Vous êtes sur la page 1sur 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Jantung dapat diibaratkan sebagai suatu organ dengan empat rongga. Di sebelah

kanan, darah masuk dari pembuluh tubuh ke dalam serambi (atrium), dipompa ke bilik kanan
(ventrikel), dan lalu ke paru-paru, darah yang kaya oksigen dikembalikan ke serambi kiri,
yang memompanya ke dalam bilik kiri dan seterusnya melalui aorta ke semua organ tubuh
(sirkulasi besar).
Kontraksi myocard diatur oleh aliran listrik kecil. Di dinding serambi kanan terdapat
suatu pacemeker alami (simpul sinus), yang secara teratur melepaskan arus listrik kecil.
Sel-sel pacemaker ini berbeda dengan sel myocard yang memperlihatkan depolarisasi
spontan, lambat pada waktu diastole (Fase 4) disebabkan karena arus positif masuk yang
dilakukan oleh alirn kalsium. Impuls ini menjalar melalui kedua serambi, tetapi tidak bisa
mencapai bilik, karena antara kedua serambi dan kedua bilik terdpat suatu lapisan isolasi.
Impuls dapat melalui batas ini ke bilik hanya di satu tempat, yakni di simpul AV (atrioventikuler). Di sini arus ditahan sekadar sampai bilik terisi penuh dengan darah secara
optimal, sehingga dicapai fungsi pompa yang seefisien mungkin. Impuls lalu menjalar
dengan cepat melalui saraf-saraf Bundle dari HIS ke kedua bilik. Dengan demikian, setiap
kali sesudah serambi menguncup, segera (setelah ca 0,18 sekon) balik akan berkontraksi.
Ritme normal terletak antara 70 dan 80 denyut per menit.
1.2.

Tujuan Makalah
Untuk mengetahui berbagai studi kasus yang berhubungan dengan penyakit aritmia
1.3.
Manfaat Makalah
Agar mahasiswa dapat mengetahui berbagai studi kasus yang berhubungan dengan
penyakit aritmia

BAB II
1

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Elektrofisiologi
Elektrofisiologi SELULER
Potensial listrik ada di membran sel, dan perubahan potensial listrik dengan cara siklik yang
berhubungan dengan fluks ion melintasi membran sel, terutama K +, Na +, dan Ca 2 +. Jika
perubahan potensial membran diplot melawan waktu dalam siklus tertentu dari serat Purkinje,
maka akan didapat grafik seperti dibawah ini potensial (Gambar. 20-1).

Potensial aksi dapat digambarkan dalam lima tahap.


Tahap 0 adalah berkaitan dengan depolarisasi ventrikel yang dihasilkan dari entri natrium ke
dalam sel melalui saluran natrium cepat. Pada elektrokardiogram permukaan (EKG), fase 0
diwakili oleh kompleks QRS.
Tahap 1 adalah fase dimana kalsium memasuki sel dan kontraksi terjadi

Tahap 2, fase plateau, terjadi depolarisasi arus ke dalam sel melalui saluran lambat natrium
dan kalsium yang diimbangi dengan repolarisasi arus kalium.
Tahap 3 merupakan repolarisasi, yang pada EKG adalah diwakili oleh Twave.
Tahap 4, natrium bergerak keluar sel dan kalium bergerak ke dalam sel melalui mekanisme
pompa aktif. Selama fase ini, potensial aksi tetap datar di beberapa sel (misalnya, otot
ventrikular) dan tidak berubah sampai menerima impuls dari atas. Dalam sel-sel lain
(misalnya, sinoatrial
[SA] node),
.
NORMAL elektrofisiologi jantung
Aktivitas listrik jantung normal dimulai dengan pembentukan impuls otomatis (automaticity)
di nodus SA dan kemudian konduksi impuls normal melalui jantung.
Automaticity
Automaticity adalah kemampuan suatu sel (sering disebut sebagai sel pacu jantung ) untuk
mendepolarisasi spontan. Sel-sel ini terletak didalam nodus SA (Sinoatrial), nodus AV
(Atrioventrikular) dan sistem His-Purkinje. Nodus SA biasanya memberikan pacu dominan
karena mencapai ambang lebih cepat dari nodus lain dalam jantung normal yaitu 60 sampai
100 depolarisasi per menit. Pada nodus AV dan Purkinje, tingkat depolarisasinya adalah 40
sampai 60 per menit pada nodus AV dan 40 depolarisasi per menit, masing-masing. Pada
jantung sehat, nodus AV dan serat Purkinje dicegah dari depolarisasi spontan (ditimpa) oleh
impuls lebih sering dari nodus SA . Jika sistem konduksi normal terganggu (misalnya, setelah
infark miokard [MI]), nodus AV atau Serat Purkinje mungkin sementara menjadi alat pacu
jantung yang dominan.
Konduksi
Impuls biasanya berasal dari nodus SA dan perjalanan turun jalur intranodal khusus untuk
mengaktifkan otot atrium dan nodus AV. Nodus AV memegang sebentar impuls sebelum
melepaskannya ke berkas His. Kemudian perjalanan ke kanan dan meninggalkan cabang
3

bundel dan keluar ke ventrikel miokardium melalui serat Purkinje. EKG tracing terdiri dari
serangkaian kompleks yang sesuai dengan aktivitas listrik di lokasi tertentu atau situs
anatomi. Dengan konvensi, ini defleksi listrik telah diberi label gelombang P, kompleks QRS,
dan gelombang T. Gelombang P mewakili depolarisasi atrium, sedangkan QRS kompleks
mencerminkan depolarisasi ventrikel. Gelombang T mencerminkan repolarisasi dari
ventricles. Untuk mengevaluasi konduksi utuh sistem, interval konduksi di lokasi yang
berbeda dapat diperoleh. Interval yang normal yang diukur dengan EKG atau intrakardial
elektroda ditunjukkan pada Tabel 20-1. Obat-obatan dan iskemia dapat mengubah konduksi
dan interval EKG. Efek dari antiaritmiaagen pada EKG dijelaskan pada Tabel 20-2.

Patofisiologi
PEMBENTUKAN IMPULSE ABNORMAL
Pembentukan impuls yang abnormal dapat timbul dari automaticity abnormal atau kegiatan
yang dipicu berasal dari SA node (misalnya, sinus bradikardia) atau situs lain (misalnya,
junctional atau idioventricular tachycardia). Contoh penyebab automaticity abnormal adalah
hipoksia, iskemia, atau kegiatan katekolamin berlebihan.
Pembentukan impuls abnormal dipicu terjadi ketika ada depolarisasi sebelum atau setelah sel
sepenuhnya terrepolarisasi, tapi bukan oleh sel pemacu jantung. Depolarisasi lanjutan ini
dapat terjadi di fase 2, fase 3 (awal) atau fase 4 (tertunda) dari potensial aksi. Depolarisasi
lanjutan lebih cepat (EAD) timbul dari penurunan tingkat potensial membran dan mungkin
menyebabkan keadaan bradikardia. Torsades de pointes (TdP), suatu bentuk ventricular
polimorfik takikardia (VT). Depolarisasi lanjutan lambat (DAD), sering terlihat dengan
toksisitas digoxin, yaitu kelebihan kalsium bebas dalam sel
4

KONDUKSI IMPULS ABNORMAL


RE-ENTRY
Konduksi abnormal paling umum yang menyebabkan arrhythmogenesis adalah re-entry.
Sebuah rangkaian ulang dibentuk sebagai konduksi normal yang melaui satu jalur menuju
dua jalur (misalnya, AV node atau cabang bundel kiri dan kanan). Impuls bergerak
disepanjang satu jalur (Gambar. 20-3), tapi pada pertemuan searah terhalang dan impuls yang
melewati jalur merambat diblokir secara retrograde (yaitu, bergerak mundur) melalui jalur
sebelumnya. Impuls yang abnormal ini dapat melakukan perjalanan turun ke jalur pertama.
Supraventrikular dan monomorfik VT adalah contoh jenis aritmia yang disebabkan re-entry
BLOCK
Pembentukan yang lain dari konduksi impuls yang abnormal terjadi ketika jalur konduksi
normal diblokir dan impuls dipaksa melakukan perjalanan melalui jaringan yang bukan
jalurnya, sehingga menyebabkan depolarisasi.
Contohnya adalah blok pada cabang berkas ventrikel kiri dan kanan. Sebuah blok dalam satu
jalur memerlukan konduksi retrograde melalui bundel berlawanan untuk merangsang kedua
ventrikel. Biasanya, jaringan nonpathway melakukan impuls listrik lebih lambat dari jaringan
konduksi.
2.2. Definisi Aritmia
Aritmia didefinisikan sebagai hilangnya ritme jantung terutama ketidakaturan pada
detak jantung, meliputi kondisi yang disebabkan ketidaknormalan laju, keteraturan, atau
urutan aktivasi jantung.
2.3. Penyebab Aritmia
Sebagian besar aritmia terjadi karena abrasi pembentukan impuls (otomatisitas yang
abnormal) atau dari konduksi impuls yang mempunyai kelainan.
a. Otomatisitas yang abnormal
Nodus SA menunjukan kecepatan depolarisasi fase 4 tercepat dan karena itu, memperlihatkan
pengeluaran arus dengan kecepatan lebih tinggi dibandingkan yang terjadi pada sel-sel
5

pacemeker sebagai otomataisitas. Karena itu, nodus SA menetapkan gerakan kontraksi


myocard, dan pecemeker laten didepolarisasi oleh impuls-impuls yang datang dari nodus SA.
Tetapi, jika sisi jantung selain dari nodus SA menunjukan otomatisasi tempat itupun dapat
menghasilkan stimuli yang kompetitif, sehingga terjadi aritmia. Otomatisasi abnormal dapat
juga terjadi jika sel-sel myocard rusak misalnya karena hipoksia atau gangguan
keseimbangan kalium. Sel-sel ini dapat sebagai depolarisasi tetap serjadilama diastole dan
karena itu, dapat mencapai nilai ambang letusan lebih awal daripada sel normal. Loncatan
otomatik abnormal dapat terjadi.
b. Efek obat pada otomatisitas
Sebagian besar obat-obat antiaritmia menekan otomatisitas (1) dengan mengurangi
kecuraman depolarisasi Fase 4 (diastolik) dan/atau (2) meningkatkan nilai ambang lepasan
terhadap voltse negatif yang lebihh rendah. Obat-obat ini menyebabkan penurunan loncatan
frekuensi, suatu efek yang lebih nyata pada sel-sel pada pacemeker yang ektopik daripada
sel-sel normal.
c. Abnormalitas pada konduksi impuls
Impuls-impuls dari pusat-pusat pacemeker yang lebih tinggi biasanya berjalan ke bawah
saluran yang membagi menjadi dua cabang untuk mengaktifkan seluruh permukaan ventrikel.
Suatu fenomena yang disebut reentry dapat terjadi jika blokade satu arah disebabkan oleh
kerusakan myocard atau periode refrakter yang terpanjang menimbulkan saluran konduksi
yang abnormal. Reentry adalah penyebab paling sering untuk aritmia dan dapat terjadi pada
segala tingkat sistem konduksi jantung.
d. Efek obat-obat pada kelainan konduksi
Obat-obat

antiaritmia

menghambat

reentry dengan

memperlambat

konduksi

atau

meningkatkan periode refrakter yang diperlukan untuk mengubah hambatan tidak searah
menjadi blok dua arah.
2.4. Patofisiologi Aritmia
a. Aritmia Supraventrikular
6

Fibrilasi Atrium atau Flutter Atrium


Fibrilasi atrium dikarakterisasi dengan kecepatan yang ekstrim (400 sampai 600

denyut/menit) dan terjadi ketidakteraturan aktivasi atrium. Selain itu, pada fibrilasi atrium
juga terjadi kehilangan kontraksi atrium, dan impuls supraventrikular masuk ke sistem
konduksi atrioventrikular (AV) pada berbagai tingkatan, yang menyebabkan aktivasi
ventrikular tak teratur dan ketidakteraturan denyut (120 sampai 180 denyut/menit).
Flutter atrium dikarakterisasi oleh aktivasi atrium yang ceepat (270 330 denyut
atrium/menit) namun teratur. Respon ventrikular umumnya memiliki pola biasa dan
denyutnya 300 denyut/menit. Aritmia tersebut tidak sesering fibrilasi atrium, tetapi memiliki
faktor penyebab, konsekuensi, dan terapi obat yang sama.
Mekanisme utama fibrilasi atrium dan fluter atrium adalah reentry, umumnya
berhubungan dengan penyakit jantung organik yang menyebabkan distensi atrium (misal :
iskemia atau infrak, penyakit jantung hipertensif, gangguan katup jantung). Gangguan lain
yang berhubungan adalah embolus pulmonari akut dan penyakit paru-paru kronik hasilnya
merupakan hipertensi pulmonar dan cor pulmonale serta tingginya tonus adrenergik, seperti
tirotoksikosis, reaksi putus obat dari alkohol, sepsis, aktivitas fisik berlebihan.

