Vous êtes sur la page 1sur 16

TINJAUAN PUSTAKA

Bedah jantung
A.

Pengertian/ Definisi

Bedah jantung adalah usaha atau operasi yang dikerjakan untuk


melakukan koreksi kelainan anatomi atau fungsi jantung. Bedah
jantung dilakukan untuk menangani berbagai masalah jantung. Prosedur
yang tersering mencakup angiolasti koroner perkutan, revaskularisasi arteri
koroner, dan perbaikan dan penggantian katup jantung yang rusak. Prosedur
ini telah didiskusikan pada kelainan yang berhubungan-angina dan masalah
katup. Sedangkan bedah jantung terbagi menjadi 2 macam, antara lain :
1. Operasi jantung terbuka, yaitu operasi yang dijalankan dengan
membuka rongga jantung dengan memakai bantuan mesin jantung
paru (mesin extra corporal).
2. Operasi jantung tertutup, yaitu setiap operasi yang dijalankan tanpa
membuka
rongga
jantung
misalnya
ligasi
PDA,
Shunting
aortopulmonal.
B.

Tujuan Bedah Jantung

Operasi jantung dikerjakan dengan tujuan bermacam-macam antara lain :


1. Koreksi total dari kelainan anatomi yang
penutupan ASD, Pateh VSD, Koreksi Tetralogi Fallot.

ada,

misalnya

2. Transposition Of Great Arteri (TGA). Umumnya tindakan ini


dikerjakan terutama pada anak-anak (pediatrik) yang mempunyai
kelainan bawaan.
3. Operasi paliatif, yaitu melakukan operasi sementara untuk tujuan
mempersiapkan operasi yang definitive atau total koreksi karena
operasi total belum dapat dikerjakan saat itu, misalnya shunt
aortopulmonal pada TOF, Pulmonal atresia.
4. Repair yaitu operasi yang dikerjakan pada katub jantung yang
mengalami insufisiensi.
5. Replacement katup
mengalami kerusakan.

yaitu

operasi

penggantian

katup

yang

6. Bypass coroner yaitu operasi yang dikerjakan untuk mengatasi


stenosis/sumbatan arteri koroner.
7. Pemasangan inplant seperti kawat pace maker permanen pada
anak-anak dengan blok total atrioventrikel.
8. Transplantasi jantung yaitu mengganti jantung seseorang yang
tidak mungkin diperbaiki lagi dengan jantung donor dari penderita
yang meninggal karena sebab lain.

C.

Komplikasi
Komplikasi potensial yang dapat terjadi mencakup
a. Komplikasi jantung: gagal jantung kongestif, infark miokardium, henti
jantung, disritmia.
b. Komplikasi paru: edema paru, emboli paru. efusi pleura, pneumo
atau hematotoraks, gagal napas. sindrom distres napas dewasa
c. Perdarahan
d. Komplikasi neurologis: cedera serebrovaskuler, emboli udara
e. Nyeri
f.

Gagal ginjal, akut atau kronis

g. Ketidakseimbangan elektrolit
h. Gagal hati
i. Koagulopati
j. Infeksi, sepsis
D.
a.

