Vous êtes sur la page 1sur 12

TEORI-TEORI AWAL

1. Teori James-Lange
Dari semua teori emosi yang mungkin terkenal teori James - Lange, karena
menghasilkan kontroversi yang telah menyebar dari abad 19 hingga abad 21. Teori ini
bertindak heuristuk sehingga menimbulkan teori teori baru dan banyak penelitian.
Sebagaimana telah diketahui, teori ini dilahirkan oleh James dan Lange pada tahun
1884 dan 1885, dan James merupakan pencetus pertama. James memiliki keterbatasan
lapangan emosi yang memiliki ekspresi tubuh yang berbeda beda. Tujuannya adalah
untuk membedakan antara proses mental yang tidak memiliki pengaruh fisiologis
yang jelas dan perubahan secara langsung yang dialami oleh setiap orang dan mudah
diamati. Bisa diamati teori mengenai emosi sebagai berikut :
a. Melihat kekuatan mental
b. Sesuatu yang mempengaruhi mental (emosi)
c. Menghasilkan beberapa ekspresi tubuh
Namun, ada pendapat yang berbeda dari ini :
Perubahan tubuh mempengaruhi persepsi dari fakta yang ada, dan perasaan
perubahan itu terjadi karena adanya emosi (W. James, 1884, hal 189).
Sebagai contoh dalam kehidupan sehari hari yaitu perasaan cemas
menghadapi beberapa kinerja public dan merasakan gangguan diperut,
gemetar, gagap, dan sebagainya. James membuat gambaran volte yang jelas
mengenai pemikiran sebelumnya. keberanian teorinya tergantung pada
pandangan bahwa pembuangan visceral dipengaruhi oleh beberapa situasi

eksternal yang mengarah menjadi emosi seperti yang biasa kita rasakan.
Penguat teori ini berdasarkan intropeksi. Argument dapat dibagi menjadi
beberapa point. James menegaskan bahwa sensasi apapun memiliki
manifestasi fisiologis yang sangat kompleks dan beberapa dapat dirasakan
dengan jelas, dan ada juga yang samar-samar. Kita membayangkan emosi
yang kuat dan mencoba untuk mendorong dari kesadaran dan perasaan tubuh
yang berkaitan dengan itu. Jika kita berhasil melakukan itu, maka teori James
tidak ada yang tersisa; emosi akan hilang. James melihat banyak contoh dalam
kehidupan sehari-hari yang menyebabkan ini. Perasaan kompleks tubuh yang
kuat, misalnya : melihat anak berdiri di tepi tebing dan berpendapat bahwa
kasusnya

didukung

oleh

gagasan

tentang

bagaimana

kita

dapat

menyelesaikannya dengan baik dan bersikap secara normal.


Kita bisa memperhatikan beberapa contoh dimana emosi diidentifikasikan
setelah terjadi respon badani. Bila anda tiba-tiba terjerembab di tangga secara