Takikardia Supraventrikular Paroksismal yang disebabkan Reentry


Takikardia

Supraventrikular

Parosimal

(PSVT)

muncul

karena

mekanisme reentrant termasuk aritmia yang disebabkan oleh reentrynodus AV, reentry yang
melibatkan jalur AV anomali, reentry nodus sinoatrium (SA), dan reentry intra-atrium.

Takikardia Atrium Otomatik


Takikardia atrium otomatik seperti takikardia atrium multifokal tampaknya berasal

dari fokus supraventrikular yang memiliki sifat otomatik meningkat. Beberapa penyakit
pulmonar menjadi penyebab gangguan pada 60 sampai 80% penderita.
b. Aritmia Ventrikular

Kompleks Vertikular Prematur (Premature Verticular Complexes, PVC)


PVC merupakan gangguan ritme ventrikular yang umum terjadi pada penderita

dengan atau tanpa penyakit jantung dan diperoleh secara eksperimental otomatis abnormal,
aktivitas pemicu, atau mekanismereentrant.
7

Takikardia Ventrikular (VT)


VT diklasifikasikan oleh tiga atau lebih PVC secara bersamaan yang terjadi pada

kecepatan lebih dari 100 denyut/menit. Hal ini umum terjadi pada infrak miokardinal (MI)
akut. Kasus lainya adalah beberapa kelainan elektrolit (misal : hipokalemia), hipokalsemia,
dan toksisitas digitalis. Penyakit kronik yang berulang kali terjadi/sering biasanya
berhubungan dengan adanya penyakit jantung organik yang menyebabkannya (kardiomiopati
akibat dilatasi idiopati atau MI jauh dengan aneurisma vertikel kiri.
VT yang berlanjut memerlukan terapi untuk mengembalikan kestabilan ritme yang
berlangsung relatif lama (biasanya lebih dari 30 detik). VT yang tidak terus-menerus berakhir
sendiri setelah durasi pendek (biasanya kurang dari 30 detik). VT yang terus-menerus
mengacu pada VT yang terjadi lebih sering dari ritme sinus, oleh karena itu VT menjadi ritme
yang dominan. Olahraga dapat menginduksi VT yang terjadi selama tonus simpatetik tinggi
(misal : energi fisik yang tinggi). VT monoformik memiliki konfigurasi QRS yang konsisten
sedangkan VT poliformik memiliki kompleks QRS yang beragam. Torsades de point (TdP)
adalah VT poliformik yang kompleks QRSnya terjadi sepanjang sumbu pusat.

Proaritmia Ventrikular
Proaritmia merupakan perkembangan aritmia baru yang signifikan (misal: VT,

fibrilasi ventrikular, atau TdP) atau aritmia yang lebih parah dari yang sebelumnya.
Proaritmia ini memiliki mekanisme yang sama dengan aritmia lain atau perubahan substrat
yang mendasarinya karena obat antiaritmia.

Takikardia Monomorfik Ventrikular Tanpa Jeda


Walaupun proaritmia yang terikat dengan obat tipe Ic pada awalnya diperkirakan

terjadi dalam beberapa hari saat dimulainya pemakaian obat, resiko akan selalu ada selama
terapi. Faktor-faktor yang mempengaruhi penderita pada tipe proaritmia ini adalah aritmia
ventrikular, penyakit jantung iskemia, kelemahan fungsi ventrikular kiri.

Torsades De Pointes (TdP)


TdP merupakan bentuk cepat dari VT polimorfik yang berhubungan dengan

tertundanya repolarisasi ventrikular karena blokade konduktansi kalium. TdP dapat


berupaturunan atau dapatan. Bentuk dapatan berhubungan dengan banyak kondisi klinik dan
obat, terutama tipe blocker Ia dan III I kr . TdP karena kinidin atau sinkop kinidin terjadi pada
4 8 % penderita yang diterapi obat ini.

Fibrilasi Ventrikular (VF)


VF merupakan kekacauan elektrik pada ventrikel, yang menyebabkan tidak adanya

curah jantung dan kolaps kardiovaskular secara tiba-tiba. Kematian jantung mendadak
umumnya terjadi pada penderita dengan iskemia jantung dan miokardial primer yang
berhubungan dengan disfusi ventrikel kiri. VF yang berhubungan dengan MI akut dapat
diklasifikasikan sebagai berikut (1) primer (MI yang tidak disertai dan tidak behubungan
dengan gagal jantung) atau (2) sekunder (MI disertai gagal jantung)

Bradiaritmia
Bradiaritmia sinus asimtomatik (denyut jantung kurang dari 60 denyut/menit) umum

terjadi pada anak muda dan individu aktif secara fisik. Beberapa penderita dengan disfungsi
nodus sinus (sindrom sinus) disebabkan oleh penyakit jantung organik dan proses penuaan
normal, gangguan fungsi nodus SA. Nodus sinus biasanya representasi dari penyakit
konduksi yang menyebar, yang dapat disertai blok AV dan takikardia paroksimal, seperti
fibrilasi atrium. Pergantian bradiaritmia dan takiaritmia disebut sebagai sindrom taki-bradi.
Blok AV atau konduksi AV yang tertunda dapat terjadi di beberapa area sistem
konduksi AV. Blok AV dapat ditemukan pada pasien tanpa penyakit jantung yang
mendasarinya (misal : atlet terlatih) atau selama tidur saat tonus vegal tinggi. Kelainan dapat
terjadi sesaat bila penyebabnya bersifat reversible (misal : miokarditis, iskemia miokardial,
setekah operasi jantung, selama terapi obat). B blocker, digitalis, atau antagonis kalsium
dapat menyebabkan blok AV terutama pada area nodus AV. Antiaritmia tipe I dapat
memperburuk penundaan konduksi di bawah level nodus AV. Blok AV dapat ireversible jika
penyebabnya adalah MI akut, penyekit degeneratif yang jarang, penyakit miokardinal primer,
atau kondisi kongenital.
2.5. Gambaran Klinis Aritmia
a. Trakikardia supraventrikular
Manivestasi klinik yng beragam mulai dari tidak ada gejala hingga palpitasi minor
dan atau denyut yang tidak umum dan gejala yang mengancam jiwa. Penderita dapat

mengalami pusing atu pingsan akut ; gejala gagal jantung; nyeri dada angina; atau lebih
seringnya adalah sesak nafas atau sensasi tekanan atu tercekik selama periode takikardia.
b. Fibrilasi dan flutter atrium
Mirip dengan takikardia supraventrikular, tapi sinkop merupakan gejala yang tidak
umum terjadi. Komplikasi tambahan dari fibrilasi atrium adalah ambolisasi arteri sebagai
hasil dari statis atrium dan trombus dinding yang tidak melekat kuat, yang berakibat pada
komplikasi yang membahayakan: stroke emboli. Penderita fibrilasi atrium dengan stenosis
mitral atau gagal jantung sistolik parah secara khusus beresiko tinggi terkena embolisme
sereberal.
c. PVC
Pada umumnya tidak menimbulkan gejala atau hanya palpitasi ringan. Manifestasi VT
sangat bervariasi mulai dari tidak bergejala sama sekali hingga kolaps hemodinamik.
Konsekuensi proaritmia mulai dari tidak bergejala hingga memburuk sampai kematian
mendadak. VT dapat terjadi karena kolaps hemodinamik, pingsan, dan henti jantung.
d. Bradiaritmia
Penderita dengan bradiaritmia mengalami gejala yang dikuti juga dengan hipotensi
seperti pusing, pingsan, kelelahan, dan kebingungan. Jika terjadi disfngsi ventrikel kiri maka
gejala gagal jantung kongestif dapat memburuk.
2.6. Terapi Aritmia
a. Fibrilasi Atrium atau Flutter Atrium
Banyak metode yang tersedia untuk mengembalikan ritme sinus, pencegahan
komplikasitromboemboli, dan mencegah terjadinya aritmia kembali; tetapi pemilihan terapi
tergantung, sebagiannya, pada onset dan keparahan gejala.Jika gejalanya parah dan onset
cepat, penderita memerlukandirect-current cardioversion (DCC) untuk mengubah ritme sinus
secepatnya.
Jika gejalanya dapat ditoleransi, obat yang memperlambat konduksi dan
meningkatkan refaktori nodus AV sebaiknya digunakan sebagai terapi utama. Beberapa
klinisi lebih memilih antagonis kalsium (verapamil atau diltiazem) intravena. Jika kondisi
adrenergik tinggi merupakan faktor penyebab, -blocker (misal, propanolol, esmolol)
10

intravena sangat efektif dan dapat dijadikan pertimbangan awal. Tipe antiaritmia Ia dan III
sebaiknya tidak diberikan di awal karena meningkatkan respon ventrikular secara paradoks
saat tidak adanya obat yang memperlambat kondisi nodus AV. Pemakaian digoksin dalam
terapi masih dipertanyakan karena biasnya tidak efektif karena onsetnya lambat.
Setelah penanganan dengan obat yang memblok nodus AV dan kemudian penurunan
respon ventrikular, penderita seharusnya dievaluasi terhadap kemungkinan kembalinya ritme
sinus jika fibrilasi atrium berlanjut.
Jika ritme sinus kembali, antikoagulan sebaiknya dimulai sebelum cardioversion
karena kembalinya kontraksi atrium meningkatkan resiko tromboemboli. Rekomendasi utama
saat ini adalah warfarin (international normalized ratio (INR) 2 sampai 3) kurang-kurangnya
3 minggu sebelum cardioversion dilanjutkan setidaknya 1 bulan setelah cardioversion
efektif.Antikoagulan tidak begitu penting untuk penderita dengan fibrilasi atrium yang
kurang dari 48 jam dan tidak adanya tombus parah pada ekokardiografi transesofagus
(transesophageal echocardiography, TEE).
Setelah antikoagulasi awal atau TEE, metode untuk mengembalikan ritme sinus pada
penderita fibrilasi atau fluntter atrium adalah cardioversion farmakologi dan DCC. Secara
garis besar konsensus international merekomendasikan DCC sebagai pilihan untuk
dipertimbangkan. DCC cepat dan lebih sering berhasil, tetapi memerlukan sedasi atau
anestesi pendahuluan dan memiliki resiko kesilkomplikasi serius seperti henti sinus atau
aritmia ventrikular. Walaupun senyawa tipe Ia, Ic, dan III telah menunjukan keefktifan, ada
bukti yang menunjkan bahwa khasiat hanya untuk tipe III murni pemblok Ik (contoh, ibutilid,
dofetilid) obat-obat tipe Ic (contoh, flekainid, propafenon). Keuntungan dari terapi obat awal
adalah bahwa obat efektif dapat ditentukan pada kasus yang memerlukan terapi jangka
pqnjang. Kerugiannya adalah efek samping yang signifikan seperti TdP karena obat, interaksi
antar obat, dan laju cardioversion yang rendah obat dibandingkan dengan DCC.
The American College of Chest Physician Consensus Conference untuk terapi
antitrombotik merekomendasikan pananganan warfarin kronik (INR 2 sampai 3, target 2,5)
untuk semua psien dengan fibrilasi atrium yang memiliki resiko tinggi stroke (yang memakai
katup jantung prostetik, penyakit katup jantung rematik, riwayat tromboemboli, usia diatas 75
tahun, disfungsi vertikel kiri, atau hipertensi). Mereka yang memiliki resiko kecil (contohnya,
usia krang ari 65 tahun tanpa penyakit kardiovaskular atau fibrilasi atrium murni (lone atrial
11

