Vous êtes sur la page 1sur 13

ASKEP CA OVARIUM

A. Pengertian
Kanker Indung telur atau Kanker ovarium adalah tumor ganas pada
ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita
berusia 50 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar ke bagian lain,
panggul, dan perut melalui sistem getah bening dan melalui sistem
pembuluh darah menyebar ke hati dan paru-paru.
Kanker ovarium sangat sulit didiagnosa dan kemungkinan kanker
ovarium ini merupakan awal dari banyak kanker primer. (Wingo, 1995)

B. Etiologi
Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi
banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium,
diantaranya:
1. Hipotesis incessant ovulation
Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium
untuk

penyembuhan

luka

pada

saat

terjadi

ovulasi.

Proses

penyembuhan sel-sel epitel yang terganggu dapat menimbulkan proses


transformasi menjadi sel-sel tumor.
2. Hipotesis androgen
Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker
ovarium. Hal ini didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium
mengandung reseptor androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen
dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan sel-sel
kanker ovarium.
C. Faktor Risiko
1. Diet tinggi lemak
2. Merokok
3. Alkohol
4. Penggunaan bedak talk perineal
5. Riwayat kanker payudara, kolon, atau endometrium
6. Riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium
7. Nulipara
8. Infertilitas
9. Menstruasi dini
10. Tidak pernah melahirkan

D. Tanda & Gejala


Gejala umum bervariasi dan tidak spesifik. Pada stadium awal berupa :
1. Haid tidak teratur
2. Ketegangan menstrual yang terus meningkat
3. Menoragia
4. Nyeri tekan pada payudara
5. Menopause dini
6. Rasa tidak nyaman pada abdomen
7. Dispepsia
8. Tekanan pada pelvis
9. Sering berkemih
10. Flatulenes
11. Rasa begah setelah makan makanan kecil
12. Lingkar abdomen yang terus meningkat
E. Stadium
Stadium

kanker

ovarium

primer

menurut

FIGO

(Federation

InternationalofGinecologies and Obstetricians ) 1987, adalah :


STADIUM I > pertumbuhan terbatas pada ovarium
1. Stadium 1a : pertumbuhan terbatas pada suatu ovarium, tidak ada
asietas yang berisi sel ganas, tidak ada pertumbuhan di permukaan
luar, kapsul utuh.
2. Stadium 1b : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak
asietas, berisi sel ganas, tidak ada tumor di permukaan luar, kapsul
intak.
3. Stadium 1c : tumor dengan stadium 1a dan 1b tetapi ada tumor
dipermukaan luar atau kedua ovarium atau kapsul pecah atau dengan
asietas berisi sel ganas atau dengan bilasan peritoneum positif.
STADIUM II > Pertumbuhan pada satu atau dua ovarium dengan
perluasan ke panggul
1. Stadium 2a : perluasan atau metastasis ke uterus dan atau tuba
2. Stadium 2b : perluasan jaringan pelvis lainnya
3. Stadium 2c : tumor stadium 2a dan 2b tetapi pada tumor dengan
permukaan satu atau kedua ovarium, kapsul pecah atau dengan asitas
yang mengandung sel ganas dengan bilasan peritoneum positif.

STADIUM III > tomor mengenai satu atau kedua ovarium dengan
implant di peritoneum di luar pelvis dan atau retroperitoneal positif.

Tumor terbatas dalam pelvis kecil tetapi sel histologi terbukti meluas ke
usus besar atau omentum.
1.

Stadium 3a : tumor terbatas di pelvis kecil dengan kelenjar getah


bening negatif tetapi secara histologi dan dikonfirmasi secara
mikroskopis

terdapat

adanya

pertumbuhan

(seeding)

dipermukaan peritoneum abdominal.


2.

Stadium 3b : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan


implant dipermukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopis,
diameter melebihi 2 cm, dan kelenjar getah bening negativ.

3.

. Stadium 3c : implant di abdoment dengan diameter > 2 cm dan


atau kelenjar getah bening retroperitoneal atau inguinal positif.

STADIUM IV > pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium


dengan metastasis jauh. Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif
dalam stadium 4, begitu juga metastasis ke permukaan liver.