otomatis anda akan berpegang pada pegangan tangan sebelum anda sempat menyadari
adanya rasa takut. Setelah saat itu berlalu, emosi anda akan terasa dengan adanya
persepsi terhadap jantung yang berdebar keras, napas yang terengah-engah, dan
perasaan lemas atau gemetar pada tangan dan kaki. Karena perasaan takut terjadi
setelah respon badani, situasi semacam ini membuat teori James-Lange masuk akal.
Point utama dari teori James-Lange adalah umpan balik aferen dari organ yang
terganggu menyebakan terjadinya emosi. Setiap aktifitas kortikal yang berasal dari
umpan balik ini adalah emosi itu sendiri. Yang sangat penting, yakobus tidak hanya
menekan peran visera dalam emosi tetapi juga member peran yang sama dengan otot
sukarela. Hal ini sebagai dasar untuk mencari pola tubuh dalam emosi dan untuk teori
yang menekankan pentingnya ekspresi wajah dalam emosi. Teori James-Lange
merupakan teori psikologi mengenai emosi pertama yang mengasumsikan keberadaan
emosi diskrit yang memiliki naluriah dasar dan dipisahkan dari perasaan tertentu.
Misalnya : dalam pengamatan James mengenai rangsangan yang datang dari warna
dan suara menyebabkan perasaan non-emosional pada dimensi kenyamanan dan
perasaan minat atau kegembiraan mengenai aktivitas intelektual.
Teori James terus mempengaruhi perkembangan teoritis mengenai emosi. Ada
hal yang sangat dipercayai dalam teori James-Lange yang telah terbukti didalam 1
teori emosi yang dipercayai. Dalam hal lain, yang menekankan pentingnya ekspresi
wajah memiliki pengaruh yang sangat besar. Meskipun James menekankan mengenai
pengalaman emosional yang mempengaruhi perilaku, Izard (1990) menjelaskan
bagian terpenting dari teori James itu adalah pandangan bahwa emosi adalah
perasaan, dan tanpa perasaan emosi itu tidak akan ada. Meskipun teori sementara
setuju dengan pendapat James, Izard memiliki pemikiran yang lain bahwa pengaruh
stress yang sangat mempengaruhi emosi. Sementara para ilmuwan perilaku
mengabaikan pemikiran James ini. Selanjutnya, didalam sebuah tulisan James
mengenai emosi, Barbalet (1999) menjelaskan bahwa banyak dari tulisan tersebut yag
diabaikan dan disalahpahami. Dia berpendapat bahwa James menguasai lebih dari
satu abad mengenai penelitianini, dan mengabaikan analisis tindakan emosi dan social
yang telah menghambat perkembangan psikologi social dan emosi.
Keberatan utama terhadap teori James-Lange berasal dari Walter Cannon pada
1920-an yang mengemukakan bahwa :
a. Perubahan badani tampaknya tidak terlalu berbeda dari keadaan emosional
yang satu ke keadaan emosional yang lain, meskipun kita sebagai individu
biasanya mengetahui emosi apa yang kita miliki.

b. Organ internal merupakan struktur yang relative tidak peka, yang tidak
dipenuhi saraf, dan perubahan internal timbul terlalu lamban untuk menjadi
sumber perasaan emosional.
c. Menimbulkan perubahan badani yang berkaitan dengan emosi secara artificial
(menyuntikkan obat semacam epinefrin) tidak menghasilkan pengalaman
emosi yang sebenarnya.
2. Teori Cannon Bard
Teori Cannon pertama kali dikeluarkan sebagai bentuk reaksi orang-orang
dalam menanggapi teori James, dan Cannon mengajukan teori alternative pada
tahun1915, 1927, 1931, 1932.
Cannon memuat 5 kritikan utama terhadap teori James:
a. Perubahan visceral tidak menimbulkan emosi
b. Ada bukti untuk pola respon visceral pada emosi
c. Organ visceral memiliki sensitivitas kecil sehingga tidak bisa digunakan untuk
membedakan emosi
d. Meskipun tidak ada respon visceral dalam pembedahan system saraf,
emosional perilaku tetap terjdi
e. Emosi bisa terjadi setidaknya satu detik setelah eksternal stimulasi
Beberapa tahun kemudian, Schachter (1964) secara efektif berargumen
melawan tiga dari titik-titik ini. Dia menunjukkan bahwa emosi muncul meskipun
bukan pada kondisi yang cukup untuk terjadinya emosi tersebut, meskipun sulit untuk
memastikan bahwa emosi tidak dapat terjadi tanpa keterlibatan visceral. Selain itu,
Mandler (1962) menyatakan poin 4 dan 5 pada penjelasan Cannon dapat dijelaskan
oleh fakta bahwa setelah pembentukan awal perilaku emosional kemudian dapat
dikondisikan untuk rangsangan eksternal, dan itu dapat terjadi sebelum perubahan
visceral atau tanpa intervensi.
Kritikan lain terhadap teori Cannon adalah aspek neurofisiologis ekspresi
emosional subkortikal atau disebut thalamic. Pendapat dia bahwa semua emosi
tergantung kepada rantai peristiwa yang sama. Sebuah situasi lingkungan merangsang
reseptor impuls ke dalam korteks. Korteks merangsang proses thalamic yang
bertindak untuk mengatur ekspresi emosi tertentu. Cannon percaya bahwa tidak ada
yang dibutuhkan saat neuron di thalamus akan terlepas.
Pembuangan saraf dari thalamus memilik 2 fungsi :
a. Untuk merangsang otot dan organ
b. Untuk menyampaikan informasi kembali ke korteks; emosi ditambahkan ke
sensasi sederhana ketika thalamic dalam proses terangsang (W.B Cannon,
1927, hal 119).
Jadi, ketika pembuangan thalamus, kita mengalami emosi yang hamper
bersamaan dengan perubahan tubuh. Teori Cannon menganggap pentingnya thalamus

