Vous êtes sur la page 1sur 45

ASKEP GAGAL JANTUNG

2.1
2.1.1

Konsep Dasar Teori CHF


Pengertian

Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan
dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrient dan oksigen
secara adekuat (Udjianti Wajan Juni, 2011:153 ).
Beberapa definisi gagal jantung ditujukan pada kelainan primer dari sindrom tersebut, yaitu
keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan
tubuh meskipun tekanan pengisian vena dalam keadaan normal. Namun beberapa definisi lain
menyatakan bahwa gagal jantung bukanlah suatu penyakit yang terbatas pada satu sistem
organ melainkan suatu sindrom klinis akibat kelainan jantung. Keadaan ini ditandai dengan
suatu bentuk respon hemodinamika, renal, neural dan hormonal yang nyata. Di samping itu,
gagal jantung merupakan suatu keadaan patologis dimana kelainan fungsi jantung
menyebabkan kegagalan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan, atau
hanya dapat memenuhi kebutuhan jaringan dengan meningkatkan tekanan
pengisian (Muttaqin Arif, 2012).
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai pompa tidak mampu
memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan (Ruhyanudin Faqih, 2007).
2.1.2
1.

Anatomi dan Fisiologi


Anatomi Kardiovaskuler

Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung merupakan jaringan
istimewa karena kalau dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang,
tetapi cara bekerjanya menyerupai otot polos yaitu di luar kemauan kita (dipengaruhi oleh
susunan saraf otonom). Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul
(pangkal jantung) dan disebut juga basis kordis. Di sebelah bawah agak runcing yang disebut
apeks kordis. Letak jantung di dalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum
anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, di atas diafragma, dan
pangkalnya terdapat di belakang kiri antara kosta V dan VI dua jari di bawah papilla mamae.
Pada tempat ini teraba adanya denyutan jantung yang disebut iktus kordis. Ukurannya lebih

kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram. Di antara dua
lapisan jantung ini terdapat lender sebagai pelicin untuk menjaga agar pergesekan antara
pericardium pleura tidak menimbulkan gangguan terhadap jantung. (Syaifuddin, 2003).
Jantung terdiri dari jaringan yang memiliki fungsi kontraksi. Dan hampir separuh dari seluruh
berat jantung, terdiri dari otot bergaris. Jika ia berkontraksi dan berelaksasi, maka timbul
perubahan-perubahan tekanan di dalam jantung dan pembuluh darah, yang menyebabkan
pengaliran darah di seluruh jaringan tubuh. Otot jantung, merupakan jaringan sel-sel yang
bersifat Kontraktif (pegas) dan terdapat di dalam atrium maupun ventrikel, serta memiliki
kemampuan meneruskan rangsang listrik jantung secara mudah dan cepat di seluruh bagian
otot-otot jantung. Tiap sel otot jantung di pisahkan satu sama lain oleh intercalated discs
dan cabang-cabangnya membentuk suatu anyaman di dalam jantung. intercalated discs
inilah yang dapat mempercepat hantaran rangsang listrik potensial di antara serabut-serabut
sel otot-otot jantung. Proses demikian itu terjadi karena intercalated discs memiliki tahanan
aliran listrik potensial yang lebih rendah dibandingkan bagian otot jantung lainnya. Dan
keadaan inilah yang mempermudah timbulnya mekanisme Excitation di semua bagian
jantung. Otot bergaris jantung tersusun sedemikian rupa, sehingga membentuk ruang-ruang
jantung dan menjadikan jantung sebagai a globular muscular organ. Jaringan serabut
elastisnya membentuk suatu lingkaran yang mengelilingi katup-katup jantung. Otot-otot
atrium umumnya tipis dan terdiri dari dua lapisan yang berasal dari sudut sebelah kanan
jantung, sedangkan otot ventrikelnya lebih tebal dan terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan
superficial, lapisan tengah dan laipsan dalam. Ventrikel kiri memiliki dinding 2-3 kali lebih
tebal daripada dinding ventrikel kanan dan mendominasi bangunan dasar otot jnatung dalam
membentuk ruang-ruangnya. Ketiga lapisan otot jantung tersebut berkesinambungan satu
dengan lainnya, dengan lapisan superficial berlanjut menjadi lapisan tengah dan lapisan
dalam. Di dalam ventrikel, ketiga lapisan otot jantung tersebut mengandung berkas-berkas
serabut otot (Masud Ibnu, 2012).

2.

Fisiologi Kardiovaskuler

Darah yang terdapat di dalam jantung selalu dipompa keluar secara terus-menerus dan setelah
melalui sistem vaskuler, darah kembali ke jantung.
Sistem vaskuler yang dilaluinya dapat berupa sistem sirkulasi paru dan sistem sirkulasi
umum. Pembuluh darah pada kedua sistem tersebut terdiri dari 1) pembuluh darah nadi

(arteri) yang mengalirkan darah dari jantung ke jaringan sel-sel tubuh dan 2) pembuluh darah
balik (vena) yang mengalirkan darah dari jaringan sel-sel tubuh ke jantung.
Pada orang normal, darah yang masuk ke jantung melalui vena cava, kemudian akan dipompa
ke sistem sirkulasi paru. Dan setelah mengalami oksigenasi di dalam jaringan sel-sel paru,
kemudian darah kembali ke jantung melalui pembuluh darah balik (vena pulmonalis).
Selanjutnya darah dipompa keluar dari jantung melalui bilik kiri ke sistem sirkulasi umum
menuju ke seluruh jaringan sel-sel tubuh.
Pada keadaan normal, jumlah darah yang dapat dipompa oleh jantung sesuai dengan jumlah
darah yang masuk kembali ke jantung, sebesar 5 liter per menitnya dan dapat meningkat pada
olahraga yang berat sampai dengan 25-35 liter per menit.
Sistem kardiovaskuler mengalirkan darah ke seluruh bagian tubuh dan menyalurkan kembali
ke jantung. Dengan jantung berkontraksi dan berelaksasi, maka ia mampu mengalirkan darah
di dalam sistem tersebut. Perubahan-perubahan hemodinamik di dalam sistem tersebut
menyebabkan perubahan tekanan dan mengakibatkan terjadinya peristiwa aliran darah di
dalamnya.
Perpaduan antara perubahan tekanan dan keadaan sistem kardiovaskuler, memungkinkan
terjadinya hemodinamik di sepanjang sistem kardiovaskuler.
Dan darah dapat kembali ke jantung, karena adanya perbedaan tekanan antara jantung kiri
dengan antrium kanan, dengan tekanan atrium kanan mendekati nol, sedangkan tekanan
kapiler di jaringan tetap lebih tinggi, sehingga memungkinkan darah dari jaringan sel tubuh
melalui vena kembali ke jantung.
Darah dipompa dari jantung kanan menuju jaringan paru untuk mengambil oksigen dan
mengeluarkan karbon dioksida, kemudian kembali ke jnatung melalui atrium kiri. Darah yang
telah mengalami oksigenasi tersebut, selanjutnya dipompa jantung ke sistem sirkulasi umum
melalui aorta. Kemudian aorta membagi aliran darah menuju ke cabang-cabang arteri dan
subarteri yang terdapat di dalam jaringan sel dan organ, yang arteriolanya kemudian
bercabang membentuk anyaman kapiler. Di bagian inilah terjadi pertukaran gas O2 dan CO2,
serta berdifusinya makanan, vitamin dan mineral serta di lain pihak darah akan mengangkut
kembali produk akhir metabolik dari jaringan-jaringan sel ke tempat pembuangan. Dari
kapiler, darah menuju ke venula dan selanjutnya darah mengalir didalam sistem vena menuju
ke jantung. Aliran darah balik ini akan dipercepat kembali ke jantung oleh adanya aktivitas
pengisap jnatung dan pompa otot(Masud Ibnu, 2012).
2.1.3

Etiologi

Mekanisme fisiologi yang menyebabkan gagal jantung menurut (Ruhyanudin Faqih,


2007) mencakup keadaan-keadaan yang :
1.

