Vous êtes sur la page 1sur 9

Askep Stenosis Mitral

KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Mitral stenosis adalah blok aliran darah pada tngkat kantup mitral, akibat adanya
perubahan struktur mitral leaflets yang menyebabkan tidak membukanya kantup mitral
secara sempurna pada saat drastolik. ( Suparman ; 2000:1035 )
B. Anatomi Fisiologi
Secara fungsional jantung dibagi menjadi alat pompa kanan dan alat pompa kiri, yang
memompa darah vena menuju sirkulasi paru-paru, dan darah bersih ke peredaran darah
sistemik. Pembagian fungsi ini mempermudah konseptualisasi dari urutan aliran darah
secara anatomi; vena kava, atrium kanan, ventrikal kanan, arteri pulmonal, paru-paru,
vena pulmonal, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta, arteri, arteriola, kapiler, venula, vena,
vena kava.
Batas kiri jantung terdiri atas tonjolan yang bulat lonjong atau setengah bulat, terdiri
dari tonjolan I paling atas adalah arkus aorta, merupakan setengah bulatan yang kira-kira
sebesar ibu jari, berhubungan langsung dengan aorta desenden. Tonjolan II: disebabkan
oleh arteri pulmonal, pada umumnya lebih kecil, kadang-kadang sukar terlihat. Pada
sistolik jantung, tonjolan ini akanlebih nyata. Tonjolan III: disebabkan oleh aurikel atrium
kiri, biasanya tidak tampak kecuali jika ada pembesaran atrium kiri. Tonjolan IV :
dibentuk oleh dinding luar ventrikel kiri.
Pada batas kanan jantung juga terdapat 4 tonjolan, tonjolan I: disebabkan oleh vena
kava superior, merupakan pelebaran di sisi mediastinum. Tonjolan II: disebabkan oleh
aorta asenden, merupakan garis lurus mengarah ke atas menuju ke arkus aorta. Batas vena
kava dengan aorta asenden sukar ditetapkan tanpa aortogram. Tonjolan III : kadangkadang ada tonjolan kecil yang disebabkan oleh vena azygos. Tonjolan IV : tonjolan besar
adalah atrium kanan.
Stenosi mitral (MS) menyebabkan perubahan pada bentuk jantung dan perubahanperubahan pada pembuluh darah paru-paru sesuai beratnya MS dan kondisi
jantung.Konveksitas batas kiri jantung mengindikasikan bahwa
stenosis menonjol.Padakebanyakan kasus terdapat dua kelainan yakni stenosis mitral
dan insufisiensi mitral, umumnya salah satunya menonjol.Ventrikel kiri juga sangat
melebar ketika insufisiensi mitral terlibat sangatsignifikan.Tanda-tanda radiologis
klasik dari pasien dengan MS yaitu adanya kontur ganda (double contour) yang mengarah
pada adanya pembesaran atrium kiri, serta adanya garis-garis septum yang terlokalisasi.
C. Etiologi
Penyebab tersering dari stenosis mitral adalah endokarditis reumatik, akibat reaksi
yang progresif dari demam rematik oleh infeksi streptokokkus.Diperkirakan 90% stenosis
mitral didasarkan atas penyakit jantung rematik. Penyebab lainnya walaupun jarang yaitu
stenosis mitral kongenital, vegetasi dari systemic lupus eritematosus (SLE), deposit
amiloid, mucopolysaccharhidosis, rheumatoid arthritis (RA), Wipples disease, Fabry
disease, akibat obat fenfluramin/phentermin, serta kalsifikasi annulus maupun daun katup
pada usia lanjut akibat proses degeneratif. Stenosis katup mitral juga bisa merupakan
suatu kelainan bawaan.Bayiyang lahir dengan kelainan ini jarang bisa bertahan hidup
lebih dari 2 tahun, kecuali jika telah menjalani pembedahan.Miksoma(tumor jinak di

