Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
2.1
2.1.1
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan
dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrient dan oksigen
secara adekuat (Udjianti Wajan Juni, 2011:153 ).
Beberapa definisi gagal jantung ditujukan pada kelainan primer dari sindrom tersebut, yaitu
keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan
tubuh meskipun tekanan pengisian vena dalam keadaan normal. Namun beberapa definisi lain
menyatakan bahwa gagal jantung bukanlah suatu penyakit yang terbatas pada satu sistem
organ melainkan suatu sindrom klinis akibat kelainan jantung. Keadaan ini ditandai dengan
suatu bentuk respon hemodinamika, renal, neural dan hormonal yang nyata. Di samping itu,
gagal jantung merupakan suatu keadaan patologis dimana kelainan fungsi jantung
menyebabkan kegagalan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan, atau
hanya dapat memenuhi kebutuhan jaringan dengan meningkatkan tekanan
pengisian (Muttaqin Arif, 2012).
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai pompa tidak mampu
memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan (Ruhyanudin Faqih, 2007).
2.1.2
1.
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung merupakan jaringan
istimewa karena kalau dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang,
tetapi cara bekerjanya menyerupai otot polos yaitu di luar kemauan kita (dipengaruhi oleh
susunan saraf otonom). Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul
(pangkal jantung) dan disebut juga basis kordis. Di sebelah bawah agak runcing yang disebut
apeks kordis. Letak jantung di dalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum
anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, di atas diafragma, dan
pangkalnya terdapat di belakang kiri antara kosta V dan VI dua jari di bawah papilla mamae.
Pada tempat ini teraba adanya denyutan jantung yang disebut iktus kordis. Ukurannya lebih
kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram. Di antara dua
lapisan jantung ini terdapat lender sebagai pelicin untuk menjaga agar pergesekan antara
pericardium pleura tidak menimbulkan gangguan terhadap jantung. (Syaifuddin, 2003).
Jantung terdiri dari jaringan yang memiliki fungsi kontraksi. Dan hampir separuh dari seluruh
berat jantung, terdiri dari otot bergaris. Jika ia berkontraksi dan berelaksasi, maka timbul
perubahan-perubahan tekanan di dalam jantung dan pembuluh darah, yang menyebabkan
pengaliran darah di seluruh jaringan tubuh. Otot jantung, merupakan jaringan sel-sel yang
bersifat Kontraktif (pegas) dan terdapat di dalam atrium maupun ventrikel, serta memiliki
kemampuan meneruskan rangsang listrik jantung secara mudah dan cepat di seluruh bagian
otot-otot jantung. Tiap sel otot jantung di pisahkan satu sama lain oleh intercalated discs
dan cabang-cabangnya membentuk suatu anyaman di dalam jantung. intercalated discs
inilah yang dapat mempercepat hantaran rangsang listrik potensial di antara serabut-serabut
sel otot-otot jantung. Proses demikian itu terjadi karena intercalated discs memiliki tahanan
aliran listrik potensial yang lebih rendah dibandingkan bagian otot jantung lainnya. Dan
keadaan inilah yang mempermudah timbulnya mekanisme Excitation di semua bagian
jantung. Otot bergaris jantung tersusun sedemikian rupa, sehingga membentuk ruang-ruang
jantung dan menjadikan jantung sebagai a globular muscular organ. Jaringan serabut
elastisnya membentuk suatu lingkaran yang mengelilingi katup-katup jantung. Otot-otot
atrium umumnya tipis dan terdiri dari dua lapisan yang berasal dari sudut sebelah kanan
jantung, sedangkan otot ventrikelnya lebih tebal dan terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan
superficial, lapisan tengah dan laipsan dalam. Ventrikel kiri memiliki dinding 2-3 kali lebih
tebal daripada dinding ventrikel kanan dan mendominasi bangunan dasar otot jnatung dalam
membentuk ruang-ruangnya. Ketiga lapisan otot jantung tersebut berkesinambungan satu
dengan lainnya, dengan lapisan superficial berlanjut menjadi lapisan tengah dan lapisan
dalam. Di dalam ventrikel, ketiga lapisan otot jantung tersebut mengandung berkas-berkas
serabut otot (Masud Ibnu, 2012).
2.
Fisiologi Kardiovaskuler
Darah yang terdapat di dalam jantung selalu dipompa keluar secara terus-menerus dan setelah
melalui sistem vaskuler, darah kembali ke jantung.
Sistem vaskuler yang dilaluinya dapat berupa sistem sirkulasi paru dan sistem sirkulasi
umum. Pembuluh darah pada kedua sistem tersebut terdiri dari 1) pembuluh darah nadi
(arteri) yang mengalirkan darah dari jantung ke jaringan sel-sel tubuh dan 2) pembuluh darah
balik (vena) yang mengalirkan darah dari jaringan sel-sel tubuh ke jantung.
Pada orang normal, darah yang masuk ke jantung melalui vena cava, kemudian akan dipompa
ke sistem sirkulasi paru. Dan setelah mengalami oksigenasi di dalam jaringan sel-sel paru,
kemudian darah kembali ke jantung melalui pembuluh darah balik (vena pulmonalis).
Selanjutnya darah dipompa keluar dari jantung melalui bilik kiri ke sistem sirkulasi umum
menuju ke seluruh jaringan sel-sel tubuh.
Pada keadaan normal, jumlah darah yang dapat dipompa oleh jantung sesuai dengan jumlah
darah yang masuk kembali ke jantung, sebesar 5 liter per menitnya dan dapat meningkat pada
olahraga yang berat sampai dengan 25-35 liter per menit.
Sistem kardiovaskuler mengalirkan darah ke seluruh bagian tubuh dan menyalurkan kembali
ke jantung. Dengan jantung berkontraksi dan berelaksasi, maka ia mampu mengalirkan darah
di dalam sistem tersebut. Perubahan-perubahan hemodinamik di dalam sistem tersebut
menyebabkan perubahan tekanan dan mengakibatkan terjadinya peristiwa aliran darah di
dalamnya.