Meningkatkan preload : regurgitasi aorta, cacat septum ventrikel.

2.

Meningkatkan afterload : stenosis aorta, hipertensi sistemik.

3.

Menurunkan kontraktilitas ventrikel : IMA, kardiomiopati.

4.

Gangguan pengisian ventrikel : stenosis katup atrioventrikuler, perikarditif konstriktif,

tamponade jantung.
5.

Gangguan sirkulasi : aritmia melalui perubahan rangsangan listrik yang memulai respon

mekanis.
6.

Infeksi sistemik/ infeksi paru : respon tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung

untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan metabolisme yang meningkat.


7.

Emboli paru, yang secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap ejeksi

ventrikel kanan.
2.1.4

Klasifikasi

Ada empat kategori utama yang diklasifikasikan menurut (Udjianti Wajan Juni, 2011), yaitu
sebagai berikut :
1.

Backward versus forward failure

a.

Backward failure dikatakan sebagai akibat ventrikel tidak mampu memompa volume

darah keluar, menyebabkan darah terakumulasi dan meningkatkan tekanan dalam ventrikel,
atrium dan sistem vena balik untuk jantung sisi kanan maupun jantung sisi kiri.
Tabel 2.1 : Manifestasi Klinis Pada Backward Failure
Kegagalan Ventrikel Kiri
1.
Peningkatan volume dan

Kegagalan Ventrikel Kanan


1.
Peningkatan volume

tekanan dalam ventrikel kiri

dalam vena sirkulasi

dan atrium kiri (preload)

2.

2.

atrium kanan (preload)

Edema paru

3.

Peningkatan tekanan
Hepatomegali dan

splenomegali
4.

Edema perifer dependen

b.

Forward failure adalah akibat ketidakmampuan jantung mempertahankan curah jantung,

yang kemudian menurunkan perfusi jaringan. Karena jantung merupakan sistem tertutup,
maka backward failure dan forward failure selalu berhubungan satu sama lain.

Tabel 2.2 : Manifestasi Klinis Pada Forward Failure


Kegagalan Ventrikel Kiri
1.
Penurunan curah jantung

Kegagalan Ventrikel Kanan


1.
Peningkatan volume

2.

darah

Penurunan perfusi

jaringan

2.

3.

darah ke paru

Peningkatan sekresi

Penurunan volume

hormone renin, aldosteron dan


ADH
4.

Peningkatan retensi

garam dan air


5.

Peningkatan volume

cairan ekstraseluler
2.

Low-output versus high-output syndrome

Low output syndrome terjadi bilamana jantung gagal sebagai pompa, yang mengakibatkan
gangguan sirkulasi perifer dan vasokontriksi perifer. Bila curah jantung tetap normal atau di
atas normal namun kebutuhan metabolic tubuh tidak mencukupi, maka high-output syndrome
terjadi. Hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan kebutuhan metabolik, seperti tampak
pada hipertiroidisme, demam dan kehamilan atau mungkin dipicu oleh kondisi hiperkinetik
seperti fistula arteriovenous, beri-beri atau penyakit pagets.
3.

Kegagalan akut versus kronik

Manifestasi klinis dari kegagalan jantung akut dan kronis tergantung pada seberapa cepat
sindrom berkembang. Gagal jantung akut merupakan hasil dari kegagalan ventrikel kiri
mungkin karena infark miokard, disfungsi katup, atau krisis hipertensi. Kejadiannya
berlangsung demikian cepat di mana mekanisme kompensasi menjadi tidak efektif, kemudian
berkembang menjadi edema paru dan kolaps sirkulasi (syok kardiogenik).
Gagal jantung kronis berkembang dalam waktu yang relative cukup lama dan biasanya
merupakan hasil akhir dari suatu peningkatan ketidakmampuan mekanisme kompensasi yang

efektif. Biasanya gagal jantung kronis dapat disebabkan oleh hipertensi, penyakit katup, atau
penyakit paru obstruksi kronis/ menahun.
4.

Kegagalan ventrikel kanan versus ventrikel kiri

Kegagalan ventrikel kiri adalah merupakan frekuensi tersering dari dua contoh kegagalan
jantung dimana hanya satu sisi jantung yang dipengaruhi. Secara tipikal disebabkan oleh
penyakit hipertensi. Coronary Artery Disease (CAD), dan penyakit katup jantung sisi kiri
(mitral dan aorta). Kongesti pulmoner dan edema paru biasanya merupakan gejala segera
(onset) dari gagal jantung kiri.
Gagal jantung kanan sering disebabkan oleh gagal jantung kiri, gangguan katup trikuspidalis
atau pulmonal. Hipertensi pulmoner juga mendukung berkembangnya kegagalan jantung
kanan, peningkatan kongesti atau bendungan vena sistemik dan edema perifer.

Tabel 2.3 : Manifestasi Klinis Gagal Jantung Kiri dan Kanan


Gagal Jantung Kiri
1.
Volume dan tekanan ventrikel

Gagal Jantung Kanan


1.
Volume vena sistemik

kiri serta atrium kiri meningkat

meningkat

2.

Volume pulmonal meningkat

2.

3.

Edema paru

meningkat

4.

Curah jantung menurun

3.

Hati membesar

sehingga perfusi jaringan menurun

4.

Limpa membesar

5.

5.

Dependen edema

6.

Hormon retensi air dan

Darah ke ginjal dan kelenjar

menurun

Volume dalam organ / sel

Na+meningkat sehingga reabsorbsi


meningkat
7.

Volume cairan ekstrasel

meningkat
8.
1.

Letagri dan diaphoresis

2.

Dispnea / orthopnea / PND

3.

Palpitasi (berdebar-debar)

4.

Pernafasan Cheyne-Stokes

Volume darah total meningkat

5.

Batuk (hemoptoe)

6.

Ronkhi basah bagian basal

paru
7.

Terdengar BJ3 dan BJ4 /

1.

Edema tungkai / tumit

2.

Central Venous Pressure

(CVP) meningkat

irama Gallops

3.

Pulsasi vena jugularis

8.

Oliguria atau anuria

4.

Bendungan vena jugularis /

9.

Pulsus Alternans

JVP meningkat
5.

Distensi abdomen, mual dan

tidak nafsu makan


6.

Asites

7.

Berat badan meningkat

8.

Hepatomegali (lunak dan

nyeri tekan)
9.

Splenomegali

10. Insomnia
Gagal jantung biasanya digolongkan menurut derajat atau beratnya seperti klasifikasi gagal
jantung kongestif menurut New York Heart Association (NYHA).

Tabel 2.4 Klasifikasi Gagal Jantung Menurut NYHA


KELAS DEFINISI
I
Klien dengan kelainan jantung

ISTILAH
Disfungsi ventrikel kiri

tetapi tanpa pembatasan aktivitas yang asimtomatik.


II

fisik.
Klien dengan kelainan jantung

Gagal jantung ringan.

yang menyebabkan sedikit


III

pembatasan aktivitas fisik.


Klien dengan kelainan jantung

Gagal jantung sedang.

yang menyebabkan banyak


IV

pembatasan ativita fisik.


Klien dengan gagal jantung yang Gagal jantung berat.
segala bentuk aktivitas fisiknya
akan menyebabkan keluhan.

Menurut Stephen G. Ball, dkk., 1996 (Muttaqin Arif, 2009)


2.1.5
1.

Tanda dan Gejala


Gagal jantung kiri : dispnoe, fatigue, ortopnea, dispnoe noktural paroksismal, batuk,

pembesaran jantung, gallop ritme, bunyi jantung tambahan S3/S4, pernafasan chines stoke,
takikardi, ronchi, congesti vena pulmonal.
2.

Gagal jantung kanan : Fatigue, edema, liver angorgement, anoreksia, kembung,

pembesaran jantung kanan, gallop ritme pada atrium kanan, murmur, peningkatan tekanan
vena jugularis, asites, hydrothorax, peningkatan tekanan vena, hepatomegali dan pitting
oedema (Ruhyanudin Faqih, 2007).