Penatalaksanaan
Pintasan jantung paru
Prosedur ini merupakan alat mekanis untuk sirkulasi dan oksigenasi
darah untuk seluruh tubuh pada saat memintas jantung dan paru.
Banyak prosedur bedah jantung bisa dijalankan karena adanya pintasan
jantung-paru (sirkulasi ekstrakorponeal). Prosedur ini merupakan alat
mekanis untuk sirkulasi dan oksigenasi darah untuk seluruh tubuh pada
saat memintas jantung dan paru. Mesin jantung-panu memungkinkan
dicapainya medan openasi yang bebas darah Sementara perfusi tetap
dapat dipertahankan untuk jaringan dan organ lain di tubuh.
Pintasan jantung-paru dilakukan dengan memasang kanula di atrium
kanan, vena kava, atau vena femoralis untuk mengeringkan darah dari
tubuh. Kanula kemudian dihubungkan ke tabung yang berisi larutan
kristaloid isotonik (biasanya dekstrosa 5% dalam larutan Ringer laktat).
Darah vena yang terambil dari tubuh dan kanula tadi disaring,
dioksigenasi, didinginkan atau dihangatkan. dan kemudian dikembalikan
ke tubuh. Kanula yang diper gunakan uniuk mengembalikan darah
teroksigenasi biasanya dimasukkan ke aorta asendens, tapi bisa juga
dimasukkan ke arteri femoralis.
Meskipun pintasan jantung-paru merupakan teknik yang biasa pada
pembedahan jantung, namun sebenarna sangat kompleks. Pasien
memerlukan antikoagulan dengan hatiin untuk rnencegah pembentukan
trombus dan kemungkinan embolisasi yang dapat terjadi ketika danah
berhubungan dengan permukaan asing sirkuit pintasan jantung-paru dan
dipompakan ke tubuh dengan pompa mekanis (bukan pembuluh darah

dan jantung normal) Setelah dibebaskan dari mesin pintasan, pasien


diberikan protamin sullal untiuk menangkal efek heparin.
Selama dilakukannya prosedur ini, tubuh dijaga agar selalu dalam
keadaan hipotermia, biasanya 28C sampai 32C (82,4F sampai 89,6F).
Darah didinginkan selama pintasan jantung paru dan dikembalikan ke
tubuh. Darah yang didinginkan tersebut akan menurunkan kecepatan
metabolisme basal, sehingga kebutuhan akan oksigen juga berkurang.
Darah yang dingin biasanya mempunyai kekentalan yang tinggi, namun
larutan kristaloid yang digunakan untuk mengisi tabung akan
mengencerkan darah tadi Ketika prosedur pembedahan telah selesai,
darah dihangatkan kembali di dalam sirkuit pintasan jantung-paru.
Haluaran urin, tekanan darah, gas darah arteri, elektrolit, uji pembekuan
darah, dan elektrokardiograrn (EKG) semuanya dipakai untuk memantau
status pasien selama pintasan jantung-paru.
b.

Jantung buatan
Pemasangan jantung buatan telah menarik perhatian dunia sejak akhir
tahun 1950-an. Semenjak itu banyak terjadi kemajuan sehingga jantung
buatan secara klinis dapat dipakai manusia. Cooley menggunakan
jantung buatan di Texas pada tahun 1969 untuk menunjang sirkulasi
sebelum transpiantasi. Implantasi permanen jantung buatan total
dilakukan pertama kali pada tahun 1982 untuk drg. Barney Clark di
University of Utah.. Perkembangan jantung buatan terus berlanjut untuk
memperbaiki daya tahan hidup dan mengurangi morbiditas. Institut
Jantung, Paru, dan Darah Nasional (National Heart, Lung, and Blood
Institute, NHLBI) dan Institut Kesehatan Nasional (National Institutes of
Health, NIH) telah menyediakan pendanaan untuk jantungbuatan
elektromekanik permanen tanpa kabel. Institut jantung Texas dan 3-M
dan Penn Statet Abiomed turut berpartisipasi dalam eksperimen fase II.
Tujuan keseluruhan pemasangan mi adalah untuk memberi kualitas
hidup yang tinggi bagi pasien yaitu bebas dan pemasangan jalur
perkutaneus. Alat ini dijalankan menggunakan sistem transmisi energi
listrik transkutaneus (transcutaneous electrical energy transmission
systems, TEETS) dengan baterai portabel.

c.