fibrillation) seharusnya mendapatkan aspirin 325 mg/hari. Warfarin atau aspirin sebaiknya
diteruskan hingga ritme sinus tetap terjaga setidaknya selama 4 minggu. Tetapi antitrombotik
sebaiknya diteruskan pada penderita dengan fibrilasi atrium permanen atau terjadinya
paroksisma kembali.
Fibrilasi atrium biasanya terjadi kembali setelah cardioversion awal karena
kebanyakan penderita memiliki tipe penyakit jantung atau paru-paru yang ireverrsible.
Sebuah metaanalisis menyatakan bahwa quinidin menjaga ritme sinus lebih baik
dibandingkan plasebo; meskipun 50% penderita mengalami fibrilasi atrium kembali selama
setahun, dan yang terpenting, quinidin meningkatkan kematian kemungkinan melalui
proaritmia. Obat anti aritmia tipe Ic (contoh, flekainidin, propafenon) dan tipe III (contoh,
amiodaron, sotalol, dofetilid). Karenanya, obat antiaritmia ini sebaiknya diberikan untuk
penderita dengan fibrilasi atrium paroksimal terdokumentasi yang berkaitan dengan gejala
yang tidak dapat ditoleransi. Dosis kecil amidaron lebih disukai oleh kebanyakan penderita.
b. Takikardia Supraventrikulan Paroksimal
Pilihan antara metode farmakologi dan non-farmakologi untuk menangani PSVT
tergantung pada keparahan gejala. DCC sinkron adalah pilihan terapi jika gejalanya cukup
parah (contoh, pingsan, nyeri angina di dada, gagal jantung parah). Metode non-obat yang
meningkatkan tonus vagal pada nodus AV (contoh, unilateral carotid sinus massage, Valsalva
maneuver) dapat digunakan untuk gejala ringan hingga sedang. Jika metode ini gagal, terapi
obat merupakan pilihan selanjutnya.
Pilihan diantara obat-obat didasarkan pada kompleks QRS. Obat-obatan terbagi
menjadi tiga kategori besar yaitu: (1) langsung atau tidak langsung meningkatkan tonus vagal
pada nodus AV (contoh, digoksin); (2) menekan konduksi melalui jaringan lambat yang
tergantung kalsium (contoh, adenosin, -blocker, blocker saluran kalsium); dan (3) menekan
konduksi melalui jaringan cepat yang tergantung natrium (contoh, quinidin, prokainamid,
disopiramid, flekainid).
Adenosin telah direkomendasikan sebagai obat pilihan pertama bagi penderita dengan
PSVT karena durasi kerjanya yang pendek tidak akan memperlama kompromi hemodinamik
pada penderita dengan kompleks QRS lebar yang sebetulnya memiliki VT daripada
PSVT.Setelah PSVT akut berakhir, tetapi pencegahan jangka panjang diindikasikan jika
penyakit tersebut membutuhkan pengobatan atau penyakit sering terjadi walaupun hanya
berupa gejala. Beberapa uji antiaritmia dapat dievaluasi dalam kondisi ambulatory melalui
12

rekam ambulatory ECG (monitor Holter) atau transmisi telefonik ritme jantung (monitor
kejadian) atau melalui teknik elektrofisiologi invasif dilaboratorium.
Penggunaan aritmia kronik pada usia muda, kecuali pasien sehat, masih bermasalah
karena kemungkinan perlunya medikasi harian sepanjang hayat, toleransi yang uruk, efek
samping yang parah, dan seringnya pengurangan khasiat. Ablasi kateter transkutan
menggunakan arus radiofrekuensi pada substrat PSVT sebaiknya dipertimbangkan pada
beberapa penderita yang sebelumnya telah direkomendasikan untuk terapi kronik antiaritmia.
Hal ini sangat efektif untuk penyembuhan, jarang sekali terjadi komplikasi, terhindar dari
kebutuhan untuk terapi obat antiaritmia kronik, dan ekonomis.
c. Takikardia Atrium Otomatis
Faktor-faktor pemicu dapat diperiksa dengan memastikam oksigenasi dan ventilasi
yang tepat serta memeriksa ketidakseimbangan asam-basa atau elektrolit. Jika takikardia
muncul, maka dibutuhkan terapi tambahan yang ditentukan berdasarkan gejalanya. Penderita
dengan takikardai atrium yang tidak bergejala dan relatif relatif lambat respon ventrikularnya
basanya tidak membutuhkan terapi obat.
Pada penderita yang memiliki gejala, trapi medis dapat digunakan untuk mengontrol
respon ventrikular atau untuk merubah ritme sinus. Antagonis kalsium (contoh, loperamil)
dipertimbangkan sebagai terapi obat tahap awal untuk menurunkan respon ventrikular. Obat
tipe I contoh: prokainamid, quinidin hanya sesekali saja efektif untuk mengembalikan ritme
sinus. DCC tidak efektif, dan B-blockers biasanya kontraindikasi karena adanya penykit
pulmonar secara bersamaan atau gagal jantung tak terkompesasi.
d. Kompleks Prematur Ventrikular
Pada individu yang tampak sehat, terapi obat tidak terlalu penting karena PVC yang
tidak disertai dengan penyakit janung tidak beresiko. Pada penderita aritmia dengan faktor
resiko kematian (contoh : MI, disfungsi ventrikel kiri, PVC kompleks) terapi obat kronik
sebaiknya dibatasi pada B-blockers, karena hanya obat inilah yang terbukti dapat mencegah
kematian pada penderita.

e. Takikardia Ventrikular Akut

13

Jika terjadi gejala yang cukup parah, DCC sebaiknya digunakan untuk
mengembalikan ritme sinus dengan cepat. Faktor-faktor pemicunya harus segera dikoreksi
bila mmungkinkan. Jika VT merupakan kejadian elektrik yang terisolasi dengan faktor
pemula sesaat (contoh iskemia miokardial akut, toksisitas digitalis), maka tidak perlu terapi
antiaritmia jangka panjang setelah faktor pencetusnya dikoreksi.
Penderita tanpa gejala dengan gejala ringan dapat ditangani pada tahap awal dengan
obat antiaritmia. Amiodaron intravena biasanya digunakan sebagai tahap awal pada situasi
ini. Prokainamid dan lidokain yang diberikan secara iv dapat menjadi alternatif yang cocok.
Jika lidokain tidak berhasil mengobati takikardia, maka prokainamid secara iv (dosis loading
dan infus) dapat dicoba. DCC sebaiknya ditempuh atau dimasukan kabel pacu trans vena jika
status penderita memburuk, terjadi degenerasi dari VT menjadi VF, atau terapi obat gagal.
f. Takikardia vantrikular belanjut
Penderita dengan VT berlanjut kronik dan berulang memiliki resiko kematian
tinggi; trial-and-error untuk menemukan terapi yang efektif tidak diperkenankan, baik uji
elektrofisiologi atau pengawasan serial Holter dengan uji obat tidaklah ideal. Temuan ini serta
profil efek samping dari obat antiaritmia menyebabkan jatuhnya pilihan pada pendekatan
non-obat.
Automatic Implantable cardioveter defibrillator (ICD) merupakan metode yang cukup
efektif untuk mencegah kematian mendadak karena kejadian ulang VT atau VF. Hal ini
menghasilkan survival keseluruhan 3 tahun lebih baik dari pada terapi antiaritmia kronik
dengan amiodaron, obat yang dikenal paling efektif. Penderita dengan ektopi ventrikular
kompleks sebaiknya tidak menerima obat antiaritmia tipe I atau III
g. Takikardia ventrikular tidak berlanjut
Pendekatan NVST merupakan hal yang kontroversial. Penderita dengan gejala yang
berkepanjangan membutuhkan obat, tetapi kebanyakan penderita tidak menunjukan gejala.
Penderita dengan NVST dan penyakit koroner beresiko mengalami kematian mendadak,
terutama jika para penderita tersebut mengidap VT berlanjut setelah simulasi terprogram.
Oleh karena itu, pasien ini sebaiknya menjalani studi elektrofisiologi dan diberikan terapi

14

pencegahan disertai dengan ICD atau amiodron secara empirik jika VT/VF berlanjut tersebut
dapat diinduksi.
h. Proaritmia
Proaritmia ini tidak dapat ditangani dengan cardioversion atau pacu berlebih.
Beberapa klinisi telah berhasil dengan lidokain iv (berkompetisi untik reseptor saluran
natrium) atau natrium bikarbonat (melawan blokade belebih saluran natrium)
i. Torsades de pointers
Untuk penyakit akut, kebanyakan penderita memerlukan dan merespon DCC, akan
tetapi, Tdp cenderung bersifat paroksimal dan sering berulang secara cepat setelah kejutan
lawan (countershock). Magnesium sulfat iv dipertimbangkan sebagai pilihan obat untuk
mencegah terjadinya Tdp. Jika tidak efktif stategi untuk meningkatkan laju jantung dan
memperpendek repolarisasi sebaiknya dilakukan (contoh : pace transvena temporer pada 105
sampai 120 denyut nadi/menit atau pacu jantung farmakologi dengan menggunakan
isoproterol atau infus epineprin). Obat yang memperpanjang inteval QT sebaiknya dihentikan
saja dan faktor yang memperburuk (contoh : hipokalemia) diperbaiki. Obat yang
memperpanjang repolarisasi (contoh prokainamid iv) kontraindikasi. Lidokain biasanya tidak
efektif.
j. Fibrilais ventricular
VF (dengan atau tanpa iskemia miokardial) seharusnya ditangani berdasarkan
rekomendasi The American Heart Association untuk mendukung keja jantung agar lebih baik.
Setelah resusitasi yang berhasil, obat antiaritmia harus dilanjutkan hingga ritme penderita dan
status secara keselurhan stabil. Antiaritmia jangka panjang atau implantasi ICD dapat
dilanjutkan atau tidak.

k. Bradiaritmia
15

Penanganan disfungsi nodus sinus melibatkan eliinasi bradikardia simptomatik dan


kemungkinan penanganan trakikardia bergantian seperti fibrilasi atrium. Bradiaritmia sinus
tidak bergejala biasanya tidak memerlukan intervensi pengobatan. Secara umum, pilihan
terapi jangka panjang untuk penderita dengan gejala yang signifikan adalah pacu ventrikular
permanen.
Obat-obatan yang umumnya dipakai untuk menangani takikardia seharusnya
digunakan dengan perhatian, bila tidak ada pacu jantung yang berfungsi. Hipersensitivitas
sinus karotid dengan gejala sebaiknya juga ditangani dengan terapi pacu jantung permanen.
Pasien yang tetap menunjukkan gejala bisa mendapat keuntungan dari penambahan
stimulamn

a-adrenergik

seperti midodrin,

kadang

kala

dengan

b-blocker

untuk

memaksimalakan stimulasi a-simpatik.