2.1.6

Patofisiologi

Bila reservesi jantung normal untuk berespons terhadap stress tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan metabolic tubuh, maka jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa,
dan akibatnya terjadi gagal jantung. Demikian juga, pada tingkat awal, disfungsi komponen
pompa secara nyata dapat mnegakibatkan gagal jantung. Jika reservasi jantung normal
mengalami kepayahan dan kegagalan, respons fisiologis tertentu pada penurunan cucrah
jantung adalah penting. Semua respons ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan
perfusi organ vital tetap normal. Terdapat empat mekanisme respons primer terhadap gagal
jantung meliputi :
1.

Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis

Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respons simpatis
kompensatoris. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis merangsang pengeluaran
katekolamin dan saraf-saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal. Denyut jantung dan
kekuatan kontraksi akan meningkat untuk meningkatkan curah jantung. Arteri perifer juga
melakukan vasokontriksi untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah

dengan mengurangi aliran darah ke orgab-organ yang rendah metabolismenya seperti kulit
dan ginjal. Hal ini bertujuan agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan.
Venokontriksi akan meningkatkan aliran darah balik vena ke sisi kanan jantung, untuk
selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hokum starling.
Pada keadaan gagal jantung, baroresptor diaktivasi sehingga menyebabkan peningkatan
aktivitas simpatis pada jantung, ginjal dan pembuluh darah perifer. Angiotensin II dapat
meningkatkan aktivitas simpatis tersebut.
Aktivitas sistem saraf simpatis yang berlebihan menyebabkan peningkatan kadar
noradrenalin plasma, yang selanjutnya akan menyebabkan vasokontriksi, takikardia, serta
retensi garam dan air. Aktivitas simpatis yang berlebihan juga dapat menyebabkan nekrosis
sel otot jantung. Perubahan ini dapat dihubungkan dengan observasi yang menunjukkan
bahwa penyimpanan norepinefrin pada miokardium mnejadi berkurang pada gagal jantung
kronis.
2.

Meningkatnya beban awal akibat aktivasi neurohormon

Aktivasi sistem rennin - angiotensin - aldosteron (RAA) menyebabkan retensi natrium dan air
oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut. Peningkatan beban awal
ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hokum starling. Mekanisme
pasti yang mengakibatkna aktivasi sistem RAA pada gagal jantung masih belum jelas. Sistem
RAA bertujuan menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat serta
mempertahankan tekanan darah.
Renin adalah enzim yang disekresikan oleh sel-sel juxtaglomerulus, yang terletak berbatasan
dengan arteriol renal eferen dan bersebalahan dengan macula densa pada tubulus distal.
Renin merupakan enzim yang mengubah angiotensinogen (sebagian besar berasal dari hati)
angiotensin I.
Angiotensin converting enzyme (ACE) yang terikat pada membrane plasma sel endotel akan
memecah dua asam amino dan angiotensin I untuk membentuk angiotensin II. Angiotensin II
memiliki beberapa fungsi penting untuk memelihara homeostasis sirkulasi, yaitu merangsang
konstriksi arteriol pada ginjal dan sirkulasi sistemis, serta mereabsorbsi natrium pada bagian
proksimal nefron.
Angiotensin II juga menstimulasi korteks adrenal untuk menskresi akdosteron, yang akan
merangsang reabsorbsi natrium (dalam pertukaran dengan kalium) pada bagina distal dari
nefron, serta di usus besar, kelenjar saliva dan kelenjar keringat. Renin diskresikan pada
keadaan menurunnya tekanan darah, kekurangan natrium dan peningkatan aktivitas simpatis
ginjal.

Angiotensin I sebagina besar kemudian diubah di paru-paru menjadi angiotensin II, suatu zat
presor yang poten, oleh angiotensin converting enzyme (ACE). ACE juga dapat memecah
bradikinin dan bekerja pada sejumlah peptide lain. Angiotensin II dipecah secara cepat oleh
enzim non-spesifik yang disebut angiotensinase. Angiotenisn II memegang peran utama
dalam sistem RAA karena meningkatkan tekanan darah dengan beberapa cara seperti
vasokontriksi, retensi garam dan cairan dan takikardia.
Peptida natriretik atrial (PNA) disekresi oleh jantung kemudian masuk ke dalam sirkulasi.
Sekresinya terutama dipengaruhi oleh peningkatan tekanan pada dinding atrium atau
ventrikel, biasanya akibat peningkatan tekanan pengisian atrium atau ventrikel. PNA
menyebabkan dilatasi dari arteri yang mengalami konstriksi akibat neurohormon lain serta
meningkatkan ekskresi garam dan air.
3.

Hipertrofi ventrikel

Respon terhadap kagagaln jantung lainnya adalah hipertrofi ventrikel atau bertembahnya
ketebalan dinding ventrikel. Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel
miokardium, bergantung pada jenis bebasn hemodinamika yang mengakibatkna gagal
jantung. Sarkomer dapat bertambah secara parallel atau serial. Sebagai contoh, suatu beban
tekanan yang ditimbulkan oleh adanya stenosis aorta, akan disertai penambahan ketebalan
dinding tanpa penambahan ukuran runag di dalamnya. Respons miokardium terhadap beban
volume seperti pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan
dinding. Kombinasi ini diduga merupakan akibat dari bartambahnya jumlah sarkomer yang
tersusun secara serial. Kedua pola hipertrofi ini dikenal sebagai hipertrofi konsentris dan
hipertrofi eksentris.
4.

Volume cairan berlebih

Remodelling jantung terjadi agar dapat menghasilkan volume sekuncup yang besar. Karena
setiap sarkomer mempunyai jarak pemendekan puncak yang terbatas, maka peningkatan
volume sekuncup dicapai dengan peningkatan kumlah sarkomer seri, yang akan
menyebabkan peningkatan volume ventrikel. Pelebaran ini membutuhkan ketegangan dinding
yang lebih besar agar dapat menimbulkan tekanan intraventrikel yang sama sehingga
membutuhkan peningkatan jumlah myofibril parallel. Sebagai akibatnya, terjadi peningkatan
ketebalan dinding ventrikel kiri. Jadi, volume cairan berlebih menyebabkan pelebaran runag
hipertrofi eksentrik.
Keempat respons ini adalah upaya untuk mempertahankan curah jantung. Mekanismemekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal
atau hampir normal pada gagal jantung dini dan pada keadaan istirahat. Tetapi, kelainan pada

kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada saat beraktivitas.
Dengan berlanjutnya gagal jantung, maka kompensasi akan menjadi semakin kurang
efektif (Muttaqin Arif, 2012).
2.1.7

Pathway/ WOC

Tercetusnya aktivasi ( after potential) otomatisasi dan re -entry


Resiko tinggi kelebihan volume cairan
Aritmia venrtikular
Kongesti pulmonalis >>
Gagal Jantung
Tekanan hidrostatik >> tekanan osmotik
Curah jantung
Kematian mendadak
Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron
Perembesan cairan ke alveoli
Peningkatan aktivitas adrenergik simpatik
Hipertrofi ventrikel
Resiko tinggi gangguan pertukaran gas
Vasokonstriksi sistemis sistemis
Angiotensin
IACEII
Edema paru
Pemendakan miokard
Menurunnya GFR nefron
Vasokonstriksi ginjal
Pengeluaran aldosteron
Pengisian LV (LVEDP)
Menurunnya eksresi Na+ dan H2O dalam urine
Urine output volume plasma tekanan hidrostatik
Meningkatnya reabsorbsi Na+ dan H2O oleh tubulus
Aliran tidak adekuat ke jantung dan otak
Kelemahan fisik
Intoleransi aktivitas
Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan
Resiko tinggi penurunan curah jantung
Resiko tinggi kelebihan volume cairan
Penurunan suplai O2 ke miokardium
Kondisi dan prognosis penyakit
Kurang pengetahuan
Cemas
Nekrosis Sel
Nyeri