Perpaduan antara perubahan tekanan dan keadaan sistem kardiovaskuler, memungkinkan
terjadinya hemodinamik di sepanjang sistem kardiovaskuler.
Dan darah dapat kembali ke jantung, karena adanya perbedaan tekanan antara jantung kiri
dengan antrium kanan, dengan tekanan atrium kanan mendekati nol, sedangkan tekanan
kapiler di jaringan tetap lebih tinggi, sehingga memungkinkan darah dari jaringan sel tubuh
melalui vena kembali ke jantung.
Darah dipompa dari jantung kanan menuju jaringan paru untuk mengambil oksigen dan
mengeluarkan karbon dioksida, kemudian kembali ke jnatung melalui atrium kiri. Darah yang
telah mengalami oksigenasi tersebut, selanjutnya dipompa jantung ke sistem sirkulasi umum
melalui aorta. Kemudian aorta membagi aliran darah menuju ke cabang-cabang arteri dan
subarteri yang terdapat di dalam jaringan sel dan organ, yang arteriolanya kemudian
bercabang membentuk anyaman kapiler. Di bagian inilah terjadi pertukaran gas O2 dan CO2,
serta berdifusinya makanan, vitamin dan mineral serta di lain pihak darah akan mengangkut
kembali produk akhir metabolik dari jaringan-jaringan sel ke tempat pembuangan. Dari
kapiler, darah menuju ke venula dan selanjutnya darah mengalir didalam sistem vena menuju
ke jantung. Aliran darah balik ini akan dipercepat kembali ke jantung oleh adanya aktivitas
pengisap jnatung dan pompa otot(Masud Ibnu, 2012).
2.1.3
Etiologi
2.
3.
4.
tamponade jantung.
5.
Gangguan sirkulasi : aritmia melalui perubahan rangsangan listrik yang memulai respon
mekanis.
6.
Infeksi sistemik/ infeksi paru : respon tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung
Emboli paru, yang secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap ejeksi
ventrikel kanan.
2.1.4
Klasifikasi
Ada empat kategori utama yang diklasifikasikan menurut (Udjianti Wajan Juni, 2011), yaitu
sebagai berikut :
1.
a.
Backward failure dikatakan sebagai akibat ventrikel tidak mampu memompa volume
darah keluar, menyebabkan darah terakumulasi dan meningkatkan tekanan dalam ventrikel,
atrium dan sistem vena balik untuk jantung sisi kanan maupun jantung sisi kiri.
Tabel 2.1 : Manifestasi Klinis Pada Backward Failure
Kegagalan Ventrikel Kiri
1.
Peningkatan volume dan
2.
2.
Edema paru
3.
Peningkatan tekanan
Hepatomegali dan
splenomegali
4.
b.
yang kemudian menurunkan perfusi jaringan. Karena jantung merupakan sistem tertutup,
maka backward failure dan forward failure selalu berhubungan satu sama lain.
2.
darah
Penurunan perfusi
jaringan
2.
3.
darah ke paru
Peningkatan sekresi
Penurunan volume
Peningkatan retensi
Peningkatan volume
cairan ekstraseluler
2.
Low output syndrome terjadi bilamana jantung gagal sebagai pompa, yang mengakibatkan
gangguan sirkulasi perifer dan vasokontriksi perifer. Bila curah jantung tetap normal atau di
atas normal namun kebutuhan metabolic tubuh tidak mencukupi, maka high-output syndrome
terjadi. Hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan kebutuhan metabolik, seperti tampak
pada hipertiroidisme, demam dan kehamilan atau mungkin dipicu oleh kondisi hiperkinetik
seperti fistula arteriovenous, beri-beri atau penyakit pagets.
3.
Manifestasi klinis dari kegagalan jantung akut dan kronis tergantung pada seberapa cepat
sindrom berkembang. Gagal jantung akut merupakan hasil dari kegagalan ventrikel kiri
mungkin karena infark miokard, disfungsi katup, atau krisis hipertensi. Kejadiannya
berlangsung demikian cepat di mana mekanisme kompensasi menjadi tidak efektif, kemudian
berkembang menjadi edema paru dan kolaps sirkulasi (syok kardiogenik).
Gagal jantung kronis berkembang dalam waktu yang relative cukup lama dan biasanya
merupakan hasil akhir dari suatu peningkatan ketidakmampuan mekanisme kompensasi yang
efektif. Biasanya gagal jantung kronis dapat disebabkan oleh hipertensi, penyakit katup, atau
penyakit paru obstruksi kronis/ menahun.
4.
Kegagalan ventrikel kiri adalah merupakan frekuensi tersering dari dua contoh kegagalan
jantung dimana hanya satu sisi jantung yang dipengaruhi. Secara tipikal disebabkan oleh
penyakit hipertensi. Coronary Artery Disease (CAD), dan penyakit katup jantung sisi kiri
(mitral dan aorta). Kongesti pulmoner dan edema paru biasanya merupakan gejala segera
(onset) dari gagal jantung kiri.
Gagal jantung kanan sering disebabkan oleh gagal jantung kiri, gangguan katup trikuspidalis
atau pulmonal. Hipertensi pulmoner juga mendukung berkembangnya kegagalan jantung
kanan, peningkatan kongesti atau bendungan vena sistemik dan edema perifer.
meningkat
2.
2.
3.
Edema paru
meningkat
4.
3.
Hati membesar
4.
Limpa membesar
5.
5.
Dependen edema
6.
menurun
meningkat
8.
1.
2.
3.
Palpitasi (berdebar-debar)
4.
Pernafasan Cheyne-Stokes
5.
Batuk (hemoptoe)
6.
paru
7.
1.
2.
(CVP) meningkat
irama Gallops
3.
8.
4.
9.
Pulsus Alternans
JVP meningkat
5.
Asites
7.
8.
nyeri tekan)
9.
Splenomegali
10. Insomnia
Gagal jantung biasanya digolongkan menurut derajat atau beratnya seperti klasifikasi gagal
jantung kongestif menurut New York Heart Association (NYHA).
ISTILAH
Disfungsi ventrikel kiri
fisik.
Klien dengan kelainan jantung
pembesaran jantung, gallop ritme, bunyi jantung tambahan S3/S4, pernafasan chines stoke,
takikardi, ronchi, congesti vena pulmonal.