Transplantasi jantung
Transplantasi jantung dianggap sebagai usaha terakhir untuk mengatasi
untuk mengatasi penyakit jantung tahap akhir yang refrakter terhadap
pengobatankonvensional dan pembedahan.
Transplantasi dari manusia ke manusia, pertama kali dilakukan di tahun
1967. sejak itu prosedur, peralatan dan pengobatan transplantasi terus
dikembangkan. Di tahun 1983, sikosporin sudah tersedia untuk
penggunaan umum. Siklosporin adalah imunosupresan yang menekan
dengan kuat kemampuan tubuh menolak protein asing seperti, organ
yang ditransplansikan. Sayangnya siklosporin juga menurunkan

kemampuan tubuh untuk melawan infeksi, sehingga harus diperoleh


keseimbangan yang sangat baik antara penekanan penolakan dan
pencegahan infeksi. Sejak tersedianya siklosporin di tahun 1983,
transplantasi jantung telah menjadi terapi pilihan bagi pasien dengan
penyakit jantung tahap akhir.
Indikasi transplantasi yang paling sering adalah kardiomiopati, penyakit
jantung iskemik, penyakit jantung kongenital, penyakit katup dan
penolakan transplantasi jantung sebelumnya. Pasien biasanya memiliki
gejala sangat berat yang tidak dapat dikontrol dengan pengobatan, tidak
ada pilihan pembedahan lain dan prognosis hidupnya kurang dari 12
bulan. Pasien diseleksi oleh suatu tim multidisipliner sebelum dinyatakan
sebagai kandidat transplantasi jantung. Umur pasien, status paru,
kondisi kesehatan kronis lain, infeksi, riwayat transplantasi, penyesuaian
dan status kesehatan terakhir digunakan untuk mengevaluasi pasien
untuk transplantasi.
d. Eksisi tumor
Eksisi bedah dilakukan hanya untuk mencegah obstruksi ruang jantung atau
katup. Tindak bedah yang dikenal dalam kedokteran adalah antara lain:

Valvulotomi/kumisurotomi

Septostomi

Tumor jantung cukup jarang. Tumor primer terjadi kurang dan 1% pada
populasi; tumor metastatik dilaporkan terjadi 1,5% sampai 35% pada pasien
onkologi. Tumor bisa menjadi tempat pembentukan trombus sehingga
menciptakan risiko emboli. Disritmia dapat terjadi bila mengenai miokardium
atau sistem hantaran. Kebanyakan tumor jantung adalah jinak.
Eksisi bedah dilakukan hanya untuk mencegah obstruksi ruang jantung atau
katup. Pintasan jantung-paru digunakan. kecuali pada tumor epikardial, yang
dapat dieksisi tanpa memasuki jantung dan tanpa menghentikan denyutan
jantung. Akibat lokasinya, eksisi tumor mungkin perlu diikuti penggantian
katup. penambalan jantung, atau implantasi pacu jantung. Asuhan
keperawatan sama dengan yang diberikan pada pembedahan jantung lain.
e. Perbaikan pada Trauma
Pasien yang memerlukan pembedahan akibat trauma jantung bisa akibat
pukulan tumpul, luka tembak, atau luka tusuk. Perbaikannya tentu saja pada
katup dan septum bila penyebabnya trauma tumpul, dan pada dinding
atrium atau ventrikel bila penyebabnya luka tembus. Dilakukan debridemen
luka dan ditutup secara bedah bila mungkin, namun perbaikan katup dan
penggantlan atau tambalan tandur pada septum dan dinding atrium aau
ventrikel mungkin diperlukan. Pembedahan di sini biasanya merupakan
prosedur darurat, sehingga risiko komplikasi akibat cedera ataupun
pembedahan sangat tinggi.
E. Perawatan Pasca Bedah

Perawatan pasca bedah dimulai sejak penderita masuk ke ICU. Untuk


mengetahui problem pasca bedah dianjurkan untuk mengetahui problem
penderita pra bedah sehingga dapat diantisipasi dengan baik.
Perawatan pasca bedah dibagi atas :
1)

Perawatan di ICU.

a.

Monitoring Hermodinamik.

Setelah penderita pindah di ICU maka timbang terima antara perawat yang
mengantar ke ICU dan petugas/perawat ICU yang bertanggung jawab
terhadap penderita tersebut : Dianjurkan setiap penderita satu perawat yang
bertanggung jawab menanganinya selama 24 jam. Pemantauan yang
dikerjakan harus secara sistematis dan mudah :

CVP, RAP, LAP,

Denyut jantung.

Wedge presure dan PAP.

Tekanan darah.

