Vous êtes sur la page 1sur 6

Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. x, No.

x, Tahun xxxx, Halaman xx- xx


Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jtki

PENGARUH PENAMBAHAN Chlorella vulgaris, DAN Spirulina platensis


TERHADAP KANDUNGAN KARBOHIDRAT, PROTEIN, LEMAK, DAN
SIFAT KULINER MIE GANDUM
Daniel Johnny, Devi Alfilovita, Dr. Andri Cahyo Kumoro S.T., M.T. *)
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Jln. Prof. Soedarto, Tembalang, Semarang, 50239, Telp/Fax: (024)7460058
Abstrak
Mie merupakan produk makanan dari olahan tepung yang sudah banyak dikonsumsi masyarakat. Pada
penelitian ini digunakan Chlorella vulgaris (C.V.) dan Spirulina platensis (S.P.) yang memiliki kandungan
tinggi protein dan rendah lemak. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh perbandingan
komposisi tepung terigu dan campuran C.V. dan S.P. terhadap kadar karbohidrat, protein, lemak, dan
sifat kuliner pada mie, menganalisis komposisi tepung terigu dan campuran yang paling optimum untuk
pembuatan mie. Cara pembuatan mie, yaitu C.V. dan S.P. dicampur sesuai dengan komposisi, dicampur
dengan tepung terigu, telur, garam dapur, dan air secukupnya sehingga menjadi bentuk adonan mie,
diamkan selama 15 menit, lalu dibentuk dengan mesin penggiling hingga terbentuk lembaran-lembaran
mie. Mie digoreng, lalu didinginkan dengan udara lingkungan. Analisis sifat kuliner meliputi analisa
warna, tekstur, rasa, aroma yang dilakukan dengan lembar penilaian. Hasil penelitian menunjukkan
penambahan mikroalga C.V. dan S.P. pada pembuatan mie, meningkatkan kadar protein dan lemak yang
diikuti penurunan kandungan karbohidrat. Selain itu, penambahan mikroalga C.V. dan S.P. pada
pembuatan mie, memiliki sifat kuliner yang disukai, baik tekstur, warna, aroma, dan rasa. Komposisi
paling optimum adalah mie dengan komposisi tepung terigu 90g dengan C.V. dan S.P. masing-masing
2,5g, dengan kandungan protein dan lemak lebih banyak dari variabel kontrol, serta sifat kuliner yang
paling disukai.
Kata kunci: mikroalga, nutrisi, mie gandum, penerimaan konsumen
Abstract
Noodles are food products of refined flour that have long been time consumed by people. In this study,
(C.V. and S.P.) used as raw materials due to their high protein and low fat contents. Beside, seaweed
contains alginate, which is expected to replace gluten in wheat flour. This study is aimed to analize the
effect of the composition ratio of flours and mixed ingredients C.V. and S.P. on the carbohydrate, protein,
fat value and culinary properties of the noodles, analize the optimum composition of the flour, C.V. and
S.P. mixture for noodles manufacturing. The way of making noodle is C.V. and S.P. are are mixed
according to the studied composition. Then, this mixture is blended with flour, eggs, salt, and water. The
dough is left for 15 minutes and then set up the roll press to form noodles. The noodles are fried and
cooled with ambient air prior to analysis. Analysis of culinary properties includes color, texture, taste,
and odor which was done with the assessment sheet. The results showed the addition of microalgae (C.V.
and S.P.) on noodles dough, increased the levels of protein and fat in the noodles, followed by decreasing
carbohydrate content of the noodles. Furthermore, the addition of microalgae (C.V. and S.P.) to noodles,
gave a flour composite preferred culinary properties such as, good texture, color, odor, taste. The
optimum composition is the composition is 90 grams wheat flour with 2.5 grams C.V. and 2.5 grams S.P.,
the contents of protein and fat over much of the control variables, and the most preferred culinary
properties.
Keywords: microalgae, nutrition, whole noodle, consumer accceptance
1. Pendahuluan
Sebagian besar wilayah Indonesia terdiri dari perairan. Sumber daya alam bahari yang ada di
Indonesia sangat berpotensi untuk dikembangkan dan dimanfaatkan dalam industri pangan. Sumber daya laut
yang bisa dikembangkan dan dimanfaatkan, diantaranya adalah Chlorella vulgaris dan Spirulina platensis.
*)

