Vous êtes sur la page 1sur 13

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan ( PJB ) adalah sekumpulan
malformasi struktur jantung atau pembuluh darah besar intratoraks yang telah ada sejak
lahir.Penyakit jantung bawaan (PJB ) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung
atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa sejak lahir yang terjadi akibat adanya gangguan
atau kegagalan perkembangan struktural jantung pada fase awal perkembangan janin. Ada 2
golongan besar PJB, yaitu siaonotik ( biru ) dan asianotik (tidak biru) yang masing masing
memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda (Julian, D.G., 2005).
Angka kejadian PJB dilaporkan sekitar 810 bayi dari 1000 kelahiran hidup dan 30 %
diantaranya telah memberikan gejala pada minggu-minggu pertama kehidupan. Bila tidak
terdeteksi secara dini dan tidak ditangani dengan baik, 50% kematiannya akan terjadi pada
bulan pertama kehidupan. Di negara maju hampir semua jenis PJB telah dideteksi dalam
masa bayi bahkan pada usia kurang dari 1 bulan, sedangkan di negara berkembang banyak
yang baru terdeteksi setelah anak lebih besar, sehingga pada beberapa jenis PJB yang berat
mungkin telah meninggal sebelum terdeteksi. Pada beberapa jenis PJB tertentu sangat
diperlukan pengenalan dan diagnosis dini agar segera dapat diberikan pengobatan serta
tindakan bedah yang diperlukan. Untuk memperbaiki pelayanan di Indonesia, selain
pengadaan dana dan pusat pelayanan kardiologi anak yang adekwat, diperlukan juga
kemampuan deteksi dini PJB dan pengetahuan saat rujukan yang optimal oleh para dokter
umum yang pertama kali berhadapan dengan pasien (Julian, D.G., 2005).
Di bidang pencegahan terhadap timbulnya gangguan organogenesis jantung pada
masa janin, sampai saat ini masih belum memuaskan, walaupun sudah dapat diidentifikasi
adanya multifaktor yang saling berinteraksi yaitu faktor genetik dan lingkungan. Di negara
maju hampir semua jenis PJB dapat terdeteksi dalam masa bayi bahkan pada usia kurang
dari 1 bulan, sedangkan di negara berkembang banyak yang baru terdeteksi setelah anak
lebih besar, sehingga beberapa jenis PJB yang berat mungkin telah meninggal sebelum
terdeteksi (Julian, D.G., 2005).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur
jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya
gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan
janin. Ada 2 golongan besar PJB, yaitu non sianotik (tidak biru) dan sianotik (biru) yang
masing-masing memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda (Julian,
D.G., 2005).
2.2 Etiologi
Etiologi PJB masih belum jelas sampai saat ini, namun dipengaruhi oleh beberapa
faktor, termasuk genetik. Pembentukan jantung janin yang lengkap terjadi pada akhir
semester pertama potensial dapat menimbulkan gangguan pembentukan jantung, terutama
pada tiga bulan pertama usia kehamilan. Ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan
gangguan jantung yang terjadi pada masa kehamilan trimester pertama, antara lain paparan
sinar rontgen, trauma fisik dan psikis, serta minum jamu atau pil kontrasepsi. Kelainan
jantung bawaan juga dapat terjadi jika ibu dan janin berusia di atas 40 tahun, penderita DM,
campak dan hipertensi, serta jika ayah dan ibu merokok saat janin berusia 3 bulan dalam
Rahim (Sayasthid, et al. 2012).
Penyakit jantung bawaan merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan
perkembangan sisitem kardiovaskular pada masa embrio. Faktor penyebabnya antara lain:
1. Faktor Eksogen
Faktor penyebab PJB terutama terdapat selama dua bulan pertama kehamilan adalah
Rubella pada ibu dan penyakit virus lainnya, talidomid, obat-obatan dan radiasi.
2. Faktor Endogen
Meliputi faktor genetik dan adanya sindrom tertentu. Faktor genetik mungkin hanya
memegang peranan kecil dan biasanya kelainan kromosom jarang didapat. Walaupun
demikian beberapa keluarga mempunyai insiden PJB tinggi, jenis PJB yang sama terdapat
pada anggota keluarganya.