Curah jantung.

Obat-obat inotropik yang digunakan untuk support fungsi jantung


dosisnya, rutenya dan lain-lain.

Alat lain yang dipakai untuk membantu seperti IABP, pach jantung dll.

b.
EKG
Pemantauan EKG setiap saat harus dikerjakan dan dilihat irama dasar
jantung dan adanya kelainan irama jantung seperti AF, VES, blok
atrioventrikel dll. Rekording/pencatatan EKG lengkap minimal 1 kali dalam
sehari dan tergantung dari problem yang dihadapi terutama bila ada
perubahan irama dasar jantung yang membahayakan.
c.

Gula darah

Bila penderita adalah dabet maka kadar gula darah harus dikerjakan tiap 6
jam dan bila tinggi mungkin memerlukan infus insulin.
d.

Laboratorium

Setelah sampai di ICU perlu diperiksa :

HB, HT, trombosit.

ACT.

Analisa gas darah.

LFT / Albumin.

Ureum, kreatinin, gula darah.

Enzim CK dan CKMB untuk penderita bintas koroner.

e.

Drain

Drain yang dipasang harus diketahui sehingga perdarahan dari mana


mungkin bisa diketahui. Jumlah drain tiap satuan waktu biasanya tiap jam
tetapi bila ada perdarahan maka observasi dikerjakan tiap jam. Atau tiap
jam. Perdarahan yang terjadi lebih dari 200 cc untuk penderita dewasa
tiap jam dianggap sebagai perdarahan pasca bedah dan muingkin
memerlukan retorakotomi untuk menghentikan perdarahan.
f.

Foto thoraks

Pemerikasaan foto thoraks di ICU segera setelah sampai di ICU untuk melihat
ke CVP, Kateter Swan Ganz. Perawatan pasca bedah di ICU harus disesuaikan
dengan problem yang dihadapi seperti komplikasi yang dijumpai. Umumnya
bila fungsi jantung normal, penyapihan terhadap respirator segera dimulai
dan begitu juga ekstratubasi beberapa jam setelah pasca bedah.
g.

Fisioterapi

Fisioterapi harus segera mungkin dikerjakan termasuk penderita dengan


ventilator. Bila sudah ekstubasi fisioterapi penting untuk mencegah retensi
sputum (napas dalam, vibrilasi, postural drinase).
2)
Perawatan setelah di ICU/di Ruangan. Setelah klien keluar dari ICU
maka pemantauan terhadap fungsi semua organ terus dilanjutkan. Biasanya
pindah dari ICU adalah pada hari ke dua pasca bedah. Umumnya
pemeriksaan hematologi rutin dan thoraks foto telah dikerjakan termasuk
laboratorium LFT, Enzim CK dan CKMB.
Hari ke 3 lihat keadaan dan diperiksa antara lain :

Elektrolit thrombosis.

Ureum

Gula darah.

Thoraks foto

EKG 12 lead.

Hari ke 4 : lihat keadaan, pemeriksaan atas indikasi.


Hari ke 5 : Hematologi, LFT, Ureum dan bila perlu elektrolit, foto thoraks
tegak.
Hari ke 6 - 10 pemerikasaan atas indikasi, misalnya thrombosis.
Obat obatan
Biasanya diberikan analgetik karena rasa sakit daerah dada waktu
batuk akan mengganggu pernapasan klien. Obat-obat lain seperti
anti hipertensi, anti diabet, dan vitamin harus sudah dimulai,
expectoransia, bronchodilator, juga diperlukan untuk mengeluarkan
sputum yang banyak sampai hari ke 7 atau sampai klien pulang.
Perawatan luka