2.
pembesaran jantung kanan, gallop ritme pada atrium kanan, murmur, peningkatan tekanan
vena jugularis, asites, hydrothorax, peningkatan tekanan vena, hepatomegali dan pitting
oedema (Ruhyanudin Faqih, 2007).
2.1.6
Patofisiologi
Bila reservesi jantung normal untuk berespons terhadap stress tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan metabolic tubuh, maka jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa,
dan akibatnya terjadi gagal jantung. Demikian juga, pada tingkat awal, disfungsi komponen
pompa secara nyata dapat mnegakibatkan gagal jantung. Jika reservasi jantung normal
mengalami kepayahan dan kegagalan, respons fisiologis tertentu pada penurunan cucrah
jantung adalah penting. Semua respons ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan
perfusi organ vital tetap normal. Terdapat empat mekanisme respons primer terhadap gagal
jantung meliputi :
1.
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respons simpatis
kompensatoris. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis merangsang pengeluaran
katekolamin dan saraf-saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal. Denyut jantung dan
kekuatan kontraksi akan meningkat untuk meningkatkan curah jantung. Arteri perifer juga
melakukan vasokontriksi untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah
dengan mengurangi aliran darah ke orgab-organ yang rendah metabolismenya seperti kulit
dan ginjal. Hal ini bertujuan agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan.
Venokontriksi akan meningkatkan aliran darah balik vena ke sisi kanan jantung, untuk
selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hokum starling.
Pada keadaan gagal jantung, baroresptor diaktivasi sehingga menyebabkan peningkatan
aktivitas simpatis pada jantung, ginjal dan pembuluh darah perifer. Angiotensin II dapat
meningkatkan aktivitas simpatis tersebut.
Aktivitas sistem saraf simpatis yang berlebihan menyebabkan peningkatan kadar
noradrenalin plasma, yang selanjutnya akan menyebabkan vasokontriksi, takikardia, serta
retensi garam dan air. Aktivitas simpatis yang berlebihan juga dapat menyebabkan nekrosis
sel otot jantung. Perubahan ini dapat dihubungkan dengan observasi yang menunjukkan
bahwa penyimpanan norepinefrin pada miokardium mnejadi berkurang pada gagal jantung
kronis.
2.
Aktivasi sistem rennin - angiotensin - aldosteron (RAA) menyebabkan retensi natrium dan air
oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut. Peningkatan beban awal
ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hokum starling. Mekanisme
pasti yang mengakibatkna aktivasi sistem RAA pada gagal jantung masih belum jelas. Sistem
RAA bertujuan menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat serta
mempertahankan tekanan darah.
Renin adalah enzim yang disekresikan oleh sel-sel juxtaglomerulus, yang terletak berbatasan
dengan arteriol renal eferen dan bersebalahan dengan macula densa pada tubulus distal.
Renin merupakan enzim yang mengubah angiotensinogen (sebagian besar berasal dari hati)
angiotensin I.
Angiotensin converting enzyme (ACE) yang terikat pada membrane plasma sel endotel akan
memecah dua asam amino dan angiotensin I untuk membentuk angiotensin II. Angiotensin II
memiliki beberapa fungsi penting untuk memelihara homeostasis sirkulasi, yaitu merangsang
konstriksi arteriol pada ginjal dan sirkulasi sistemis, serta mereabsorbsi natrium pada bagian
proksimal nefron.
Angiotensin II juga menstimulasi korteks adrenal untuk menskresi akdosteron, yang akan
merangsang reabsorbsi natrium (dalam pertukaran dengan kalium) pada bagina distal dari
nefron, serta di usus besar, kelenjar saliva dan kelenjar keringat. Renin diskresikan pada
keadaan menurunnya tekanan darah, kekurangan natrium dan peningkatan aktivitas simpatis
ginjal.
Angiotensin I sebagina besar kemudian diubah di paru-paru menjadi angiotensin II, suatu zat
presor yang poten, oleh angiotensin converting enzyme (ACE). ACE juga dapat memecah
bradikinin dan bekerja pada sejumlah peptide lain. Angiotensin II dipecah secara cepat oleh
enzim non-spesifik yang disebut angiotensinase. Angiotenisn II memegang peran utama
dalam sistem RAA karena meningkatkan tekanan darah dengan beberapa cara seperti
vasokontriksi, retensi garam dan cairan dan takikardia.
Peptida natriretik atrial (PNA) disekresi oleh jantung kemudian masuk ke dalam sirkulasi.
Sekresinya terutama dipengaruhi oleh peningkatan tekanan pada dinding atrium atau
ventrikel, biasanya akibat peningkatan tekanan pengisian atrium atau ventrikel. PNA
menyebabkan dilatasi dari arteri yang mengalami konstriksi akibat neurohormon lain serta
meningkatkan ekskresi garam dan air.
3.
Hipertrofi ventrikel
Respon terhadap kagagaln jantung lainnya adalah hipertrofi ventrikel atau bertembahnya
ketebalan dinding ventrikel. Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel
miokardium, bergantung pada jenis bebasn hemodinamika yang mengakibatkna gagal
jantung. Sarkomer dapat bertambah secara parallel atau serial. Sebagai contoh, suatu beban
tekanan yang ditimbulkan oleh adanya stenosis aorta, akan disertai penambahan ketebalan
dinding tanpa penambahan ukuran runag di dalamnya. Respons miokardium terhadap beban
volume seperti pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan
dinding. Kombinasi ini diduga merupakan akibat dari bartambahnya jumlah sarkomer yang
tersusun secara serial. Kedua pola hipertrofi ini dikenal sebagai hipertrofi konsentris dan
hipertrofi eksentris.
4.