2.1.8

Penatalaksanaan

Pada tahap simtomatik dimana sindrom gagal jantung sudah terlihat jelas seperti cepat capek
atau fatigue, sesak nafas (dyspnea in effort, orthopnea), kardiomegali, peningkatan tekanan
vena jugularis, asites, hepatomegali dan oedema sudah jelas, maka dengan diagnosis gagal
jantung mudah di buat. Tetapi bila syndrome tersebut belum terlihat jelas seperti pada tahap
disfungsi ventrikel kiri/LV disfunction (tahap asimtomatik), maka keluhan fatik dan keluhan
di atas yang hilang timbul tidak khas, sehingga harus di topang oleh pemeriksaan foto
rontgen, echocardigrafi dan pemeriksaan Brain Natriuretic Peptide.
Diuretik oral maupun parenteral tetap merupakan ujung tombal pengobatan gagal jantung
sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). ACE-inhibitor atau Angiotensin
Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal.
Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretic dan ACE-inhibitor
tersebut diberikan.
Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikuler (fibrilasi atrium atau SVT lainnya) atau
ketiga obat di atas belum memberikan hasil yang memuaskan. Intoksikasi sangat mudah
terjadi bila fungsi ginjal menurun (ureum/kreatinin meningkat) atau kadar kalium rendah
(kurang dari 3,5 meq/L).

Aldosteron antagonis di pakai untuk memperkuat efek diuretic atau pada pasien hipokalemia,
dan ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas dengan pemberian jenis obat
ini.
Pemakaian obat dengan efek diuretic-vasodilatasi seperti Brain N Atriuretic Peptide
(Nesiritide) masih dalam penellitian. Pemakaian alat bantu seperti Cardiac Resychronization
Therapy (CRT) maupun pembedahan, pemasangan ICD (Intra Cardiac Defibrillator) sebagai
alat mencegah mati mendadak pada gagal jantung akibat iskemia maupun non-iskemia. Dapat
memperbaiki status fungsional dan kualitas hidup, namun mahal. Transplantasi sel dan
stimulasi degenerasi miokard, masih terkendala dengan masih minimalnya jumlah miokard
yang dapat ditumbuhkan untuk mengganti miokard yang rusak dan masih memerlukan
penelitian lanjut(Sudoyo Ary W., 2007).
2.1.9

Komplikasi

Menurut patric davay (2005), komplikasi gagal jantung kongestif adalah sebagai berikut :
1.

Efusi pleura

Di hasilkan dari peningkatan tekanan kapiler. Transudasi cairan terjadi dari kapiler masuk ke
dalam ruang pleura. Efusi pleura biasanya terjadi pada lobus bawah darah.

2.

Aritmia

Pasien dengan gagal jntung kongestif mempunyai risiko untuk mengalami aritmia, biasanya
disebabkan karena tachiaritmias ventrikuler yang akhirnya menyebabkan kematian
mendadak.
3.

Trombus ventrikuler kiri

Pada gagal jntung kongestif akut dan kronik, pembesaran ventrikel kiri dan penurunan
kardiac output beradaptasi terhadap adanya pembentukan thrombus pada ventrikel kiri.
Ketika thrombus terbentuk, maka mengurangi kontraktilitas dari ventrikel kiri, penurunan
suplai oksigen dan lebih jauh gangguan perfusi. Pembentukan emboli dari thrombus dapat
terjadi dan dapat disebabkan dari Cerebrivaskular accident (CVA).
4.

Hepatomegali

Karena lobus hati mengalami kongestif dengan darah vena sehingga menyebabkan perubahan
fungsi hati. Kematian sel hati, terjadi fibrosis dan akhirnya sirosis.
2.1.10 Pemeriksaan Penunjang

1.

Electrocardiography (ECG) : didapatkan gambaran perpanjangan interval QRS karena

perubahan massa otot ventrikel yang akan meningkatkan lama aktivitas ventrikel.
Meningginya gelombang R karena peningkatan massa otot jantung yang dilalui potensial
listrik. Adanya massa otot yang semakin menebal maka kesempatan repolarisasi akan
diberikan pada endocardium terlebih dahulu. Keadaan ini akan mengakibatkan gambaran RS
T mengalami depresi dan gelombang T terbalik pada sadapan 5 dan 6. Pada sadapan 1 dan 2
tampak adanya gambaran gelombang S yang sangat dalam dan didapatkan R yang meninggi
melebihi 20 mm.
2.

Sonogram (echocardiogram) dapat menunjukkan dimensi pembesaran ventrikel,

perubahan dalam fungsi/ struktur katup atau area penurunan kontraktilitan ventrikuler.
3.

Kateterisasi jantung : tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu

membedakan gagal jantung kanan maupun kiri dan stenosis katup maupun insufisiensi. Juga
mengkaji patensi arteri koroner. Zat kontras yang disuntikkan kedalam ventrikel
menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/ perubahan kontraktilitas.
4.

X-ray Thoraks : ditemukan adanya pembesaran jantung yang disertai adanya

pembendungan cairan di paru karena hipertensi pulmonal. Tempat adanya infiltrate precordial
kedua paru dan efusi pleura.
5.

Laboratorium secara umum dapat ditemukan penurunan Hb dan hematokrit karena

adanya hemodilusi. Jumlah leukosit meningkat, bila sangat meninggi mungkin disebabkan
oleh adanya infeksi endokarditis yang akan memperberat jantung. Keadaan asam basa
tergantung pada keadaan metabolism, masukan kalori, keadaan paru dan fungsi ginjal. Kadar
natrium darah sedikit menurun walaupun kadar natrium total bertambah. Berat jenis urine
meningkat. Enzim hepar mungkin meningkat dalam kongesti hepar. Gagal ventrikel kiri
ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan atau hipoksia dengan peningkatan pCO2. BUN
dan kreatinin menunjukkan penurunan perfusi ginjal. Albumin/ transferin serum mungkin
menurun sebagai akibat penurunan masukan protein atau penurunan sintesis protein dalam
hepar yang mengalami kongesti. Kecepatan sedimentasi menunjukkan adanya inflamasi akut.
6.

Ultrasonography (USG) : didapatkan gambaran cairan bebas dalam rongga abdomen

dan gambaran pembesaran hepar dan lien. Pembesaran hepar dan lien kadang sulit diperiksa
secara manual saat disertai asites (Doenges Marilyn E., dkk., 2000).

2.2

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan CHF

2.2.1

Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Diperlukan pengkajian
cermat untuk mengenal masalah pasien, agar dapat memberi arah kepada tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan
ketelitian dalam tahap pengkajian (Lismidar, dkk., 2005).
1.
a.

Identitas
Identitas klien terdiri dari : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,

suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan dan alamat.


b.

Identitas Penanggungjawab terdiri dari : nama, hubungan dengan klien, pendidikan,

pekerjaan dan alamat.


2.

Riwayat kesehatan

a.

Keluhan Utama

Klien utama klien dengan gagal jantung adalah sesak nafas, nyeri dan kelemahan saat
beraktivitas.
b.

Riwayat penyakit saat ini

Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan serangkaian
pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien secara PQRST, yaitu :
1)

P : Provoking incident, kelemahan fisik terjadi setelah melakukan aktivitas ringan

sampai berat, sesuai dengan gangguan pada jantung.


2)

Q : Quality of pain, seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan aktivitas yang

dirasakan atau digambarkan klien. Biasanya setiap beraktivitas klien merasakan sesak nafas.
3)

R : Region, apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau memengaruhi keseluruhan

sistem otot rangka dan apakah disetai ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
4)

S : Severity (scale) of pain, Kaji rentang kemampuan klien dalam melakukan

aktivitas sehari-hari. Biasanya kemampuan klien dalam beraktivitas menurun sesuai derajat
gangguan perfusi yang dialami organ.

5)

T : Time, sifat mula timbulnya, keluhan kelemahan beraktivitas biasanya timbul

perlahan. Lama timbulnya kelemahan saat beraktivitas biasanya setiap saat, baik saat istirahat
maupun saat beraktivitas.
c.

Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian RPD yang mendukung dikaji dengan menanyakan apakah sebelumnya klien
pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia miokardium, diabetes mellitus, dan
hiperlipidemia.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa yang lalu dan
masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obatan ini meliputi obat diuretic, nitrat,
penghambat beta, serta antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu.
Alergi obat dan reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien menafsirkan suatu alergi sebagai
efek samping obat.
d.

Riwayat penyakit keluarga

Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, anggota keluarga
yang meninggal terutama pada usia produktif, dan penyebab kematiannya. Penyakit jantung
iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor resiko utama
terjadinya penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
3.
a.

Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual, meliputi :


Aktivitas/ istirahat

Klien biasanya mengeluh mengalami keletihan/kelelahan terus-menerus sepanjang hari,


insomnia, nyeri dada pada saat beraktivitas dan dispnea pada saat istirahat.
b.

Sirkulasi

Biasanya klien memiliki riwayat hipertensi, infark miokard baru/ akut, episode GJK
sebelumnya, penyakit jantung, bedah jantung, endokarditis, anemia, syok septic, bengkak
pada kaki, telapak kaki, abdomen.
c.

Integritas ego

Klien menyatakan ansietas, khawatir dan takut. Stress yang berhubungan dengan
penyakit/keprihatinan financial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
d.

Eliminasi

Klien menyatakan penurunan dalam berkemih, urine klien berwarna


gelap, suka berkemih pada malam hari (nokturia), diare/kontipasi.
e.

Makanan/cairan

Klien manyatakan tidak mempunyai nafsu makan, selalu mual/muntah, bertambahnya berat
badansecara signifikan.

f.

Hygiene

Klien menyatakan merasa letih/lemah, kelelahan yang dirasakan klien yaitu selama aktivitas
perawatan diri.
g.

Neurosensori

Klien menyatakan tubuhnya lemah, suka merasakan pusing, dan terkadang


mengalami pingsan.
h.

Nyeri/kenyamanan

Klien mengeluh nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada
otot.
i.

Pernapasan

Klien menyatakan dispnea saat beraktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal,
batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan
bantuan pernapasan.
j.

Keamanan

Klien menyatakan mengalami perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan, tonus
otot, kulit lecet.
k.

Interaksi sosial

Klien menyatakan sudah jarang mengikuti kegiatan sosial yang biasa dilakukan.
l.

Pembelajaran/pengajaran

Klein menyatakan menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misal : penyekat


saluran kalsium
4.
a.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum :

Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien gagal jantung biasanya baik atau
composmentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi sistem saraf pusat.
b.

Tanda-Tanda Vital : TD
Nadi

:
:

Respirasi :
Suhu
c.

1) B1 (breathing)

Gejala-gejala kongesti vascular pulmonal adalah dipsnea, ortopnea, dispnea nocturnal


pasroksismal, batuk dan edema pulmonal akut, takipnea. Adanya sputum mungkin bersemu
darah.
2) B2 (Blood)
a)

Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan fisik dan adanya

edema ektremitas. Ujung jari kebiruan, bibir pucat abu-abu.


b) Palpasi : Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan.
c)

Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup. Bunyi

jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya ditemukan apabila gagal jantung adalah
kelainan katup.Irama jantung disritmia. Bunyi jantung S3 (Gallop) adalah diagnostik, S4
dapat terjadi. S1 dan S2 mungkin melemah.
d) Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya hipertrofi
jantung (kardiomegali).
3) B3 (Brain)
Kesadaran klien biasanya composmentis. Sering ditemukan sianosis perifer apabila terjadi
gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien meliputi wajah meringis,
menangis, merintihm meregang dan menggeliat.
4) B4 ( Bladder)
Pengukuran volume output urine selalu dihubungkan dengan intake cairan. Perawat perlu
memonitor adanya oliguruia karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya
edema ekstremitas menunjukkan adanya retensi cairan yang parah. Penurunan berkemih,
urine berwarna gelap, berkemih malam hari (nokturia).
5) B5 ( Bowel)
a)

Hepatomegali

Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di
hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga
cairan terdorong masuk ke rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asites.
Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma
sehingga klien dapat mengalami distress pernapasan.

b) Anoreksia
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan stasis vena
didalam rongga abdomen.

6) B6 ( Bone)
a)

Ektremitas

Pada ujung jari terjadi kebiruan dan pucat. Warna kulit pucat dan sianosis.
b) Edema
Edema sering dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung yang dapat dipercaya dan tentu
saja, ini sering ditemukan bila gagal ventrikel kanan telah terjadi. Ini sedikitnya merupakan
tanda yang dapat dipercaya bahwa telah terjadi disfungsi ventrikel.
c)

Mudah lelah

Klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal ini terjadi akibat curah jantung yang
berkurang yang dapat menghambat sirkulasi normal dan suplai oksigen ke jaringan dan
menghambat pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energy
yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan
batuk.
Perfusi yang kurang pada otot-otot rangka menyebabkan kelemahan dan keletihan. Gejalagejala ini dapat dipicu oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit atau anoreksia.
5.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada gagal jantung kongestif, yakni :


a.

Ekokardiografi,

b.

Rontgen Toraks, dan

c.

Elektrokardiografi

2.2.2

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan objektif yang telah
diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosis keperawatan (Deswani, 2009).
1.

Analisa Data

Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan
konsep teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan
masalah kesehatan dan keperawatan klien (Deswani, 2009).

Tabel 2.4 Analisa Data

No Symptom
1
DS:

Etiologi
Iskemik miokard

Klien mengeluh mudah

Problem
Resiko tinggi
Penurunan curah

lelah, nyeri dada kiri dan

jantung

uluhati, sesak nafas, sering


terbangun pada malam hari saat
tidur.

Kerusakan otot-otot

DO:

miokard

Tekanan darah bisa

meningkat (hipertensi/
hipotensi), nadi lemah,
terdengar suara gallop ventrikel
dan gallop atrium (S3 clan S4),

Kemampuan/ kontrak

keringat dingin, ronchi +/+,

tilitas miokard menurun

sianosis nyeri dada, edema


tungkai+/+, EKG: ST depresi V2
dan V4, rasio R/S V1, V6 urine
sedikit 300 500 cc perhari,
nafas cepat.

Menurunnya kemampuan
pompa ventrikel

DS:

Klien mengeluh

Isi sekuncup

Resiko tinggi

nafasnya sesak dan sering

gangguan

terbangun pada malam hari

pertukaran gas

karena sesak nafas dan batukbatuk


DO:

Ujung jari dan kuku

tampak kebiruan, ronchi (+/+),


nafas cepat tampak tarikan
dinding dada

Curah jantung menurun/


cardiac output menurun

Ht: 34,6

Gagal jantung kiri

Albumin: 2,6

Hambatan aliran

pulmonal
Bendungan vena
pulmonal Edema paru
tekanan hidrostatik
menurun dan tekanan
osmotic menurun

Tertimbunnya cairan
kedalam intestinal atau
alveoli

Gangguan ventilasi dan


difusi O2 dan Co2

Gangguan pertukaran gas


No Symptom

Etiologi

Problem

DS:

Curah jantung menurun


Klien menyatakan bila

Resiko tinggi
Kelebihan

berjalan terasa berat, sesak

volume cairan

nafas, lebih enak tidur dengan


posisi setengah duduk, kencing
sedikit

Aliran darah tidak efektif

DO:

Tungkai tampak bengkak/

edema, jumlah kencing sedikit


300-500 cc/ hari, tempak
bendungan vena jugularis,

Sekresi renin dan ADH

ronchi (+) respirasi nafas cepat,


terdengar bunyi jantung S3 dan
nadi lemah

Ht: 34,6

Albumin: 2,6

Reabsorbsi ditubuli dista


dan reabsorbsi Na+ditubuli
distal

Retensi Na+ dan air

DS:

Klien mengeluh tangan

dan kaki lemas, sulit untuk


4

Kelebihan volume plasma

menelan, nyeri perut


Klien tampak berbaring

di tempat tidur, oliguri, tampak


edema, perubahan suhu kulit,

gangguan perfusi
jaringan

DO:

Resiko tinggi

Transudasi cairan

Edema
DS:

Klien mengeluh nyeri

dada kiri pada saat

Curah jantung menurun

Nyeri

beraktivitas.
DO:
5

Klien tampak meringis

kesakitan, wajah tampak


Hipertrofi ventrikel

Pemendekan miokard

Aliran darah ke jantung


dan otak menurun

Curah jantung menurun

Penurunan suplai O2 ke
miokardium
No Symptom
tegang dan gelisah, tangan

Etiologi

Problem

mengepal.