dengan emosi dan menghasilkan beberapa argument meyakinkan yang berbeda dngan
teori James. Signifikasi teori Cannon terletak pada penekanan neurofisiologi emosi.
Penelitian berikutnya memperjelas kenyataan bahwa hipotalamus dan bagian tertentu
dari system limbic, bukan thalamus, merupakan pusat otak yang paling banyak
terlibat langsung dalam integrasi respons emosional. Impuls dari kawasan ini
dipancarkan ke inti sel dalam batang otak yang mengendalikan fungsi system saraf
otonom. Sistem saraf otonom bekerja secara langsung pada otot dan organ internal
untuk menginiasi beberapa perubahan badani yang mencirikan emosi dan bekerja
secara tidak langsung dengan merangsang hormone adrenal untuk menimbulkan
perubahan badani lainnya. Hormone-hormon tambahan, yang memainkan peranan
penting dalam reaksi seseorang terhadap stress, disekresi oleh kelenjar pituitary ketika
dapat isyarat langsung dari hipotalamus.
Melihat adanya interaksi yang kompleks antara isyarat saraf dan hormonal,
sulit untuk menentukan apakah respon fisiologis mendahului atau mengiringi emosi.
Emosi bukan peristiwa sesaat, tetapi pengalaman yang terjadi selama beberapa saat.
Pengalaman emosional dapat ditimbulkan oleh masukan eksternal pada system
sensoris; kita melihat atau mendengar stimulus yang membangkitkan emosi. Tetapi
system saraf otonom menjadi aktif segera setelah itu, sehingga umpan balik dari
perubahan badani menambah pengalaman emosional. Jadi, pengalaman sadar kita
tentang emosi melibatkan integrasi informasi tentang keadaan fisiologis tubuh dan
informasi tentang situasi yang mengakibatkan emosi. Kedua macam informasi itu
cenderung berkesinambungan dalam waktu, dan integrasinya menentukan intensitas
serta sifat keadaan emosional yang kita rasakan.
Dalam kerangka konseptual ini, perbedaan waktu yang dibuat oleh teori James-Lange
dan Cannon-Bard tidak terlalu berarti. Pada saat tertentu, seperti bila tiba-tiba orang
berada dalam keadaan berbahaya, tanda-tanda awal pengalaman emosional dapat
didahului oleh aktifitas otonom (dalam hal ini, James dan Lange yang benar), pada
kesempatan lain kesadaran akan adanya emosi jelas-jelas mendahului aktifitas otonom
(dalam hal ini, Cannon dan Bard yang benar). Keadaan emosional yang dirasakan
dipengaruhi oleh sumber data yang ketiga-faktor kognitif.
TEORI KOGNITIF
1. Teori Schacter Singer
Teori kognitif emosi tidak akan lengkap tanpa adanya teori Schachter. Namun,
alasan untuk mengatakan kontribusi besar mengenai emosi berasal dari serangkaian

percobaan yang dirancang dan interpretasi mereka menyebabkan nilai heuristic.