2.3 EPIDEMIOLOGI
Insidens PJB berkisar 6 8 penderita tiap 1000 kelahiran hidup dan 1 tiap 1000 anak
berumur kurang dari 10 tahun. Menurut kepustakaan ada 8 bentuk PJB ( 85% ) yang
seringkali ditemukan yaitu defek septum ventrikel ( VSD ), defek septum atrium ( ASD ),
duktus atriosus persisten ( PDA), koartasio aorta ( KoA ), stenosis pulmonal ( PS ), stenosis
aorta ( AS ), Tetralofi of Fallot ( TOF ) dan transposisi arteri besar ( TGA ). Sisanya ( 15% )
terdiri atas bentuk- bentuk yang lebih kompleks dan jarang ditemukan. Di antara semua
bentuk PJB, VSD merupakan lesi yang paling banyak dilaporkan. Di antara kelompok PJB
sianosis, teranyata TF dan TGA menempati urutan pertama dan kedua terbanyak (Sayashatid,
et al. 2012).
Umumnya frekuensi PJB sama pada laki laki dan perempuan, walaupun beberapa
lesi lebih sering terjadi pada anak laki laki. PDA dan ASD lebih banyak terlihat pada anak
perempuan. Kalau ada anak dalam satu keluarga menderita PJB maka kemungkinan anak
berikutnya menderita PJB 3 4 kali lebih banyak daripada keluarga yang tidak mempunyai
riwayat PJB. Kebanyakan PJB yang meninggal terjadi pada bulan bulan pertama setelah
kelahiran (30%) atau sebelum mencapai umur 1 tahun ( 10%) (Sayasathid, et al. 2012).
Berikut merupakan prevalensi kejadian penyakit bawaan pada dewasa (Sayasathid, et
al. 2012) :

2.4 ANATOMI JANTUNG


Jantung merupakan organ utama sistem kardiovaskuler. Jantung dibentuk oleh organ
muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran
jantung kira kira panjang 12 cm, lebar 8 -9 cm dan tebal kira kira 6 cm. Posisi jantung

terletak antar kedua paru dan berada di tengah tengah dada, bertumpu pada diafragma
thoracis dan berada kira kira 5 cm di atas processus xiphoideus. Pada tepi kanan diafragma
thoracis dan berada kira kira 5 cm di atas processus xiphoideus. Pada tepi kanan cranial
berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum.
Pada tepi kanan caudal berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari
tepi lateral sternum. Tepi kiri cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II
sinistra di tepi sternum, tepi caudal berada pada ruang intercostralis 5, kira kira 9 cm di kiri
linea medioclavicularis. Selaput yang membungkus jantung disebut pericardium terdiri antara
lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardi berisi 50 cc yang berfungsi sebagai
pelumas agar tidak ada gesekan antara pericardium dan epikardium. Epicardium adalah
lapisan paling luar jantung, lapisan berikutnya adalah lapisan miokardium di mana lapisan ini
adalah lapisan paling tebal. Lapisan terakhir adalah lapisan endocardium.Jantung terdiri dari
4 ruang, yaitu atrium kanan dan kiri, serta ventrikel kanan dan kiri. Belahan kanan dan kiri
dipisahkan oleh septum (Sherwood, Lauralee. 2001).

Gambar 1. Anatomi dan sirkulasi jantung normal (Julian, D.G., 2005).