atrium kiri) atau bekuan darah dapat menyumbat aliran darah ketika melewati katup
mitral dan menyebabkan efek yang sama seperti stenosis katup mitral.
D. Patofisiologi
Pada keadaan normal area katup mitral mempunyai ukuran 4- 6 cm. Bila area
orifisum katup ini berkurang sampai 2cm, maka diperlukan upaya aktif atrium kiri
berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang normal tetap terjadi.
Stenisis mitral kritis terjadi bila pembukaan katub berkurang, hingga menjadi 1 cm. Pada
tahap ini dibutuhkan suatu tekanan atrium kiri sebesar 25 mmHg untuk
mempertahankan cardiac output yang normal.(swain 2005).
Gradien transmitral merupakan hall mark stenosis mitral selain luasnya area katup
mitral.walaupun Rahimtoola berpendapat bahwa gradien dapat terjadi akibat aliran besar
melalui katup normal ,atau aliran normal melalui katup sempit. Sebagai akibatnya
tekanan atrium kiri akan diteruskan ke v. Pulmonalis dan seterusnya mengakibatkan
kongestiparu serta keluhan sesak.( exertional dyspnea).
Derajat berat ringannya stenosis mitral, selain berdasarkan gradien transmitral, dapat
juga ditentukan oleh luasny area katup mitral, serta hubungan antara lamanya waktu
antara penutupan katup aorta dan kejadian opening snap . berdasarkan luasnya area katup
mitral dapat di lihat pada tabel dibawah ini:
Derajat
stenosis
A20-OS interval Area
gradien
Ringan
>110 msec
>1.5cm
< 5 mmHg
Sedang
80- 100 msec
>1 dan 1.5cm
5-10mmHg
Berat
<80msec
<1 cm
>10 mmHg
A2 OS; w Stenosis mitral terjadi karena adanya fibrosis dan fusi komisura katup
mitral pada waktu fase penyembuhan dema reumatik. Terbentuknya sekat jaringan ikat
tanpa pengapuran mengakibatkan lubang katup mitral pada waktu diastolik lebih kecil
dari normal. (Arief Mansjoer, dkk. 2000).
Strenosis mitral mengahalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel selama fase
diastolik ventrikel. untuk mengisi ventrikel dengan adekuat dan mempertahankan curah
jantung, atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong
darah melalui katup yang meyempit. Karena itu, selisih tekanan atau gradien tekanan
antara keuda ruang tersebut meningkat. Dalam keadaan normal selisih tekanan tersebut
minimal.
Otot atrium kiri mengalamai hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan memompakan
darah. Makin lama peranan kontraksi atrium makin penting sebagai faktor pembantu
pengisian ventrikel. atrium kiri kini tidak lagi berfungsi mengalirkan darah ke ventrikel.
Dilatasi atrium terjadi oleh karena voluem atrium kiri meningkat karena ketidakmampuan
atrium untuk mengosongkan diri secara normal.
Peningkatan tekanan dan volume atrium kiri dipantulkan ke belakang ke dalam
pembuluh paru-paru. tekanan dalam vena pulmonalis dan kapiler meningkat. akibatnya
terjadi kongesti vena yang ringan sampai edema intertisial yang kadang-kadang disertai
transudasi dalam alveoli.
Pada akhirnya, tekanan arteri pulmonalis harus meningkat sebagai akibat dari
resistensi vena pulmonalis yang meninggi. Respons ini memastikan gradien tekana yang
memadai untuk mendorong darah melalui pembuluh darah paru-paru. Akan tetapi,
hipertensi pulmonalis meningkatkan resistensi ejeksi ventrikel kanan menuju arteria

F
1.

