Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Dalam alur sejarah agama-agama, khususnya di India, zaman agama Buddha dimulai semenjak
tahun 500 SM hingga tahun 300 M.. Secara historis agama tersebut mempunai kaitan erat dengan
agama yang mendahuluinya, namun mempunyai beberapa perbedaan dengan agama yang
didahuluinya dan yang datang sesudahnya, yaitu agama Hindu. Sebagai agama, ajaran Buddha
tidak bertitik-tolak dari Tuhan dan hubungan-Nya dengan alam semesta dan seluruh isinya,
termasuk manusia. Tetapi dari keadaan yang dihadapi manusia dalam kehidupan sehari-hari,
khususnya
tentang
tata
susila
yang
harus
dijalani
manusia
agar
terbebas
dari
seluruh
ajaran
agama
Buddha
tentang
untuk
Hasta
membebaskan
Arya
manusia
Marga
ini
daridukkha dan
juga
dikenal
dengan majjhimapattipada; atau jalan tengah, karena ajarannya menghindari dua hal yang
ekstrim, yaitu mencari kebahagiaan dengan menuruti hawa nafsu yang rendah dan mencari
kebahagiaan dengan jalan menyiksa diri dalam berbagai cara yang dapat ia tempuh
(Abdurrahman 1988: 127). Michael D. Coogan mengatakan bahwa, meskipun praktek etika
agama Buddha berhasrat untuk mencapai nirwana, namun praktek-praktek etika tersebut tidak
sampai mengabdikan perhatiannya untuk mengembangkan kepribadian secara keseluruhan
(2005: 163).
Etika Budha diungkapkan dalam sejarah hidup seseorang manusia yang bernamaMalunkyaputta,
yang diceritakan Budha bahwa dia tidak akan mendengarkan ajaranya sampai dia (Budha)
menjawab pertanyaan-pertayaanya, seperti bagaimana duni diciptakan? Dan akankah Budha ada
setelah kematian? Budha menjawab pertanyaan dengan membandingkan Malunkyaputta dengan
seorang manusia yang telah tetembak oleh anak panah yang beracun tapi panah tersebut tidak
mau dicabutnya sampai dokter menceritakan apakah anak panah tersebut dibuat dari apa, siapa
yang menembakan anak panah tersebut dan seterusnya. Untuk semua pengikut Budha, semua
spekulasi adalah subjek untuk seseorang mempraktikan prinsip: prinsip itu akan berharga jika
prinsip itu langsung membantu seseorang menghilangkan kesakitan akibat anak panah dan
menemukan jalan unuk sampai ke nirwana. Peranyaan dari Malunkyaputta itu adalah bentuk dari
spekulasi yang datang secara tiba-tiba.
Selama hidupnya Budha rela melepas kemewahan yang menjadi hak miliknya di lingkungan
kerjaan, namun ia tinggalkan semua itu demi menyelamatkan banyak orang.Salah satu cara yang
ia tempuh adalah hidup dalam penderitaan. Hidup dalam penderitaan sebagaimana dilakkan
Budha adalah perbuatan yag baik, yan dipusatkan pada pembebasan penderitaan diri sendiri dan
orang lain. Ini mencakup membantu orang lan mencapai nirwana, meskipun ia sendiri menunda
masuk nirwana untuk kepentingan orang lain. Kebijaksanaan memfokuskan pada melihat sesuatu
melalui hayalan yang merupakan pengalaman yang lua biasa dalam hidup manusia, dengan
demikian mnjadi bebas dari penderitaan diri sendiri.[1]
Etika sosial Buddhis dalam agama Budha hukum-hukum moral bukanlah dibuat atau ditentukan
oleh suatu pribadi tertentu, melainkan merupakan bagian tak terpisahkan dari hukum-hukum
universal maupun alam yang dapat dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dalam
taraf rendah, untuk mencapai kehidupan-kehidupan yang bahagia dalam roda kelahiran ini, dan
taraf tertinggi untuk mencapai pembebasan/penerangan sempurna. Disamping menjadi petunjuk
jalan menuju pembebasan, sang Budha juga menaruh perhatian mendalam terhadap
Bukan pencurian atas barang yang berharga / tak berharga yang tak diberikan
Bukan perzinahan dengan paksa atau atas dasar suka sama suka
Perbuatan dursila semacam ini dapat terjadi karena kurangnya sifat mulia seperti cinta kasih,
belas kasihan dan kepuasan.
