuk yang akan berikatan membentuk kristal. Kristal lemak mempunyai bentuk polimer
(relatif tidak stabil), (kristal yang stabil), (intermediet/relatif stabil). Bentuk polimer
yang khas pada asam lemak tergantung pada kondisi terbentuknya kristal, perlakuan tehadap
lemak sesudah kristalisasi, dan komponen-komponen asam lemak. Ketika trigliserida yang
terdiri dari satu jenis asam lemak dilelehkan dan didinginkan secara cepat lemak akan
memadat pada titik leleh terendah. Kristal yang terbentuk disebut kristal . Jika dipanaskan
kembali dan meleleh, dan suhu dijaga diatas titik lelehnya, maka lemak akan memadat
kembali membentuk kristal . Dengan cara yang sama kristal yang stabil dapat diperoleh.

Kristal mempunyai titik leleh yang paling tinggi.Untuk produksi shortening maka lemak
harus mengkristal dalam bentuk .Lemak yang mempunyai kecenderungan untuk berubah
menjadi bentuk apabila dapat menghasilkan margarine atau shortening yang kasar dan
berbutir-butir.
Perbandingan bahan padat dalam lemak sangat penting dalam menentukan sifat fisik
dari suatu produk. Pemadatan lemak tergantung pada kandungan kristal, ukuran serta bentuk
Kristal, dan polimorfisme. Polimorfisme yaitu adanya bentuk kristal yang lebih dari satu
terjadi karena pola susun molekul yang berlainan dalam kristal lemak. Gejala polimorfisme
ditandai dengan terbentuknya kristal bertitik leleh rendah sehingga terjadi perubahan bentuk
yang bertitik leleh lebih tinggi, seperti beberapa lemak berbentuk kristal yang stabil tetapi
dalam lemak lainnya kristal berubah menjadi bentuk intermediet dan akhirnya berubah
menjadi bentuk yang besar-besar.
Polimorfisme dan Struktur Kristal
Lemak mengeras dalam bentuk lebih dari satu jenis kristal. Trigliserida menunjukkan
tiga jenis kristal utama, yaitu , dan , dengan meningkatnya derajat stabilitas dan titik
leleh. Konformasi molekul dan packing dalam kristal masing-masing polimorf telah
dilaporkan. Dalam bentuk , sumbu rantai asam lemak dari trigliserida berorientasi secara
acak dan bentuk yang mengungkapkan kebebasan gerak molekul dengan struktur
heksagonal subcell.
Bentuk dan bentuk adalah sebuah rantai konformasi diperpanjang dengan
ortorombik dan triklinik struktur subcell, masing-masing.Pada sumbu rantai asam lemak
bentuk berorientasi sebaliknya, sedangkan dalam bentuk semua sumbu rantai asam
lemak berorientasi dalam satu jalan.Kristal dari bentuk merupakan kristal yang rapuh
dengan ukuran 5 m dan membutuhkan suhu yang cukup rendah untuk eksis. Kristal
adalah jarum kecil dengan ukuran panjang jarang lebih dari 1 m. Kristal besar dan kasar,
ukurannya sekitar 25-50 m dan dapat tumbuh hingga lebih dari 100 m selama periode
penyimpanan produk diperpanjang. Bentuk bertanggung jawab atas kegagalan kualitas
produk di margarin yang ''berpasir'' dan ''kasar''.Dalam kasus yang berat ini dapat
mengakibatkan pemisahan minyak biasanya digambarkan dengan istilah oiling out. Suhu
penyimpanan yang terlalu tinggi, formulasi campuran minyak yang tidak memadai, atau
kondisi proses mendukung kegagalan produk ini.
Dalam pemadatan atau solidifikasi pada shortening, kebanyakan pabrik modern
menggunakan votator. Dalam proses ini, lemak yang meleleh disuplai dari tangki