Penulis Penanggung Jawab (Email: andrewkomoro@undip.ac.id)

Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. x, No. x, Tahun xxxx, Halaman xx
Chlorella vulgaris (C.V.) merupakan alga bersel tunggal dari golongan alga hijau (Chlorophyta)
yang telah dimanfaatkan secara komersial karena nilai gizi dan ekonominya yang tinggi (Iwamoto, 2004).
Kandungan karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin yang terdapat pada Chlorella sp memberikan alternatif
untuk bisa dikembangkan dalam industri pangan (Wijoseno, 2011). Senyawa sellulosa, hemisellulosa dan
lignin yang terdapat pada dinding sel Chlorella sp merupakan sumber serat dengan kualitas dan kuantitas
tertinggi dibandingkan tanaman biasa dan dibutuhkan manusia termasuk untuk pencegahan kanker usus
(Syahrul, 2011).
Spirulina platensis (S.P.)merupakan salah satu mikroalga hijau biru yang mengandung protein tinggi
dan sumber mikronutrien (Phang, et al., 2000). Spirulina memiliki beberapa karakteristik serta kandungan
nutrisi yang cocok sebagai makanan fungsional. Protein, asam lemak esensial, vitamin, mineral, dan klorofil,
serta fikosianin adalah komponen yang terkandung di dalam Spirulina platensis. Spirulina platensis sudah
digunakan sebagai makanan pemeliharaan kesehatan (suplemen) (Christwardana et al., 2013).
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis pengaruh perbandingan komposisi
tepung terigu dan campuran komposisi C.V., dan S.P. terhadap kadar karbohidrat, protein, dan lemak,
menganalisis pengaruh perbandingan komposisi tepung terigu dan campuran komposisi C.V., dan S.P.
terhadap sifat kuliner, dan menganalisis komposisi tepung terigu dan campuran komposisi C.V., dan S.P.
yang paling optimum pada pembuatan mie.
2. Bahan dan Metode Penelitian
Material Pembuatan Mie:
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung terigu dengan merk Cakra Kembar, telur, dan
garam dapur diperoleh dari Pasar Swalayan. C.V. dan S.P. diperoleh dari Balai Besar Pengembangan
Budidaya Air Payau, Jepara, Jawa Tengah.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pencetak dan pemotong mie, baskom/wadah plastik,
panci, kompor, nampan, wajan, timbangan.
Pembuatan Mie:
Tepung C.V. dan S.P. dicampur dengan tepung terigu sesuai dengan komposisi, telur, garam dapur sebagai
rasa mie, dan air secukupnya, dibentuk menjadi bentuk adonan mie. Adonan mie didiamkan selama 15 menit
agar adonan tidak mudah putus (liat). Adonan mie tersebut dibentuk dengan menggunakan mesin penggiling
hingga terbentuk lembaran-lembaran mie. Lembaran-lembaran mie tersebut dipotong menjadi untaianuntaian panjang. Mie digoreng pada suhu 140-150o C selama 60 sampai 120 detik. Mie hasil penggorengan
didinginkan diatas nampan sampai suhu 40o C, dengan udara lingkungan. Kemudian mie dibungkus dengan
plastik sebelum dianalisis.
Analisis Hasil
Metode analisis pada mie untuk mengetahui nilai gizi dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Tabel Metode Analisis Gizi
Jenis Analisis Gizi
Metode
Analisis protein
Kjehdahl (Fradique et al., 2010)
Analisis lemak
Ekstraksi Soxhlet (Fradique et al., 2010)
Analisis abu
Gravimetri (Apriyantono et al, 1989).
Analisis kadar air
Gravimetri (Fardiaz et al., 1994)
Analisis kandungan kalium (K)
Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) (Muchtadi et al., 1992)
Analisis serat kasar
Gravimetri (Hermayanti, 2006)
Analisis karbohidrat
100% - (protein + lemak + abu + air)% (Apriyantono et al, 1989)
Selain itu, ada analisis kuliner, yaitu analisis tekstur, warna, rasa, dan aroma yang dilakukan dengan lembar
penilaian terhadap 30 panelis.
3. Hasil dan Pembahasan
Analisis Karbohidrat
Pembuatan mie dengan penambahan mikroalga C.V. dan S.P. akan mempengaruhi kadar karbohidrat dari mie
tersebut. Keterangan komposisi tiap variabel disajikan pada Tabel 3.1. Sedangkan untuk hasil dari analisis
kadar karbohidrat, dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. x, No. x, Tahun xxxx, Halaman xx
Tabel 3.1. Komposisi Bahan Baku Pembuatan Mie
T.T
E.C
S.P
C.V
Variabel
(gram) (gram) (gram) (gram)
1
100
5
2
90
5
5
3
90
5
2,5
2,5
4
90
5
5
5
80
5
15
6
80
5
15
7
80
5
10
5
8
80
5
7,5
7,5
9
80
5
5
10
10
70
5
25
11
70
5
25
12
70
5
20
5
13
70
5
5
20
14
70
5
15
10
15
70
5
12,5
12,5
16
70
5
10
15