Sinkop vasovagal biasanya berhasil ditangani dengan b-blocker oral untuk
menginhibisi arus simpatik yang menyebabkan kontraksi ventrikel kuat dan mendahului onset
hipotensi dan bradikardia. Obat lain dipakai dengan (dengan atau tanpa b-blocker) termasuk
antikolinergik (koyo scopolamin, disopiranid), agonis a-adrenergik (midorin), analog
adenosim (teofilin, dipiridamol) dan inhibitor reuptake serotonin selektif (sertaline, fluksetin).
l. Blok atrioventricular
Pilihan terakhir pengobatan akut bradikardia akut dengan gejala atau blok AV adalah
pacu temporer melalui kawat transvena atau pada kondisi darurat, dengan pemandu traskutan.
Atropin 0,5 sampai 1mg secara intravena seharusnya diberikan sebagai begitu pemandu pacu
dipasngkan. Infus epinfrin atau dopamin dapat digunakan jika pemberian atropin gagal. Obatobat ini tidak akan membantu jika blok AV dibawah nodus AV (moblitz II atau AV blok
trifasikular).Blok AV simptomatik kronik membutuhkan pemasangan pacu jantung permanen.
Penderita tanpa gejala sewaktu-waktu dapat diikuti secara dekat tanpa membutuhkan pacu
jantung.
2.7. Penggolongan Obat Antiaritmia
Obat yang memiliki aktivitas antiaritmia dengan cara merubah konduksi secara
langsung melalui beberapa jalan. Obat tersebut dapat menekan impuls otomatis dari sel pacu
jantung abnormal dengan menurunkan kemiringan fase 4 depolarisasi dan/atau meningkatkan
potensi aksi. Obat ini dapat merubah karakteristik konduksi dari jalur masuk reentrant.
16

Sitem klasifikasi yang sering digunakan adalah yang diusulkan oleh Vaughan
Williams. obat tipe Ia menurunkan kecepatan konduksi, memperlambat refraktori dan
menurunkan impuls otomatis dari jaringan konduksi yang tergantung natrium (normal atau
sakit). Tipe Ia ini merupakan antiaritmia dengan spektrum yang luas. Efektif untuk
supraventrikular dan aritmia ventrikular.
Walaupun dikategorikan terpisah obat tipe Ib ini kemungkinan berlaku seperti tipe Ia,
kecuali pada tipe Ib lebih efektif pada aritmia ventrikular dari pada supraventrikular. Tipe Ic
dapat memperlambat kecepatan konduksi tapi tidak berpengaruh pada sifat refraktorinya.
Walaupun tipe ini efektif untuk aritmia ventrikular dan supraventrikular. Penggunanan untuk
artimia ventrikular diibatasi karena dapat mengakibatkan proaritmia.
Pada umumnya obat tipe I dapat dakatakan sebagai blocker saluran natrium. Prinsip
reseptor antiaritmia saluran natrium merupakan kombinasi obat aditif (contoh : quinidin dan
mexiletin) dan antagonis (contoh : flekainidin dan lidokain), sama potensialnya dengan
antidot untuk blokade saluran natrium (contoh natrium bikarbonst, propanolol).
Obat yang termasuk tipe II adalah antagonis b-adrenergik; mekanisme yang relefan
secara klinis berasal dari kerja antiadrenerjiknya. B-blocker sangat berguna untuk takikardia
yang jaringan nodusnya otomatis abnormal atau merupakan bagian dari suatu loop reentrant.
Obat ini dapat membantu memperlambat respon ventrikular pada takikardia atrium (contoh,
fibrilasi atrium) melalui efek di nodus AV.
Obat tipe III secara spesifik memperlambat refraktori pada serabut atrium dan
ventrikular, ke dalam golongan ini termasuk obat ini sangat berbeda yang juga memiliki effek
umum yaitu menunda repolarisasi dengan memblok saluran kalium.
Bretylium memperlambat repolarisasi melalui penghambatan konduktasi kalium yang
tidak bergantung pada sistem syaraf simpatetik, meningkatkan ambang VF dan tampaknya
memiliki efek antifibrilasi selektif tapi tidak takikardi. Bretylium efektif pada VF tetapi
umumnya menjadi tidak efektif pada VT.
Sebaiknya, amiodaron dan sotalol efektif pada kebanyakan takikardia. Amiodaron
menunjukan karakteristik elektrofisiologi yang konsisten dengan masing-masing tipe obat
antiaritmia. Tipe obat tersebut adalah penghambatan saluran natrium yang memiliki kinetik
on-off kinetics relatif cepat, memiliki kerja pemblokan-b non selektif, blokade saluran kalium
dan mempunyai aktivitas antagonis kalsium rendah. Efek yang mengesankan dan redahnya
potensial proaritmia dari amiodaron telah menantang anggapan bahwa blokade saluran ion
selektif lebih disukao. Sotalol merupakan inhibitor yang potensi pergerakan keluarnya kalium

17

selama repolarisasi dan juga memiliki kerja pemblokan-b ibutilid dan dofetilid memblok
komponen cepat dari delayed potassium rectifier current.
Obat tipe IV menginhibisi masuknya kalsium ke dalam sel yang dapat memperlambat
konduksi, memperlambat refaktori dan menurunkan otomatisitas nodus SA dan AV.
Antagonis saluran kalsium efektif untuk takikardia otomatis atau reetrant yang berasal dari
atau menggunakan nodus SA atau AV.
Dosis umum antiaritmia intravena (iv) dan efek samping umum ditampilkan pada
tabel 7.2
Tipe Obat
Ia
Quiidine prokainamid
Disopiramid
Ib
Lidokain Mexiletine Tokainid
Ic
Flekain Propafenon
Moricizine
Iib
Beta Blockers
III
Aminodaron Bretylium
Dofetilide
Sotalol

Blokade ion
Natrium (pertengahan
kalium)
Natrium (on/off cepat)
Natrium (on/off lambat)
kalium
Kalsium (tidak langsung)
Klasium

Ibutilide
IV

Vetapamil Diltiazem

Kalsium

Efek Samping
Nama Obat
Amiodaron

Bretylium
Disopiramid
Flecainid
Propafenon
Ibutilid
Lidokain
Mexilietine
Morocizine

Efek Samping
Ssp, mata kabur, neuropati/neurotis optik, GI, ventrikular aritmia, torsade de
pointes, bradikardia atau AV blok, trombositopenia, fibriosis pulmonar,
hepatitis, hipotiroid, fotosensitivitas, warna kulit biru abu-abu, miopati,
hipotensi, flebitis(IV)
Hipotensi, GI
Gejala antikoligenik, GI, torsade de pointers, gagal jantung, ventrikular aitmia,
hipoglikemia, kolestatis hepatic
Mata kabur, pusing, sakit kepala, GI, bronkospasmus, gagal jantung bertambah
parah, gangguan konduksi atau aritmia ventricular
torsade de pointers, hipotensi
SSP, seizures, psikosis, sinus arrest
SSP, psikosis, GI aritmia ventrikular
Pusing, sakit kepala, GI, ventrikular aritmia
18

Prokainami
d
Quinidine

Lupus Erithematosus sistemik, GI, torsade de pointers, gagal jantung, artimia


ventrikular, agranulositosis
Chinchonism, diare, GI, hipotensi, torsade de pointers, gagal jantung,
ventrikular aritmia, hepatitis, trombositoponia, anemia hemopolitik
Sotalol
Lelah, GI, depresi, torsade de pointers, bronkospasmus, gagal jantung, aritmia
ventrikular
Tokainamid SSP, psikosis, Gi, aritmia ventrikular, ruam/nyeri sendi, infiltrasi pulmonar,
agranulositosis, trombosistipenia
Dofetilid
torsade de pointers
GI : muntah, anoreksia; SSP : bingung, parestesia, tremor, ataksia
Dosis
Obat
Amiodaron

Situasi klinik
Recurrent
VT/VF
Cardiac arrest

Dosis
150mg/10menit push IV
1mg/menit selama 6 jam, lalu 0,5mg/menit infus
300mg push IV

Bretylium
Diltiazem

Ibutilid
Lidokain

Prokainamid
Verapamil

VF akut

5mg/min push iv (dapat diulang sampai total dosis


300mg/kg) 1-2mg/min infus jika diperlukan
PSTV ; rate 0,25mg/kg push iv (dapat diulang dengan 0,35mg/kg)
control AF 5-15
mg/jam infuse
Terminasi AF
1mg/10 menit push IV (dapat diulang jika diperlukan)
VT/VF
100mg push iv (dapat diulang sampai total dosis 300mg)
(limit total sampai 200mg jika muncul gejala CHF) 24mg/menit infus (1-2mg/min jika gangguan hati atau CHF)
AF, VT
15-18mmg/kg pada 20-50mg/mencit loading 1-6mg/menit
infus
PSTV ; rate 5mg push in(dapat diulang sampai 20mg) 5-15mg/jam infus
control AF

a. Antiaritmia Kelas IA

Kinidin

Farmakokinetik:
Kuota absorbs

: 80-20%

Ikatan protein plasma : 80%

19

: 6-7 jam pada sirosis hati diperpanjang sampai 50 hari

Metabolisme

: Penguraian di hati secara hidroksilasi

Eliminasi

: renal (sampai kl 20% sebagai obat dalam keadaan tidak berubah

Indikasi

ekstradiol,

supraventrikular

dan

ventrikular,

takikardia

Supraventrikular (flutter atrium dan fibrilasi atrium) juga takikardi


ventrikular (kecuali takiaritmia yang disebabkan digitalis) profilaksis
residif setelah regularisasi
Perhatian

: kinidin merupakan isomer stereo dari kinin dan seperti obat ini juga
mempunyai efek antimalaria dan kontaindikasi pada uterus. Selain itu
ES seperti kinin (reaksi alergis dari cinchonism)

Kontraindikasi

: hipersensitifitas, blokade AV tingkat 2 dan 3, blokade pada paha,


bradikardi, insufiensi jantung dengan dekompensasi, intoksikasi
digitalis, hiperkalemia

Interaksi

: meningkatkan digoksin plasma

Sediaan beredar

: kinidin sulfat (generik)

Prokaiamid

Farmakokinetik :
Dosis

: 1000-1500mg setiap 8 jam (sebagai tablet retard)

Konsentrasi plasma

: 3-14ug/ml

Kuota absorbsi

: 80-100%

Ikatan protein plasma : 20%


T

: 3 jam

Metabolisme

: di hati asetilasi menjadi N-asetilprokainamid


20

Eliminasi

: terutama renal (sampai 60% sebagai obat dalam keadaan tidak

Berubah)
Indikasi

: mirip kinidin, profilaksis dan pengobatan awal ekstradiol


Supraventrikular dan ventrikular serta takiaritmia (kecuali Takiaritmia
yang disebabkan digitalis)

Perhatian

: prokainamid (suatu amida asam) ada analogi struktur anestetik Lokal


prokain (ester), namun berlawanan dengan hanya mempunyai sedikit
efek anestetik lokal

Kontraindikasi

: hipersentivitas; blokade AV tingkat 2 dan 3; blokade pada paha;


bradikardi, insufisensi jantung dengan dekompensasi,Intoksikasi
digitalis, myasthenia gravis

Sediaan beredar

: Procainamide HCL (generik)

Disopiramid

Farmakokinetik
Dosis

: dosis penjenuhan 4 x 0.1 0.2 g p.o dalam 24 jam: dosis


pemeliharaan: 2-4 x 0.1-0.2g p.o dalam 24 jam

Konsentrasi plasma

: 2 5 g/ml

Kuota absorpsi

: 70 90%

Ikatan protein plasma : 30 40%


T

: 5-7 jam

Metabolism

: dihati terutama N-desalkilasi

Eliminasi

: terutama renal (sampai kalo 50 % sebagai obta dalam keadaan tidak


berubah)
21

Indikasi

Mirip kinidin, profilaksis dan pengobatan ekstrasistol

sipraventrikuler dan ventrikuler serta takiaritmia ( kecuali


takiaritmia yang disebabkan digitalis ), sindrom wolf-parkinsonwhite
Kontraindikasi

: Infusiensi jantung dengan dekompensasi : bradikardia: sick-sinussindrom;blockade AV tingkat 2 dan 3; blockade pada paha;
intoksikasi digitalis; glaucoma sudut sempit; hipertrofi prostat

Sediaan beredar

: disopyramide, norpace, rytmacor, rytmilen

b. Antiaritmia Kelas IB

Lidokain

Farmokokinetik :
Dosis

: Sebagai antiaritmia : mula-mula 100mg i.v, setelah itu dengan infuse


jangka

panjang

4mg/menit

selama

jam.

