Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Sindrom antiphospolipid (APS) merupakan suatu kelainan trombofilia yang didapat. [1]
Selain terjadinya peningkatan resiko thrombosis, pada wanita sindrom antiphospolipid ini
juga dapat mengakibatkan penignkatan komplikasi saat kehamilan serta resiko terjadinya
abortus spontan. Komplikasi-komplikasi dalam kehamilan yang diduga berkaitan dengan
sindrom antiphospolipid seperti preeclampsia, eklamsia, persalinan preterm dan terhambatnya
pertumbuhan dari janin.[2]
Sindrom
antiphospolipid
dapat
diketahui
dengna
adanya
suatu
antibody
antiphospolipid (aPL) dalam plasma darah penderita. Diperkirakan sebanyak 1-5% orang
dengan usia yang masih muda memiliki antibody phospholipid baik berupa Lupus
Anticoagulant
maupun
Anticardiolipin
Antibodi.
Prevalensi
terjadinya
sindrom
antiphospolipid ini lebih tinggi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, dimana
terdapat perbandingan 5:1 dengan usia rata-rata kejadian sindrom antiphospolipid adalah 31
tahun.[2]
B. Definisi
Sindrom antiphospolipid merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan
meningkatnya antibody antiphospolipid (aPL) yang menetap dan mengakibatkan terjadinya
kejadian berulang thrombosis vena/arteri dan keguguran. Sindrom ini pertama kali ditemukan
oleh Hughes dan Hamis tahun 1983-1986 maka dari itu sindrom antifosfolipid ini juga
dikenal sebagai sindrom Hughes.[4,7,8]
C. Etiologi
Penyebab pasti dari sindrom antiphospolipid ini belum diketahui secara pasti.
Biasanya APS ini timbul dengan sendirinya saat terjadi proses autoimun akibat adanya
antibody antiphospolipid (aPL), seperti[6] :
Lupus Anticoagulant (LA)
Anticardiolipin Antibodi (ACA)
anti-2 glycoprotein I antibodies
Sindrom antiphospolipid dapat terjadi tanpa disertai dengan penyakit autoimun
lainnya yang disebut sebagai sindrom antiphospolipid primer [5]. Selain itu penyakit ini juga
dapat terjadi karena adanya penyakit autoimun lainnya seperti SLE yang disebut dengan
sindrom antiphospolipid sekunder.[3]
D. Epidemiologi
1
menyebabkan penurunan dari pembentukan thrombin. Maka dari itu, dapat dikatakan jika
terjadi penurunan protein C teraktivasi akan menimbulkan thrombosis.[9,10,11]
Pada kehamilan, sindrom antiphospolipid berkaitan dengan annexin A5 (placental
anticoagulant protein-I) merupakan suatu regulator dan inhibitor koagulasi alamiah pada
plasenta. Annexin A5 berikatan dengan phospholipid dipermukaan membrane sel yang
bermuatan negative (anion), sehingga mencegah terikatnya factor-faktor pembekuan darah
yang tergantung phospholipid anionic. Namun pada sindrom antiphospolipid, menggantikan
anneksin A5 di permukaan membrane sehingga jalur koagulasi terhambat dan terjadilah
thrombosis.[11]
F. Diagnosis
Sangat sulit untuk mendiagnosis sindrom antiphospoipid ini. Oleh karena itu
ditetapkan suatu consensus internasional di Sapporo, Jepang pada tanggal 10 Oktober 1998.
Terdapat 2 kriteria untuk menegakkan diagnosis sindrom antiphospolipid yaitu kriteria klinis
dan kriteria laboratorium. Tetapi kriteria klasifikasi sindrom antiphospolipid ini diperbarui
pada tahun 2006 dalam workshop International Congress on antiphospolipid antibody di
Sydney Australia. Diagnosis sindrom antiphospolipid ditegakkan minimal berdasarkan 1
kriteria klinis dan 1 kriteria laboratorium.[4,12]
Kriteria Klinis[4,12]
1. Trombosis Vaskuler
Terdapat satu atau lebih kejadian klinis dengan thrombosis arteri, vena,
atau pembuluh kapiler pada organ atau jaringan manapun.
Trombosis tersebut harus dikonfirmasikan dengan kriteria objektif yang
sesuai, seperti pemeriksaan histoplatologi atau radiologi.
Untuk mengonfirmasi pemeriksaan histopatologi, harus ada bukti yang
signifikan bahwa tidak adanya tanda inflamasi pada dinding pembuluh
darah.
2. Morbiditas Kehamilan
Terdapat satu atau lebih kematian janin dengan morfologi yang normal
pada usia kehamilan 10 minggu.