Remodelling jantung terjadi agar dapat menghasilkan volume sekuncup yang besar. Karena
setiap sarkomer mempunyai jarak pemendekan puncak yang terbatas, maka peningkatan
volume sekuncup dicapai dengan peningkatan kumlah sarkomer seri, yang akan
menyebabkan peningkatan volume ventrikel. Pelebaran ini membutuhkan ketegangan dinding
yang lebih besar agar dapat menimbulkan tekanan intraventrikel yang sama sehingga
membutuhkan peningkatan jumlah myofibril parallel. Sebagai akibatnya, terjadi peningkatan
ketebalan dinding ventrikel kiri. Jadi, volume cairan berlebih menyebabkan pelebaran runag
hipertrofi eksentrik.
Keempat respons ini adalah upaya untuk mempertahankan curah jantung. Mekanismemekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal
atau hampir normal pada gagal jantung dini dan pada keadaan istirahat. Tetapi, kelainan pada
kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada saat beraktivitas.
Dengan berlanjutnya gagal jantung, maka kompensasi akan menjadi semakin kurang
efektif (Muttaqin Arif, 2012).
2.1.7
Pathway/ WOC
2.1.8
Penatalaksanaan
Pada tahap simtomatik dimana sindrom gagal jantung sudah terlihat jelas seperti cepat capek
atau fatigue, sesak nafas (dyspnea in effort, orthopnea), kardiomegali, peningkatan tekanan
vena jugularis, asites, hepatomegali dan oedema sudah jelas, maka dengan diagnosis gagal
jantung mudah di buat. Tetapi bila syndrome tersebut belum terlihat jelas seperti pada tahap
disfungsi ventrikel kiri/LV disfunction (tahap asimtomatik), maka keluhan fatik dan keluhan
di atas yang hilang timbul tidak khas, sehingga harus di topang oleh pemeriksaan foto
rontgen, echocardigrafi dan pemeriksaan Brain Natriuretic Peptide.
Diuretik oral maupun parenteral tetap merupakan ujung tombal pengobatan gagal jantung
sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). ACE-inhibitor atau Angiotensin
Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal.
Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretic dan ACE-inhibitor
tersebut diberikan.
Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikuler (fibrilasi atrium atau SVT lainnya) atau
ketiga obat di atas belum memberikan hasil yang memuaskan. Intoksikasi sangat mudah
terjadi bila fungsi ginjal menurun (ureum/kreatinin meningkat) atau kadar kalium rendah
(kurang dari 3,5 meq/L).
Aldosteron antagonis di pakai untuk memperkuat efek diuretic atau pada pasien hipokalemia,
dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas dengan pemberian jenis obat
ini.
Pemakaian obat dengan efek diuretic-vasodilatasi seperti Brain N Atriuretic Peptide
(Nesiritide) masih dalam penellitian. Pemakaian alat bantu seperti Cardiac Resychronization
Therapy (CRT) maupun pembedahan, pemasangan ICD (Intra Cardiac Defibrillator) sebagai
alat mencegah mati mendadak pada gagal jantung akibat iskemia maupun non-iskemia. Dapat
memperbaiki status fungsional dan kualitas hidup, namun mahal. Transplantasi sel dan
stimulasi degenerasi miokard, masih terkendala dengan masih minimalnya jumlah miokard
yang dapat ditumbuhkan untuk mengganti miokard yang rusak dan masih memerlukan
penelitian lanjut(Sudoyo Ary W., 2007).
2.1.9
Komplikasi
Menurut patric davay (2005), komplikasi gagal jantung kongestif adalah sebagai berikut :
1.
Efusi pleura
Di hasilkan dari peningkatan tekanan kapiler. Transudasi cairan terjadi dari kapiler masuk ke
dalam ruang pleura. Efusi pleura biasanya terjadi pada lobus bawah darah.
2.
Aritmia
Pasien dengan gagal jntung kongestif mempunyai risiko untuk mengalami aritmia, biasanya
disebabkan karena tachiaritmias ventrikuler yang akhirnya menyebabkan kematian
mendadak.
3.
Pada gagal jntung kongestif akut dan kronik, pembesaran ventrikel kiri dan penurunan
kardiac output beradaptasi terhadap adanya pembentukan thrombus pada ventrikel kiri.
Ketika thrombus terbentuk, maka mengurangi kontraktilitas dari ventrikel kiri, penurunan
suplai oksigen dan lebih jauh gangguan perfusi. Pembentukan emboli dari thrombus dapat
terjadi dan dapat disebabkan dari Cerebrivaskular accident (CVA).
4.
Hepatomegali
Karena lobus hati mengalami kongestif dengan darah vena sehingga menyebabkan perubahan
fungsi hati. Kematian sel hati, terjadi fibrosis dan akhirnya sirosis.
2.1.10 Pemeriksaan Penunjang
1.
perubahan massa otot ventrikel yang akan meningkatkan lama aktivitas ventrikel.
Meningginya gelombang R karena peningkatan massa otot jantung yang dilalui potensial
listrik. Adanya massa otot yang semakin menebal maka kesempatan repolarisasi akan
diberikan pada endocardium terlebih dahulu. Keadaan ini akan mengakibatkan gambaran RS
T mengalami depresi dan gelombang T terbalik pada sadapan 5 dan 6. Pada sadapan 1 dan 2
tampak adanya gambaran gelombang S yang sangat dalam dan didapatkan R yang meninggi
melebihi 20 mm.
2.
perubahan dalam fungsi/ struktur katup atau area penurunan kontraktilitan ventrikuler.
3.
membedakan gagal jantung kanan maupun kiri dan stenosis katup maupun insufisiensi. Juga
mengkaji patensi arteri koroner. Zat kontras yang disuntikkan kedalam ventrikel
menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/ perubahan kontraktilitas.
4.
pembendungan cairan di paru karena hipertensi pulmonal. Tempat adanya infiltrate precordial
kedua paru dan efusi pleura.
5.
adanya hemodilusi. Jumlah leukosit meningkat, bila sangat meninggi mungkin disebabkan
oleh adanya infeksi endokarditis yang akan memperberat jantung. Keadaan asam basa
tergantung pada keadaan metabolism, masukan kalori, keadaan paru dan fungsi ginjal. Kadar
natrium darah sedikit menurun walaupun kadar natrium total bertambah. Berat jenis urine
meningkat. Enzim hepar mungkin meningkat dalam kongesti hepar. Gagal ventrikel kiri
ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan atau hipoksia dengan peningkatan pCO2. BUN
dan kreatinin menunjukkan penurunan perfusi ginjal. Albumin/ transferin serum mungkin
menurun sebagai akibat penurunan masukan protein atau penurunan sintesis protein dalam
hepar yang mengalami kongesti. Kecepatan sedimentasi menunjukkan adanya inflamasi akut.