Setelah

itu

pengurangannya sampai separonya ( sambil dikontrol EKG terus


menerus )
Konsentrasi plasma

: 2-6 g/ml

Bioavabilitas oral

: hanya 30% (first past effect yang tinggi )

Ikatan protein plasma : 50 %


T1/2

: 1-2 jam; pada insufisiensi hati pada pemberian dengan infuse jangka
panjang lebih lama (>12 jam)

Metabolise

: penguraian cepat di hati secara deetilasi oksidatif dan pemecahan


ikatan amida

Eliminasi

: terutama renal, hanya kI 2% sebagai obat dalam keadaan tidak

berubah

22

Indikasi

: Takikardia ventrikuler dan ekstrasistol (terutama sebagai akibat infark


miokad, setelah tindakan bedah pada jantung serta akibat dari
intoksikasi glikosid jantung ). Tidak efektif pada gangguan irama
atrium

Perhatian

: Lidokain hanya digunakan parenteral karena bioavabilitasnya sangat


kecil. dalam bentuk infuse i.v mudah dikendalikan karena t1/2 yang
pendek

Kontraindikasi

: Infusiensi jantun dengan dekompensasi: bradikardi; sick-sinussindrom; blockade AV total ; blockade pada paha; infusiensi hati

Sediaan beredar

: Lidocaine

Meksiletin

farmakokinetik
Dosis

: sebagai antiaritmia : oral 3 x 200mg, i.v.: pada awal 250mg/10 menit,


250mg pada jam berikut, setelah itu 0.5-1mg/menit sebagai infuse
jangka panjang

Konsentrasi plasma

: 0.5-2 g/ml

Bioavabilitas oral

: 80-100%

Ikatan protein plasma : 55-70 %


T

: 10-20 jam

Metabolisme

: Dalam jumlah besar

Eliminasi

: Renal, sampai < 10% sebagai obat dalam keadaan tidak berubah

Indikasi

: Mirip lidokain. Takikardi ventrikuler dan ekstrasistol. Secara umum


tidak efektif pada gangguan aritmia

23

Perhatian

: Ada kasamaan struktur kimiawi dengan lidokain dan denagn demikian


juga mempunyai efek local anastesi berbeda dengan lidokain yang
cocok untuk pengobatan jangka panjang

Kontraindikasi

:Infusiensi jantun dengan dekompensasi: bradikardi; sick-sinussindrom;blockade AV total ; blockade pada paha; infusiensi hati

Sediaan beredar

: Mexitec

c. Antiaritmia Kelas IC

Propafenon

farmakokinetik
Dosis

: sebagai antiaritmia : oral 3 x 200mg, i.v.: pada awal 250mg/10menit,


250mg pada jam berikut, setelah itu 0.5-1mg/menit sebagai infuse
jangka panjang

Lama efek

: umumnya 4-8 jam

Konsentrasi plasma

: 0.2-2 g/ml

Bioavabilitas oral

: kl 50% (karena first pass effect)

Ikatan protein plasma

: 90 %

: 3-6jam; pada yang metabolisnya lambat > 12 jam (polimorfisme

genetic)
Metabolisme

: Hampir lengkap di hati (hidroksilasi dan konjugasi fase II) menjadi


metabolit yang tidak aktif

Eliminasi

: Renal, sampai < 1% sebagai obat dalam keaddan tidak berubah

24

Indikasi

: Ekstrasistol supraventrikular dan takiaritmia; fibrilasi atrium


paroksismal; sindrom wolf-parkinson-white; takiardia ventriculer.

Kontra indikasi

: Infusiensi jantung yang ; bradikardi; sick-sinus-sindrom;blockade


AV tingkat 2 dan 3 ; blockade pada paha; hipotensi yang menonjol.

Flekainid

farmakokinetik
Dosis

: 1 mg/kg/BB i.v atau 2x 100-150 mg p.o/hari

Lama efek

: 95%

Konsentrasi plasma

: 245-980 ng/ml

Bioavabilitas oral

: kl 40%

Ikatan protein plasma : 90 %


T

: 14-20jam

Metabolisme

: sebagian besar di hati

Eliminasi

: renal, sampai kl 25% sebagai obat dalam keaddan tidak berubah

Indikasi

: Hanya pada ventrikuler yang istemewa berat dan pada aritmia


ventrikuler yang bertahan dan mengancam jiwa

Kontraindikasi

:Infusiensi jantung yang serius

; bradikardi; sick-sinus-

sindrom;blockade AV tingkat 2 dan 3 ; blockade pada paha; hipotensi


yang menonjol
Efek samping

: Bahaya ES kardiostotik pada lebar terapeutik yang sempit:


bradikardia

yang

menonjol,

blockade

AV

atau

blockade
25

intraventrikuler,

takiaritmia

ventrikuler

fibrilasi

ventrikel,

Gangguan SSP: diplopia, vertigo, nyeri kepala.

d. Antiaritmia Kelas II
Bloker reseptor (simpatolitik )
K-chennels bockers: amiodaron, sotalol, dan brethylium (bretylate). Akibat blokade saluran
kalium, masa refrakter dan lamanya aksipotensial diperpanjang. Amiodaron efektif terhadap
aritmia serambi dan bilik, sotalol terutama terhadap aritmia bilik.
e. Antiaritmia Kelas III

Amiodaron

farmakokinetik
Dosis

: dosis penjenuhan: 8-10 hari, 600mg/hari; dosis pemeliharaan


200mg/hari dengan istirahat pada akhir pekan

Konsentrasi plasma

: 0.9-5.3 g/ml

Absorpsi oral

: sangat lambat (lebih dari 5-10 jam)

Bioavabilitas oral

: kl 50% (variasi individual sangat besar)

Ikatan protein plasma

: 99-100 %

: 1-2 bulan, maka sulit dikendalikan

Metabolisme

: mis deetilasi di hati; banyak penimbunan di berbagai jaringan

Eliminasi

: didalam urin tidak ditemukan amiodaron yang tidak berubah

26

Indikasi

: sebagai antiaritmia cadangan, jika antiaritmia lain secara medis


tidak dapt digunakan; takiaritmia supraventrikuler dan ventrikulert
takikardi pad sindrom wolf-parkinson-white.

Perhatian

: sebagai antiaritmia cadangan berhubng efeksampingnya yang berat

Sifat-sifat zat

: derivate benzofuran yang ada kemiripan structural tertentu dengan


tiroksin (cincin fenol teryodasi)

Kontraindikasi

Infusiensi

jantung

yang

bradikardi;

sick-sinus-

sindrom;blockade AV tingkat 2 dan 3 ; blockade pada paha;


hipotensi yang menonjol
Interaksi

: Amiodaron menyebabkan peningkatan konsentrasi digoksin plasma:


pendesakan

keluar

jaringan.

Amiodaron

memperkuet

efek

penghambat pembekuan dari derivate kumarin


Sediaan beredar

: corbionax , cordanon, tiaryl

Sotalol

farmakokinetik
Dosis

: sebagai antiaritmia mula-mula 100mg/hari, jiak perlu dapat


dinaikkan menjadi 340-480mg/hari (sambil frekuensi jantung
diawasi)

Konsentrasi plasma

: 1-3 g/ml

Bioavabilitas oral

: 90-100%

Ikatan protein plasma

: tidak ada

: 10-15 jam

Metabolisme

: tidak ada

Eliminasi

: praktis lengkap renal obat dalam keadaan tidak berubah

27

Indikasi

: Takiaritmia supraventrikular dan ventricular; perlindungan terhadap


pengaruh adnergik pada hipertiroidisme; sindrom jantung
hiperkinetis; angina pectoris; tekanan darah tinggi

Perhatian

: Sotalol termasuk reseptor bloker (antiaritmia kelas II). Mengenai


efek antiaritmia pada jantung sifat-sifat kelas III lebih menonjol
sehingga sotalol digolongkan disini

Kontraindikasi

: Infusiensi jantung yang ; bradikardi; sick-sinus-sindrom;blockade


AV tingkat 2 dan 3 ; blockade pada paha; hipotensi yang menonjol.

f. Antiaritmia Kelas IV

Veravamil

farmakokinetik
Dosis

: untuk awal terapi: 240-480 mg, pengobatan jangka panjang: 80240mg setiap 6-8 jam

Konsentrasi plasma

: 60-100 g/ml

Bioavabilitas oral

: hanya 10-20% walaupun terabsorpsi sampai 90% (firstpass effect


tinngi) ; pada sirosis hati bioavabilitas dapat naik sampai 80%

Ikatan protein plasma : 90 %


T

: 3-7 jam

Metabolisme

: hampir lengkap di hati dengan N- atau O- demetilasi dan konjigasi


peruraian

Eliminasi

: sampai 70% renal sisanya biliar

Indikasi

: Takikardia supraventrikuler; ekstrasistol atrium; flutter dan fibrilasi


atrium disertai takiaritmia; semua bentuk angina pectoris;
hopertensi

28

Perhatian

: Verapamil termasuk zat penghambat kalnal kalsium seperti juga


nifedipin dan diltiazem. Dari sudut struktur kimia termasuk suatu
derivate fenilasetonitril atau derivate fenilalkilamin maka berbeda
dari nifedipin yang merupakan derivate dihidropiridin dan diltiazem
suatu deruvat benzotiazepin. Walaupun verapamil seperti juaga
nifedipin, berefek vasodilatasi pada pembuluh darah resistensi dan
pembuluh darah koroner, namun efek antagonis Ca 2+ terhadap
jantung lebih lama

Kontraindikasi

: Infusiensi jantung dengan dekompensasi ; infark miokarrd yang


baru; AV; hipotensi ; blockade reseptor

Interaksi

: Hati-hati pada kombinasi dengan bloker : saling menguatkan efek


kardiodepresif

Sediaan beredar

: verapamil (generic), cardiover, isoptin, isoptin sr, vemil

Diltiazem

farmakokinetik
Dosis

: 180-360 mg/hari

Konsentrasi plasma

: 100-300 mg/ml

Bioavabilitas oral

: kl 44% walaupun absorpsi hamper lengkap (first pass effect tinggi).


Pada terapi jangka panjang bioavabilitas naik sampai 90% mungkin
disebabkan penjenuhan enzim.

Ikatan protein plasma : kl 90 %


T

: desasetilasi baik O- maupun N-demetilasi oksidatif dan selanjutnya


konjugasi.

Metabolisme

: hampir lengkap di hati dengan N- oksidatif atau dan selanjutnya


konjugasi peruraian

29

Eliminasi
Indikasi

: terutama renal setelah metabolisme lengkap


: Semua bentuk angina pectoris ; hipertensi, takikardia
supraventrikuler, ekstrasistol atrium, flutter, dan fibrilasi atrium atau
disebut takiaritmia (kecuali pada sindrom-wolf-parkinson-white).

Perhatian

: Diltiazem suatu deruvat benzotiazepin termasuk zat penghambat


kalnal kalsium seperti juga nifedioin dan verpamil. Seperti juga pad
verpamil digunakan sebagai efek antagonis Ca 2+ langsung
terhadap jantung kekuatan efek berdasar pada efek vasodilatasi pada
pembuluh darah resistensi arterial dan koroner, posisinya diantara
verapamil dan nifedipin

Efek samping , KI, interaksi

: seperti pada verapamil.

2.8. Evaluasi hasil terapi Aritmia


Parameter pengawasan yang paling utama adalah :
1.
2.
3.
4.