Nekrosis Sel

Nyeri

DS:

Curah jantung menurun


Klien mengeluh

Intoleransi
aktivitas

tenaganya lemah, cepat lelah,


sesak nafas, nafsu makan
menurun
Aliran darah menurun

DO:

Klien tampak berbaring

di tempat tidur, tampak


kebiruan/ sianosis pada ujung
jari dan kuku, tungkai tampak
edema, keringat dingin, lemah

Suplai nutrisi dan oksigen


menurun

Kelemahan

DS:

Kondisi dan prognosis


Klien menyatakan klien

takut dengan keadaanya, klien


bertanya tentang kondisi dan

penyakit

Cemas

pengobatan, khawatir, stress


berhubungan dengan
keprihatinan financial
DO:

Klien tampak cemas

DS:

Klien menyatakan klien

Kurangnya informasi/

Kurang

bingung dengan keadaan

kesalahan persepsi tentang

pengetahuan

penyakitnya, klien bertanya

penyakit gagal jantung

mengenai kondisi

tentang kondisi dan

dan program

pengobatan

pengobatan

DO:
2.
a.

Rumusan Diagnosa
Resiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan

kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal yang ditandai
dengan klien mengeluh mudah lelah, nyeri dada kiri dan uluhati, sesak nafas, sering
terbangun pada malam hari saat tidur, tekanan darah bisa meningkat (hipertensi/ hipotensi),
nadi lemah, terdengar suara gallop ventrikel dan gallop atrium (S3 clan S4), keringat dingin,
ronchi +/+, sianosis nyeri dada, edema tungkai +/+, EKG: ST depresi V2 dan V4, rasio R/S
V1, V6 urine sedikit 300 500 cc perhari, nafas cepat.
b.

Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan perembesan cairan,

kongesti paru akibat sekunderdari perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan
interstitial yang ditandai dengan klien mengeluh nafasnya sesak dan sering terbangun pada
malam hari karena sesak nafas dan batuk-batuk serta dispnea saat beraktivitas, ujung jari dan
kuku tampak kebiruan, ronchi(+/+), nafas cepat tampak tarikan dinding dada, Ht: 34,6,
Albumin: 2,6.
c.

Resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan kelebihan

cairan sistemis, perembesan cairan interstial di sistemis akibat sekunder dari penurunan curah
jantung, gagal jantung kanan yang ditandai dengan klien menyatakan bila berjalan terasa

berat, sesak nafas, lebih enak tidur dengan posisi setengah duduk, kencing sedikit, tungkai
tampak bengkak/ edema, jumlah kencing sedikit 300-500 cc/ hari, tempak bendungan vena
jugularis, ronchi (+) respirasi nafas cepat, terdengar bunyi jantung S3 dan nadi lemah, Ht:
34,6, Albumin: 2,6.
d. Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan yang berhubungan dengan menurunnya curah
jantung yang ditandai dengan klien mengeluh tangan dan kaki lemas, sulit untuk menelan,
nyeri perut, klien tampak berbaring di tempat tidur, oliguri, tampak edema, perubahan suhu
kulit.
e.

Nyeri yang berhubungan dengan nekrosis sel yang ditandai dengan klien mnegeluh

nyeri dada kiri pada saat beraktivitas, klien tampak meringis kesakitan, wajah tampak
tegang dan gelisah, tangan mengepal.
f.

Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen

ke jaringan dengan kebutuhan dengan akibat sekunder dari penurunan curah jantung yang
ditandai dengan klien mengeluh tenaganya lemah, cepat lelah, sesak nafas, nafsu makan
menurun, klien tampak berbaring di tempat tidur, tampak kebiruan/ sianosis pada ujung jari
dan kuku, tungkai tampak edema, keringat dingin, lemah.
g.

Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status kesehatan,

situasi kritis, ancaman, atau perubahan kesehatan yang ditandai dengan klien menyatakan
klien takut dengan keadaannya, klien bertanya tentang kondisi dan pengobatan, klien
tampak cemas.
h.

Kurang pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan yang berhubungan dengan

kurangnya pemahaman, kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung, penyakit,


kegagalan yang ditandai dengan adanya pertanyaan, pernyataan masalah, kesalahan persepsi,
terulangnya episode GJK yang dapat dicegah yang ditandai dengan klien mengatakan klien
bingung dengan keadaan penyakitnya, klien bertanya tentang kondisi dan pengobatan.
2.2.3

Intervensi Keperawatan

Paduan untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari klien, dan/atau tindakan yang harus
dilakukan oleh perawat. Intervensi dilakukan untuk membantu klien mencapai hasil yang
diharapkan (Deswani, 2009).

Diagnos

Tujuan dan

Rencana Keperawatan

Rasional

Kriteria

Kepera

Hasil

watan
Risiko

Setelah

1.

Tinggi

dilakukan

laporkan tanda

Penurun

tindakan

penurunan curah 2.

an Curah keperawatan
Jantung

Kaji dan

jantung.

selama 3x24

1.

Kejadian mortalitas dan morbiditas sehubungan dengan

jam

Biasanya terjadi takikardia meskipun pada saat istirahat

penurunan kontraktilitas ventrikel, KAP, PAT, MT, PVC, dan


berkenaan dengan GJK meskipun lainnya juga terjadi.

jam

2.

Periksa

diharapkan

keadaan klien

S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke dalam serambi yang di

penurunan

dengan

menunjukkan inkompetensi/ stenosis mitral.

curah jantung

mengauskultasi

4.

dapat teratasi

nadi apikal: kaji

dorsalis pedis, dan postibial. Nadi mungkin cepat hilang atau

dengan

frekuensi, irama

dipalpasi.

kriteria hasil : jantung


1.

Tekana

(dokumnetasi

n darah

disritmia, bila

dalam batas

tersedia

normal

telemetri).

(systole :

3.

110-140

bunyi jantung.

Catat

mmHg dan
Diastole: 8090 mmHg)
2.

CRT

kurang dari 3
detik
3.

4.

Produks nadi perifer.

i urine 30
ml/ jam
4.

Nadi

70-90 kali/
menit
5.

Palpasi

Tidak

3.

S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja po

Penurunan curah jantung menunjukkan menurunnya na

terjadi
aritmia
6.

Bebas

gejala gagal
jantung

Diagnos

Tujuan dan

Rencana

Kriteria

Keperawatan

Kepera

Hasil

Rasional

watan
5.

Pantau

5.

Ginjal berespons untuk menurunkan curah jantung deng

adanya keluaran

natrium.

urine, catat

6.

keluaran dan

menurunkan beban kerja dengan menurunkan volume intrava

kepekatan urine.

diuresis berbaring.

6.

7.

Istirahatka

Untuk menurunkan beban kerja jantung, tirah baring me

Pada posisi ini aliran balik vena ke jantung dan paru ber

n klien dengan

berkurang, serta penekanan hepar ke diafragma menjadi mini

tirah baring

8.

optimal.

darah dan meningkatkan frekuensi/ kerja jantung.


9.

Stress emosi menghasilkan vasokontriksi yang terkait, m

Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokar

hipoksia/ iskemia.
7.

Atur posisi

10. Berjongkok dapat meningkatkan aliran balik vena dan re

tirah baring

simultan menyebabkan kenaikan volume sekuncup dan tekan

yang idel.

isometrik dapat meningkatkan

Kepala tempat

tidur harus
dinaikkan 20-30
cm.
8.