2.
3.
4.
5.
G.

pulmonalis. Ventrikel kanan memberi rspon terhadap peningkatan beban tekanan ini
dengan cara hipertrofi.
Pembuluh paru-paru mengalami perubahan anatomosis yang tampaknya bertujuan
melindungi kapiler paru-paru terhadap tekanan ventrikel kana dan aliran pulmonar yang
meniggi. terjadi perubahan struktur, yaitu hipertrofi tunika media dan penebalan intima
pada dinding arteria kecil dan arteriola. mekanisme yang memerankan respon anatomosis
ini masih belum diketahui dengan pasti. Perubahan-perubahan ini menyempitkan lumen
pembuluh, dan meningkatkan resistensi pembuluh paru. Konstriksi arteiolar ini
meningkatkan tekana arteri pulmonalis. tekanan pulmonar dapat menimgkatkan progresif
sampai setinggi tekanan sistemik. Ventrikel kanan tidak dapat memenuhi tugas sebagai
pompa tekanan tinggi untuk janggka waktu yang lama. karena itu, akhirnya ventrikel kana
tidak dapat berfungsi lagi sebagai pompa. Gagal ventrikel kanan dipantulan ke belakang
ke sirkulasi sistemik, menimbulkan kongesti pada vena sistemik dan edema perifer. Gagal
jantung kanan dapat disertai oleh regurgitasi fungsional katup trikuspid akibat
pembesaran ventrikel kanan.
Sesudah beberapa tahun, lsi stenosis mitralis akan memperkecil lubang katup. gejalagejala secara khas belum muncul sebelum lubang katup ini mengecil sampai sekitar 50%,
yaitu dari ukuran normal. pada keadaan dimana lubang katup sudah menyempit seperti
ini, maka tekanan atrium kiri akan naik untuk mempertahankan pengisian ventrikel dan
curah jantung; akibatnya, tekanan vena pulmonalis akan meningkat, menimbulkan
dispnea. Pada tahap awal biasanya dapat didengar bising jantung diastolik yang
merupakan petunjuk adanya katup abnormal melalui lubang katup yang menyempit.
(Lurraine M. Wilson, Sylvia A. Price. 1995).
Tanda dan Gejala
Kebanyakan penderita mitral stenosis bebas keluhan dan biasanya keluhan utama
berupa sesak napas dan dapat juga berupafatigue.Pada stenosis mitral yang bermakna
dapat mengalami sesak pada aktifitas sehari-hari, paroksismal nokturnal dispnea,
ortopnea atau oedema paru.Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan kejadian
yang sering terjadi pada stenosis mitral, yaitu 30-40%. Sering terjadi pada usia yang lebih
lanjut atau distensi atrium yang akan merubah sifat elektrofisiologi dari atrium kiri, dan
hal ini tidak berhubungan dengan derajat stenosis.
Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral seperti tromboemboli,
infektif endokarditis atau simtomatis karena kompresi akibat besarnya atrium kiri seperti
disfagia dan suara serak.
Pemeriksaan Diagnostik
Kateterisasi jantung : Gradien tekanan (pada distole) antara atrium kiri dan ventrikel kiri
melewati katup mitral, penurununan orivisium katup (1,2 cm), peninggian tekanan atrium
kiri, arteri pulmunal, dan ventrikel kanan ; penurunan curah jantung.
Ventrikulografi kiri : Digunakan untuk mendemontrasikan prolaps katup mitral.
ECG : Pembesaran atrium kiri ( P mitral berupa takik), hipertropi ventrikel kanan, fibrilasi
atrium kronis.
Sinar X dada : Pembesaran ventrikel kanan dan atrium kiri, peningkatan vaskular, tandatanda kongesti/edema pulmunal.
Ekokardiogram : Dua dimensi dan ekokardiografi doppler dapat memastikan masalah katup.
Pada stenosis mitral pembesaran atrium kiri, perubahan gerakan daun-daun katup.
Penatalaksanaan