F. Penegakan Diagnosa Medis


Sebagian besar kanker ovarium bermula dari suatu kista. Oleh karena
itu, apabila pada seorang wanita ditemukan suatu kista ovarium harus
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan apakah kista
tersebut bersifat jinak atau ganas (kanker ovarium).
Ciri2 kista yang bersifat ganas yaitu pada keadaan :

Kista cepat membesar


Kista pada usia remaja atau pascamenopause
Kista dengan dinding yang tebal dan tidak berurutan
Kista dengan bagian padat
Tumor pada ovarium
Pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat dugaan ke arah kanker
ovarium seperti :
USG dengan Doppler untuk menentukan arus darah
Jika diperlukan, pemeriksaan CT-Scan/ MRI

Pemeriksaan tumor marker seperti Ca-125 dan Ca-724, beta HCG


dan alfafetoprotein
Semua pemeriksaan diatas belum bisa memastikan diagnosis kanker
ovarium, akan tetapi hanya sebagai pegangan untuk melakukan
tindakan operasi.
G. Penatalaksanaan
Sebagian besar kanker ovarium memerlukan pengobatan dengan
kemoterapi. Hanya kanker ovarium stadium awal saja (stadium 1a dan
1b dengan derajat diferensiasi sel yang baik/sedang) yang tidak
memerlukan kombinasi pengobatan. Kemoterapi diberikan sebanyak 6
seri

dengan

pemantauan

interval

terhadap efeh

minggu

sekali

dengan

melakukan

samping kemoterapi secara berkala

terhadap sumsum tulang, fungsi hati, fungsi ginjal, sistem saluran


cerna, sistem saluran cerna, sistem saraf dan sistem kardiovaskuler.
Penatalaksanaan yang sesuai dengan stadium yaitu :

Operasi (stadium awal)

Kemoterapi (tambahan terapi pada stadium awal)

Radiasi (tambahan terapi untuk stadium lanjut

H. Asuhan Keperwatan
1. Pengkajian
1.

Data diri klien

Data biologis/fisiologis > keluhan utama, riwayat keluhan utama


1.

Riwayat kesehatan masa lalu

2.

Riwayat kesehatan keluarga

3.

Riwayat reproduksi > siklus haid, durasi haid

4.

Riwayat obstetric > kehamilan, persalinan, nifas, hamil

5.

Pemeriksaan fisik

6.

Data psikologis/sosiologis> reaksi emosional setelah penyakit


diketahui

2. Diagnosa Keperawatan
1.

Nyeri akut b.d agen cidera biologi

2.

Perubahan citra tubuh dan harga diri b.d perubahan dalam


penampilan fungsi dan peran

3.

Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d perubahan struktur


atau fungsi tubuh, perubahan kadar hormone

4.

Ketidakefektifan pola nafas b/d penurunan ekspansi paru karena


desakan diafragma, bendungan cairan pleura

3.Tujuan dan Intervensi

Diagnosa 1 : Nyeri akut b.d agen cidera biologi


Defenisi

: Pengalaman

emosional

dan

sensori

yang

tidak

menyenangkan yang muncul dari kerusakan jaringan secara secara


aktual dan potensial atau menunjukkan adanya kerusakan. Serangan
mendadak atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat yang
diantisipasi atau diprediksi durasi nyeri kurang dari 6 bulan.
Batasan Karakteristik :

Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal

Tingkah laku berhati hati

Muka topeng

Gangguan tidur

Fokus pada diri sendiri

Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu,kerusakan proses


berfikir,penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
Tingkah

laku

distraksi(jalan

jalan,

menemui

orang,aktifitas

berulang )
Respon

otonom(diaphoresis,

perubahan

tekanan

darah

,perubahan napas nadi,dilatasi pupil)


Perubahan otonom dalm dalam tonus otot (dalam rentang lemah

ke kaku)
Tingkah

laku

ekspresif(gelisah

merintih,menangis,waspada

iritabel,napas panjang mengeluh

Perubahan dalam nafsu makan

Fakta dari observasi

Faktor yang Berhubungan :

Agen injuri (biologis, kimia, fisik, psikologis)

NOC:

Pain level

Pain control

Comfort level

Intervensi :

Manajemen nyeri

Pemberian Analgesik

Pemberian obat penenang

NIC
MANAJEMEN NYERI
Defenisi: pengurangan rasa nyeri serta peningkatan kenyamanan
yang bisa diterima oleh pasien

Aktivitas:

Lakukan penilaian nyeri secara komprehensif dimulai dari lokasi,


karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan penyebab.