Mortalitas (total dan karena kematian aritmia)


Terjafinya aritmia kembali (durasi frekuensi, gejala)
Konsekuensi hemodinamik (laju, tekanan darah, gejala)
Komplikasi penanganan (kebutuhan akan tambahan atau alternative obat, alat atau
pembedahaan )

No
Istilah
1
Bradyarrhytmia

3
4

Akar Kata
Bradyarrhytmia

Arti
Seiap gangguan dalam irama jantung dimana
frekuensi denyut jantung secara abnormal
melambat.
Bradycardia
BradyPerlambatan denyut jantung, seperti yang tampak
cardi-a
pada kecepetan pulsa kurang dari 60 ks.
Bradycardiac.
Carditis
Cardi/o-itis Peradangan jantung.
Cardiomyopathy Cardi-o1.Istilah diagnosis umum mengenai penyakit
myo-pathy noninflamasi jantung primer. 2. Lebih khusus,
kelainan dimana hanya miokardium saja yang
terlihat dan sebabnya tidak diketahui, dan tidak
menyebabkan gangguan pada organ lainnya.
Cardiotocography Cardi-oPemantauan terhadap denyut jantung fetal dan
tocography kontraksi uterus, seperti waktu persalinan
30

Cardioversion

Cardi-oversion

Extrasystole

Hypokalemia

Hypokalemia

Hypoxemia

10

Proarrhythmia

Hypoxemia
Proarrhytmia

11

Reentry

12

Refractory

13

Sinoatrial

14

Supraventriculer

15

Tachycardia

Tachycardi-a

Pemulihan irama normal jantung dengan kejutan


elektris.
Kontraksi premature jantung yang tidak tergantung
pada irama normaldan timbul sebagai respon
terhadap implus diluar nodus sinoatrial.
Kadar kalium yang rendah secara abnormaldalam
darah yang menyebabkan kelainan neuromuskular
dan ginjal serta kelainan elektrokardiografik;
hipopotasemia.
Defisiensi oksigen darah.
Aritmia jantung yang diinduksi obat ataupun akibat
oabat. Ks. Proarhychmic.
Reeksitasi bagian jaringan jantung oleh implus
tunggal, berlanjut selama atu atau lebih siklus dan
kadang-kadang menimbukan denyut ektopik atau
takiaritmia; hal ini juga memerlukan refrakternya
perangsangan jaringan dan daerah blok konduksi
searah.
Yang
tidak
mudah
untuk
menghasilkan
penyembuhan.
Berkaitan dengan sinus venosus dan atrium
jantung.
Terletak atau terdapat atas ventrikel, khususnya
pada atrium / nodus atrioventrikularis.
Kecepatan
denyut
jantung
yangabnormal.ks.tacyhycardiac. atrial t., kecepatan
denyut jantung yang tinggi, biasanya 160 sampai
190/ menit, berasal dari lokus atrial.

31

BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Pembahasan Studi Kasus Aritmia
KASUS 20-1, PERTANYAAN 1: JK, seorang pria 66 tahun, melakukan pemeriksaan rutin
di klinik. Riwayat medis pria tersebut meliputi diabetes mellitus dan sistolik Hf selama 5
tahun terakhir, hipertensi, dan asam urat. Tidak ada riwayat penyakit rematik, jantung, emboli
paru, atau penyakit tiroid. Riwayat penggunan obatnya adalah glyburide 5 mg dua kali sehari,
lisinopril 40 mg setiap hari, furosemide 40 mg dua kali sehari, metoprolol 50 mg dua kali
sehari dan allopurinol 300 mg / hari. JK tidak merokok atau minum alkohol. Pemeriksaan
fisik mengungkapkan tekanan darah (BP) dari 136/84 mm Hg, nadi 70 denyut / menit dalam
irama sinus normal, tingkat pernapasan 12 kali / menit, dan suhu 98,2 F. Indeks massa tubuh
(BMI) adalah 32 kg / m2.
Faktor-faktor apa saja riwayat medis masa lalu JK yang mempengaruhi pengembangan AF?
Apa risiko 10-tahun itu mengembangkan AF?
Jawaban: AF umumnya terkait dengan, atau manifestasi dari, penyakit atau gangguan (Tabel
20-4) 0,1 lainnya. Ketika penyebab yang hadir dapat diobati , maka harus diobati karena ini
dapat mengatasi AF. Alat bantu prediksi risiko telah dikembangkan untuk AF.2. Dengan alat
ini, angka ditetapkan untuk usia, jenis kelamin laki-laki, BMI, tekanan darah sistolik, durasi
PR interval, dan kehadiran baik hipertensi, gagal jantung, dan penyakit katup Jumlah total
angka menghubungkannya dengan risiko pengembangan AF dalam waktu 10 tahun. Sistem
titik ini menyoroti faktor umum yang terkait dengan pengembangan AF, usia yang lebih tua
khususnya, hipertensi, gagal jantung, dan penyakit katup. Telah menunjukkan bahwa AF bisa
le`ih mungkin untuk mengembangkan obesitas serta dalam persentase kecil dari pasien yang
tidak memiliki penyakit jantung mendasar,
AF disebut "tunggal" AF dan biasanya memiliki kursus yang yang lebih baik. Titik sistem
yang dijelaskan di atas menunjukkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap risiko
pengembangan AF Meskipun penerapan sistem penilaian adalah di luar lingkup bab ini,
Meskipun penerapan sistem penilaian adalah di luar lingkup bab ini, JK memiliki faktor
risiko untuk pengembangan AF dalam 10 tahun ke depan, seperti dengan adanya
diperlakukan dengan hipertensi, gagal jantung, usia, dan jenis kelamin nya Mengingat
32

informasi yang tersedia, risiko 10-tahun itu berkembangnya AF akan lebih besar dari 30% 0,2
Informasi lengkap mengenai penerapan sistem penilaian di atas dapat ditemukan dalam
naskah yang diterbitkan
KASUS 20-1, PERTANYAAN 2: Dua tahun kemudian, JK menyampaikan keluhan dyspnea
saat melakukan aktivitas (DOE) seperti jantung berdebar selama 2 minggu terakhir. Ia
mengalami palpitasi dengan durasi yang lebih singkat tiga kali dalam setahun terakhir, ini
tidak terkait dengan DOE. Pada pemeriksaan fisik, ia diketahui mengidap rales di kedua
tempat. Pemeriksaan jantung mengungkapkan irama tidak teratur tanpa bunyi. Vena jugularis
Nya membesar 4 cm, namun organomegali tidak ditemukan. Ekstremitas nya mempunyai +1
pitting edema. EKG memperlihatkan AF (lihat Gambar. 20-4), dan rontgen dada kompatibel
dengan HF ringan. Sebuah echocardiogram jantung memperlihatkan ukuran atrium menjadi
kurang dari 5 cm (normal) dan fraksi ejeksi ventrikel kiri 30%. Apa temuan klinis yang
diperlihatkan oleh JK biasanya berhubungan dengan AF? Apa akibat yang mungkin terjadi
dari AF nya?

Jawaban
Keluhan yang umum ditemukan pada pasien dengan AF, seperti JK, adalah jantung berdebar
di dada (sensasi jantung berdetak cepat atau berdetak tidak biasa di dada). Ini adalah akibat
dari tingkat kontraksi ventrikel yang cepat, yang biasanya berkisar 100-160 denyut / menit.
Interval RR (waktu dari gelombang R di satu kompleks QRS ke gelombang R di dalam
kompleks berikutnya) tidak teratur (secara acak). pada AF, pengeluaran atrium, atau
kontribusi atrium terhadap volume stroke yang(melalui mekanisme Frank-Starling), hilang.
Karena pengeluaran atrium dapat mencakup 20% sampai 30% dari jumlah volume stroke, ini,
disertai dengan tingkat ventrikel yang cepat dan tidak teratur dengan RR dengan jarak waktu
33

pada AF, dapat menyebabkan gejala aliran darah tidak memadai seperti pusing ringan, atau
toleransi latihan berkurang. Namun, beberapa pasien tidak memperlihatkan gejala kecuali
palpitasi. Tergantung pada fungsi ventrikel yang mendasari, gejala HF, seperti DOE dan
edema perifer, dapat berkembang, seperti yang dialami oleh JK Dan sebaliknya, yang
mendasari HF dapat memicu AF
Pasien dengan AF memiliki resiko terhadap stroke trombotik (lihat bagian Pencegahan Stroke
di bawah) table .4.5. Dengan gerakan atrium yang tidak teratur, aliran darah normal
terganggu, dan atrium mural trombi (biasanya dalam kantong yang disebut apendiks atrium
kiri) bisa terbentuk. Risiko stroke meningkat setelah pemulihan kembali ritme sinus normal,
yang memungkinkan kontraktilitas jantung lebih efisiendan dikeluarkannya trombus. Pasien
penderita nonvalvular AF mengalami peningkatan lima kali lipat dalam resiko terjadinya
stroke; Risiko ini meningkat karena pasien mempunyai adanya peningkatan jumlah faktor
risiko yang terkait. Penyakit lain yang bersamaan dapat meningkatkan risiko stroke HF,
kardiomiopati, tirotoksikosis, penyakit jantung bawaan, dan penyakit katup jantung.
KASUS 20-1, PERTANYAAN 3: Apa tujuan terapi dan pendekatan umum yang digunakan
untuk mengobati AF pada pasien seperti JK?
Jawaban: Dua tujuan utama dari pengobatan adalah untuk mengendalikan tingkat respon
ventrikel dan mengurangi risiko stroke. Dalam beberapa kasus, tujuan terapi ketiga mungkin
konversi ke irama sinus normal.
KASUS 20-1, PERTANYAAN 4: JK diberikan dosis 1 mg digoxin, diikuti dengan 0,25 mg
sebagai dosis pemeliharaan. Apa tujuan dari pemberian digoxin? Apa keuntungan dan
kekurangan digoxin dibandingkan dengan agen lain untuk mengontrol denyut ventrikel?
Jawaban:
Digoxin
Tujuan pengobatan pertama adalah untuk memperlambat laju respons ventrikel, yang
dapat meningkatkan pengisian darah pada ventrikel. Tabel 20-5 menampilkan agen
umum yang digunakan untuk mengontrol respon ventrikel dan memberikan dosis terapi dan
pemeliharaan. Karena efek blok nodus AV secara langsung dan sifat vagomimetic, digoxin
memperpanjang periode refraktori nodus AV dan mengurangi jumlah impuls yang melalui AV
node (dromotropy negatif).
34

Karena beberapa keterbatasan yang terkait dengan penggunaan digoxin, perannya terbatas
sebagai pengendali AF. Penggunaan Digoxin dibatasi oleh lambatnya onset kerja. Setelah
pemberian intravena (IV), perlu lebih dari 2 jam untuk timbulnya efek dan 6 sampai 8 jam
untuk efek maksimal. Efek dromotropic negatif Digoxin juga kurang efektif
dibandingkan blocker dan dihidropiridin-channel blockers selama keadaan tinggi
nada simpatik (misalnya, olahraga atau stres emosional). 2006 American College of
Cardiology / American Heart Association / Eropa Masyarakat Pedoman Cardiology untuk
pengelolaan pasien dengan AF merekomendasikan bahwa penggunaan digoxin disediakan
untuk mengendalikan tingkat respons ventrikel di AF pada pasien dengan gangguan fungsi
ventrikel kiri atau gagal jantung atau untuk digunakan sebagai add-on terapi bila pengobatan
dengan -blocker atau saluran kalsium. Pasien yang memerlukan kontrol tingkat AF dan
memiliki tekanan darah yang lebih rendah juga dapat mengambil manfaat dari digoxin. Hal
ini juga harus dicatat bahwa konsentrasi digoxin serum dapat ditingkatkan bila
dikombinasikan dengan P-glikoprotein inhibitor seperti verapamil, propafenone, quinidine,
flecainide, dan amiodarone. Biasanya, P-glikoprotein berada di membrane enterosit usus
memompa digoxin ke dalam lumen usus dan mengurangi bioavailabilitas tersebut; Pglikoprotein juga berada di tubulus ginjal, dan juga dapat membantu ekskresi digoxin
KASUS 20-1, PERTANYAAN 5: JK memiliki diabetes, yang dapat meningkatkan risiko
nefropati diabetik. Dapatkah dosisnya diubah jika JK memiliki kelainan ginjal?
Jawaban:
Fungsi ginjal JK normal. Jika dia memiliki kelainan ginjal yang signifikan, baik dosis terapi
dan dosis pemeliharaan digoxin perlu diubah. Sedangkan dosis terapi digunakan untuk
mencapai tingkat terapi dan, karena itu, perlu untuk mengatasi volume distribusi daripada
35