penyimpanan ke pompa positive-displacement dan tekanan dipaksa di bawah sekitar 300 psi
melalui bagian pertama dari sistem pendingin kontinyu. Udara, nitrogen, atau gas inert
lainnya untuk dimasukkan ke dalam produk dicampurkan ke sisi pompa pengisap.Lemak cair
tersebut pertama dipaksa melalui precooler di mana suhunya berkurang menjadi sedikit di
atas titik solidifikasi, misalnya pada 110-115F, dan kemudian dipaksa melalui satu atau lebih
silinder dingin dikenal sebagai votatorA-Unit.Dalam votatorA-Unit suhu berkurang menjadi
sekitar 65-75F. Pendinginan berlangsung cepat sehingga lemak meninggalkan A-Unit yang
supercooled. Kristalisasi terjadi pada fluid mass saat dinukleasi oleh kristal yang terkikis dari
dinding votator silinder. Massa ternukleasi ini dimasukkan ke pemanas silinder besar untuk
dikristalisasi lebih lanjut.Biasanya silinder ini disebut B-Unit, ditempatkan sejajar dengan AUnit yang menyediakan agitator yang membuat konten pada suhu agitasi.
Meskipun begitu, beberapa pembentukan kisi kristal dalam produk jadi dianggap
perlu untuk membuat produk tersebut memiliki bentuk sesuai keinginan.Secara teoretis,
pembentukan kisi tersebut dapat benar-benar dicegah dengan mengikuti prosedur yang ada
selama waktu tunda diB-Unit,dengan demikian proses tersebut akan menghasilkan formasi
kristal-kristal tunggal yang saling terikat oleh minyak cair.Produk ini kemudian akan
mencapai tingkat kekenyalan yang maksimum dan akan menjadi pekat atau kental.
Proses yang ditujukkan dalam B-Unit sebaiknya dikontrol secara berhati-hati untuk
menyiapkan sebuah produk yang tahan terhadap periode tempering yang panjang, sehingga
akan mencapai bentuk yang diinginkan. Shortening yang meninggalkan B-Unit tersebut
diambil oleh pompa roda gigi kedua yang memberikan gaya tekanan sekitar 300-400
poundsmelalui katup untuk membuatnya homogen dan sebuah Packet filler. Shortening yang
telah terpaket tersebut setelah itu dikenakan periode tempering.
Dengan demikianwaktu dan ruangan dapat dihemat dan produk dapat segera dikirim
kepada konsumen biasanya sekitar satu hari setelah dipaketkan.Tujuan lain dari penemuan ini
adalah untuk menyediakan sebuah metode yang telah dikembangkan untuk mengontrol
kristalisasi dalam suatu proses manufaktur Shortening, dengan demikian sebuah produk
dengan tingkat kekentalan akhir yang diharapkan mungkin lebih mudah diperoleh.Tujuan
yang lebih jauh dari penemuan tersebut adalah untuk menyediakan suatu proses manufaktur
untuk shortening yang berada dalam suhu ruangan dan dengan sedikit perubahan temperatur
setelah dipaketkan.
Berdasarkan proses penemuannya, setelah pengenalan udara atau gas inert, dan
precooling untuk suhu di atas titik pengkristalan,dan sebelumnya untuk memperkenalkan
Voltator A-Unit, yang tergabung dengan recyle stream yang bekerja secara mekanis, dan

bentuk produk yang terkristalisasi,B-Unit dapat dikatakan bahwa suhu dari feed stream-nya
dikurangi sampai dibawah seeding point-nya dan stream tersebut memiliki inti berupa kristal
kerasyang sangat banyak. Stream campuran merupakan pencampuran Voltator A-Unit dengan
minyak yang sudah di supercooled sedikit sejak proses kristalisasi selesai secaraterpisah
sebelum mencapai unit ini. Slurry meninggalkan A-Unit pada suhu sekitar 70F seperti pada
proses konvensional. Walau bagaimanapun, ada sedikit panas tersembunyidalam slurry sejak
proses kristalisasi, pada titik ini prosesnya hampir selesai. Slurry mencapai B-Unit, dengan
demikian proses kristalisasi selesaisecara menyeluruh, akan tetapi suhu produk meningkat
selama pelepasan panas laten di dalam unit ini, jumlahnya kecil yaitu sekitar 5F.Sebuah
bagian dari stream dari B-Unit dipaksa masuk melalui katup, Packet filler,dan bagian-bagian
lain dari stream dari B-Unit kemudiandialihkan kembali menuju recycle stream untuk
dicampurkan dengan feed stream sebelumnya untuk kemudian dikirim ke Votator AUnit.Produk yang telah dipaketkan tersebut mencapai kekentalan akhir dalam jangka waktu
yang sangat singkat karena stabil dan kristal yang kuat secara mekanik telahdimasukkan
sebelumnya.
Secara ringkas, shortening diproduksi dalam votator atau kombinator. Campuran
minyak pertama-tama dilelehkan lalu diumpankan ke dalam scraped-surface heat exchanger
(A-Unit) di mana minyak sangat dingin (supercooled), yaitu dengan suhu 17C-28C dan
sebagian mengkristal.Selama campuran mengkristal, viskositasnya pun meningkat.Mush atau
bubur tersebut melewati agitator (B-Unit) di manakristalisasi selesai. Kristalisasi dilanjutkan
pada B-Unit di mana temperatur bergantung pada temperatur prekristalisasi.Plastik setengah
cair terbentuk dan diekstrusi ke unit packaging.Gambar A-Unit dan B-Unit ditampilkan pada
gambar 12 dan 13.
Kristalisasi pada bentuk prime ()
adalah bentuk kristal yang diinginkan dalam shortening karena akan meningkatkan
plastisitas. Hal ini juga mengimobilisasi sejumlah besar minyak cair, yang jika bebas, akan
membuat produk melempem. Palm oil dan palm stearin memiliki stabilitas yang sangat
tinggi dalam bentuk dibandingkan minyak tumbuhan lainnya.