2.5 SIRKULASI PADA JANIN DAN BAYI BARU LAHIR
Perbedaan utama antara sirkulasi janin dan sirkulasi setelah lahir adalah cara
memperoleh O2. Janin memperoleh O2 dan mengeluarkan CO2 melalui pertukaran dengan
darah ibu melalui plasenta. Pada sirkulasi janin terdapat dua jalan pintas: (1) foramen ovale,
suatu lubang di septum antara atrium kanan dan kiri, dan (2) duktus arteriosus, suatu
pembuluh yang menghubungkan arteri pulmonalis dan aorta (Phibbs, Brendan., 2007).
Saat lahir, foramen ovale menutup dan menjadi jaringan parut kecil yang dikenal
sebagai fossa ovalis di septum atrium. Duktus arterious kolaps dan akhirnya berdegenerasi
menjadi untai ligamentum tipis yang dikenal sebagai ligamentum arteriosum. Pada neonatus
aterm normal, konstriksi awal dari duktus arteriosus terjadi pada 10-15 jam pertama
kehidupan, lalu terjadi penutupan duktus arteriosus secara fungsional setelah 72 jam
postnatal. Kemudian disusul proses trombosis, proliferasi intimal dan fibrosis setelah 3-4
minggu postnatal yang akhirnya terjadi penutupan secara anatomis (Phibbs, Brendan., 2007).
Pada neonatus prematur, mekanisme penutupan duktus arteriosus ini terjadi lebih
lambat, bahkan bisa sampai usia 4-12 bulan. Penutupan duktus venosus, duktus arteriosus dan
foramen ovale diawali penutupan secara fungsional kemud ian disusul adanya proses
proliferasi endotel dan jaringan fibrous yang mengakibatkan penutupan secara anatomis
(permanen) (Phibbs, Brendan., 2007).

Gambar 2. Sirkulasi pada janin (Julian, D.G., 2005).


VII. KLASIFIKASI
Penyakit jantung bawaan ( PJB ) diklasifikasikan sebagai berikut:
Asiantoik
Dengan aliran pirau ( Shunts )

Sianotik
Dengan aliran pirau ( Shunt )

1) Atrial Septal Defect ( ASD )

1) Tetralofi Fallot ( TF )

2) Ventricular Septal Defect ( VSD )

2) Transposition of the great arteri


(TGA)

3) Patent Ductus Arteriousus ( PDA )


Tanpa aliran pirau ( Shunt )

Tanpa aliran pirau ( Shunt )

1) Coarcation of the aorta

1) Trikuspid atresia

2) Conginetal aortic stenosis

2) Pulmonary atresia

Sianotik
1. Transposition of The Great Arteries ( TGA ) (Julian, D.G., 2005).
a. Definisi
TGA adalah suatu kelainan jantung bawaan dimana terdapat pertukaran tempat antara
aorta dan arteri pulmonalis. Aorta keluar dari ventrikel kanan morfologik dan arteri
pulmonalis berasal dari ventrikel kiri yang morfologik. Pada kelainan ini sirkulasi darah
sistemik dan sirkulasi darah paru terpisah dan berjalan paralel. Kelangsungan hidup bayi
yang lahir dengan kelainan ini sangat tergantung dengan adanya percampuran darah balik
vena sistemik dan vena pulmonalis yang baik, melalui pirau baik di tingkat atrium (ASD),
ventrikel (VSD) ataupun arterial (PDA).
Ada 2 macam TGA, yaitu (1) dengan Intact Ventricular Septum (IVS) atau tanpa
VSD, dan (2) dengan VSD. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang

berbeda dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan
vaskuler paru.
b. Hemodinamik
Sirkulasi sistemik dan paru-paru berlangsung paralel. Penderita tidak akan hidup
kecuali jika terjadi pencampuran darah unsaturasi dan saturasi antara kedua sirkulasi. ASD,
VSD dan PDA yang paling sering menjadi jalur percampuran.