ekskresi, Volume distribusi digoxin berkurang pada pasien dengan kelainan ginjal. Dosis
pemeliharaan digoxin sangat tergantung pada ginjal, karena pada saat diekskresi, 50% sampai
75% digoxin tidak berubah dalam urin. (Lihat Bab 19, Gagal Jantung, untuk pembahasan
lebih lanjut dari digoxin dosis pada pasien dengan fungsi ginjal normal dan gangguan.)
Meskipun biasanya kisaran target digoxin umumnya 0,5-1,0 nanogram / mL dalam
pengobatan pasien dengan gagal jantung, tingkat target yang lebih tinggi mungkin diperlukan
bila menggunakan digoxin sebagai agen control AF.
KASUS 20-1, PERTANYAAN 6: Apa obat lain dapat digunakan sebagai kontrol laju
ventrikel, dan apa keuntungan dan kekurangan nya dibandingkan dengan digoxin?
Jawaban:
adrenergik Memblokir Agen
adrenergik bloker adalah kelas lain dari agen dromotropic negatif digunakan dalam AF.
Propranolol, metoprolol, dan esmolol tersedia untuk pemberian secara IV. Setiap agen cepat
mengontrol laju ventrikel baik saat istirahat dan selama berolahraga. blocker adalah pilihan
pertama pada keadaan dengan kadar katekolamin tinggi seperti tirotoksikosis dan pasca
operasi jantung. Namun, mengingat efek inotropik negatif, blocker tidak boleh digunakan
untuk mengontrol respon ventrikel akut pada pasien dengan gagal jantung sistolik. Meskipun
blocker digunakan untuk mengobati gagal jantung sistolik (misalnya, bisoprolol, carvedilol,
dan metoprolol), harus dimulai pada dosis rendah dan ditingkatkan dengan hati-hati selama
beberapa minggu. Ketika mencoba untuk mencapai kontrol kecepatan tinggi, dosis yang lebih
agresif mungkin diperlukan. blocker juga harus dihindari pada pasien dengan asma karena
sifat 2-blocking, dan kadar glukosa darah harus dipantau lebih dekat pada pasien dengan
diabetes mellitus karena tanda-tanda dan gejala hipoglikemia (kecuali berkeringat) bisa
ditutupi.
Kalsium-Channel Blocker
Nondihydropyridine kalsium channel blockers juga efektif dalam memperlambat laju
ventrikel saat istirahat dan selama beraktivitas. Verapamil dan diltiazem dapat diberikan
secara IV untuk mencapai efek cepat (4 sampai 5 menit) penurunan denyut jantung.
Keduanya bekerja melalui efeknya pada saluran kalsium lambat dalam nodus AV. Meskipun
durasi kerja pendek dihasilkan oleh bentuk bolus, obat dapat diberikan baik sebagai infus atau
secara oral. Mengingat kemampuan kalsium-channel blockers menyebabkan pelebaran,
36

penurunan sementara tekanan darah dapat diharapkan. Verapamil dan diltiazem harus
digunakan dengan hati-hati pada HF, dan verapamil dapat meningkatkan konsentrasi obat
kardiovaskular lain seperti digoxin, dofetilide, simvastatin, dan lovastatin.Verapamil dan
diltiazem yang alternatif yang baik untuk blocker pada penderita asma.
Untuk terapi kronis, agen dromotropic negatif oral (biasanya -blocker atau
nondihydropyridine kalsium channel blocker-). Jika diperlukan untuk mengontrol gejala,
menambahkan dosis rendah digoxin ke -blocker atau kalsium channel blocker- dapat
dianjurkan.
JK memiliki tanda-tanda HF, sehingga digoxin adalah pilihan yang wajar, meskipun
diltiazemis IV jangka pendek sering digunakan dalam jenis ini pasien juga. IV verapamil dan
blocker dapat memperburuk tanda dan gejala HF, dan blocker dapat menutupi tanda-tanda
hipoglikemia pada JK. Tujuan dari pengendalian laju denyut jantung saat beristirahat adalah
antara 60 dan 80 denyut / menit dan denyut jantung saat beraktifitas adalah antara 90 dan 115
denyut / minute. Sebuah penelitian terbaru telah menyelidiki penggunaan target denyut
jantung lebih lunak (<110 denyut / menit) dan melaporkan hasil pasien yang sama
dibandingkan dengan target denyut jantung yang lebih ketat (resting heart rate < 80 denyut /
menit). Penelitian ini mungkin menyarankan bahwa hal itu bisa diterima untuk denyut
jantung pasien menjadi lebih besar dari 80 kali / menit, jika ada kesulitan dalam mencapai
tingkat kontrol denyut jantung.
KASUS 20-1, PERTANYAAN 7: Setelah penggunaan digoxin, denyut jantung JK masih 120
denyut / menit dan ia terus mengalami palpitasi. Tekanan darahnya adalah 100/60 mm Hg,
dan gejala gagal jantung membaik, tapi ia masih mengeluh sesak napas ringan. Keputusan
dibuat untuk membuat JK kembali ke irama sinus normal. Apakah baik jika JK dinormakan
irama sinus nya, mengapa? Bagaimana kemungkinan bahwa JK akan berhasil kembali ke
irama sinus normal?
Jawaban:
Penggunaan strategi kontrol ritme telah menjadi jauh lebih umum selama beberapa tahun
terakhir. Perubahan ini karena penyelesaian setidaknya enam studi yang membandingkan
efek dari strategi control irama sinus pada pasien yang berhasil.
Menggunakan kontrol ritme pada pasien dengan AF daripada pengendalian laju tidak
meningkatkan hasil dan meningkatkan risiko rawat inap dan TdP.
37

Default strategi pengobatan jangka panjang untuk sebagian besar pasien harus menjadi
strategi pengendalian tingkat, denyut jantung dikendalikan dan antikoagulan juga diperlukan,
jika diindikasikan. Namun, kontrol ritme diperlukan untuk pasien mengalami gejala
meskipun kontrol tingkat yang memadai, ketika detak jantung tidak dapat secara memadai
dikendalikan dengan perawatan yang tersedia saat ini, atau jika pasien tidak dapat mentolerir
efek samping obat pengendali sinus.
Denyut jantung JK tidak memadai dan dikendalikan dengan digoxin. -blocker oral atau
nondihydropyridine kalsium channel blocker juga dapat digunakan untuk mengontrol detak
jantung; Namun, tekanan darahnya cenderung terlalu rendah untuk memungkinkan
penggunaan agen ini. Oleh karena itu, mengejar strategi kontrol ritme dibenarkan. Perlu
dicatat bahwa strategi kontrol ritme masih sering dipilih oleh dokter (sekitar 50% dari waktu
dalam satu studi), meskipun keberadaan pedoman nasional mendukung penggunaan strategi
pengendalian laju untuk sebagian.
Kemungkinan konversi berhasil dan pemeliharaan irama sinus normal ditentukan oleh durasi
aritmia, yang mendasari proses penyakit, dan meninggalkan ukuran atrium. Durasi AF secara
signifikan menentukan kemungkinan mempertahankan irama sinus normal selama lebih dari
1 tahun. Bila ukuran atrium melebihi 5 cm, ada kurang dari 10% kesempatan untuk
mempertahankan irama sinus normal pada 6 bulan. Kesempatan JK dari dipertahankan di
irama sinus normal adalah baik karena durasi AF nya pendek dan echocardiogram
mengungkapkan hanya sedikit pembesaran atrium kiri.
KASUS 20-1, PERTANYAAN 8: pengobatan Warfarin dimulai dan waktu protrombin JK
dipertahankan pada INR 2 sampai 3. JK dijadwalkan untuk echocardiogram transesophageal
(TEE) untuk menentukan apakah kardioversi dapat dilakukan. Bagaimana TEE dapat
membantu untuk menentukan apakah kardioversi dapat dilakukan, dan mengapa terapi
warfarin digunakan?
Jawaban:
Ketika timbulnya AF kurang dari 48 jam, kemungkinan pembentukan bekuan atrium rendah.
Namun, ketika durasi AF lebih besar dari 48 jam, atau jika durasi tidak diketahui, maka
warfarin harus diberikan selama 3 minggu sebelum kardioversi pada dosis untuk INR antara
2 dan 3. Studi pada pasien dengan AF menunjukkan bahwa pemberian antikoagulan sebelum
kardioversi memiliki insiden emboli lebih rendah (0,8%) dari daripada mereka yang tidak
diberi antikoagulan (5,3%).
38

TEE dapat digunakan untuk menentukan apakah gumpalandi dalam atrial telah terbentuk.
Jika tidak ada bekuan diamati pada TEE, maka ada risiko rendah untuk stroke dengan
kardioversi dari AF. Namun, jika gumpalan atrium jelas pada TEE, JK akan perlu diberi
antikoagulan selama 3 minggu sebelum kardioversi untuk mencegah embolisasi dari bekuan
dan stroke. Jika kardioversi berhasil, pasien harus tetap pada warfarin selama minimal 4
minggu setelah kardioversi karena kontraksi atrium normal mungkin tidak kembali sampai 3
minggu, dan pasien mungkin berisiko akhir embolisasi. Keputusan untuk memberikan jangka
panjang antikoagulan oral tergantung pada stroke yang mendasari pasien dan risiko
pendarahan. Ini akan dibahas lebih lanjut di bawah ini.
KASUS 20-1, PERTANYAAN 9: Dari pemeriksaan, tidak ditemukan bekuan atrium pada
JK. Kardioversi dengan ibutilide direncanakan untuk besok. Jika JK gagal dikardioversi
dengan ibutilide, ia akan dikardioversi secara elektrik. Bagaimana terapi ibutilide
dibandingkan dengan pilihan terapi lain untuk kardioversi?
Jawaban:
Metode yang paling efektif adalah dengan kardioversi arus searah (lihat bagian Cardioversion
Listrik bawah). Namun, penggunaan kardioversi arus searah mungkin tidak diinginkan jika
pasien tidak menginginkan sedasi sadar atau jika pasien tidak bersedia menjalani kardioversi
arus searah.
Dalam situasi ini, kardioversi farmakologis dapat dicoba. Banyak kelas I dan III agen
antiaritmia telah dievaluasi untuk keberhasilan dalam uji coba terkontrol plasebo untuk
konversi dari AF atau flutter atrium ke irama sinus normal. Obat-obat yang tersedia dengan
data yang paling positif untuk konversi adalah IV ibutilide, propafenone oral, flecainide oral,
amiodaron oral dan IV, dan dofetilide oral. Bagian ini akan fokus pada ibutilide, propafenone,
dan flecainide.
Ibutilide IV, agen antiarrhythmic kelas III dengan saluran kalium blocking dan efek
meningkatkan natrium-channel lambat, adalah agen pertama yang disetujui US Food and
Drug Administration (FDA) untuk pengobatan AF dan atrial flutter. Ibutilide diberikan
sebagai infus 1 mg selama 10 menit. Tingkat eberhasilan pengobatan pada AF adalah 35%50% dan pada Atrial Flutter 65%-80%. Eek samping utama adalah TdP, yang terjadi pada
sekitar 4% pasien. Selain dari risiko TdP, terapi ditoleransi dengan baik.