Schachter (1959, 1964, 1970) mengenai emosi kognitif atau fisiologis menunjukkan
bahwa keadaan emosi ditentukan oleh factor kognitif. Teori ini bukan hanya
menunjukkan bahwa emosi ditandai dengan gairah umum dari system saraf simpatik
yang mana polanya berbeda dari satu Negara dengan Negara lainnya. Penafsiran dan
pengklasifikasian situasi dari berbagai Negara menyebabkan adanya modus persepsi
yang khas dari setiap Negara mereka. Intinya, gairah fisiologis terjadi dan
memberikan arah yang tepat mengenai kognisi dan pembawaannya. Kita mencari
keyakinan dalam upaya untuk memahami aspek-aspek emosional dari reaksi tubuh
kita.
Schchter mengajukan tiga proposisi yang paling dikenal :
1) Jika secara fisiologis merasakan suatu rangsangan, tetapi tidak tahu mengapa
atau apa yang menyebabkan rasa rangsangan itu, maka dapat bereaksi dengan
cara kognitif terbuka. Jadi kebiasaab suatu Negara akan dipengaruhi oleh
individu dan situasi
2) Apabila kita merasakan suatu rangsangan, tetapi mengetahui alasan dari hal
itu, maka termasu sebagai kognitif alternative.
3) Teori berlawanan arah. Jika dari waktu ke waktu kita mengalami kognisi yang
sama, maka hanya menjelaskan perasaan sebagai emosi di bagian fisiologis.
Pandangan dasar Schachter adalah emosi dikendalikan melalui keterkaitan
yang sangat erat dengan interaksi antara fisiologis dan penilaian kognitif, dan dikenal
sebagai teori dua factor emosi. Seperti dibahas sebelumnya, Schachter menghabiskan
waktu untuk merancang serangkaian penyelidikan empiris untuk menguji tiga
proposisi yang memberi pengaruh kepada teorinya. Penelitian Schachter yang telah
dianalisis dan dikritik luas dan bukan merupakan tujuan dari penelitian itu.
Namun, ada beberapa point yang harus diperhatikan,
Misalnya, Leventhal (1974) melihat permasalahan bagaimana gairah dan
kognisi bergabung dalam emosi. Schachter mengatakan kapan atau bagaimana gairah
memberikan kontribusi bagian dari perasaan. Konseptualisasi emosi memungkinkan
tiga fungsi kognisi dalam pengalaman emosional.

Mereka membahas mengenai

interpretasi rangsangan emosional, pengakuan gairah dan pelabelan emosi. Laventhal


menganggap harapan sebagai penentu dari keadaan emosional. Semakin tinggi
harapan, semakin besar kemungkinan untuk menjadi emosional. Selain itu juga
mempertimbangkan apakah ada atau tidaknya pengaruh kognisi label sehingga

menciptakan perasaan subjektif. Jika demikian, maka ia berpendapat, perasaan harus