Variabel

Gambar 3.1. Hasil Analisis Kadar Karbohidrat

Tabel 3.2. Kadar Nutrisi Makro Teoritis


Karbohidrat Protein
Lemak
Variabel
(%)
(%)
(%)
1
78,46
9,9
0,87
2
74,74
12,18
1,13
3
74,54
12,08
1,53
4
74,34
11,98
1,93
5
69,39
17,39
1,64
6
68,19
16,79
4,04
7
68,99
17,19
2,44
8
68,79
17,09
2,84
9
68,59
16,99
3,24
10
64,05
22,6
2,16
11
62,05
21,6
6,16
12
63,65
22,4
2,96
13
62,45
21,8
5,36
14
63,25
22,2
3,76
15
63,05
22,1
4,16
16
62,85
22
4,56

Variabel

Gambar 3.2. Hasil Analisis Kadar Protein

Pada Gambar 3.1, dapat dilihat bahwa kadar karbohidrat dari produk mie yang dihasilkan semakin menurun
dengan bertambahnya C.V. dan S.P. yang diikuti dengan penurunan komposisi tepung terigu. Variabel 1
(kontrol) dengan komposisi tepung terigu 100g memiliki kadar karbohidrat tertinggi, yaitu sebesar 77,95%,
dengan kandungan karbohidrat pada tepung terigu sebesar 78,46% (Gunathilake dan Abeyrathne, 2007).
Sedangkan variabel 11 dengan komposisi tepung terigu 70g, dan C.V. 25g memiliki kandungan karbohidrat
terendah, yaitu sebesar 56,38%.
Hasil analisis karbohidrat ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh penambahan C.V. dan S.P. terhadap
kadar karbohidrat dari mie yang dihasilkan. Semakin banyak C.V. dan S.P., maka dihasilkan mie dengan
kadar karbohidrat yang lebih rendah. Hal ini dikarenakan kandungan karbohidrat dari C.V. dan S.P. lebih
rendah dibandingkan karbohidrat dari tepung terigu. Adapun kandungan karbohidrat pada S.P. sekitar 25%,
sedangkan untuk C.V. adalah 17%. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan karbohidrat dari S.P. lebih besar
daripada karbohidrat pada C.V. (Becker, 2004). Jika dilihat secara perhitungan teoritis dalam pencampuran
ketiga komponen yakni C.V. dan S.P., maka kadar karbohidrat dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Pada Tabel 4.2. dapat dilihat bahwa secara perhitungan teoritis, kadar karbohidrat mie juga menurun dengan
berkurangnya komposisi tepung terigu. Hal ini dikarenakan kandungan karbohidrat pada tepung terigu
(78,46%), lebih besar dibandingkan kandungan karbohidrat pada C.V. (17%) dan S.P. (25%). Dapat dilihat
juga, bahwa kadar karbohidrat teoritis lebih besar dari kadar hasil penelitian sebagai akibat dari proses
pemasakan selama pembuatan mie. Pada saat mie digoreng untuk mengurangi kadar air, akan terjadi
hidrolisis karbohidrat menjadi gula reduksinya. Hal ini menyebabkan kadar karbohidrat akan menurun
(Felycia et al., 2004).

