Vous êtes sur la page 1sur 9

Produksi Asam Asetat Menggunakan Proses Cativa

Disusun untuk memenuhi Tugas Petrokimia


Dosen Pengampu : Ir. Bambang Poerwadi, MS

Disusun oleh :
Yulia Dwi Rahmawati

135061100111002

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015

Produksi Asam Asetat Menggunakan Proses Cativa


Asam asetat merupakan bahan kimia yang penggunaannya sangat luas dalam
dunia industri dengan permintaan dunia mencapai 6 juta ton per tahun. Saat ini,
hampir semua industri asam asetat menggunakan proses karbonilasi methanol untuk
memproduksi bahan kimia ini. Proses karbonilasi methanol terbagi menjadi dua
jenis berdasarkan katalis yang digunakan yaitu proses Monsanto dan proses
Cativa. Proses Monsanto menggunakan katalis rhodium sedangkan proses
Cativa menggunakan katalis iridium. BP Chemicals telah membuktikan bahwa
proses Cativa merupakan teknologi yang memiliki efisiensi yang jauh lebih tinggi
dibanding proses Monsanto sehingga akan mengurangi biaya operasi yang signifikan
serta dapat menghasilkan asam asetat berkualitas tinggi dengan kadar impurities
yang sangat rendah (Guichon, 2010).
Pada tulisan ini hanya akan dijelaskan lebih lanjut mengenai proses Cativa.
Pada proses Cativa, bahan baku yang digunakan untuk memproduksi asam asetat
ialah methanol (CH3OH) dan karbonmonoksida (CO). Berikut merupakan reaksi
karbonilasi methanol :
CH3OH

CO

CH3COOH

Methanol yang digunakan pada proses Cativa berupa methanol pekat dengan
kadar air tidak melebihi 0.5%. Hal ini tentu berbeda dengan proses Monsanto yang
membutuhkan methanol dengan kadar air mencapai 10%. Konsentrasi air yang
sangat rendah pada proses Cativa ini bertujuan untuk mengurangi reaksi samping
antara air dan CO serta meningkatkan selektivitas. Efek utama rendahnya air ini
ialah pada proses pemurnian produk akhir akan membutuhkan biaya yang lebih
rendah dibanding proses Monsanto (Guichon, 2010).
Proses Cativa
Proses karbonilasi methanol menggunakan proses Monsanto memiliki
keterbatasan terutama pada tingginya biaya operasi

sehingga proses Cativa

menjadi lebih menarik terutama pada harga katalis iridium yang jauh lebih murah
dibanding katalis rhodium pada proses Monsanto. Katalis iridium memiliki

ketahanan yang sangat baik pada methanol dengan konsentrasi air sangat rendah (0.5
wt%) sehingga akan mengoptimalkan proses karbonilasi. Katalis iridium juga lebih
stabil pada berbagai kondisi yang dapat menyebabkan rhodium terdekomposisi .
Selain itu, iridium juga memiliki tingkat solubilitas yang sangat tinggi pada media
reaksi sehingga konsentrasi katalis yang didapatkan juga akan jauh lebih tinggi.
Akibatnya laju reaksi karbonilasi menjadi lebih cepat (Jones, 2000). Struktur katalis
kompleks Ir[(CO)2I2] dapat dilihat pada Gambar 1 berikut:

Gambar 1. Struktur katalis kompleks iridium (Greener Industry, 2005)

Siklus katalis iridium telah diteliti oleh peneliti BP Chemicals dan kelompok
peneliti dari University of Sheffield. Hasil penelitian ditunjukkan pada Gambar 2.
Siklus anionic iridium pada Gambar 2 hampir sama dengan siklus rhodium. Namun,
hampir semua studi menunjukkan bahwa adisi oksidatif pada metil iodida menuju
pusat iridium mencapai 150 kali lebih cepat dibanding reaksi dengan rhodium. Hal
ini menunjukkan bahwa akan terdapat peningkatan pada laju reaksi, sebagaimana
yang diketahui bahwa adisi metil iodida bukan merupakan determining step. Tahap
yang paling lambat pada siklus ini adalah penyisipan CO membentuk iridium acyl
yang

melibatkan

eliminasi

ionic

iodide

dan

koordinasi

dengan

ligan

karbonmoniksida. Laju reaksi ditunjukkan sebagai berikut :


[

] [
[ ]

Pada laju reaksi di atas menunjukkan bahwa laju reaksi tinggi dapat dicapai
dengan mengoperasikan ionic iodide pada konsentrasi rendah. Promotor yang
digunakan berupa ruthenium, dengan perbandingan pencampuran yang sesuai maka
laju reaksi akan naik. Pada sistem iridium, rendahnya konsentrasi air pada reaktor
akan mengurangi produk samping asam propionat serta tidak dibutuhkannya adisi
lithium iodide. Akibatnya, sistem katalis iridium juga dicirikan oleh pembentukan
alkyl iodide yang lebih sedikit dibanding proses konvensional (Jones, 2000).