39

Ada bukti awal bahwa magnesium dapat meningkatkan efektivitas ibutilide. Dalam sebuah
penelitian Evaluasi Pengobatan dengan Ibutilide dan Magnesium (TIME), ibutilide yang
ditambahkan magnesium (2,2 1 g) dibandingkan dengan ibutilide saja. Dalam penelitian ini
terdiri dari 323 pasien, 60,3% nya berhasi memiliki sinus normal jika diobati dengan ibutilide
saja dan 71,6% pasien memiliki sinus normal pada pengobatan ibutilide dan magnesium.
Risiko TdP juga berkurang 33%.
Propafenone adalah agen IC kelas dengan -blocking properti. Ketika diberikan dalam dosis
450-750 mg secara oral (600 mg adalah dosis yang paling umum), tingkat konversi awal pada
pasien dengan AF berkisar antara 41% sampai 57%. Berbeda dengan ibutilide, tidak ada
pasien mengalami aritmia ventrikel (termasuk TdP), tetapi ada risiko hipotensi, bradikardia,
dan perpanjangan QRS.
Flecainide oral adalah agen antiarrhythmic kelas IC lain. Dalam suatu studi, flecainide oral
300 mg menyebabkan 68% dari pasien ke irama sinus dalam waktu 3 jam dan 91% dari
pasien dengan waktu 8 jam. Kemanjuran di atrial flutter belum diketahui. Disfungsi sinus,
perpanjangan intra konduksi ventrikel, pusing, kelemahan, dan gastrointestinal (GI) adalah
efek samping yang timbul.
KASUS 20-1, PERTANYAAN 10: JK menerima dua dosis IV ibutilide. Setelah dosis kedua,
ia dikonversi ke irama sinus normal untuk hanya 5 menit, kemudian kembali ke AF. JK
dijadwalkan untuk kardioversi listrik dalam 6 jam. Apa yang dimaksud kardioversi listrik?
Bagaimana khasiat dan keamanan nya?
Jawaban:
Kardioversi Arus searah (DC) secara cepat dan efektif mengembalikan 85% sampai 90% dari
pasien dengan AF ke irama sinus normal. Jika konversi DC saja tidak efektif, dapat diulang
dalam kombinasi dengan obat antiaritmia. Dalam sebuah penelitian, tingkat keberhasilan
kardioversi listrik secara signifikan lebih tinggi pada pasien AF (durasi rata-rata 119 hari AF)
dengan pretreatment ibutilide (1 mg) dibandingkan dengan mereka yang tidak pretreatment
(100% vs 72%, p = 0,001). Hal ini karena pretreatment ibutilide menurunkan kebutuhan
energi untuk defibrilasi atrium sebesar 27% (p = 0,001). TdP terjadi pada 3% pasien yang
menerima ibutilide, semuanya memiliki fraksi ejeksi kurang dari 20%. Flekainid,
propafenone, amiodaron, sotalol dan juga bisa dipertimbangkan untuk meningkatkan
kardioversi DC.

40

Kardioversi DC jelas diindikasikan untuk pasien yang memiliki hemodinamik tidak stabil.
Alasan seseorang mungkin ingin menghindari konversi DC karena anestesi (short-acting
benzodiazepine, barbiturat, atau propofol) diperlukan untuk prosedur ini. Konversi kimia
dengan ibutilide, mungkin lebih hemat biaya (menghemat $ 138 / pasien) dari konversi DC
lini pertama.
KASUS 20-1, PERTANYAAN 11: JK tidak diobati setelah sukses menjalani konversi DC.
Namun, ketika ia kembali untuk cek medis 2 minggu kemudian, ditemukan lagi AF. Ia
kembali melaporkan sering berdebar-debar. Dokternya ingin memulai obat antiaritmia untuk
mempertahankan irama sinus normal. Obat apa yang akan menjadi pilihan terbaik untuk
pasien ini?
Jawaban:
Untuk memilih antiaritmiauntuk JK, khasiat dan efek samping untuk setiap agen harus
ditinjau. Kelas Ia, Ic, dan III obat antiaritmia mencegah terulangnya AF. Flekainid, sotalol,
dofetilide, dan dronedarone disetujui oleh FDA untuk pemeliharaan irama sinus. Meskipun
tidak disetujui FDA untuk AF, propafenone dan amiodarone biasanya digunakan juga.
KASUS 20-1, PERTANYAAN 12: pada hari itu JK diobati dengan dofetilide. Sebagai
tindakan pencegahan, dia mendapat dosis inisiasi dofetilide. Mengapa JK perlu dirawat untuk
inisiasi dofetilide? Apakah perlu untuk memulai semua obat antiaritmia di rumah sakit?
Jawaban:
Dofetilide telah disetujui dengan syarat untuk inisiasi di rumah sakit. Karena risiko TdP yang
relatif tinggi. Pemantauan EKG diperlukan untuk pasien yang dimulai pada dofetilide untuk
minimal 3 hari. Rejimen awal ditentukan oleh estimasi bersihan kreatinin pasien. Q-Tc harus
diukur (menggunakan 12-lead EKG) 2 sampai 3 jam setelah dosis pertama dan dosis masingmasing berikutnya saat pasien dirawat di rumah sakit. Interval QTc jika meningkat dengan
lebih dari 15% atau jika melampaui 500 ms (550 ms pada pasien dengan kelainan ventrikel
konduksi) setelah dosis pertama, rejimen dofetilide harus dikurangi dengan 50%. Jika interval
QTc melebihi parameter di atas setelah dosis berikutnya kedua, penggunaan dofetilide harus
dihentikan.
Sotalol mungkin akan menjadi aritmogenik dalam dosis tinggi dan risiko merangsang TdP.
Sehingga diperlukan pemantauan EKG minimal 3 hari selam inisiasi dan terapi juga.
Selanjutnya, selama inisiasi dan terapi, interval Q-Tc harus dipantau 2-4 jam setelah dosis
41

masing-masing. Bahkan, agen yang paling antiaritmia untuk AF mungkin harus dimulai
dalam pengaturan rawat inap, dengan pengecualian amiodarone karena risiko rendah
proaritmia.
KASUS 20-1, PERTANYAAN 13: JK keluar dari rumah sakit da diberi dofetilide 500 mcg
dua kali sehari, CrCl nya dari 92 mL / menit (pemberian disesuaikan). Dia baik-baik saja
selama 2 minggu setelah keluar. Apakah JK harus tetap menggunakan warfarin? Apakah ada
antitrombosis lain yang dapat disarankan?
Jawaban:
Pasien dengan AF nonvalvular dan valvular masing-masing memiliki 5x dan 17x peningkatan
risiko stroke dibandingkan dengan pasien tanpa AF. Stroke dapat menyebabkan kematian atau
kecacatan neurologis yang signifikan pada 71% pasien, dengan tingkat kekambuhan tahunan
setinggi 10%. Dalam Studi Pencegahan Stroke di Atrial Fibrillation (SPAF), baik aspirin 325
mg / hari dan warfarin, keduanya mengurangi risiko stroke secara signifikan dengan tingkat
komplikasi hemorargic yang dapat diterima. Hasil SPAF II , perbandingan langsung dari
warfarin dan aspirin, menunjukkan bahwa warfarin lebih efektif daripada aspirin dalam
mencegah stroke. Hasil ini diverifikasi oleh studi Copenhagen AFASAK, warfarin secara
signifikan lebih baik daripada aspirin dan plasebo untuk mencegah emboli serebral dan
kematian vaskular secara keseluruhan (otak dan jantung). Baru-baru ini, clopidogrel plus
aspirin telah dipelajari untuk pencegahan stroke pada AF. Ketika clopidogrel plus aspirin
dibandingkan dengan warfarin, warfarin lebih efektif dalam pencegahan stroke dan dengan
risiko perdarahan yang lebih rendah. Namun, ketika clopidogrel ditambah aspirin
dibandingkan dengan aspirin saja pada pasien yang tidak dapat menggunakan warfarin,
clopidogrel plus aspirin rejimen unggul dalam keberhasilan tetapi meningkatkan risiko
perdarahan.
Pemilihan rejimen antitrombotik yang sesuai untuk pasien dengan AF harus berdasarkan
penilaian dari stroke yang mendasari dan risiko perdarahan. Stratifikasi risiko AF dilakukan
dengan menggunakan sistem penilaian CHADS2. Skor CHADS2 dihitung dengan
menetapkan satu poin masing-masing untuk kehadiran gagal jantung kongestif, hipertensi,
usia yang lebih tua dari 75 tahun, atau diabetes dan dua poin untuk riwayat stroke. Poin
mencapai, dan skor berikutnya berkorelasi dengan risiko stroke. Umumnya, pasien dengan
skor CHADS2 dari 2 atau lebih harus mendapat warfarin (INR Target 2-3) untuk stroke
profilaksis. Warfarin dipilih lebih aspirin karena risiko stroke relatif tinggi dengan skor
42

CHADS2 dari 2 atau lebih besar dan warfarin lebih unggul daripada aspirin dalam
pencegahan stroke. Aspirin bisa saja digunakan dengan skor CHADS2 0 atau 1. Kombinasi
clopidogrel plus aspirin dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak mampu untuk
mendapat warfarin karena masalah praktis (yaitu, nonadherent dengan obat atau tidak mampu
memenuhi pemantauan INR secara terus menerus ). Meskipun kombinasi clopidogrel plus
aspirin lebih mujarab ketimbang aspirin saja, itu juga terkait dengan pendarahan. Oleh karena
itu, kombinasi tidak boleh digunakan pada pasien yang tidak mampu untuk mengambil
warfarin sebagai akibat dari persepsi risiko pendarahan tinggi.
Dabigatran, adalah antitrombosis yang lebih baru, disetujui oleh FDA untuk mengurangi
risiko stroke dan emboli sistemik pada pasien dengan nonvalvular AF. Dalam sidang Re-Ly,
dabigatran 110 mg dua kali sehari dan 150 mg dua kali sehari dibandingkan dengan warfarin
pada pasien dengan skor CHADS2 lebih dari 1 atau (skor CHADS2 rata-rata 2,1). Dosis yang
lebih rendah dari dabigatran tidak kalah dengan warfarin untuk pencegahan stroke. Tetapi
terjadinya perdarahan dapat berkurang. Dosis tinggi dabigatran lebih unggul daripada
warfarin untuk pencegahan stroke tapi sebanding dalam pendarahan. Dabigatran 150 mg
dosis-dua kali sehari disetujui FDA, seperti 75-mg dosis dua kali sehari bagi mereka dengan
CrCl dari 15 sampai 30 mL / menit. Dabigatran menawarkan pilihan alternatif, tidak
memerlukan pemantauan laboratorium rutin, tidak memiliki interaksi makanan, dan tidak
substrat atau inhibitor sitokrom P-450 sistem (lihat Bab 16, trombosis, informasi formore).
Dabigatran

adalah

P-glikoprotein

substrat

yang

berinteraksi

dengan

rifampisin

(kontraindikasi dengan rifampisin), tetapi tidak muncul interaksi klinis yang signifikan antara
P-glikoprotein dengan inhibitor lain yang digunakan secara umum pada AF (verapamil,
quinidine, dronedarone, flecainide, propafenone) . Kapsul tidak harus dikunyah atau dibuka.
Dabigatran tidak memiliki rekomendasi dosis khusus untuk pasien dengan CrCl kurang dari
15 mL / menit atau orang-orang di dialisis.
Meskipun JK saat ini memilik irama sinus normal, dalam pengujian yang dilakukan
AFFIRM, hanya 73% dan 63% dari pasien hanya memiliki irama sinus normal selama 3 dan
5 tahun. Dengan demikian, penggunaan obat antiaritmia tidak menghilangkan risiko stroke,
dan pada kenyataannya, pasien dapat kembali mengalami AF dan tidak menyadari mereka
tidak lagi memiliki irama sinus normal. JK memiliki skor CHADS2 3 dan tampaknya tidak
memiliki faktor-faktor yang akan menyarankan risiko tinggi perdarahan (tidak ada sejarah
dari perdarahan GI, dll). Oleh karena itu, ia harus terus menerima antikoagulan tersebut untuk
profilaksis stroke.
43

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Dalam pengobatan aritmia, diperlukan berbagai pertimbangan seperti faktor resiko aritmia
(usia, jenis kelamin laki-laki, BMI, tekanan darah sistolik, durasi interval PR, hipertensi,
gagal jantung, dan penyakit katup), khasiat dan efek samping dari berbagai jenis obat anti
aritmia, pemilihan jenis antiaritmia (apakah dengan terapi farmakologi atau dengan alat).
Tujuan dari terapi aritmia ada 2 yaitu mengendalikan tingkat respon ventrikel (digoxin, beta
blocker, calcium channel blocker), menghindari resiko stroke (obat antitrombosis dan
antiplatelet) dan mengembalikan irama sinus (antiaritmia).
4.2. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan nya, kerena terbatas nya
pengetahuan dan kurang nya rujukan atau referensi yang ada hubungan nya dengan judul
makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang memberikan kritik dan saran yang membangun
kepada penulis demi sempurna nya makalah ini dan dan penulisan makalah dikesempatankesempatan berikut nya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khusus nya juga para
pembaca pada umum nya.

44

Vous aimerez peut-être aussi