Analisis Protein

Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. x, No. x, Tahun xxxx, Halaman xx
Pembuatan mie dengan penambahan mikroalga C.V. dan S.P. akan mempengaruhi kadar protein dari mie
tersebut. Keterangan komposisi tiap variabel disajikan pada Tabel 3.1. Sedangkan untuk hasil dari analisis
kadar protein, dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Pada Gambar 3.2, dapat dilihat bahwa kadar protein dari produk mie yang dihasilkan semakin meningkat
dengan bertambahnya C.V. dan S.P. Variabel 1 (kontrol) dengan komposisi tepung terigu 100g memiliki
kadar protein terendah, yaitu sebesar 9,34%, dengan kadar protein dari tepung terigu adalah 9,9%
(Gunathilake dan Abeyrathne, 2007). Sedangkan variabel 10 dengan komposisi tepung terigu 70g, dan S.P.
25g, memiliki kandungan protein tertinggi, yaitu sebesar 20,74%.
Hasil analisis protein ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh penambahan C.V. dan S.P. terhadap kadar
protein dari mie yang dihasilkan. Semakin banyak C.V. dan S.P. maka dihasilkan mie dengan kadar protein
yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan kandungan protein dari C.V. dan S.P. lebih tinggi dibandingkan protein
dari tepung terigu, sehingga baik untuk menjadi bahan tambahan dalam mie (Becker, 2004). Protein pada
mikroalga baik untuk tubuh, berfungsi sebagai zat pembangun, berbeda dengan protein pada tepung (gluten)
yang berfungsi untuk membentuk gel supaya adonan menjadi liat. Jika dilihat kadar protein teoritis pada
Tabel 3.2., hasil yang didapat tidak berbeda jauh dengan penelitian kami. Kadar teoritis lebih besar dari kadar
yang didapat dari penelitian. Hal ini dikarenakan adanya proses pemasakan yaitu penggorengan, dimana pada
suhu tinggi, protein akan mengalami denaturasi. Denaturasi sendiri adalah perubahan struktur dari protein,
dimana protein akan rusak. Sehingga dengan proses penggorengan mie, kadar protein akan semakin menurun
dengan berjalannya waktu penggorengan. Namun, penggorengan mie yang dilakukan hanya 1 menit,
sehingga hanya sedikit protein yang terdenaturasi (Felycia et.al., 2004).
Analisis Lemak
Pembuatan mie dengan penambahan mikroalga C.V. dan S.P. akan mempengaruhi kadar lemak dari mie
tersebut. Keterangan komposisi tiap variabel disajikan pada Tabel 3.1. Sedangkan untuk hasil dari analisis
kadar lemak, dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Variabel