Proses Cativa berlangsung pada fase cair dengan suhu operasi 1502200C
dan tekanan 1550 barg. Konsentrasi katalis iridium sebanyak 7001500 ppm
dengan senyawa ruthenium sebagai promotor sebanyak 152500 ppm. Proses
reaksi dalam tangki reaktor dapat digambarkan dalam diagram berikut ini:

Gambar 2. Siklus katalitik karbonilasi methanol menggunakan iridium (Jones, 2000)

Pertama methanol direaksikan dengan asam iodida menghasilkan Metil Iodida.


Setelah itu, metil iodida masuk dalam tangki reaktor bereaksi dengan katalis
kompleks iridium (1) membentuk [Ir(CO)2I3CH3]- (2), setelah terbentuk struktur ini
dengan cepat direaksikan dengan gas CO sehingga I- akan keluar dari kompleks
digantikan CO sehingga terbentuk kompleks baru [Ir(CO)3I] (3), struktur ini kurang
stabil sehingga untuk menstabilkan CO di mutasi berikatan dengan CH3 (4). Gugus
CH3CO pada kompleks mudah lepas, sehingga dengan adanya ion I- di sekitar
kompleks menyebabkan gugus CH3CO lepas dari kompleks dan bereaksi dengan I membentuk CH3COI. Senyawa CH3COI ini kemudian dihidrolisis menghasilkan
asam asetat (CH3COOH) dan asam halida (HI). Dimana HI yang terbentuk ini
ditarik lagi masuk dalam siklus bereaksi dengan methanol membentuk Metil Iodida
yang akan bereaksi lagi dengan katalis. Asam asetat yang terbentuk belum murni.
Untuk memisahkan asam asetat dari pengotor maka dilakukan distilasi. Mekanisme
pembuatan asam asetat dalam pabrik dengan proses Cativa dapat ditunjukkan
seperti berikut ini :

Gambar 3. Simplified process flowsheet untuk proses Cativa dalam memproduksi asam asetat
(Moulijn, 2013)

Reaksi karbonilasi terjadi pada reaktor tanpa membutuhkan agitator untuk


mengaduk material dalam reaktor. Tercampurnya material dalam reaktor terjadi
akibat efek jet mixing yang dihasilkan oleh cooling loop reaktor dimana material
meninggalkan reaktor utama dan melewati cooler sebelum dikembalikan lagi
menuju bagian atas reaktor. Reaktor sekunder berupa reaktor plug flow ditempatkan
setelah reaktor utama untuk memaksimalkan produk asam asetat yang dihasilkan.
Flash vessel dibutuhkan untuk me-recycle katalis iridium agar terpisah dari produk,
katalis kemudian dikembalikan menuju reaktor utama. Produk yang keluar dari flash
vessel mengandung pengotor iodida organik dalam jumlah yang jauh lebih rendah
dibanding pada proses Monsanto. Konsentrasi asetaldehid yang terdapat dalam
reaktor kurang dari 30 ppm dibandingkan proses Monsanto yang mencapai beberapa
ratus ppm. Akibatnya, pada proses Cativa tidak lagi membutuhkan treatment
untuk menghasilkan asam asetat yang dapat secara langsung digunakan pada industri
pembuatan vinil asetat. Sistem katalis pada proses Cativa sangat stabil pada
konsentrasi air yang rendah sehingga sistem pemurnian produk dapat dilakukan
hanya pada satu kolom distilasi yaitu pada drying column. Drying column ini
merupakan gabungan dari light end column dan drying column yang terdapat pada
proses Monsanto (Gambar 4). Produk asam asetat yang keluar dari drying column
kemudian diumpankan menuju product column (heavies removal column). Kolom

ini berfungsi untuk memisahkan asam asetat dari by product, asam propionat. Akibat
rendahnya asam propionat yang dihasilkan pada proses Cativa maka ukuran
kolom juga dapat diperkecil. Produk asam asetat kemudian disimpan dalam tank
storage untuk digunakan pada industri-industri kimia lain yang membutuhkan asam
asetat (Jones, 2000).