Bila ada tanda-tanda infeksi seperti kemerahan dan bengkak pada luka
apalagi dengan tanda-tanda panas, lekositosis, maka luka harus dibuka
jahitannya sehuingga nanah yang ada bisa bebas keluar. Kadang-kadang
perlu di kompres dengan antiseptik supaya nanah cepat kering. Bila luka
sembuh dengan baik jahitan sudah dapat di buka pada hari ke delapan atau
sembilan pasca bedah. Untuk klien yang gemuk, diabet kadang-kadang
jahitan dipertahankan lebih lama untuk mencegah luka terbuka.
Fisioterapi
Setelah klien exstubasi maka fisioterapi harus segera dikerjakan untuk
mencegah retensi sputum yang akan menyebabkan problem pernapasan.
Mobilisasi di ruangan mulai dengan duduk di tempat tidur, turun dari tempat
tidur, berjalan disekitar tempat tidur, berjalan ke kamar mandi, dan keluar
dari ruangan dengan dibimbing oleh fisioterapis atau oleh perawat.

F.
1)

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Bedah Jantung

Pengkajian
Setelah operasi selesai, pasien segera dipindahkan ke ruang Intensive
Care Unit. Segera setelah pasien tiba di ICU, perawat harus segera
melakukan pengkajian meliputi semua sistem organ untuk menentukan
status pascaoperasi dibandingkan dengan preoperasi dan mengetahui
perubahan yang mungkin terjadi selama pembedahan.

a).

Status Kardiovaskular; Meliputi frekuensi dan irama jantung, tekanan


darah arteri, tekanan vena sentral (CVP), tekanan arteri paru, tekanan
baji paru (PCWP), bentuk gelombang pada tekanan darah invasive,
curah jantung dan cardiac index, drainase rongga dada, fungsi
pacemaker.

b).

Status Respirasi; Pengkajian terhadap status respirasi bertujuan untuk


mengetahui secara dini tanda dan gejala tidak adekuatnya ventilasi
dan oksigenasi. Perawat mengkaji status respirasi pasien selama
operasi, ukuran endotrakeal tube, masalah yang dihadapi selama
intubasi, lama penggunaan alat mesin jantung paru. Selanjutnya kaji
gerakan dada, suara nafas, setting ventilator (frekuensi, volume tidal,
konsentrasi oksigen, Mode, PEEP), kecepatan nafas, tekanan ventilator,
saturasi oksigen, analisa gas darah.

c).

Status Neurologi; Tingkat responsifitas, ukuran pupil dan reaksi


terhadap cahaya, reflex, gerakan ekstremitas, dan kekuatan
genggaman tangan.

d).

Status Pembuluh darah perifer; Denyut nadi perifer, warna kulit, dasar
kuku, mukosa, bibir, cuping telinga, suhu kulit, edema.

e).

Fungsi Ginjal; Haluaran urine, berat jenis urine, dan osmolalitas

f).

Status Cairan dan elektrolit; Haluaran semua selang drainase,


parameter curah jantung, dan indikasi ketidakseimbangan elektrolit.

g).

Nyeri; Sifat, jenis, lokasi, respon terhadap analgesic

h).

Status Gastrointestinal; Auskultasi bisisng usus, palpasi abdomen, nyeri


pada saat palpasi.

i).

Status Alat yang Dipakai; Kepatenan alat dan pipa untuk menentukan
baik atau tidak kondisinya meliputi, pipa endotrakeal, ventilator,
monitor saturasi, kateter arteri paru, infuse intravena, pacemaker,
sistem drainase dan urine.

Selanjutnya jika pasien sudah sadar dan mengalami perkembangan yang


baik, perawat harus mengembangkan pengkajian terhadap status psikologis
dan emosional pasien, kebutuhan keluarga, dan risiko akan komplikasi.
2)

Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d Trauma saraf intraoperasi
b. Penurunan Curah Jantung b.d Penurunan kontraktilitas miokard
sekunder terhadap faktor sementara (Bedah dinding ventrikuler)
a. Pola nafas tidak efektif b.d ketidakadekuatan ventikulasi
b. Perubahan krisis peran b.d krisis situasi (peran tergantung)/proses
penyembuhan

3)

Tujuan dan Intervensi Keperawatan


Dx 1
Nyeri akut b.d Trauma saraf intraoperasi
Tujuan : Nyeri hilang/berkurang.
Kriteria hasil:

Menyatakan nyeri hilang.

Menunjukkan postur tubuh rileks.