6.
dan gambaran pembesaran hepar dan lien. Pembesaran hepar dan lien kadang sulit diperiksa
secara manual saat disertai asites (Doenges Marilyn E., dkk., 2000).
2.2
2.2.1
Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Diperlukan pengkajian
cermat untuk mengenal masalah pasien, agar dapat memberi arah kepada tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan
ketelitian dalam tahap pengkajian (Lismidar, dkk., 2005).
1.
a.
Identitas
Identitas klien terdiri dari : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
Riwayat kesehatan
a.
Keluhan Utama
Klien utama klien dengan gagal jantung adalah sesak nafas, nyeri dan kelemahan saat
beraktivitas.
b.
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan serangkaian
pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien secara PQRST, yaitu :
1)
Q : Quality of pain, seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan aktivitas yang
dirasakan atau digambarkan klien. Biasanya setiap beraktivitas klien merasakan sesak nafas.
3)
sistem otot rangka dan apakah disetai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
4)
aktivitas sehari-hari. Biasanya kemampuan klien dalam beraktivitas menurun sesuai derajat
gangguan perfusi yang dialami organ.
5)
perlahan. Lama timbulnya kelemahan saat beraktivitas biasanya setiap saat, baik saat istirahat
maupun saat beraktivitas.
c.
Pengkajian RPD yang mendukung dikaji dengan menanyakan apakah sebelumnya klien
pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia miokardium, diabetes mellitus, dan
hiperlipidemia.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa yang lalu dan
masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obatan ini meliputi obat diuretic, nitrat,
penghambat beta, serta antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu.
Alergi obat dan reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien menafsirkan suatu alergi sebagai
efek samping obat.
d.
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, anggota keluarga
yang meninggal terutama pada usia produktif, dan penyebab kematiannya. Penyakit jantung
iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor resiko utama
terjadinya penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
3.
a.
Sirkulasi
Biasanya klien memiliki riwayat hipertensi, infark miokard baru/ akut, episode GJK
sebelumnya, penyakit jantung, bedah jantung, endokarditis, anemia, syok septic, bengkak
pada kaki, telapak kaki, abdomen.
c.
Integritas ego
Klien menyatakan ansietas, khawatir dan takut. Stress yang berhubungan dengan
penyakit/keprihatinan financial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
d.
Eliminasi
Makanan/cairan
Klien manyatakan tidak mempunyai nafsu makan, selalu mual/muntah, bertambahnya berat
badansecara signifikan.
f.
Hygiene
Klien menyatakan merasa letih/lemah, kelelahan yang dirasakan klien yaitu selama aktivitas
perawatan diri.
g.
Neurosensori
Nyeri/kenyamanan
Klien mengeluh nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada
otot.
i.
Pernapasan
Klien menyatakan dispnea saat beraktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal,
batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan
bantuan pernapasan.
j.
Keamanan
Klien menyatakan mengalami perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan, tonus
otot, kulit lecet.
k.
Interaksi sosial
Klien menyatakan sudah jarang mengikuti kegiatan sosial yang biasa dilakukan.
l.
Pembelajaran/pengajaran
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum :
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien gagal jantung biasanya baik atau
composmentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi sistem saraf pusat.
b.
Tanda-Tanda Vital : TD
Nadi
:
:
Respirasi :
Suhu
c.
1) B1 (breathing)
Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan fisik dan adanya
Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup. Bunyi
jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya ditemukan apabila gagal jantung adalah
kelainan katup.Irama jantung disritmia. Bunyi jantung S3 (Gallop) adalah diagnostik, S4
dapat terjadi. S1 dan S2 mungkin melemah.
d) Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya hipertrofi
jantung (kardiomegali).
3) B3 (Brain)
Kesadaran klien biasanya composmentis. Sering ditemukan sianosis perifer apabila terjadi
gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien meliputi wajah meringis,
menangis, merintihm meregang dan menggeliat.
4) B4 ( Bladder)
Pengukuran volume output urine selalu dihubungkan dengan intake cairan. Perawat perlu
memonitor adanya oliguruia karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya
edema ekstremitas menunjukkan adanya retensi cairan yang parah. Penurunan berkemih,
urine berwarna gelap, berkemih malam hari (nokturia).
5) B5 ( Bowel)
a)
Hepatomegali
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di
hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga
cairan terdorong masuk ke rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asites.
Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma
sehingga klien dapat mengalami distress pernapasan.
b) Anoreksia
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan stasis vena
didalam rongga abdomen.
6) B6 ( Bone)
a)
Ektremitas
Pada ujung jari terjadi kebiruan dan pucat. Warna kulit pucat dan sianosis.
b) Edema
Edema sering dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung yang dapat dipercaya dan tentu
saja, ini sering ditemukan bila gagal ventrikel kanan telah terjadi. Ini sedikitnya merupakan
tanda yang dapat dipercaya bahwa telah terjadi disfungsi ventrikel.
c)
Mudah lelah
Klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal ini terjadi akibat curah jantung yang
berkurang yang dapat menghambat sirkulasi normal dan suplai oksigen ke jaringan dan
menghambat pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energy
yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan
batuk.
Perfusi yang kurang pada otot-otot rangka menyebabkan kelemahan dan keletihan. Gejalagejala ini dapat dipicu oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit atau anoreksia.
5.
Pemeriksaan Penunjang
Ekokardiografi,
b.
c.
Elektrokardiografi
2.2.2
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan objektif yang telah
diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosis keperawatan (Deswani, 2009).
1.
Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan
konsep teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan
masalah kesehatan dan keperawatan klien (Deswani, 2009).