Kaji ketidaknyamanan secara nonverbal, terutama untuk pasien


yang tidak bisa mengkomunikasikannya secara efektif

Pastikan pasien mendapatkan perawatan dengan analgesic

Gunakan

komunikasi

yang

terapeutik

agar

pasien

dapat

menyatakan pengalamannya terhadap nyeri serta dukungan


dalam merespon nyeri

Pertimbangkan pengaruh budaya terhadap respon nyeri

Tentukan dampak nyeri terhadap kehidupan sehari-hari (tidur,


nafsu makan, aktivitas, kesadaran, mood, hubungan sosial,
performance kerja dan melakukan tanggung jawab sehari-hari)

Evaluasi pengalaman pasien atau keluarga terhadap nyeri kronik


atau yang mengakibatkan cacat

Evaluasi bersama pasien dan tenaga kesehatan lainnya dalam


menilai efektifitas pengontrolan nyeri yang pernah dilakukan

Bantu pasien dan keluarga mencari dan menyediakan dukungan.

Gunakan metoda penilaian yang berkembang untuk memonitor


perubahan

nyeri

serta

mengidentifikasi

faktor

aktual

dan

potensial dalam mempercepat penyembuhan

Tentukan tingkat kebutuhan pasien yang dapat memberikan


kenyamanan pada pasien dan rencana keperawatan

Menyediakan informasi tentang nyeri, contohnya penyebab


nyeri, bagaimana kejadiannya, mengantisipasi ketidaknyamanan
terhadap prosedur

Kontrol

faktor

lingkungan

yang

dapat

menimbulkan

ketidaknyamanan pada pasien (suhu ruangan, pencahayaan,


keributan)

Mengurangi

atau

menghapuskan

faktor-faktor

yang

mempercepat atau meningkatkan nyeri (spt:ketakutan, fatique,


sifat membosankan, ketiadaan pengetahuan)

Mempertimbangkan

kesediaan

pasien

dalam

berpartisipasi,

kemampuannya dalam berpartisipasi, pilihan yang digunakan,


dukungan lain dalam metoda, dan kontraindikasi dalam pemilihan
strategi mengurangi nyeri

Pilihlah

variasi

dari

ukuran

pengobatan

(farmakologis,

nonfarmakologis, dan hubungan atar pribadi) untuk mengurangi


nyeri

Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri ketika memilih metoda


mengurangi nyeri

Mendorong pasien dalam memonitor nyerinya sendiri

Ajari

untuk

menggunakan

tehnik

non-farmakologi

(spt:

biofeddback, TENS, hypnosis, relaksasi, terapi musik, distraksi,


terapi bermain, acupressure, apikasi hangat/dingin, dan pijatan )
sebelum, sesudah dan jika memungkinkan, selama puncak nyeri ,
sebelum nyeri terjadi atau meningkat, dan sepanjang nyeri itu
masih terukur.

Kolaborasikan dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya


untuk

memilih

dan

mengimplementasikan

metoda

dalam

mengatasi nyeri secara non-farmakologi.

Menyediakan analgesic yang dibutuhkan dalam mengatasi nyeri

Menggunakan Patient-Controlled Analgesia (PCA)

Gunakan cara mengontrol nyeri sebelum menjadi menyakitkan


(puncak nyeri)

Pengobatan sebelum beraktivitas untuk meningkatkan partisipasi


, tapi evaluasi resiko pemberian obat penenang

Pastikan pretreatmen strategi analgesi dan/ non-farmakologi


sebelum prosedur nyeri hebat

Kaji tingkat ketidaknyamanan bersama pasien, catat perubahan


dalam catatan medis dan informasikan kepada tenaga kesehatan
yang lain

Evaluasi efektifitas metoda yang digunakan dalam mengontrol


nyeri secara berkelanjutan

Modifikasi metode kontrol nyeri sesuai dengan respon pasien

Anjurkan untuk istirahat/tidur yang adekuat untuk mengurangi


nyeri

Dorong pasien untuk mendiskusikan pengalamannya terhadap


nyeri

Beritahu dokter jika metoda yang digunakan tidak berhasil atau


jika ada komplain dari pasien mengenai metoda yang diberikan

Informasikan

kepada

tenaga

kesehatan

yang

lain/anggota

keluarga tentang penggunaan terapi non-farmakologi yang akan


digunakan oleh pasien

Gunakan

pendekatan

dari

berbagai

disiplin

pasien,

keluarga,

dan

ilmu

dalam

manajemen nyeri

Mempertimbangkan

hal

lain

yang

mendukung dalam proses manajemen nyeri

Menyediakan

informasi

yang

akurat

untuk

meningkatkan

pengetahuan keluarga terhadap respon nyeri

Menyertakan

keluarga

dalam

mengembangkan

metoda

mengatasi nyeri
Monitor kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri ynag diberikan
dalam interval yang ditetapkan.
PEMBERIAN ANALGESIC
Defenisi: menggunakan agen farmakologi untuk mengurangi nyeri
Akatifitas:

Menentukan lokasi , karakteristik, mutu, dan intensitas nyeri


sebelum mengobati pasien

Periksa order/pesanan medis untuk obat, dosis, dan frekuensi


yang ditentukan analgesic

Cek riwayat alergi obat

Mengevaluasi

kemampuan

pasien

dalam

pemilihan

obat

penghilang sakit, rute, dan dosis, serta melibatkan pasien dalam


pemilihan tersebut

Tentukan jenis analgesic yang digunakan (narkotik, non narkotik


atau NSAID) berdasarkan tipe dan tingkat nyeri.

Tentukan analgesic yang cocok, rute pemberian dan dosis


optimal.

Utamakan pemberian secara IV dibanding IM sebagai lokasi


penyuntikan, jika mungkin

Hindari pemberian narkotik dan obat terlarang lainnya, menurut


agen protokol

Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian obat narkotik


dengan dosis pertama atau jika ada catatan luar biasa.

Memberikan perawatan yang dibutuhkan dan aktifitas lain yang


memberikan efek relaksasi sebagai respon dari analgesi

Cek pemberian analgesic selama 24 jam untuk mencegah


terjadinya puncak nyeri tanpa rasa sakit, terutama dengan nyeri
yang menjengkelkan

Set harapan positif mengenai efektivitas obat analgesic untuk


mengoptimalkan respons pasien

Mengurus

adjuvant

analgesic

dan/atau

pengobatan

ketika

memerlukan tindakan tanpa rasa sakit

Mempertimbangkan penggunaan infus secara terus menerus,


baik sendiri atau bersama dengan pil opioids, untuk memelihara
tingkatan serum

Lakukan

tindakan

pengamanan

pada

pasien

dengan

obat

analgesic narkotik

Instruksikan untuk menggunakan pengobatan PRN sebelum nyeri


bertambah

Menginformasikan

individu

yang

mendapatkan

analgesic

narkotika,bahwa pasien akan merasa mengantuk hingga 2 sampai


3 hari kemudian kembali normal

Mengkaji pengetahuan pasien atau anggota keluarga mengenai


analgesic,

terutama

sekali

opioids(karena

resiko

kecanduan

tinggi)

Mengevaluasi

efektivitas

analgesic

pada

interval

tertentu,

terutama setelah dosis awal, pengamatan juga diakukan melihat


adanya tanda dan gejala buruk atau tidak menguntungkan
( berhubungan dengan pernapasan, depresi, mual muntah, mulut
kering dan konstipasi)

Dokumentasikan respon pasien tentang analgesic, catat efek


yang merugikan

Mengevaluasi dan mendokumentasikan tingkat pemberian obat


penenang pada pasien yang menerima opioids

Tindakan pesawat untuk mengurangi efek merugikan dari


analgesic (contoh : konstipasi dan iritasi lambung)

Kolaborasikan dengan dokter jika terjadi perubahan obat, dosis,


rute pemberian, atau interval, serta membuat rekomendasi
spesifik berdasar pada prinsip equianalgesic

Mengajari

tentang

penggunaan

analgesic,

strategi

ke

menurunkan efek samping, dan harapan untuk keterlibatan dalam


membuat keputusan dalam manajemen nyeri
Diagnosa 2 : Perubahan citra tubuh dan harga diri b.d
perubahan dalam penampilan fungsi dan peran
Tujuan : KLien dapat memperbaiki persepsi citra tubuh dan harga
dirinya.
Intervensi :

Kaji perasaan klien tentang citra tubuh dan tingkat harga diri
Berikan dorongan untuk keikutsertaan kontinyu dalam aktifitas dan
pembuatan

keputusan

Berikan dorongan pada klien dan pasangannya untuk saling berbagi


kekhawatiran

tentang

perubahan

fungsi

seksual

dan

menggali

alternatif untuk ekspresi seksual yang lazim


Diagnosa 3 : Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d
perubahan

struktur

atau

fungsi

tubuh,

perubahan

kadar

hormon
Tujuan : -KLien menyatakan paham tentang perubahan struktur dan
fungsi

seksual.