Kemampuan istirahat/tidur cukup.

Membedakan ketidaknyamanan bedah dari angina/nyeri jantung


pra operasi.

1.] Intervensi : Dorong pasien untuk melaporkan lokasi, dan intensitas nyeri
rentang skala sampai 10. Tanyakan pasien bagaimana membandingkan
dengan nyeri pada operasi dengan nyeri dada.
Rasional : Nyeri dirasakan, dimanifestasikan dan ditoleransi secara
individual. Penting untuk pasien membedakan nyeri insisi dari tipe lain
nyeri dada, contoh angina
2.] Intervensi : Observasi cemas, mudah terangsang, menangis, gelisah,
gangguan tidur
Rasional : Pertunjuk non verbal ini dapat mengidentifikasikan adanya
atau derajat nyeri yang dialami.
3.]

Intervensi : Pantau tanda tanda vital


Rasional : Kecepatan jantung biasanya meningkat karena nyeri,
meskipun respon brakikadi dapat terjadi pada penyakit jantung berat.
Tekanan darah mungkin meningkat karena ketidaknyamanan insisi tapi
dapat menurun atau tidak stabil bila terjadi nyeri dada berat kerusakan
dan atau miokardia.

4.]

Intervensi : Berikan tindakan nyaman (contoh ; pijatan punggung,


perubah posisi ), bantu aktivitas perawatan diri dan dorong aktivitas
senggang sesuai indikasi.
Rasional : Dapat meninggkatkan relaksasi dan perhatian tak langsung
dan menurunkan frekuensi atau kebutuhan dosis analgesic

5.]

Intervensi : Kolaborasi berikan obat sesuai indikasi contoh proksifene


dan asetaminofen (darvoset-N), asetaminofen dan oksikodon (Tylox)
Rasional : Biasanya diberikan untuk control nyeri adekuat dan
menurunkan tegangan otot, yang memperbaiki kenyamanan pasien dan
meningkatkan penyembuhan.

Dx 2
Penurunan Curah Jantung b.d Penurunan kontraktilitas miokard sekunder
terhadap faktor sementara (Bedah dinding ventrikuler).
Tujuan: Mengembalikan curah jantung untuk menjaga/mencapai gaya hidup
yang diinginkan
Kriteria Evaluasi:

Parameter hemodinamik dalam batas normal

Drainase dada melalui selang pada 4-6 jam pertama kurang dari 300
ml/jam

Tanda-tanda vital stabil

Nyeri terbatas pada luka operasi

EKG negative terhadap perubahan iskemik

1]. Intervensi : Pantau/catat kecenderungan frekuensi jantung dan td,


khususnya mencatat hipotesis waspada terhadap batas sistolik/diastolic
khusus pada pasien.
Rasional : Hipotensi dapat terjadi akibat kekurangan cairan, disritmia,
gagal jantung/syok.
2]. Intervensi : Catat suhu kulit/warna dan kualitas/kesamaan nadi perifer.
Rasional : Kulit hangat/merah muda, dan nadi kuat adalah indicator umum
curah jantung adekuat.
3]. Intervensi : Pantau program aktifitas. Catat respon pasien, tanda vital
sebulum/selama/setelah aktivitas, terjadinya disritmia.
Rasional : Merangsang sirkulasi/tonur kardiovaskuler dan meningkatkan
rasa sehat. Kemajuan aktifitas tergantung toleransi jantung.
4]

intervensi : Berikan O2 tambahan sesuai indikasid.