Gambar 3.3. Hasil Analisis Kadar Lemak


Pada Gambar 3.3, kadar lemak yang dihasilkan meningkat dengan bertambahnya C.V. dan S.P.. Variabel 1
(kontrol) dengan tepung terigu 100g, memiliki kadar lemak terendah, yaitu sebesar 3,94%, dengan kadar
lemak pada tepung terigu sebesar 0,87% (Gunathilake dan Abeyrathne, 2007). Sedangkan variabel 11 dengan
komposisi tepung terigu 70g, dan C.V. 25g memiliki kadar lemak tertinggi, yaitu sebesar 9,25%.
Hasil analisis ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh penambahan C.V. dan S.P. terhadap kadar lemak
yang dihasilkan. Dikarenakan saat penggorengan, minyak banyak terserap oleh mie. Walaupun terjadi
peningkatan kadar lemak dari mie mikroalga, namun lemak masih terbilang cukup rendah untuk mie. Kadar
lemak meningkat dikarenakan lemak dari C.V. dan S.P. lebih tinggi dibandingkan lemak dari tepung terigu.
Namun jika dibandingkan dengan daging (34%) (Becker 2004), dan makanan berlemak lain, mie dengan C.V.
dan S.P. bisa dijadikan makanan sehat dengan kandungan lemak yang lebih rendah.
Jika dilihat kadar lemak teoritis pada Tabel 3.2., hasil yang didapat tidak berbeda jauh dengan penelitian
kami. Kadar teoritis lebih kecil dari kadar yang didapat dari penelitian. Hal ini dikarenakan adanya proses
pemasakan yaitu penggorengan, dimana digunakan minyak goreng yang merupakan lemak. sehingga mie
yang digoreng akan mengalami peningkatan kadar lemak. Namun, setelah digoreng mie ditiriskan terlebih
dahulu, sehingga minyak yang menempel pada mie tidak terlalu banyak (Oddang et.al., 2013).
Analisis Organoleptik
Untuk analisis organoleptik meliputi tekstur, warna, aroma, dan rasa, dapat dilihat pada Gambar 3.9. Untuk
tekstur, dapat dilihat bahwa semakin menurun komposisi tepung terigu, maka tekstur mie akan semakin
mudah putus, hal ini dikarenakan tepung adalah penyumbang pati terbesar dalam mie. Sehingga dengan
menurunnya komposisi tepung terigu, maka tekstur mie yang dihasilkan akan semakin buruk. Akan tetapi

Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. x, No. x, Tahun xxxx, Halaman xx
tekstur mie dengan mikroalga tidak jauh berbeda, karena adanya kandungan pati dari mikroalga (17 25%)
(Becker, 2004).

Gambar 3.4. Hasil Analisis Organoleptik


Untuk analisis organoleptik meliputi tekstur, warna, aroma, dan rasa, dapat dilihat pada Gambar 3.4. Untuk
tekstur, dapat dilihat bahwa semakin menurun komposisi tepung terigu, maka tekstur mie akan semakin
mudah putus, hal ini dikarenakan tepung adalah penyumbang pati terbesar dalam mie. Sehingga dengan
menurunnya komposisi tepung terigu, maka tekstur mie yang dihasilkan akan semakin buruk. Akan tetapi
tekstur mie dengan mikroalga tidak jauh berbeda, karena adanya kandungan pati dari mikroalga (17 25%)
(Becker, 2004).
Analisis warna juga dilakukan terhadap 30 panelis, dan didapat hasil bahwa rata-rata dari 30 panelis paling
menyukai warna dari mie dengan komposisi tepung terigu 90g, dengan warna hijau yang tidak terlalu gelap,
yang menurut panelis warna tersebut merupakan warna yang menarik. Sedangkan warna yang paling tidak
disukai adalah mie dengan komposisi tepung terigu 70g, dikarenakan warna hijau gelap yang tidak terlalu
menarik bagi panelis. Hasil produk mie dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Analisis aroma juga penting untuk dilakukan, karena jika aroma tidak enak, maka konsumen tidak akan
menyukai produk mie yang dihasilkan. Gambar 3.4 menunjukkan aroma dari mie dengan komposisi tepung
terigu 90g yang paling disukai, dengan aroma dari mikroalga yang cukup, dan tidak terlalu banyak lebih
menarik menurut panelis. Untuk variabel dengan komposisi tepung terigu 70g, cenderung berbau mikroalga
yang menurut panelis kurang menarik.
Analisis rasa dari mie, dapat dilihat bahwa variabel mie dengan komposisi tepung terigu 90g yang paling
enak menurut panelis, karena adanya tambahan rasa alami dari mikroalga yang ditambahkan (C.V. dan S.P).
dan mikroalga yang tidak terlalu banyak. Mikroalga yang terlalu banyak akan menyebabkan rasa mie
menjadi rasa mikroalga tersebut.
Secara keseluruhan, penilaian dari panelis menunjukkan mie dengan penambahan mikroalga dapat dijadikan
inovasi baru dari produk mie di Indonesia, karena rasa dan aroma alami dari mikroalga, dengan warna hijau,
yang mungkin akan menarik dibandingkan dengan mie biasa yang berwarna kuning.