Mengidentifikasi kepuasan/ praktik seksual yang diterima dan


beberapa alternatif cara mengekspresikan keinginan seksual
Intervensi:
Mendengarkan

pernyataan

klien

dan

pasangan

Diskusikan sensasi atau ketidaknyamanan fisik, perubahan pada


respons

individu

Kaji informasi klien dan pasangan tentang anatomi/ fungsi seksual dan
pengaruh prosedur pembedahan
Identifikasi faktor budaya/nilai budaya
Bantu klien untuk menyadari atau menerima tahap berduka
Dorong klien untuk menyadari atau menerima tahap berduka
Dorong klien untuk berbagi pikiran/masalah dengan orang terdekatnya
Berikan solusi masalah terhadap masalah potensial. ex : menunda
koitus seksual saat kelelahan

Diagnosa

4:Ketidakefektifan

pola

nafas

b/d

penurunan

ekspansi paru karena desakan diafragma, bendungan cairan


pleura
Defenisi: inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak menyediakan ventilasi
yang adekuat
NOC
1. Status Respirasi : Ventilasi
Defenisi : Pergerakan udara masuk dan keluar dari paru
Indikator

Rata-rata Pernafasan dalam rentang yang diharapkan

Irama pernafasan dalam rentang yang diharapkan

Kedalaman pernafasan

Ekspansi dada yang simetris

Mudah bernafas

Pengeluaran sputum keluar dari jalan nafas

Keadekuatan vocal

Ekpulsi udara

Tidak ada penggunaan otot-otot bantu pernafasan

Tidak ada bunyi nafas

Tidak ada retraksi dada

Tidak ada nafas pendek

Auskultasi bunyi pernafasan dalam rentang yang diharapkan

Tidak ada dipnea

2. Status Pernapasan: Kepatenan Jalan Napas


Definisi: Saluran trakheobronkial tetap terbuka
Indikasi

Demam tidak ada

Ansietas tidak ada

Sesak tidak ada

Frekuensi napas IER*

Irama napas IER

Keluaran sputum dari jalan napas

Tidak ada suara napas tambahan

3. Status tanda tanda vital


Defenisi : temperatur, nadi, dan tekanan darah berada dalam rentang
normal
Indikator

Suhu

Frekuensi

Frekuensi

Frekuensi napas

TD sistolik

TD diastolik

NIC
1. Manajemen jalan nafas
Defenisi: memfasilitasi kepatenan jalan nafas
Aktivitas:

Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust (dagu
diangkat atau rahang ditinggikan) sesuai dengan kebutuhan

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

Identifikasi kebutuhan pasien akan insersi jalan nafas actual

Masukkan jalan nafas melalui mulut atau nasofaring ,sesuai


dengan kebutuhan

Lakukan fisioterapi dada sesuai dengan kebutuhan

Bersihkan secret dengan menganjurkan batuk atau dengan


menggunakan penghisapan

Dukung untuk bernafas pelan, dalam, berbalik, dan batuk

Instruksikan bagaimana batuk efektif

Berikan bronkodilator sesuai dengan kebutuhan

Berikan pengobatan aerosol sesuai dengan kebutuhan

Atur posisi untuk mengurangi dipsnea

Pantau

status

pernapasan

dan

oksigenasi

sesuai

dengan

kebutuhan
2. pemantauan tanda-tanda vital
Defenisi: pengumpulan dan analisis data dari system kardiovaskuler,
system pernapasan, suhu tubuh untuk menentukan dan mencegah
terjadinya komplikasi.
Aktifitas:

Monitor tekanan darah, denyut nadi, suhu tubuh dan status


pernapasan

Catat arah dan luas ketidaktetapan tekanan darah.

Monitor tekanan darah ketika pasien berbaring,duduk, dan


berdiri

Auskultasi tekanan darah dikedua lengan dan bandingkan.

Monitor tekanan darah, nadi, dan pernafasan sebelum, selama,


dan sesudah melakukan kegiatan.

Monitor adanya laporan tanda dan gejala dari hipotermi dan


hipertermi.

Monitor jumlah dan kualitas denyut nadi.

Ambil denyut nadi apical dan radial secara bersamaan dan catat
perbedaannya.

Monitor luas dan sempit tekanan darah.

Monitor irama dan kecepatan jantung.

Monitor pola pernafasan yang abnormal.

Monitor adanya sianosis.

Vous aimerez peut-être aussi