Rasional : Meningkatkan oksigenasi maksimal, yang menurunkan kerja


jantung, alat dalam memperbaiki iskemia jantung dan disritmia jantung.
Dx 3

Pola nafas tidak efektif b.d ketidakadekuatan ventikulasi


Tujuan : Inefektif pola nafas tidak terjadi.
Kriteri hasil : Pasien menunjukan pola nafas adekuat.
1]. Intervensi : Observasi penyimpangan dada. Selidiki penurunan ekspansi
atau ketidak simetrisan gerakan dada.
Rasional : Udara atau cairan pada area pleural mencegah ekspansi
lengkap (biasanya satu sisi) dan memerlukan pengkajian lanjut status
ventilasi.
2]. Intervensi : Liat kulit dan membrane mukosa untuk adanya sianosis.
Rasional : Sianosis bibir, kuku, atau daun telinga atau keabu-abuan umum
menunjukkan kondisi hipoksia sehubungan dengan gagal jantung atau
komplikasi paru.
3]. Intervensi : Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman. Catat upaya
pernafasan contoh adanya dipsnea, penggunaan otot bantu nafas, pelebaran
nasal.
Rasional : Respon pasien bervariasi kecepatan dan upaya mungkin
meningkat karena nyeri, takut, demam, penurunan volume sirkulasi
(kehilangan darah atau cairan), akumulasi secret, hipoksia, atau distensi
gaster.
4]. Intervensi : Tekankan menahan dada dengan bantal selama nafas dalam
atau batuk.
Rasional : Menurunkan tegangan pada insisi, menuingkatkan ekspansi
paru, dan meningkatkan upaya upaya batuk efektif.
5]. Kolaborasi : Berikan tambahan oksigen dengan kanul atau masker,
sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan
sirkulasi, khususnya pada adanya penurunan atau gangguan ventilasi.
Dx 4
Perubahan krisis peran b.d krisis situasi (peran tergantung)/proses
Penyembuhan
1]. Intervensi : Kaji peran pasien dalam hubungan keluarga idetifikasi
masalah tentang disfungsi peran atau gangguan, contoh : penyembuhan,
transisi sehat sakit.
Rasional : Membantu mengetahui tanggung jawab pasien bagaimana
efek penyakit terhadap peran ini. Peran tergantung pasien menimbulkan
cemas dan masalah tentang bagaimana pasien akan mampu menangani
tanggung jawab peran biasanya.
2]. Intervensi : Kaji tingkat cemas, persepsi pasien tentang derajat
ancaman terhadap diri atau hidup.

Rasional : Informasi memberikan dasar untuk identifikasi atau


perencanaan perawatan individual.
3]. Intervensi : Bantu pasien atau orang terdekat mengembangkan strategi
untuk menerima perubahan, contoh : pembagian tanggung jawab untuk
anggota keluarga lain atau teman atau tetangga: menerima bantuan
sementara (perawatan rumah atau petugas kebun) ; selidiki adanya bantuan
finansial.
Rasional : Perencanaan untuk perubahan yang dapat terjadi atau
meningkatkan rasa control dan mnyeselsaikan tanpa kehilangan harga diri.
4]. Intervensi : Pertahankan prilaku positif terhadap pasien, berikan
kesempatan untuk pasien melakukan latihan control sebanyak mungkin.
Rasional : Membantu pasien menerima perubahan yang terjadi dan
mulai menyadari control terhadap diri sendiri.
4)

Implementasi

Dx 1;
1) Mendorong pasien untuk melaporkan lokasi, dan intensitas nyeri rentang
skala sampai 10. Tanyakan pasien bagaimana membandingkan dengan nyeri
pada operasi dengan nyeri dada.
2) Mengobservasi cemas, mudah terangsang, menangis, gelisah, gangguan
tidur
3) Memantau tanda tanda vital
4) Memberikan tindakan nyaman (contoh ; pijatan punggung, perubah
posisi ), bantu aktivitas perawatan diri dan dorong aktivitas senggang sesuai
indikasi.
5) Mengkolaborasi berikan obat sesuai indikasi contoh proksifene dan
asetaminofen (darvoset-N), asetaminofen dan oksikodon (Tylox)
Dx 2
1) Pantau/catat kecenderungan frekuensi jantung dan td, khususnya
mencatat hipotesis waspada terhadap batas sistolik/diastolic khusus pada
pasien.
2)

Mencatat suhu kulit/warna dan kualitas/kesamaan nadi perifer.

3) Memantau program aktifitas. Catat respon pasien, tanda vital


sebulum/selama/setelah aktivitas, terjadinya disritmia.
4)

Memberikan O2 tambahan sesuai indikasid.