Gambar 3.5. Hasil produk mie

Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. x, No. x, Tahun xxxx, Halaman xx
4. Kesimpulan
1. Penambahan mikroalga (C.V. dan S.P.) pada pembuatan mie, meningkatkan kadar protein dan lemak yang
diikuti penurunan kandungan karbohidrat dari mie.
2. Penambahan mikroalga (C.V. dan S.P.) pada pembuatan mie, memiliki sifat kuliner yang disukai, baik
tekstur, warna, aroma, dan rasa.
3. Komposisi paling optimum adalah mie dengan komposisi tepung terigu 90g dengan C.V. 2,5g dan S.P.
2,5g, dengan kandungan protein dan lemak dari variabel kontrol, serta sifat kuliner yang paling disukai.
Ucapan Terimakasih
Ucapan terimakasih disampaikan kepada Universitas Diponegoro atas bantuan dana hibah penelitian tahun
2013, laboran Teknik Kimia Universitas Diponegoro Semarang sebagai penyedia alat dan bahan, serta pihakpihak terkait yang ikut membantu penyelesaian penelitian ini.
Daftar Pustaka
Apriyantono A., Fardiaz, D., Puspitasari, N., Sedarnawati, Budiyantono, S., 1989, Petunjuk Laboratorium
Analisis Pangan, PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Becker, W., 2004, Microalgae in Human and Animal Nutrition, editor Richmond, A., Handbook of Microalgal
Culture, Blackwell, Oxford, pp. 312 351.
Christwardana, M., Nur, M. M. A., Hadiyanto, 2013, Spirulina platensis: Potensinya Sebagai Bahan Pangan
Fungsional, J. Appl. Tek. Pang., 2:1-4.
Fardiaz, D., Apriyantono, A., Manullang, M., 1994, Penuntun Praktikum Analisa Pangan, Fateta IPB, Bogor.
Fradique, M., Batista, A.P., Nunes, M.C., Gouveia, L., Bandarra, N.M., Raymundo, A., 2010, Incorporation of
Chlorella vulgaris and Spirulina maxima Biomass in Pasta Products. Part 1:Preparation and Evaluation, J.
Sci. Food. Agric., 90:1656 1664.
Felycia, L., Sudaryanto, Y., Yuliana, H.R., 2004, Pengaruh Waktu dan Jenis Wadah Pemasakan terhadap
Komponen Makanan dalam Gudeg, Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses, Universitas Diponegoro,
Semarang.
Gunathilake, K.D.P.P., Abeyrathne, Y.R.M.K., 2008, Incorporation of Coconut Flour into Wheat Flour
Noodles and Evaluation of its Rheological, Nutritional and Sensory Characteristics, J. Food Processing.,
32:133 142.
Hermayanti, H., 2006, Penetapan Serat Gravimetri, Jakarta: Pustaka Media.
Iwamoto H., 2004, Industrial Production of Microalgal Cell-Mass and Secondary Products-Major Industrial
Species: Chlorella, editor Richmond, A., Handbook of Microalgal Culture: Biotechnology and Applied
Phycology, Blackwell Publishing.
Muchtadi, D., Palupi, N.S., Astawan, M., 1992, Petunjuk Laboratorium Metode Kimia, Biokimia, Biologi dan
Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan, IPB, Bogor.
Oddang, A.S., Sirajuddin, S., Syam, A., 2013, Analisis Kadar Asam Lemak Trans dalam Gorengan dan
Minyak Bekas Hasil Penggorengan Makanan Jajanan di Lingkungan Workshop Universitas Hasanuddin
Makassar, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Phang, S.M., Miah, M.S., Chu, W.L., Hashim, M., 2000, Spirulina Culture in Digested Sago Starch Factory
Waste Water, J. Appl. Phycol., 12:395400.
Syahrul, 2011, Chlorella, (www.yunksyid.blogspot.com) (diakses pada tanggal 26 September 2013).

Vous aimerez peut-être aussi