Gambar 12. Diagram Pre-crystallizer


crystallizer (A-Unit)Gambar
(
13.B-Unit

Diagram alir proses kristalisasi pada shorteningcontohnya


contohnya adalah sebagai berikut.

Gambar 13. Diagram Alir Proses Kristalisasi

5. Tempering
Proses tempering dilakukan untuk mendapatkan tekstur shortening yang cukup baik,
tekstur yang tidak mudah meleleh dengan perubahan suhu.Terumata suhu ketika produk
keluar dari gudang penyimpanan hinga pendstribusian sampai ke tangan konsumen. Metode
yang ada saat ini adalah dengan melakukan tempering di suhu 75-85F selama 24 jam atau
lebih. Hal ini ditujukan agar mendapatkan tekstur shortening yang baik (tidak mudah melelh
pada temperature pemakaian). Optimasi temperature tempering dan waktu tempering
merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembuatan shortening.
Perlakuan yang saat ini dilakukan di industri adalah untuk membuat campuran
trigliserida cair membeku dengan cepat di bawah titik beku lemak. Proses ini dilakukan
dalam Votator unit. Dalam votator unit lemak cair dipompa melewati tubes dingin yang
dilengkapi dengan internal rotating blades untuk menghomogenasikan minyak dan lapisan
lemak padat yang terbentuk.Setelah itu, lemak dingin (supercooled fat) dialirkan untuk
dikristalisasi dengan reaktor beragitator.
Dalam votator unit terjadi kristalisasi sebagain dan diteruskan menjadi kristalisasi
lanjutan di unit B. kristalisasi lanjutan di unit B dilakukan hingga titik kristalisasi maksimum
yang bisa dicapai bahan. Setelah titik kristalisasi maksimum tercapai, terjadi perubahan fisik
pada bahan, yaitu terbentuknya ikatan kohesif antar kristal dalam bahan, atau yang lebih
dikenal dengan transformasi polimorfisme.
Tempering merupakan tahap yang penting. Tanpa tempering, shortening yang
dihasilkan tidak akan mencapai nilai standard viskositas, creaming volume, dan ketahanan
terhadap temperature ambient. Sampai sekarang belum diketahui secara pasti faktor apa saja
yang mempengaruhi proses temperingshortening. Tetapi, beberapa ahli mengasumsikan
shortening harus melalui proses tempering dalam waktu yang cukup lama untuk
menghasilkan kualitas produk yang baik. Oleh karena itu, sebelum dikemas shortening
ditempering pada ruangan khusus selama 48 jam untuk menjaga kualitas produk.
Beberapa ahli menemukan bahwa optimasi proses tempering dengan melakukan
pendinginan pada trigliserida cair agar proses kristalisasi berjalan cepat, kemudian trigliserida
cair dipanaskan secara seragam dengan pemanasan cepat. Dengan proses ini, polimorfisme
trigliserida akan berjalan lebih baik. Karena setiap bentuk akhir Kristal yang terbentuk hanya
perlu dilakukan pemanasan trigliserida yang tidak terlalu lama.
Untuk beberapa jenis triglierida tahap tempering dapat dihilangkan.Proses tempering
ini diganti dengan pemanasan di bawah titik kristalisasi molekul trigliserida. Pemanasan ini
dilakukan dalam reaktor yang tidak berpengaduk agar tidak menganggu proses pembentukan