Gambar 8. Kelainan anatomis dan sirkulasi pada TGA (Julian, D.G., 2005).
c. Tanda Klinis
Karena pada TGA posisi aorta berada di anterior dari arteri pulmonalis maka pada
auskultasi akan terdengar bunyi jantung dua yang tunggal dan keras, sedangkan bising
jantung umumnya tidak ada kecuali bila ada PDA yang besar, VSD atau obstruksi pada alur
keluar ventrikel kiri.
1) Tergantung pada percampuran darah sirkulasi sistemik dan paru-paru serta lesi vascular
yang ada
2) Sianosis
3) Tanda-tanda gagal jantung
4) Aktivitas ventrikel kanan meningkat
5) Dapat ditemukan bising pansistol 3-4/6, mid-diastol bunyi jantung 3 dan irama derap
6) Hepatomegali

7) Jari-jari tabuh.
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Foto Toraks
a) Jantung membesar dan vaskularisasi paru-paru bertambah
b) Like an egg on its side
c) Bentuk jantung seperti sepatu
2) EKG : RAD, RAE, RVH atau CVH
3) Ekokardiografi
Tampak aorta keluar dari ventrikel kanan sementara arteri pulmonalis dari ventrikel
kiri.Kedua arteri besr tersebut berada dalam posisi paralel.
e. Terapi
Neonatus dengan TGA dan sianosis berat harus segera diberikan infus PGE1 untuk
mempertahankan terbukanya PDA sehingga terjadi pencampuran yang baik antara vena
sistemik dan vena pulmonal. Selanjutnya bila ternyata tidak ada ASD atau defeknya kecil,
maka harus secepatnya dilakukan Balloon Atrial Septostomy (BAS), yaitu membuat lubang di
septum atrium dengan kateter balon untuk memperbaiki percampuran darah di tingkat atrium.
Biasanya dengan kedua tindakan tersebut diatas, keadaan umum akan membaik dan operasi
koreksi dapat dilakukan secara elektif. Operasi koreksi yang dilakukan adalah arterial
switch, yaitu menukar ke dua arteri utama ketempat yang seharusnya yang harus dilakukan
pada usia 24 minggu sebelum ventrikel kiri menjadi terbiasa memompa darah ke paru-paru
dengan tekanan rendah. Operasi arterial switch dan penutupan VSD pada TGA dengan VSD,
tidak perlu dilakukan pada usia neonatus dan tergantung pada kondisi penderita dapat ditunda
sampai usia 36 bulan 7 dimana berat badan penderita lebih baik dan belum terjadi penyakit
obstruktif vaskuler paru akibat hipertensi pulmonal yang ada.
1) Pemberian prostaglandin
2) Arterial septostomy
3) Arterial swtich operation
4) Atasi segera bila ada aritmia, gagal jantung serta peradangan

f. Prognosis
Angka kematian pada kasus yang tidak diobati adalah 30% pada minggu pertama, 50% pada
bulan pertama dan 90% pada akhir tahun pertama. Dengan pengobatan yang baik maka angka
perlangsungan hidup mencapai >90%.
g. Komplikasi
Sindrom polisitemia dan hiperviskositas, gagal jantung dan PVO.6,7,8

2. Tetralofy of Fallot ( TF ) (Julian, D.G., 2005).


a. Definisi
TF adalah suatu kelainan jantung bawaan dimana terdapat stenosis pulmonal, overriding of
the aorta, VSD dan hipertrofi ventrikel kanan. TF adalah golongan PJB sianotik yang
terbanyak ditemukan yang terdiri dari 4 kelainan, yaitu VSD tipe perimembranus subaortik,
aorta overriding, PS infundibular dengan atau tanpa PS valvular dan hipertrofi ventrikel
kanan.
b. Hemodinamik
Pirau kanan ke kiri