Gambar 4. Simplified process flowsheet untuk proses Monsanto dalam memproduksi asam asetat
(Jones, 2000)

Berikut merupakan keunggulan proses Cativa jika dibandingkan dengan proses


Monsanto (Greener Industry, 2005) :
-

Harga katalis iridium sekitar 1/5 dari harga rhodium sehingga meminimalisir
biaya katalis

Katalis iridium memiliki turnover number (TON) yang lebih tinggi sehingga
memungkinkan dilakukannya siklus yang lebih banyak sebelum dilakukannya
penggantian katalis

Iridium lebih selektif terhadap methanol sehingga akan meningkatkan yield,


menurunkan jumlah by product, menurunkan biaya pemurnian dan limbah

Kompleks iridium lebih mudah larut dibanding kompleks rhodium. Hal ini
menunjukkan bahwa katalis iridium tidak mudah mengalami presipitasi sehingga
memungkinkan penggantian katalis tidak terlalu sering untuk dilakukan.

Kadar air yang lebih rendah pada reaktor akan meningkatkan laju reaksi serta
menurunkan energi yang dibutuhkan saat tahap distilasi dan pemurnian.

Kegunaan Asam Asetat


Asam asetat digunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan berbagai
senyawa kimia dalam dunia industri. Kegunaan asam asetat ialah sebagai berikut
(Said, 2012):
- Pelarut
Asam asetat digunakan sebagai pelarut karena tingginya polaritas akibat adanya
atom oksigen yang berikatan dengan atom hydrogen. Penggunaan asam asetat
sebagai pelarut yakni pada industri vinyl acetate, dan industri PTA (sebagai
pelarut katalis).
- Makanan
Asam asetat dengan kadar 5% atau kurang, dapat digunakan sebagai asam cuka
yang digunakan pada berbagai produk makanan untuk menyeimbangkan pH atau
memberikan rasa asam pada makanan.
- Kosmetik
Asam asetat digunakan pada berbagai produk kosmetik seperti shampoo,
conditioners, hair dyes, dan produk rambut lainnya sebagai neutralizer yang dapat
mengonrol pH dan menyeimbangkan pH. Asam asetat juga digunakan pada
mouthwashes dan pasta gigi, dengan menurunkan pH maka bakteri, virus, dan
patogen tidak akan dapat bertahan.
- Industri
Dalam dunia industri, asam asetat digunakan untuk produksi varnishes, top coats,
cat dan acrylic lacquers. Pada industri tekstil, asam asetat digunakan sebagai
pengatur pH sedangkan pada industri benang karet digunakan sebagai bahan
penggumpal (koagulan) ketika lateks dikeluarkan dari extruder.
Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa asam asetat merupakan building block
dari berbagai senyawa kimia lain. Namun, pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa
penggunaan asam asetat terbesar ialah sebagai bahan untuk memproduksi monomer
vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM) yang mencapai 32% dari asam asetat
dunia. Penggunaan asam asetat tertinggi kedua yaitu untuk industri PTA (purified
terephtalic acid) yang mencapai 20%, kemudian diikuti oleh etil asetat dan asetat
anhidrat (13%), butil asetat (7%), MCAA (6%) sedangkan sisanya untuk kegunaan
lain termasuk asam cuka.

Gambar 5. Diagram Penggunaan Asam Asetat untuk Berbagai Senyawa Kimia (Shah, 2014)

Gambar 6. Diagram Penggunaan Asam Asetat di Dunia (Tecnon Orbichem dalam Wakatsuki, 2015)

Daftar Pustaka
Greener Industry. 2005. Ethanoic acid-Production method 3: Cativa Process.
http://www.greenerindustry.org.uk/pages/ethanoicAcid/7ethanoicAcidPM3.htm diakses tanggal 6
Desember 2015
Guichon. 2010.
Acetic acid Manufacturing process for Acetic acid.
http://guichon-valves.com/faqs/acetic-acid-manufacturing-process-for-aceticacid/ diakses tanggal 6 Desember 2015
Jacob A. Moulijn, Michiel Makkee, Annelies E Van Diepen. 2013. Chemical
Process Technology 2nd Ed. United Kingdom : John Wiley & Sons Ltd
Jones, Jane H. 2000. The Cativa Process for the Manufacture of Acetic Acid.
Journal of Platinum Metal Review. 2000, 44, (3), 94105. United Kingdom
Shah, Khevna. 2014. Acetic Acid : Overview & Market Outlook. Indian Petrochem
Conference
Said, Alex. 2012. Uses for Acetic Acid. http://www.ehow.com/info_8690907_usesacetic-acid.html diakses tanggal 7 Desember 2015
Wakatsuki, Keiji. 2015. Acetyls Chain World Market Overview. Chemicals
Committee Meeting at APIC 2015

Vous aimerez peut-être aussi