Kristal itu sendiri. Dalam bahasan Ini akan dibahas lebih lanjut tentang pembentukan lapisan
tipis trigliserida untuk menjaga Kristal dalam kondisi kesetimbangan termal dan menaikkan
suhu kristalisasi dengan dielectric heating untuk menjaga keseragaman kristal yang
terbentuk. Untuk memperbaiki jenis kristal yang dibentuk, pertama triglisrida dibuat cair
terlebih dahulu. Kemudian dinginkan tepat pada suhu kristalisasi mulai.Kemudian panaskan
lagi trigliserida agar tercipta kondisi yang seragam.Pada industri, pendinginan ini dilakukan
dalam unit Votator hingga suhu 60-65F, sementara pemanasan dilakukan dalam unit B
hingga suhu 75-85F

6. Shipment
Permintaan akanshortening semakin hari semakin bertambah. Oleh karena itu
dibutuhkan pengemasan yang mampu memastikan kualitas shortening terjaga bahkan sampai
konsumn yang berada di luar negeri sekalipun.Waktu pengiriman produk juga harus
memperhatikan tanggal kadaluarsa dari produk, sehingga ketika produk mencapai tangan
konsumen dapat dipastikan bahwa produk masih dalam batas aman untuk dikonsumsi.
Shortening saat ini lebih sering dikirim dengan packaging sesuai kebutuhan, ukuran
karton berkapasitas 10 kg, 15 kg, 20 kg, atau kemasan kaleng yang mampu menjaga lebih
lama kualitas produk.Beberapa perusahaan juga menawarkan jasa khusus untuk pengepakan
sesuai dengan kebutuhan konsumen.Seperti yang dilakukan oleh Marina Palm Oil Shortening
dan Saratoga Farms Shortening pada Gambar 14.

Gambar 14.Palm Oil Shortening pada Marina Palm Oil

BAB III
PEMBAHASAN

Metode
1. Peralatan
a. Rotavapor,
b. corong pisah,
c. magnetik stirer,
d. timbangan dan alat-alat gelas.
e. Penentuan kandungan lemak padat menggunakan fulse

2. Bahan
a. Gliserol,
b. Dietil eter,
c. Natrium hidroksida,
d. Asam sitrat
e. RBD Stearin
f. Minyak inti sawit
g. Dedak padi diperoleh dari pabrik penggilingan padi di Pertumbukan.

3. Prosedur Pembuatan

Pembuatannya

melalui

reaksi

gliserolisis.

Pada

reaksi

gliserolisis

ini

membutuhkan katalis. Katalis yang digunakan dalam reaksi gliserolisis ini adalah
enzim lipase yang terdapat pada dedak padi, dengan cara :

a. Dedak padi yang terlebih dahulu diayak dengan ayakan 80 mesh, kemudian
b. Diaktivasi selama 24 jam pada suhu 400C untuk mengurangi kadar airnya.
c. Kemudian sebanyak 10% (b/b) digunakan sebagai katalis dalam reaksi
gliserolisis antara campuran RBD stearin dengan minyak inti sawit.

Kemudian dilanjutkan dengan proses gliserolisis :

a. Kedalam botol aspirator dimasukkan campuran RBD stearin:minyak inti


sawit: gliserol dengan rasio mol 1:1:4
b. kemudian ditambahkan katalis enzim lipase dari dedak padi sebanyak 10%,
c. selanjutnya campuran diaduk dengan pengaduk mekanik dengan kecepatan
3500 rpm pada suhu 40oC selama 120 menit
d. Hasil gliserolisis dimasukkan kedalam corong pisah,
e. kemudian diekstraksi menggunakan dietil eter sebanyak 80 ml,
f. lalu dikocok hingga merata.
g. Selanjutnya katalis di deaktivasi dengan menggunakan larutan asam sitrat 20
% sebanyak 20 ml,
h. lalu dikocok dan dibiarkan hingga terbentuk dua lapisan.
i. Lapisan bawah dibuang dan lapisan atasnya dicuci dengan aquadest sebanyak
tiga kali, masing-masing sebanyak 25 ml.
j. Selanjutnya hasil cucian diuapkan dengan alat Rotari evaporator sehingga
diperoleh residu yang merupakan gliserolat.
k. Dilakukan dengan cara yang sama terhadap campuran lainnya dengan rasio
mol RBD stearin:minyak inti sawit:gliserol 2:2:4, 3:3:4 dan 4:4:4.
l. Hasil gliserolisis masing-masing dilakukan pemeriksaan titik cair, kandungan
lemak padat.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembuatannya

melalui

reaksi

gliserolisis.