Stenosis mitral merupakan kelainan mekanis, oleh karena itu obat-obatan hanya
bersifat suportif atau simtomatis terhadap gangguan fungsional jantung, atau pencegahan
terhadap infeksi.Beberapa obat-obatan seperti antibiotik golongan penisilin, eritromisin,
sefalosporin sering digunakan untuk demam rematik atau
pencegahan endokardirtis.Obat-obatan inotropik negatif seperti -blocker atau Cablocker, dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus yang memberi keluhan
pada saat frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan.
Fibrilasi atrium pada stenosis mitral muncul akibat hemodinamik yang bermakna
akibat hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel serta frekuensi ventrikel
yangcepat.Pada keadaan ini pemakaian digitalis merupakan indikasi, dapat
dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium. Antikoagulan warfarin
sebaiknya digunakan pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium atau irama sinus dengan
kecenderungan pembentukan trombus untuk mencegah fenomena tromboemboli
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, Pusing, rasa berdenyut,Dispnea karena kerja,
palpitasi, Gangguan tidur (Ortopnea, dispnea paroksimal nokturnal, nokturia,
keringat malam hari).
Tanda : Takikardi, gangguan pada TD, Pingsan karena kerja,Takipnea, dispnea
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat kondisi pencetus, contoh demam reumatik, endokarditis bakterial
subakut, infeksi streptokokal; hipertensi, kondisi kongenital ( contoh
kerusakan atrial-septal, sindrom marfan), trauma dada, hipertensi
pulmonal.Riwayat murmur jantung, palpitasi, Serak, hemoptisis, Batuk,
dengan/tanpa produksi sputum.
Tanda : Nadi apikal : PMI kuat dan terletak di bawah dan ke kiri (IM)
Getaran : Getaran diastolik pada apek (SM)
Bunyi jantung : S1 keras, pembukaan yang keras (SM).
Penurunan atau tak ada S1, bunyi robekan luas, adanya S3, S4 (IM berat)
Kecepatan : Takikardi pada istirahat (SM).
Irama : Tak teratur, fibrilasi atrial (SM dan IM).
Bunyi rendah, murmur diastolik gaduh (SM)
DVJ : Mungkin ada pada adanya gagal ventrikel kanan (IA,SA,IM,IT,SM).
c. Integritas Ego
Gejala : Tanda kecemasan, contoh gelisah, pucat, berkeringat, fokus menyempit,
gemetar.
d. Makanan/Cairan
Gejala : Disfagia (IM kronis), Perubahan berat badan,Penggunaan diuretik.
Tanda : Edema umum atau dependen.
Hepatomegali dan asites (SM,IM,IT)
Pernapasan payah dan bising dengan terdengar krekels dan mengi.
e. Neurosensori
Gejala : Episode pusing/pingsan berkenaan dengan bahan kerja.
f. Pernapasan

Gejala : Dispnea (kerja, ortopnea, paroksismal, noktural). Batuk menetap atau


noktural (sputum mungkin/tidak produktif)
Tanda : Takipnea, Bunyi napas adventisius (krekels dan mengi), Sputum banyak dan
bercak darah (edema pulmonal)
Gelisah/ketakutan (pada adanya edema pul monal)
g. Keamanan
Gejala : Proses infeksi/sepsis, kemoterapi radiasi.
Tanda : Adanya perawatan gigi (pembersihan, pengisian, dan sebagainya).
Perlu perawatan gigi/mulut.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang sering ditemukan pada pasien stenosis mitralis antara lain :
a. Penurunan curah jantung b/d adanya hambatan aliran darah dari
atrium kiri ke ventrikel kiri, adanya takikardi ventrikel,
pemendekan fase distolik
b. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah
perifer; penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.
c. Intoleran aktifitas b/d adanya penurunan curah jantung,
kongestif pulmunal.
d. Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan
tekanan pada kongestif vena pulmonal; Penurunan perfusi organ
(ginjal); peningaktan retensi natrium/air; peningakatn tekanan
hidrostatik atau penurunan protein plasma (menyerap cairan
dalam area interstitial/jaringan).
e. Resiko kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran
kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area
interstitial/alveoli)
C. Rencana Keperawatan dan Rasional
a. Penurunan curah jantung b/d adanya hambatan aliran darah dari atrium
kiri ke ventrikel kiri, adanya takikardi ventrikel, pemendekan fase distolik.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, penurunan curah
jantung dapat diminimalkan.
Kriteria hasil : Vital sign dalam batas normal, Gambaran ECG normal, bebas gejala
gagal jantung, urine output adekuat 0,5-2 ml/kgBB, klien ikut serta dalam
aktifitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi nadi, RR, TD secara teratur setiap 4 jam.
R : Memonitor adanya perubahan sirkulasi jantung sedini mungkin.
2. Catat bunyi jantung.
R : Mengetahui adanya perubahan irama jantung.
3. Kaji perubahan warna kulit terhadap sianosis dan pucat.
R : Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi perifer terhadap tidak
adekuatnya curah jantung. Sianosis terjadi sebagai akibat adanya obstruksi aliran
darah pada ventrikel.
4. Pantau intake dan output setiap 24 jam.