No Symptom
1
DS:
Etiologi
Iskemik miokard
Problem
Resiko tinggi
Penurunan curah
jantung
Kerusakan otot-otot
DO:
miokard
meningkat (hipertensi/
hipotensi), nadi lemah,
terdengar suara gallop ventrikel
dan gallop atrium (S3 clan S4),
Kemampuan/ kontrak
Menurunnya kemampuan
pompa ventrikel
DS:
Klien mengeluh
Isi sekuncup
Resiko tinggi
gangguan
pertukaran gas
Ht: 34,6
Albumin: 2,6
Hambatan aliran
pulmonal
Bendungan vena
pulmonal Edema paru
tekanan hidrostatik
menurun dan tekanan
osmotic menurun
Tertimbunnya cairan
kedalam intestinal atau
alveoli
Etiologi
Problem
DS:
Resiko tinggi
Kelebihan
volume cairan
DO:
Ht: 34,6
Albumin: 2,6
DS:
gangguan perfusi
jaringan
DO:
Resiko tinggi
Transudasi cairan
Edema
DS:
Nyeri
beraktivitas.
DO:
5
Pemendekan miokard
Penurunan suplai O2 ke
miokardium
No Symptom
tegang dan gelisah, tangan
Etiologi
Problem
mengepal.
Nekrosis Sel
Nyeri
DS:
Intoleransi
aktivitas
DO:
Kelemahan
DS:
penyakit
Cemas
DS:
Kurangnya informasi/
Kurang
pengetahuan
mengenai kondisi
dan program
pengobatan
pengobatan
DO:
2.
a.
Rumusan Diagnosa
Resiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal yang ditandai
dengan klien mengeluh mudah lelah, nyeri dada kiri dan uluhati, sesak nafas, sering
terbangun pada malam hari saat tidur, tekanan darah bisa meningkat (hipertensi/ hipotensi),
nadi lemah, terdengar suara gallop ventrikel dan gallop atrium (S3 clan S4), keringat dingin,
ronchi +/+, sianosis nyeri dada, edema tungkai +/+, EKG: ST depresi V2 dan V4, rasio R/S
V1, V6 urine sedikit 300 500 cc perhari, nafas cepat.
b.
Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan perembesan cairan,
kongesti paru akibat sekunderdari perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan
interstitial yang ditandai dengan klien mengeluh nafasnya sesak dan sering terbangun pada
malam hari karena sesak nafas dan batuk-batuk serta dispnea saat beraktivitas, ujung jari dan
kuku tampak kebiruan, ronchi(+/+), nafas cepat tampak tarikan dinding dada, Ht: 34,6,
Albumin: 2,6.
c.
Resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan kelebihan
cairan sistemis, perembesan cairan interstial di sistemis akibat sekunder dari penurunan curah
jantung, gagal jantung kanan yang ditandai dengan klien menyatakan bila berjalan terasa
berat, sesak nafas, lebih enak tidur dengan posisi setengah duduk, kencing sedikit, tungkai
tampak bengkak/ edema, jumlah kencing sedikit 300-500 cc/ hari, tempak bendungan vena
jugularis, ronchi (+) respirasi nafas cepat, terdengar bunyi jantung S3 dan nadi lemah, Ht:
34,6, Albumin: 2,6.
d. Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan yang berhubungan dengan menurunnya curah
jantung yang ditandai dengan klien mengeluh tangan dan kaki lemas, sulit untuk menelan,
nyeri perut, klien tampak berbaring di tempat tidur, oliguri, tampak edema, perubahan suhu
kulit.
e.
Nyeri yang berhubungan dengan nekrosis sel yang ditandai dengan klien mnegeluh
nyeri dada kiri pada saat beraktivitas, klien tampak meringis kesakitan, wajah tampak
tegang dan gelisah, tangan mengepal.
f.
ke jaringan dengan kebutuhan dengan akibat sekunder dari penurunan curah jantung yang
ditandai dengan klien mengeluh tenaganya lemah, cepat lelah, sesak nafas, nafsu makan
menurun, klien tampak berbaring di tempat tidur, tampak kebiruan/ sianosis pada ujung jari
dan kuku, tungkai tampak edema, keringat dingin, lemah.
g.
Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status kesehatan,
situasi kritis, ancaman, atau perubahan kesehatan yang ditandai dengan klien menyatakan
klien takut dengan keadaannya, klien bertanya tentang kondisi dan pengobatan, klien
tampak cemas.
h.
Intervensi Keperawatan
Paduan untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari klien, dan/atau tindakan yang harus
dilakukan oleh perawat. Intervensi dilakukan untuk membantu klien mencapai hasil yang
diharapkan (Deswani, 2009).
Diagnos
Tujuan dan
Rencana Keperawatan
Rasional
Kriteria
Kepera
Hasil
watan
Risiko
Setelah
1.
Tinggi
dilakukan
laporkan tanda
Penurun
tindakan
penurunan curah 2.
an Curah keperawatan
Jantung
Kaji dan
jantung.
selama 3x24
1.
jam
jam
2.
Periksa
diharapkan
keadaan klien
penurunan
dengan
curah jantung
mengauskultasi
4.
dapat teratasi
dengan
frekuensi, irama
dipalpasi.
Tekana
(dokumnetasi
n darah
disritmia, bila
dalam batas
tersedia
normal
telemetri).
(systole :
3.
110-140
bunyi jantung.
Catat
mmHg dan
Diastole: 8090 mmHg)
2.
CRT
kurang dari 3
detik
3.
4.
i urine 30
ml/ jam
4.
Nadi
70-90 kali/
menit
5.
Palpasi
Tidak
3.
terjadi
aritmia
6.
Bebas
gejala gagal
jantung
Diagnos
Tujuan dan
Rencana
Kriteria
Keperawatan
Kepera
Hasil
Rasional
watan
5.
Pantau
5.
adanya keluaran
natrium.
urine, catat
6.
keluaran dan
kepekatan urine.
diuresis berbaring.
6.
7.
Istirahatka
Pada posisi ini aliran balik vena ke jantung dan paru ber
n klien dengan
tirah baring
8.
optimal.
hipoksia/ iskemia.
7.
Atur posisi
tirah baring
yang idel.
Kepala tempat
tidur harus
dinaikkan 20-30
cm.
8.