Pada

reaksi

gliserolisis

ini

membutuhkan katalis. Katalis yang digunakan dalam reaksi gliserolisis ini adalah
enzim lipase yang terdapat pada dedak padi, dengan cara :Dedak padi yang terlebih
dahulu diayak dengan ayakan 80 mesh, kemudian Diaktivasi selama 24 jam pada suhu
400C untuk mengurangi kadar airnya.Kemudian sebanyak 10% (b/b) digunakan
sebagai katalis dalam reaksi gliserolisis antara campuran RBD stearin dengan minyak
inti sawit.
Kemudian dilanjutkan dengan proses gliserolisis, Kedalam botol aspirator
dimasukkan campuran RBD stearin:minyak inti sawit: gliserol dengan rasio mol 1:1:4
kemudian ditambahkan katalis enzim lipase dari dedak padi sebanyak 10%,
selanjutnya campuran diaduk dengan pengaduk mekanik dengan kecepatan 3500 rpm
pada suhu 40oC selama 120 menit Hasil gliserolisis dimasukkan kedalam corong
pisah, kemudian diekstraksi menggunakan dietil eter sebanyak 80 ml, lalu dikocok
hingga merata. Selanjutnya katalis di deaktivasi dengan menggunakan larutan asam
sitrat 20 % sebanyak 20 ml, lalu dikocok dan dibiarkan hingga terbentuk dua lapisan.
Lapisan bawah dibuang dan lapisan atasnya dicuci dengan aquadest sebanyak tiga
kali, masing-masing sebanyak 25 ml. Selanjutnya hasil cucian diuapkan dengan alat
Rotari evaporator sehingga diperoleh residu yang merupakan gliserolat. Dilakukan
dengan cara yang sama terhadap campuran lainnya dengan rasio mol RBD
stearin:minyak inti sawit:gliserol 2:2:4, 3:3:4 dan 4:4:4. Hasil gliserolisis masingmasing dilakukan pemeriksaan titik cair, kandungan lemak padat.

B. Saran
Demikian makalah yang dapat kami buat , semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca .Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.

KEPUSTAKAAN

Anonimus. 1997. Study Tentang Perkebunan dan Pemasaran Minyak Kelapa Sawit
Indonesia. Internasional Contact Busines System. Inc.
Alexandersen, Klaus A. Margarine Processing Plants and Equipment.
Alfa Laval. 2013. Oil Processing Machine.
Armfield. 2013. Edible & Essential Oils Processing Equipment.
Dolceta, I.C., Vita, S.F., March, R. 2000. Area Preserving Curve Shortening Flows: From
Phase Transitions to Image Processing.
Elisabeth, J., A. Jatmika, dan K. Sinaga. 1998. Lipase-Catalizzed Incorporation of N-3 PUFA
into Palm Oil. International Oil Palm Conference.
Elisabeth, J., A. Jatmika, dan K. Sinaga. 1999. Sintesis Minyak Sawit Merah Kaya Asam
Lemak Omega-3 dengan Metode Asidolisis Enzimatik. Jurrnal PPKS Vol. 7(1):43-46.
Elisabeth, J., T. Hayati, dan D. Siahaan. 1998. Minyak dan Lemak dalam Pola Konsumsi
Pangaan. Warta PPKS Vol. 8(1) 41-49.
Elisabeth, J., T. Hayati, dan D. Siahaan. 2004. Minyak dan Lemak dalam Pola Konsumsi
Pangaan. Warta PPKS Vol. 8(1) 41-49.
Gravrilla, A.I., Avram, R., and Chipurici, P. 2000. Mono and Diglycerides Synthesis and
Uses. Faculty of Industry Chemistry. Polithehnica University of Bucharest. Romania.
Hamilton, R.J., 1989. Esterification and Interesterification. FORIM. Kuala Lumpur.
Hasanuddin, A. 2001. Kajian Teknologi Pengolahan Minyak Kelapa Sawit Mentah untuk
Produksi emulsifer Mono-diasilgliserol dan Konsentrat Karotenoid. Makalah Fal Safah
Sains(PPS 702). Institut Pertanian Bogor.
Jatmika, A. 1998. Aplikasi Enzim Lipase Dalam Pengolahan Minyak Sawit dan Minyak Inti
Sawit Untuk Produk Pangan. Warta PPKS. Medan.
Mizer, D.A, Mary, P. Bethsorer 1987. Food Preparation for The Profesional. John Wiley
And Sons. New York.
OBrien, R.1998. Fats and Oil. Tehnomic Publishing Company, Inc. Lancaster. New York.

Vous aimerez peut-être aussi