Gambar 9. Kelainan anatomis dan sirkulasi pada Tetralogy Fallot (TF)


c. Gejalas Klinis

1) Sianosis pada saat menangis atau aktifitas


2) Pertumbuhan dan perkembangan terlambat
3) Lekas capek dan dispnu pada kegiatan
4) Posisi lutut dada ( squatting position )
5) Jari tabuh ( clubbing )
6) Hipertrovi gingiva, lidah berbentuk geografik.
Bunyi jantung dua akan terdengar tunggal pada PS yang berat atau dengan komponen
pulmonal yang lemah bila PS ringan. Bising sistolik ejeksi dari PS akan terdengar jelas di
sela iga 2 parasternal kiri yang menjalar ke bawah klavikula kiri.
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Darah rutin : hemokonsentrasi
2) Foto Toraks : bentung jantung seperti sepatu ( boot shaped heart )
3) EKG : RAD dan RVH
4) Ekokardiografi : dapat ditemukan lesi anatomi yang ada yaitu; VSD, overriding of the
aorta, stenosis pulmonal dan RVH
e. Terapi
1) Membuat posisi lutut dada
2) Menjamin rehidrasi
3) Bila ada infeksi segera atasi dengan antibiotik
4) Bila Ht <55% diberikan preparat besi
5) Bila terdapat serangan sianosis merupakan indikasi untuk operasi
Neonatus dengan PS yang berat atau PA maka aliran ke paru sangat tergantung pada
PDA, sehingga sering timbul kegawatan karena hipoksia berat pada usia minggu pertama
kehidupan saat PDA mulai menutup. Saat ini diperlukan tindakan operasi BTS emergensi dan
pemberian PGE1 dapat membantu memperbaiki kondisi sementara menunggu persiapan
untuk operasi. Penderita dengan kondisi yang baik tanpa riwayat spel hipoksia atau bila ada
spel tetapi berhasil diatasi dengan propranolol dan kondisinya cukup baik untuk menunggu,
maka operasi koreksi total dapat dilakukan pada usia sekitar 1 tahun. Koreksi total yang
dilakukan adalah menutup lubang VSD, membebaskan alur keluar ventrikel kanan (PS) dan
rekonstruksi arteri pulmonalis bila diperlukan.
f. Komplikasi

Abses serebral, infark serebri, anemia defisiensi besi realtif, endokarditis bacterial.
(Julian, D.G., 2005).
3. Atresia Trikuspid
Istilah Atresia Trikuspid (AT) menggambarkan agenesis katup trikuspid kongenital
dan merupakan jenis PJB sianotik terbanyak setelah TF dan TAB (Rao, 2009). Pada
defek ini, tidak terdapat aliran dari atrium kanan menuju ventrikel kanan sehingga
seluruh aliran balik vena sistemik masuk ke bagian kiri jantung melalui foramen ovale
atau jika terdapat defek pada septum atrium (British Heart Disease, 2010). Insidensi
AT diperkirakan 1 per 10.000 kelahiran hidup dengan estimasi prevalensi AT dari
seluruh kasus PJB adalah 2.9% dari autopsi dan 1.4% dari penegakkan diagnosis
setelah dilakukan pemeriksaan berulang. (British Heart Disease, 2010). Sianosis
biasanya muncul segera setelah lahir, dengan penyebaran yang dipengaruhi oleh
tingkat keterbatasan aliran darah pulmonal. Apabila aliran darah paru berkurang maka
pasien akan tampak sianotik; semakin sedikit darah ke paru maka semakin jelas
sianosis yang terjadi (British Heart Disease, 2010).

Gambar. Atresia trikuspid (British Heart Disease, 2010).

1. Julian, D.G. Cardiology : Conginetal Heart Desease, 8th Edition. Philadelphia.


Saunders. 2005. Page 274-296
2. Sayasathid, Jarun, et al. 2012. Epidemiology and Etiology of Congenital Heart
Diseases. Department of Microbiology, Faculty of Science, Chulalongkorn University
Thailand.
3. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed. 2. Jakarta: ECG
4. Phibbs, Brendan, Human Heart, The : A Basic Guide to Heart Disease, In: Conginetal
Heart Disease, 2nd Edition. Philadelphia. Lippicott Williams & Wilkins. 2007. Page:
121-129.
5. British Heart Disease, 2010. Understanding your childs heart Tricuspid atresia. on
Greater London House : London.

Vous aimerez peut-être aussi