Seseorang yang berpantang atau menghindari perbuatan buruk di atas berarti telah melakukan
perbuatan benar (sammakammanta virati).
Sementara itu, perdagangan yang melanggar hukum juga dapat dianggap sebagai penghidupan
salah.
Bagi para Bhikkhu, penghidupan benar adalah penghidupan yang bersih dari praktik seperti
menjadi tukang ramal, dukun, tukang teluh, pesuruh, dan yang bukan merupakan hasil
perniagaan dalam bentuk apa pun.
Seperti halnya ucapan benar dan perbuatan benar, penghidupan benar juga dilatih dan
dilaksanakan melalui penghindaran atau pantangan (viraati cetasika). Seseorang yang telah
menghindari atau berpantang melakukan penghidupan salah berarti telah melaksanakan
penghidupan benar.
Samadhi sangat diperlukan dalam membentuk etika dalam agama Buddha. Samadhi dapat
melatih mendisiplinkan seseorang dan mental seseorang.[4] Disiplin mental tetdiri dari:
Samvarappadhana, usaha benar dalam mencegah timbulnya hal jahat dan tidak baik yang
belum muncul ketika menerima suatu bentuk melalui mata, suara melalui telinga, bau melalui
hidung, rasa melalui lidah, sentuhan melalui tubuh, atau kesan melalui pikiran.
2.
Pahanappadhana, usaha benar dalam mengatasi hal jahat dan tidak baik yang sudah
Bhavanappadhana, usaha benar dalam mengembangkan hal baik yang belum muncul,
yaitu unsur-unsur pencerahan agung (bojjhanga) yang terdiri dari: perhatian (sati), penyelidikan
Dhamma (dhammavicaya), semangat (viriya), kegiuran (piti), ketenangan (passadhi), konsentrasi
(samadhi), dan keseimbangan batin (upekkha).
4.
Anurakkhappadhana, usaha benar dalam mempertahankan hal baik yang telah muncul
Jasmani (kayanupassana)
2.
Perasaan (vedananupassana)
3.
Kesadaran (cittanupassana)
4.
2.
3.
2.
Dalam pencapaian kedua tingkatan di atas, lima rintangan batin (nafsu indera, itikad jahat,
kemalasan dan kelambanan batin, kegelisahan dan kekhawatiran batin, serta keraguan skeptis)
dapat diendapkan, namun belum dikikis / dihancurkan.
Sedangkan Panna, atau kebijaksanaan luhur dalam Hasta Arya Marga, terdiri dari;
2.
3.
4.
Dalam pengembangannya, pengertian benar ini masing-masing terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1.
2.
Kicca nana, pengetahuan bahwa fungsi tertentu dari kebenaran ini harus dijalankan
3.
Kata nana, pengetahuan bahwa fungsi-fungsi tertentu dari kebenaran ini telah dijalankan
Dengan cara lain, dalam Kitab Uparipannasa, pengertian benar dirinci menjadi lima tingkat,
yaitu:
1.
Kammassakata sammaditthi
Berarti pengertian benar tentang keselarasan perbuatan (kamma niyama) yang pada pokoknya
menerangkan bahwa setiap perbuatan akan memberikan akibat yang setimpal; dan setiap mahluk
memiliki, mewarisi, terlahir, berhubungan dan terlindung oleh kammanya sendiri.
1.
Vipassana sammaditthi
Pengertian benar yang timbul setelah penyadaran jeli terhadap jasmani dan batin (rupadan nama
dhamma) Pengertian benar ini tidak dapat diperoleh hanya melalui penghafalan kitab-kitab suci
atau pun melalui kecerdasan otak, tetapi timbul dari pengamatan langsung terhadap aktivitas
jasmani dan batin sehingga dapat menyadari sifatnya yang anicca, dukkha dan anatta.
1.
Magga sammaditthi
Pengertian benar berupa pengetahuan dalam perenungan terhadap objek indera dan batin
sebagaimana adanya sehingga merealisasi magga nana.
1.
Phala sammaditthi
Pengertian benar berupa pengetahuan dalam perenungan terhadap objek indera dan batin
sebagaimana
adanya
sehingga
merealisasi
phala
nana.
Begitu
penembusan magga
Paccavekkhana samaditthi
Pengertian benar berupa perenungan setelah phala nana atas perealisasian yang telah dicapai.
Dalam kehidupan umat Buddha sehari-hari, kedelapan jalan tersebut menjadi dasar dan pedoman
hidup umat Buddha yang dijabarkan dalam konsep Panca Sila, Hasta Sila, Majjhima
Sila dan Patimokha Sila.