dipelajari. Mengenai kemungkinan ini, ia menanyakan kepada anak muda mengenai
kemampuan mereka merasakan sesuatu atau mengenai perasaan sendiri. Kondisi ini
mungkin terjadi kepada mereka yang masih muda.
Leventhal juga memiliki argument, mengenai kenyataan yang menunjukkan
bahwa situasi pada 80 the Psychology of Emotion menafsirkan persamaan karena
perasaan yang sama. Kumpulan perasaan memiliki makna. Jal ini mengarah ke posisi
dimana kognisi dapat dilihat sebagai reaksi tertentu yang mengarah ke system saraf
pusat (SSP) dan reaksi tubuh yang khas, dan terakhir menjadi bagian integral
perasaan.
Cotton (1981) dan Reisenzein (1983) membuat analisi yang sangat penting
mengenai teori emosi Schachter. Dari kritikan mereka itu jelas bahwa hanya satu
prosisi yang berasal dari teori yang cukup didukung. Jika emosional disebabkan dari
sumber yang tidak relevan, maka akan diintensifkan. Namun belum ada studi yang
menunjukkan bahwa perifer adalah kondisi yang dibutuhkan untuk sebuah keadaan
emosional. Ini merupakan bentuk dukungan yang kurang kuat dari teori Schachter. Ini
merupakan umpan balik dari sesuatu yang memiliki efek mengintensifkan pada
keadaan emosional dan hubungan emosi dimediasi atau dimodifikasi oleh atribusi
kausal tentang sumber emosi.
Umumnya teori emosi Schachter sangat berpengaruh terhadap fokus perhatian
pada aspek kognitif dan emosi. Hal ini juga dapat dikatakan terlalu membesarbesarkan peran perifer dan hubungan perasaan dengan emosi. Bagaimanapun, teori
sebelumnya pernah dibantah dan salah satu teori yang tidak bisa sepenuhnya dibantah.
Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk menguji teori Schachter. Ciri umum
penelitian ini adalah pemberikan suntikan epinefrin kepada sujek, yang secara khas
meningkatkan detak jantung dan pernafasan, gerakan otot, dan perasaan gelisah.
Kemudian para peneliti memanipulasi informasi yang diberikan kepada subjek
mengenai efek epinefrin. Beberapa subjek diberitahu bahwa obat itu akan
menimbulkan keadaan euphoria (rasa girang yang berlebihan); subjek lain diberi tahu
bahwa obat itu akan membuat mereka marah. Setelah siap subjek diberitahu tentang
efek suntikan tersebut, masing-masing ditempatkan di sebuah ruang tunggu
bersama seorang pembantu peneliti yang berpura-pura menjadi subjek lain.
Tergantung pada apakah subjek itu diberitahu bahwa obat tersebut menimbulkan
kondisi euphoria atau rasa marah, si pembantu peneliti akan bertindak euphoric atau
marah. Data dari eksperimen ini menunjukkan bahwa segera setelah pembangkit

keadaan fisiologis diberikan, subjek cenderung memberikan label terhadap keadaan


emosional mereka sesuai dengan informasi yang ada. Jika informasinya menyatakan
bahwa suntikan itu akan menimbulkan perasaan euforia, kemungkinan besar subjek
akan merasakan euforik; sebaliknya, jika mereka diberitahu bahwa suntikan tersebut
akan membuat mereka marah, kemungkinan besar mereka akan merasa marah.
Namun, pengalaman emosional tidak sesederhana yang dinyatakan oleh teori
Schachter. Menurut teori ini, label emosional yang diberikan seseorang pada suatu
keadaan keterbangkitan terutama ditentukan oleh emosi yang diekspresikan oleh
orang lain dalam situasi yang sama. Berbagai eksperimen yang menguji teori
Schachter memperlihatkan bahwa faktor kognitif mempengaruhi emosi, tetapi tidak
benar bila disimpulkan bahwa hanya faktor ini yang menentukan emosi yang akan
dialami.
2. Teori Lazarus
Lazarus (1991) mengembangkan sebuah teori emosi yang komprehensif yang
membedakan dua bentuk dasar primary apparaisal dan secondary appraisal, yaitu:
a. Penilaian individu mengenai pengaruh situasi terhadap well-being individu,
yang disebut primary appraisal. Dalam primary appraisal dibedakan menjadi
tiga komponen: relevansi tujuan, keselarasan tujuan, dan jenis ego yang
terlibat. Tujuan relevansi menunjukkan sejauh mana sebuah pertemuan
membuat seseorang menjadi peduli. Tujuan keselarasan menggambarkan
sejauh mana suatu hasil episode sesuai dengan tujuan pribadi. Jenis ego yang
terlibat mengacu pada sejumlah aspek (bukan kabur) komitmen pribadi seperti
harga diri, nilai-nilai moral, ego-ideal, atau identitas ego.
b. Penilaian sekunder (secondary appraisal), tiga komponen penilaian sekunder
dibedakan menjadi: menyalahkan, mengatasi potensi, dan harapan masa
depan. Menyalahkan (blame) merupakan hasil penilaian individu atas siapa
yang bertanggung jawab untuk suatu hasil tertentu. Mengatasi potensial
mengacu pada evaluasi seseorang dari prospek untuk menghasilkan operasi
tertentu (kognitif atau perilaku) yang positif yang akan mempengaruhi
pertemuan pribadi yang relevan. Harapan masa depan menggambarkan
penilaian lebih lanjut dari pertemuan sehubungan dengan keselarasan tujuan
atau ketidakselarasan.
TEORI PERILAKU: TEORI EMOSI DARI J.B WATSON