Dx 3
1) Mengobservasi penyimpangan dada. Selidiki penurunan ekspansi atau
ketidak simetrisan gerakan dada.
2)

Melihat kulit dan membrane mukosa untuk adanya sianosis.

3) Mengevaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman. Catat upaya


pernafasan contoh adanya dipsnea, penggunaan otot bantu nafas, pelebaran
nasal.
4) Menekankan menahan dada dengan bantal selama nafas dalam atau
batuk.
5) Kolaborasi : Memberikan tambahan oksigen dengan kanul atau masker,
sesuai indikasi.
Dx 4
1) Mengkaji peran pasien dalam hubungan keluarga idetifikasi masalah
tentang disfungsi peran atau gangguan, contoh : penyembuhan, transisi
sehat sakit.
2) Mengkaji tingkat cemas, persepsi pasien tentang derajat ancaman
terhadap diri atau hidup.
3) Membantu pasien atau orang terdekat mengembangkan strategi untuk
menerima perubahan, contoh : pembagian tanggung jawab untuk anggota
keluarga lain atau teman atau tetangga: menerima bantuan sementara
(perawatan rumah atau petugas kebun) ; selidiki adanya bantuan finansial.
4) Mempertahankan prilaku positif terhadap pasien, berikan kesempatan
untuk pasien melakukan latihan control sebanyak mungkin.
5)

Evaluasi

Hasil yang Diharapkan :


a).

Tercapainya curah jantung yang adekuat

b).

Terpeliharanya pertukaran gas yang adekuat

c).

Terpeliharanva keseimbangan cairan dan elekirolit

d). Hilangnya gejala penginderaan yang berlebihan, kembali terorientasi


terhadap orang, tempat dan waktu
e).

Hilangnya nyeri

f).

Terpeliharanya perfusi jaringan yang adekuat

g).

Tercapainya istirahat yang adekuat

h).

Terpeliharanya perfusi ginjal yang adekuat

i).

Terpeliharanya suhu tubuh normal

BAB III
PENUTUP
A.

Kesimpulan

Bedah jantung adalahUsaha atau operasi yang dikerjakan untuk melakukan


koreksi kelainan anatomi atau fungsi jantung. Operasi Jantung Dibagi Atas :

Operasi jantung terbuka, yaitu operasi yang dijalankan dengan


membuka rongga jantung dengan memakai bantuan mesin jantung paru
(mesin extra corporal).

Operasi jantung tertutup, yaitu setiap operasi yang dijalankan tanpa


membuka rongga jantung misalnya ligasi PDA, Shunting aortopulmonal.
Tujuan bedah jantung antara lain :

Koreksi total dari kelainan anatomi yang ada

Transposition Of Great Arteri (TGA).

Operasi paliatif

Repair

Replacement katup

Bypass koroner

Pemasangan inplant

Transplantasi jantung

Penatalaksanaan bedah jantung antara lain :


-

Pintasan jantung paru

Jantung buatan

Transplantasi jantung

Eksisi tumor

Perbaikan pada Trauma

B.

Saran

Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit


Mengurangi nyeri pada pasien

Meningkatkan istirahat yang cukup

Mencegah suhu tubuh agar tetap normal

Jaga pola makan dan gaya hidup

DAFTAR PUSTAKA
Adi, Niken Puspita.2011.Askep Post Bedah Jantung.
http://nikenadipuspita.
blogspot.com/2011/12/normal-0-false-false-false-en-us-xnone_23.html.
[08 Juni 2013].
E., Marilynn Doenges, dkk.1993.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi
3.Jakarta:
EGC.
Rizky, Zulinda.2012.Askep Bedah Jantung.http:
//zulindarizqy.blogspot. com
/2012 /09/ askep-bedah -jantung.html.[08 Juni 2013].
Zahar, Nuraini.2012.ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN POST OP CABG.

http://nurainiperawatpjnhk.blogspot.com/2012/09/askep-post-op-cabg.html.
[08 Juni 2013].

Vous aimerez peut-être aussi