Berikan
istirahat
psikologi
dengan
lingkungan yang
tenang.
9.
Berikan
oksigen
tambahan
dengan nasal
kanul/ masker
sesuai dengan
indikasi.
10. Hindari
manuver
dinamik seperti
berjongkok
sewaktu
melakukan BAB
dan mengepalngepalkan
Diagnos
Tujuan dan
tangan.
Rencana
Kriteria
Keperawatan
Kepera
Hasil
Rasional
watan
resistensi arteril sistemik, tekanan darah dan ukuran jantung,
meningkatkan beban kerja jantung.
untuk pemberian 12. Oleh karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri, p
diet jantung.
kongesti pulmonal.
cairan IV,
pembatasan
jumlah total
sesuai dengan
indikasi, hindari
cairan garam.
14. Kolaborasi
untuk pemberian
obat.
Diagnos
Tujuan dan
Rencana
Kriteria
Keperawatan
Kepera
Hasil
watan
Risiko
Setelah
1.
Tinggi
dilakukan
bunyi nafas,
Ganggua tindakan
catat adanya
2.
keperawatan
mengi.
Pertukar
selama 3x24
3.
Auskultasi
Rasional
1.
an Gas
jam
2.
Anjurkan
4.
diharapkan
klien untuk
5.
oksigenasi
adekuat pada
nafas dalam.
jaringan
3.
7.
Dorong
posisi sering.
kriteria hasil : 4.
1.
Tidak
Koreksi
keseimbangan
ada keluhan
asam basa.
sesak
5.
2.
Tidak
Berikan
tambahan O2 6
tampak
liter/ menit.
tarikan
6.
dinding dada
3.
a.
Klien
Kolaborasi
RL 500 cc/
bisa istirahat
24 jam
pada malam
b.
hari
0-0
4.
Digoxin 1-
TTV
dalam batas
7.
Berikan
normal (RR
furosemid 2-1-0
20-24 kali/
menit)
5.
Analisis
gas darah
dalam batas
Diagnos
normal
Tujuan dan
Rencana
Kriteria
Keperawatan
Kepera
Hasil
watan
Risiko
Setelah
1.
Kaji
1.
Tinggi
dilakukan
adanya edema
2.
Rasional
Terhada
tindakan
ekstremitas.
keperawatan
2.
Kaji
tekanan darah.
3.
jam
Volume
diharapkan
4.
Cairan
tidak terjadi
kelebihan
5.
volume
6.
7.
Sebagai terapi.
cairan
3.
sistemik
distensi vena
dengan
jugularis.
Kaji
kriteria hasil :
1.
Klien
tidak sesak
4.
napas
intake dan
2.
output
Intake
Ukur
dan output
seimbang
3.
Pitting
edema tidak
5.
Timbang
berat badan.
ada
4.
Produks
i urine 600
6.
Beri posisi
ml/ hari
yang membantu
drainase
ekstremitas,
lakukan latihan
gerak pasif.
7.
Kolaborasi
:
a.
Berikan diet
tanpa garam
Diagnos
Tujuan dan
Rencana
Kriteria
Keperawatan
Kepera
Hasil
Rasional
watan
yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung.
b.
b.
Berikan
diuretik,
contoh :
furosemid
1.
Pantau data
laboratorium
elektrolit dan
Risiko
Setelah
Tinggi
dilakukan
3.
kalium
Ganggua tindakan
penurunan elektrolit.
n Perfusi
keperawatan
1.
Jaringan
selama 3x24
TD, bandingkan
jam
kedua lengan,
diharapkan
ukur dalam
tidak terjadi
keadaan
gangguan
berbaring,
perfusi
duduk atau
jaringan
berdiri bila
dengan
memungkinkan.
kriteria hasil:
2.
1.
kulit, suhu,
Klien
2.
Auskultasi
Kaji warna
tidak
sianosis, nadi
mengeluh
perifer, dan
pusing
diaforesis secara
2.
teratur.
TTV
dalam batas
3.
normal :
kualitas
TD : 110-140/80-
peristaltik, jika
90
mmHg
Kaji
perlu pasang
Diagnos
Tujuan dan
sonde.
Rencana
Kriteria
Keperawatan
Kepera
Hasil
Rasional
watan
Nadi : 70-90
4.
kali/menit
adanya kongesti
kongesti.
3.
hepar pada
5.
abdomen kanan
pemantauan
atas.
yang ketat pada produksi urine 600 ml/ hari merupakan tand
CRT 3
detik
4.
Urine
5.
Kaji
Pantau
urine output.
4.
kardiogenik.
6.
7.
8.
Catat
adanya murmur.
7.
Pantau
frekuensi
jantung dan
irama.
8.
Berikan
makanan kecil/
mudah
dikunyah, batasi
asupan kafein.
9.
Kolaborasi
:
Pertahankan
cara masuk
heparin (IV)
sesuai indikasi.
Diagnos
Tujuan dan
Rancana
Kriteria
Keperawatan
Kepera
Hasil
watan
Nyeri
Setelah
1.
dilakukan
1.
karakteristik
2.
tindakan
nyeri, lokasi,
mendadak.
keperawatan
intensitas, lama
3.
selama 3x24
dan
jam
penyebabnya.
diharapkan
2.
iskemia.
nyeri
kepada klien
b.
terkontrol
untuk
dengan
melaporkan
kriteria hasil:
nyeri dengan
1.
segera.
nyeri 0 (0-5)
3.
2.
manajemen
Skala
Wajah
tampak rileks
nyeri
Catat
Rasional
Anjurkan
Lakukan
pengunjung akan
3.
Tidak
keperawatan:
terjadi
a.
Atur posisi
penurunan
fisiologis.
perfusi
perifer
4.
TTV
dalam batas
b.
Istirahatkan
klien.
normal
c.
Berikan
oksigen
tambahan
dengan nasa
kanul atau
masker sesuai
dengan indikasi.
d. Manajemen
lingkungan,
lingkungan
tenang dan
batasi
Diagnos
Tujuan dan
Rencana
Kriteria
Keperawatan
Kepera
Hasil
Rasional
watan
pengunjung.
e.