Mengemukakan bahwa ada tiga pola dasar emosi, yaitu takut, marah dan cinta (fear,
anger, and love). Ketiga jenis emosi tersebut akan menunjukkan respon tertentu pada
stimulus tertentu pula, namun kemungkinan dapat terjadi modifikasi (perubahan).
Percobaan Watson: Pendekatan baru dari Watson menolak keberadaan kesadaran. Dia
mengatakan bahwa emosi adalah RANGSANGAN lingkungan dan RESPONS dari dalam
diri yang dapat diukur. seperti denyut nadi, pernapasan dan wajah yang memerah. Watson
berpendapat bahwa bayi memiliki tiga emosi dasar.
a.
b.
c.
d.

Takut:disebabkan oleh suara keras, kehilangan dukungan secara tiba-tiba.


Marah: disebabkan oleh pembatasan gerakan tubuh
Cinta: disebabkan oleh belaian dan timangan.
Emosi lain adalah gabungan ketiga emosi tersebut.

Hasil penelitian Watson yang terkenal (1920) adalah mengenai bayi yang berusia 11
bulan bernama Albert. Di perlihatkan pada bayi itu seekor tikus putih yang tidak ditakutinya.
Di belakangnya diperdengarkan suara keras dengan cara memukul batang baja dengan palu.
Rasa takut yang ditimbulkan oleh suara keras menyebabkan rasa takut terkondisikan pada
tikus.

Albert menggeneralisasikan rasa takut ini dengan rangsangan lain yang mirip,

termasuk dengan kelinci, mantel bulu, dan jenggot sinterklas. Watson berpendapat bahwa rasa
takut dan cemas pada manusia biasa berasal dari pengalaman masa kanak-kanak yang mirip
TEORI EMOSI: ATTACHMENT
Dalam pandangan ini, gen tidak menyebabkan penyimpangan sosial, tetapi
mencerminkan pola pengasuhan yang tidak sesuai dengan kebutuhan anak tertentu.
Penyalahgunaan zat tidak ditentukan oleh genetika, tetapi oleh lingkungan. Gen memang
penting. Temperamen dan lingkungan juga penting. Tidak dapat untuk memisahkan jumlah
kontribusi yang diberikan. Efek utamanya kurang lebih seperti ini; efek interaksi memegang
jawaban teka-teki dari perbedaan individu. Bayi cemas (an anxious infant) yang
mengembangkan hubungan aman dengan nya pengasuh, misalnya, percaya dengan orang
lain, mentolerir konflik emosi, dan mempertimbangkan beberapa penyebab eksternal untuk
emosi. Bayi yang sama yang gagal untuk mengembangkan hubungan aman hadir untuk
elemen difraksinasi emosi dan selektif memindai lingkungan untuk melihat potensi penyebab
emosi, menerima hanya mereka yang secara emosional dapat di toleransi (Grossmann &
Grossmann, 1990). Pada awal masa dewasa, dua skenario telah membentuk dua individu
yang sangat berbeda. Ada fleksibilitas manusia yang sangat besar dalam tingkat mana

individu dapat mempengaruhi lintasan hidup mereka sendiri. Tidak ada pertanyaan bahwa
pemahaman canggih dari interaksi yang terpusat akan menampilkan emosi dalam
pengembangan kepribadian.

DAFTAR PUSTAKA
J. Davidson,Richard dkk. 2009. Handbook of Affective Scince. USA : Oxford University
Press.
http://amry90.blogspot.co.id/2013/09/perkembangan-emosi-psikologi.html

PSIKOLOGI EMOSI
Teori-teori Emosi

OLEH:
KELOMPOK 4
ANDELLA RAHMI (1305082)
RANI SETIANI (1300597)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2015

Vous aimerez peut-être aussi