R : Ginjal berespon untuk menurunkna curah jantung dengan menahan produksi


cairan dan natrium.
5. Batasi aktifitas secara adekuat.
R : Istirahat memadai diperlukan untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung
dan menurunkan komsumsi O2 dan kerja berlebihan.
6. Berikan kondisi psikologis lingkungan yang tenang.
R : Stres emosi menghasilkan vasokontriksi yang meningkatkan TD dan
meningkatkan kerja jantung.
b. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer;
penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari perfusi jaringan adekuat.
Kriteria hasil : vital sign dalam batas yang dapat diterima, intake output seimbang, akral
teraba hangat, sianosis (-), nadi perifer kuat, pasien sadar/terorientasi, tidak
ada oedem, bebas nyeri/ketidaknyamanan.
Intervensi :
1. Monitor perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinu (camas, bingung,
letargi, pinsan).
R : Perfusi serebral secara langsung berhubungan dengan curah jantung,
dipengaruhi oleh elektrolit/variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.
2. Observasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/lembab, catat kekuatan nadi
perifer.
R : Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin
dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
3. Kaji tanda Homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi), eritema, edema.
R : Indikator adanya trombosis vena dalam.
4. Dorong latihan kaki aktif/pasif.
R : Menurunkan stasis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan
resiko tromboplebitis.
5. Pantau pernafasan.
R : Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distres pernafasan. Namun dispnea
tiba-tiba/berlanjut menunjukkan komplikasi tromboemboli paru.
6. Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus, mual/muntah, distensi
abdomen, konstipasi.
R : Penurunan aliran darah ke mesentrika dapat mengakibatkan disfungsi GI,
contoh kehilangan pristaltik.
7. Pantau masukan dan perubahan keluaran urine.
R : Penurunan pemasukan/mual terus-menerus dapat mengakibatkan penurunan
volume sirkulasi, yang berdampak negatif pada perfusi dan organ.
c. Intoleran aktifitas b/d adanya penurunan curah jantung,
kongestif pulmunal
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari, klien dapat beraktifitas
sesuai batas toleransi yang dapat diukur.
Kriteria hasil: menunjukkan peningaktan dalam beraktifitas, dengan frekuensi
jantung/irama dan TD dalam batas normal, kulit hangat, merah muda dan
kering.
Intervensi :

1. Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas menggunakan parameter berikut: nadi