Panca Sila terdiri dari lima sila yang dilaksanakan oleh umat Buddha biasa dalam kehidupan
sehari-hari, yaitu;
1.
2.
Tidak akan mengambil dan memiliki sesuatu yang tidak atas pemberian atau bukan
untuknya;
3.
4.
Tidak berlaku serong dan zina, tidak berdusta, menipu atau menfitnah; dan
5.
Hasta Sila, atau delapan janji, adalah janji para umat awam untuk menjauhi delapan perbuatan
yang terlarang, yaitu:
1.
2.
Tidak akan mengambil atau memiliki sesuatu yang tidak atas pemberian atau bukan
haknya;
3.
4.
tidak berguna;
5.
Menjauhi segala macam minuman keras maupun makanan yang dapat merusak kesadaran
dan memabokkan;
6.
7.
Tidak menari, menyanyi, bermain musik, melihat pertunjukan, tidak memakai wangi-
Tidak akan memakai tempat duduk dan tempat tidur yang tinggi dan mewah.
Dasa Sila, atau sepuluh sila atau janji bagi para bikhu dan samanera, adalah janji untuk tidak
melaksanakan perbuatan yang terdapat dalam atthanga sila sampai nomor enam, sedang nomor
tujuh dipecah menjadi dua sehingga urutannya adalah: (7) tidak akan menari, menyanyi, bermain
musik dan melihat pertunjukan hanya untuk memuaskan indra saja, (8) tidak akan memakai
wangi-wangian, bunga-bungaan, minyak rambut dan perhiasan bersolek lainnya; (9) tidak akan
memakai tempat duduk dan tempat tidur yang tinggi dan mewah; dan (10) tidak akan menerima
emas dan perak untuk dimiliki.
Pattimokha Sila adalah sila utama dan merupakan sila paling tinggi yang dilakukan oleh para
bikkhu atau bikkhuni yang telah menerima panahbisan (upasampada), berupa 227 peraturan
dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan melaksanakan dan menjalankan Hasta Arya Marga, seperti telah diuraikan di atas, umat
Buddha akan dapat mencapai nirwana. Dari urutan jumlah peraturan yang harus ditaati dan
larangan yang harus ditinggalkan, tampak bahwa jalan untuk mencapai nirwana haruslah dengan
cara hidup sebagai atau seperti bikkhu yang menjalani 227 peraturan dalam hidupnya.[6]
[1] M. Ikhsan Tanggok, Agama Buddha (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009),
h. 67-72.
[2] Cornelis Wowor, Pandangan Sosial Agama Budha, (Jakarta: CV. Nitra Kencana Buana,
2004), h. 12-14.
[3] M. Ikhsan Tanggok, Agama Buddha, h. 67.
[4] M. Ikhsan Tanggok, Agama Buddha, h. 69.
[5] Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia, h. 128.
[6] Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia, h. 128-129.
BAB III
KESIMPULAN
Secara umum sama dengan aliran agama Buddha lainnya, Theravada juga mengajarkan
mengenai pembebasan akan dukkha (penderitaan) yang ditempuh dengan menjalankan sila
(kemoralan), samadhi (konsentrasi) dan panna (kebijaksanaan).
Agama Buddha Theravada hanya mengakui Buddha Gautama sebagai Buddha sejarah yang
hidup pada masa sekarang. Meskipun demikian Theravada mengakui pernah ada dan akan
muncul Buddha-Buddha lainnya.
Kedelapan Jalan Tengah itu, secara keseluruhan merupakan kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan, dan harus dikembangkan bersama-sama secara harmonis. Sila adalah landasan bagi
samadhi, samadhi adalah landasan bagi panna. Bila panna berkembang, sila dan samadhi akakn
menjadi lebih mantap, dan bila panna sudah sempurna, maka sila bukan lagi merupakan latihan
(sikkha), melainkan akan terwujud dengan sendirinya atau sewajarnya.
Dengan melaksanakan dan menjalankan Hasta Arya Marga, umat Buddha akan dapat mencapai
nirwana. Dengan syarat menjalankan sejumlah peraturan yang harus ditaati dan meninggalkan
larangan yang harus ditinggalkan, tampak bahwa jalan untuk mencapai nirwana haruslah dengan
cara hidup sebagai atau seperti bikkhu yang menjalani 227 peraturan dalam hidupnya.