Ajarkan
teknik relaksasi
jaringan otak.
pernapasan
f.
dalam.
f.
g.
Ajarkan
teknik distraksi
4.
g.
Lakukan
manajemen
sentuhan.
b.
Kolaborasi
dalam
berkurang.
pemberian
terapi:
a.
Antiangina
(nitrogliserin).
b.
Analgesik,
morfin 2-5 mg
intravena.
c.
Penyekat
beta. Contoh:
atenolol,
tonormin,
pridolol.
d. Penyekat
saluran kalsium.
Contoh:
diltiazem
Diagnos
Tujuan dan
(prokardia).
Rencana
Kriteria
Keperawatan
Kepera
Hasil
Rasional
watan
Intoleran Selama
1.
si
tanda vital
dilakukan
Aktivitas tindakan
Periksa
1.
sebelum dan
keperawatan
segera setelah
selama 3x24
aktivitas
2.
jam
khususnya bila
diharapkan
klien
kebutuhan
menggunakan
3.
beraktivitas
vasodilator,
4.
dan
diuretik,
aktivitas.
kebutuhan
penyakit dada.
5.
perawatan
2.
diri sendiri
respon
terpenuhi
cardiopulmonal
dengan
terhadap
6.
kriteria :
aktivitas, catat
berlebihan.
1.
takikardi,
Tidak
Catat
terjadi
disritmia,
kelemahan
dispnea,
Tanda-
pucat.
tanda vital
dalam batas
3.
normal
presipilator/
TD: 110-
1.
Kaji
penyebab
140
2.
Nadi: 70- 4.
Evaluasi
90 kali/menit
peningkatan
RR: 20
intoleran
kali/menit
aktivitas.
5.
Berikan
bantuan dalam
aktivitas
perawatan diri
sesuai indikasi,
selingi periode
aktivitas dengan
periode istirahat.
6.
Kolaborasi
:
Implementasika
n program
rehabilitasi
Diagnos
Tujuan dan
jantung.
Rencana
Kriteria
Keperawatan
Kepera
Hasil
watan
Cemas
Selama
1.
dilakukan
klien
tindakan
mengekspresika
keperawatan
n perasaan
selama 1x24
marah,
jam
kehilangan dan
kecemasan
takut.
klien
2.
berkurang
verbal dan
atau hilang
nonverbal
4.
dengan
kecemasan,
Bantu
Kaji tanda
Rasional
1.
2.
3.
Klien
dan lakukan
menyatakan
tindakan bila
kecemasan
menunjukkan
5.
berkurang
perilaku
klien.
2.
merusak.
Kooper
atif terhadap
3.
Hindari
tindakan
3.
konfrontasi.
Wajah
rileks
4.
Klien
4.
Mulai
mengenal
melakukan
perasaannya
tindakan untuk
dengan
mengurangi
mengidentifi
kecemasan. Beri
kasi
lingkungan yang
penyebab
tenang dan
atau faktor
suasana pebuh
yang
istirahat.
mempengaru
5.
hinya.
kontrol sensasi
Tingkatkan
klien.
Diagnos
Tujuan dan
Rencana
Kriteria
Tindakan
Kepera
Hasil
Rasional
watan
6.
Orientasik
6.
dan aktivitas
7.
yang
diekspresikan.
an klien
terhadap
prosedur rutin
diharapkan.
7.
Beri
8.
kesempatan
perilaku adaptasi.
kepada klien
9.
untuk
mengungkapkan
ansietasnya.
8.
Berikan
privasi untuk
1.
program pengobatan.
terdekat.
Kurang
Setelah
Pengetah dilakukan
9.
Kolaborasi
uan
tindakan
keperawatan
Berikan
selama 1x24
anticemas sesuai
jam
indikasi,
diharapkan
contohnya
klien
diazepam.
mengerti
mengenai
kondisi,
1.
Diskusikan
program
fungsi jantung
pengobatan
normal, meliputi
sehingga
informasi
episode
sehubungan
kekambuhan
dengan
kearah yang
perbedaan klien
lebih berat
dari fungsi
normal, jelaskan
perbedaan
antara serangan
jantung dengan
GJK.
Diagnos
Tujuan dan
Rencana
Kriteria
Tindakan
Kepera
Hasil
Rasional
watan
dapat dicegah 2.
dengan
Kuatkan
rasional
2.
bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yan
kriteria :
1.
pengobatan.
Klien
dapat
3.
menerima
kegagalan.
keadaannya
2.
Klien
dapat
4.
Diskusikan 5.
mengidentifi
3.
kasi stress
pentingnya
pribadi,
menjadi seaktif
faktor resiko
mungkin tanpa
menyegarkan ingatan.
dan beberapa
menjadi
istirahat diantara
3.
aktivitas.
Klien
mau
4.
Diskusikan
melakukan
pentingnya
perubahan
pembatasan
pola hidup/
natrium.
perilaku yang
5.
perlu
Diskusikan
efek samping,
berikan instruksi
secara verbal
dan tertulis.
Diagnos
Tujuan dan
Rencana
Kriteria
Tindakan
Kepera
Hasil
Rasional
watan
6.
Anjurkan
6.
dan lakukan
demonstrasi
toksisitas digitalis.
ulang
kemampuan
7.
mengambil dan
mencatat nadi
harian dan
kapan memberi
8.
tahu perawat.
7.
Jelaskan
dan diskusikan
peran klien
9.
dalam
kemampuan koping.
mengontrol
faktor resiko dan
faktor pencetus.
8.
Bahas
ulang tanda/
gejala yang
memerlukan
perhatian medik
cepat, edema,
nafas pendek,
peningkatan
kelelahan,
batuk,
hemaptisis,
demam.
9.
Beri
kesempatan
klien/ orang
terdekat untuk
menanyakan,
mendiskusikan
masalah.
2.2.4
Implementasi Keperawatan
Pemberian oksigen.
2.
3.
4.
5.
6.
Pencegahan komplikasi.
7.
Pemberian informasi.
2.2.5
Evaluasi Keperawatan
2.
a.
b.
c.
d. Tidak sesak.
e.
3.
4.
a.
b.
c.
f.
g.