20/mnt di atas frek nadi istirahat, catat peningaktan TD, dispnea, nyeri dada,
kelelahan berat, kelemahan, berkeringat, pusing atau pinsan.
R : Parameter menunjukkan respon fisiologis pasien terhadap stres aktifitas dan
indikator derajat penagruh kelebihan kerja jnatung.
2. Tingkatkan istirahat dan batasi aktifitas.
R : Menghindari terjadinya takikardi dan pemendekan fase distole.
3. pengunjung atau kunjungan oleh pasien.
R : Pembicaraan yang panjang sangat mempengaruhi pasien, naum periode
kunjungan yang tenang bersifat terapeutik.
4. Kaji kesiapan untuk meningaktkan aktifitas contoh: penurunan
kelemahan/kelelahan, TD stabil/frek nadi, peningaktan perhatian pada aktifitas
dan perawatan diri.
R : Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk menunjukkan tingkat aktifitas
individu.
5. Dorong memajukan aktifitas/toleransi perawatan diri.
R : Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktifitas dapat meningkatkan
jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan
tiba-tiba pada kerja jantung.
6. Berikan bantuan sesuai kebutuhan (makan, mandi, berpakaian, eleminasi).
R : Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan membantu
keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
7. Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen, mangejan saat
defekasi.
R : Aktifitas yang memerlukan
menahan nafas dan menunduk (manuver valsava) dapat mengakibatkan
bradikardia, menurunkan curah jantung, takikardia dengan peningaktan TD.

8. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas, contoh: posisi duduk ditempat
tidur bila tidak pusing dan tidak ada nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar
berdiri dst.
R : Aktifitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningaktkan regangan dan
mencegah aktifitas berlebihan.
d. Resiko kelebihan volume cairan b/d adanya perpindahan tekanan
pada kongestif vena pulmonal, Penurunan perfusi organ (ginjal);
peningaktan retensi natrium/air; peningakatn tekanan hidrostatik
atau penurunan protein plasma (menyerap cairan dalam area
interstitial/jaringan).
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari kelebihan volume cairan
tidak terjadi.
Kriteria hasil: balance cairan masuk dan keluar, vital sign dalam batas yang dapat
diterima, tanda-tanda edema tidak ada, suara nafas bersih.
Intervensi
1. Auskultasi bunyi nafas untuk adanya krekels.
R : Mengindikaiskan edema paru skunder akibat dekompensasi jantung.

2. Catat adanya DVJ, adanya edema dependen.


R : Dicurigai adanya gagal jantung kongestif.kelebihan volume cairan.
3. Ukur masukan/keluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi. Hitung
keseimbnagan cairan.
R : Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi
cairan/Na, dan penurunan keluaran urine. Keseimbangan cairan positif berulang
pada adanya gejala lain menunjukkan klebihan volume/gagal jantung.
4. pemasukan total cairan 2000 cc/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
R : Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi memerlukan
pembatasan pada adanya dekompensasi jantung.
5. Berikan diet rendah natrium/garam.
R : Na meningkatkan retensi cairan dan harus dibatasi.
6. Delegatif pemberian diiretik.
R : Mungkin perlu untuk memperbaiki kelebihan cairan.
e.

Resiko kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran


kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area
interstitial/alveoli).
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari pertukaran gas adekuat.
Kriteria hasil: sianosis tidak ada, edema tidak ada, vital sign dalam batas dapat diterima,
akral hangat, suara nafas bersih, oksimetri dalam rentang normal.
Intervensi
1. Auskultasi bunyi nafas, catat krekels, mengii.
R : Menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan sekret menunjukkan
kebutuhan untuk intervensi lanjut.
2. Anjurkan pasien batuk efektif, nafas dalam.
R : Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
3. Dorong perubahan posisi sering.
R : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
4. Pertahankan posisi semifowler, sokong tangan dengan bantal.
R : Menurunkan komsumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan ekspansi paru
maksimal.
5. Pantau GDA (kolaborasi tim medis), nadi oksimetri.
R : Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru.
6. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
R : Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat
memperbaiki/menurunkan hipoksemia jaringan.
7. Delegatif pemberian diuretik.
R : Menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan pertukaran gas.

Daftar Pustaka
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Media Aesculapius.
Jakarta
Suparman (2000), Ilmu Penyakit Dalam Julid I Jakarta : FKUI.

Vous aimerez peut-être aussi