Terdapat satu atau lebih kelahiran yang premature dengan morfologi
normal sebelum 34 minggu usia kehamilan yang disebabkan oleh
eclampsia atau preeclampsia berat dan insufisiensi plasenta.
Terdapat tiga atau lebih kejadian abortus yang spontan secara berturutturut yang disertai kelainan anatomi dan hormonal yang bukan karena
adanya kelainan kromosom.
Kriteria Laboratorium[4,12]
1. Pemeriksaan Antibody Anticardioipin (ACA)
Terdapat IgG dan atau IgM ACA dalam plasma atau serum pada titermedium yang
tinggi (yaitu >40GPL atau MPL) yang pemeriksaannya dilakukan 2 kali atau lebih
dalam rentang minimal 6-12 minggu. Pemeriksaan dilakukan dengan metode
ELISA yang sudah terstandarisasi.
2. Pemeriksaan Lupus Anticoagulant (LA)
Terdapat LA dalam plasma pada 2 atau leih pemeriksaan dalam rentang minimal
6-12 minggu yang dideteksi berdasarkan guideline International Society of
Thrombosis and Hemostasis dengan menggunakan liquid phase coagulation
assays.
3. Pemeriksaan Anti-2 glycoprotein I antibody (anti- 2-GPI)
Terdapat IgG dan atau IgM Anti-2 glycoprotein I antibody dalam serum atau
plasma pada 2 atau lebih pemeriksaan yang dilakukan dalam rentang minimal 612 minggu yang diukur dengan metode ELISA yng sudah terstandarisasi.
Berdasarkan kriteria klasifikasi APS yang baru, pasien dengan sindrom antiphospolipid
dibedakan menjadi dua kategori, yaitu :
1. Kategori I :
Apabila didapatkan aPL positif lebih dari satu pemeriksaan.
2. Kategori II :
IIa. Didapatkan hanya LA saja yang positif
IIb. Didapatkan hanya ACA saja yang positif
IIc. Didapatkan hanya anti-2GPI saja yang positif
Selain itu juga untuk menentukan APS Catastrophic berdasarkan kriteria klasifikasi APS
yang baru, diperlukan 4 diagnosis seperti :
Didapatkan thrombosis vaskuler di 3 atau lebih jaringan atau organ.
Didapatkan thrombosis kecil (arteriol, venule, kapiler) minimal di 1 jaringan atau
organ.
Gejala tersebut timbul bersamaan dalam waktu kurang dari 1 minggu.
Adanya aPL pada pemeriksaan laboratorium.
G. Penatalaksanaan
Sampai saat ini penyebab dari sindrom antiphospolipid belum diketahui scara pasti,
sehingga dasar pengobatannya hanya untuk mengatasi gejala-gejala yang terjadi seperti
trombosis. Berbagai variasi pengobatan telah dilakukan termasuk dengan penggunaan[4] :
Glukokortikoid
Pemberian kortikosteroid berupa prednisone dengan atau tanpa heparin dalam jangka
panjang dihubungkan dengan meningkatnya morbiditas maternal yang dapat meningkatnya
kejadian preeclampsia dan ketuban pecah dini.[10]
5
2. Saigal, R., et al. Antiphospolipid Antibody Syndrome. JAPI. 2010. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20848817
3. Kumar, A., et al. 2012. Buku Ajar Patologi. Ed. VII. Jakarta: EGC.
4. Sudoyo, A.W., et al. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam. Ed. V. Jakarta: Interna
Publishing.
5. Braunwald, et al. 2008. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th ed. New
York: McGraw Hill Medical.
6. Cuninghan, FG., et al. 2001. Williams Obstetrics: Connective Tissue Disorders. 21th
ed. New York: McGraw Hill.
7. Movva, S. Antiphospolipid syndrome. 2015. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/333221-overview
8. Myones, B.L. Pediatric Antiphospolipid Antibody Syndrome. 2015. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1006128-overview
9. Atmakusuma, D.J., et al. 2001. Pathophysiology of Thrombosis and Antiphospolipid
Syndrome (APS). Jakarta.
10. Witjaksono, J. 2004. Patofisiologi sindrom antifosfolipid dalam kehamilan : Dasar
Patogenesis dan Prinsip Pengobatan. Bandung.
11. Berg, G.T., Antiphospolipid Syndrome and Pregnancy. 2015. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/261691-overview#a0104
12. Hestiantoro, A. 2001. Evidence-based Medicine in Pregnancy with Antiphospolipid
Syndrome. Jakarta