Berikan

istirahat
psikologi
dengan
lingkungan yang
tenang.
9.

Berikan

oksigen
tambahan
dengan nasal
kanul/ masker
sesuai dengan
indikasi.
10. Hindari
manuver
dinamik seperti
berjongkok
sewaktu
melakukan BAB
dan mengepalngepalkan
Diagnos

Tujuan dan

tangan.
Rencana

Kriteria

Keperawatan

Kepera

Hasil

Rasional

watan
resistensi arteril sistemik, tekanan darah dan ukuran jantung,
meningkatkan beban kerja jantung.

11. Dukungan diet adalah mengatur diet sehingga kerja dan k


11. Kolaborasi

minimal dan status nutrisi terpelihara, sesuai dengan selera da

untuk pemberian 12. Oleh karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri, p
diet jantung.

menoleransi peningkatan volume cairan. Pasien juga mengelu

yang menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja mi

13. Depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terj

kebutuhan oksigen. Foto dada menunjukkan pembesaran jant


12. Pemberian

kongesti pulmonal.

cairan IV,

14. Banyaknya obat dapat digunakan untuk meningkatkan vo

pembatasan

memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.

jumlah total
sesuai dengan
indikasi, hindari
cairan garam.

13. Pantau seri


EKG dan
perubahan foto
dada.

14. Kolaborasi
untuk pemberian
obat.
Diagnos

Tujuan dan

Rencana

Kriteria

Keperawatan

Kepera

Hasil

watan
Risiko

Setelah

1.

Tinggi

dilakukan

bunyi nafas,

untuk intervensi lebih lanjut.

Ganggua tindakan

catat adanya

2.

Membersihkan jalan nafas dan memudahkan oksigen.

keperawatan

mengi.

Pertukar

selama 3x24

3.

Membantu untuk mencegah atelektasis dan pneumonia.

Auskultasi

Rasional

1.

Menyatakan adanya kongestif paru/ pengumpulan sekre

an Gas

jam

2.

Anjurkan

4.

Mencegah asidosis yang dapat memperberat fungsi pern

diharapkan

klien untuk

5.

Untuk meningkatkan konsentrasi O2 dalam proses pertu

oksigenasi

batuk efektif dan 6.

Meningkatkan kontraktilitas otot jantung sehingga dapa

adekuat pada

nafas dalam.

edema dan dapat mencegah gangguan pertukaran gas.

jaringan

3.

7.

Dorong

Membantu mencegah terjadinya retensi cairan dengan m

dapat tercapai untuk perubahan


dengan

posisi sering.

kriteria hasil : 4.
1.

Tidak

Koreksi

keseimbangan

ada keluhan

asam basa.

sesak

5.

2.

Tidak

Berikan

tambahan O2 6

tampak

liter/ menit.

tarikan

6.

dinding dada

3.

a.

Klien

Kolaborasi
RL 500 cc/

bisa istirahat

24 jam

pada malam

b.

hari

0-0

4.

Digoxin 1-

TTV

dalam batas

7.

Berikan

normal (RR

furosemid 2-1-0

20-24 kali/
menit)
5.

Analisis

gas darah
dalam batas
Diagnos

normal
Tujuan dan

Rencana

Kriteria

Keperawatan

Kepera

Hasil

watan
Risiko

Setelah

1.

Kaji

1.

Curiga gagal kongestif/ kelebihan volume cairan.

Tinggi

dilakukan

adanya edema

2.

Sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan j

Rasional

Terhada

tindakan

ekstremitas.

diketahui denganm meningkatkan beban kerja jantung yang d

keperawatan

2.

meningkatnya tekanan darah.

Kelebiha selama 3x24

Kaji

tekanan darah.

3.

Peningkatan cairan dapat membebani fungsi ventrikel k

jam

melalui pemeriksaan tekanan vena jugularis.

Volume

diharapkan

4.

Cairan

tidak terjadi

air, dan penurunan keluaran urine.

kelebihan

5.

Perubahan tiba-tiba berat badan menunjukkan gangguan

volume

6.

Meningkatkan venous return dan mendorong berkurang

7.

Sebagai terapi.

cairan

3.

sistemik

distensi vena

dengan

jugularis.

Kaji

kriteria hasil :
1.

a. Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan

Klien

tidak sesak

4.

napas

intake dan

2.

output

Intake

Ukur

dan output
seimbang
3.

Pitting

edema tidak

5.

Timbang

berat badan.

ada
4.

Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perf

Produks

i urine 600

6.

Beri posisi

ml/ hari

yang membantu
drainase
ekstremitas,
lakukan latihan
gerak pasif.
7.

Kolaborasi

:
a.

Berikan diet

tanpa garam

Diagnos

Tujuan dan

Rencana

Kriteria

Keperawatan

Kepera

Hasil

Rasional

watan
yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung.
b.
b.

Berikan

diuretik,

Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma da

cairan di jaringan sehingga menurunkan resiko terjadinya ede


c. Hipokalemia dapat membatasi keefektifan terapi.

contoh :
furosemid
1.

Hipotensi dapat terjadi juga disfungsi ventrikel, hiperten

yang berhubungan dengan nyeri cemas karena pengeluaran k


c.

Pantau data

laboratorium
elektrolit dan
Risiko

Setelah

Tinggi

dilakukan

Mengetahui derajat hipoksemia dan peningkatan tekana

3.

Mengetahui pengaruh hipoksia terhadap fungsi saluran

kalium

Ganggua tindakan

penurunan elektrolit.

n Perfusi

keperawatan

1.

Jaringan

selama 3x24

TD, bandingkan

jam

kedua lengan,

diharapkan

ukur dalam

tidak terjadi

keadaan

gangguan

berbaring,

perfusi

duduk atau

jaringan

berdiri bila

dengan

memungkinkan.

kriteria hasil:

2.

1.

kulit, suhu,

Klien

2.

Auskultasi

Kaji warna

tidak

sianosis, nadi

mengeluh

perifer, dan

pusing

diaforesis secara

2.

teratur.

TTV

dalam batas

3.

normal :

kualitas

TD : 110-140/80-

peristaltik, jika

90

mmHg

Kaji

perlu pasang

Diagnos

Tujuan dan

sonde.
Rencana

Kriteria

Keperawatan

Kepera

Hasil

Rasional

watan
Nadi : 70-90

4.

kali/menit

adanya kongesti

kongesti.

3.

hepar pada

5.

abdomen kanan

pemantauan

atas.

yang ketat pada produksi urine 600 ml/ hari merupakan tand

CRT 3

detik
4.

Urine

600 ml/ hari

5.

Kaji

Pantau

urine output.

4.

Sebagai dampak gagal jantung kanan, jika berat akan di

Penurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya p

kardiogenik.
6.

Menunjukkan gangguan aliran darah dalam jantung.

7.

Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukkan ko

8.

Makanan besar dapat meningkatkan kerja miokardium.

langsung ke jantung sehingga meningkatkan frekuensi jantun


9.
6.

Catat

adanya murmur.
7.

Pantau

frekuensi
jantung dan
irama.
8.

Berikan

makanan kecil/
mudah

Jalur yang paten penting untuk pemberian obat darurat.

dikunyah, batasi
asupan kafein.
9.

Kolaborasi

:
Pertahankan
cara masuk
heparin (IV)
sesuai indikasi.

Diagnos

Tujuan dan

Rancana

Kriteria

Keperawatan

Kepera

Hasil

watan
Nyeri

Setelah

1.

dilakukan

1.

Variasi penampilan dan perilaku klien karena terjadi seb

karakteristik

2.

Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang

tindakan

nyeri, lokasi,

mendadak.

keperawatan

intensitas, lama

3.

selama 3x24

dan

jam

penyebabnya.

a. Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 ke jaring

diharapkan

2.

iskemia.

nyeri

kepada klien

b.

terkontrol

untuk

miokardium mneurun dan akan meningkatkan suplai darah da

dengan

melaporkan

yang membutuhkan O2 untuk menurunkan iskemia.

kriteria hasil:

nyeri dengan

c. Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian

1.

segera.

mengurangi ketidaknyamanan sampai dengan iskemia.

nyeri 0 (0-5)

3.

d. Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri ekst

2.

manajemen

Skala
Wajah

tampak rileks

nyeri

Catat

Rasional

Anjurkan

Lakukan

Memberi rasa rileks kepada klien.

Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan perife

pengunjung akan

3.

Tidak

keperawatan:

terjadi

a.

Atur posisi

penurunan

fisiologis.

perfusi
perifer
4.

TTV

dalam batas

b.

Istirahatkan

klien.

normal

c.

Berikan

oksigen
tambahan
dengan nasa
kanul atau
masker sesuai
dengan indikasi.
d. Manajemen
lingkungan,
lingkungan
tenang dan
batasi
Diagnos

Tujuan dan

Rencana

Kriteria

Keperawatan

Kepera

Hasil

Rasional

watan
pengunjung.

membantu meningkatkan kondisi O2.

e.

e. Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan ny

Ajarkan

teknik relaksasi

jaringan otak.

pernapasan

f.

dalam.

membantu mneurunkan nyeri.

f.

g.

Ajarkan

Distraksi (pengalihan perhatian) dapat berupa sentuhan d

Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan du

teknik distraksi

membantu menurunkan nyeri.

pada saat nyeri.

4.

g.

Membantu proses pengontrolan nyeri.

Lakukan

manajemen

a. Nitrat berguna untuk kontrol nyeri dengan efek vasodilat

sentuhan.

b.

Menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi, dan mengu

c. Penghambat (adrenergik) beta menghambat reseptor beta


4.

Kolaborasi

melalui efek hambatan rangsang simpatis, dengan demikian d

dalam

berkurang.

pemberian

d. Kalsium mengaktivasi kontraksi miokardium serta menam

terapi:
a.

Antiangina

(nitrogliserin).
b.

Analgesik,

morfin 2-5 mg
intravena.
c.

Penyekat

beta. Contoh:
atenolol,
tonormin,
pridolol.

d. Penyekat
saluran kalsium.
Contoh:
diltiazem
Diagnos

Tujuan dan

(prokardia).
Rencana

Kriteria

Keperawatan

Kepera

Hasil

Rasional

watan
Intoleran Selama

1.

si

tanda vital

dilakukan

Aktivitas tindakan

Periksa

1.

Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karen

perpindahan cairan (diuretik atau pengaruh fungsi jantung).

sebelum dan

keperawatan

segera setelah

selama 3x24

aktivitas

2.

jam

khususnya bila

selama aktivitas dapat meningkatkan segera frekuensi jantung

diharapkan

klien

juga meningkatkan kelemahan dan kelelahan.

kebutuhan

menggunakan

3.

Kelemahan adalah efek samping dari beberapa obat.

beraktivitas

vasodilator,

4.

Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung

dan

diuretik,

aktivitas.

kebutuhan

penyakit dada.

5.

perawatan

2.

Kebutuhan oksigen berlebihan.

diri sendiri

respon

terpenuhi

cardiopulmonal

dengan

terhadap

6.

kriteria :

aktivitas, catat

berlebihan.

1.

takikardi,

Tidak

Catat

terjadi

disritmia,

kelemahan

dispnea,

dan kelelahan berkeringat,


2.

Tanda-

pucat.

tanda vital
dalam batas

3.

normal

presipilator/

TD: 110-

1.

Kaji

penyebab

140

/80-90 mmHg kelemahan.

2.

Nadi: 70- 4.

Evaluasi

90 kali/menit

peningkatan

RR: 20

intoleran

kali/menit

aktivitas.
5.

Berikan

bantuan dalam

Penurunan/ ketidakmampuan miocardium untuk mening

Pemenuhan kebutuhan perawatan diri tanpa mempenga

Peningkatan terhadap aktivitas menghindari kerja jantun

aktivitas
perawatan diri
sesuai indikasi,
selingi periode
aktivitas dengan
periode istirahat.
6.

Kolaborasi

:
Implementasika
n program
rehabilitasi
Diagnos

Tujuan dan

jantung.
Rencana

Kriteria

Keperawatan

Kepera

Hasil

watan
Cemas

Selama

1.

dilakukan

klien

tindakan

mengekspresika

keperawatan

n perasaan

selama 1x24

marah,

jam

kehilangan dan

kecemasan

takut.

klien

2.

berkurang

verbal dan

mungkin memperlambat pemyembuhan.

atau hilang

nonverbal

4.

Mengurangi ransangan eksternal yang tidak perlu.

dengan

kecemasan,

Kontrol sensasi klien dengan cara memberikan informa

Bantu

Kaji tanda

Rasional

1.

Cemas berkelanjutan memberikan dampak serangan jan

2.

Reaksi verbal/ nonverbal dapat menunjukkan rasa agita

3.

Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunk

kriteria hasil : dampingi klien


1.

Klien

dan lakukan

menyatakan

tindakan bila

kecemasan

menunjukkan

5.

berkurang

perilaku

klien.

2.

merusak.

Kooper

atif terhadap

3.

Hindari

tindakan
3.

konfrontasi.

Wajah

rileks
4.

Klien

4.

Mulai

mengenal

melakukan

perasaannya

tindakan untuk

dengan

mengurangi

mengidentifi

kecemasan. Beri

kasi

lingkungan yang

penyebab

tenang dan

atau faktor

suasana pebuh

yang

istirahat.

mempengaru

5.

hinya.

kontrol sensasi

Tingkatkan

klien.

Diagnos

Tujuan dan

Rencana

Kriteria

Tindakan

Kepera

Hasil

Rasional

watan
6.

Orientasik

6.

Orientasi dapat menurunkan kecemasan.

dan aktivitas

7.

Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatira

yang

diekspresikan.

an klien
terhadap
prosedur rutin

diharapkan.
7.

Beri

8.

Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, meng

kesempatan

perilaku adaptasi.

kepada klien

9.

untuk
mengungkapkan
ansietasnya.

Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.

8.

Berikan

privasi untuk

1.

Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memud

klien dan orang

program pengobatan.

terdekat.
Kurang

Setelah

Pengetah dilakukan

9.

Kolaborasi

uan

tindakan

keperawatan

Berikan

selama 1x24

anticemas sesuai

jam

indikasi,

diharapkan

contohnya

klien

diazepam.

mengerti
mengenai
kondisi,

1.

Diskusikan

program

fungsi jantung

pengobatan

normal, meliputi

sehingga

informasi

episode

sehubungan

kekambuhan

dengan

kearah yang

perbedaan klien

lebih berat

dari fungsi
normal, jelaskan
perbedaan
antara serangan
jantung dengan
GJK.

Diagnos

Tujuan dan

Rencana

Kriteria

Tindakan

Kepera

Hasil

Rasional

watan
dapat dicegah 2.
dengan

Kuatkan

rasional

2.

Klien percaya bahwa perubahan program pengobatan pa

bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yan

kriteria :
1.

pengobatan.

Klien

resiko eksaserbasi gejala. Pemahaman program, obat dan pem


meningkatkan kerjasama untuk mengontrol gejala.

dapat

3.

Aktivitas berlebih dapat berlanjut menjadi kelemahan ja

menerima

kegagalan.

keadaannya
2.

Klien

dapat

4.

Pemasukan diet natrium diatas 3 gram/ hari akan mengh

Diskusikan 5.

Pemahaman kebutuhan terapiutik dan pentingnya upaya

mengidentifi

3.

kasi stress

pentingnya

yang dapat mencegah komplikasi obat, cemas dapat mengham

pribadi,

menjadi seaktif

keseluruhan dan klien/ orang dekat dirujuk kemateri tulisan p

faktor resiko

mungkin tanpa

menyegarkan ingatan.

dan beberapa

menjadi

tekhnik untuk kelelahan dan


mengatasi

istirahat diantara

3.

aktivitas.

Klien

mau

4.

Diskusikan

melakukan

pentingnya

perubahan

pembatasan

pola hidup/

natrium.

perilaku yang

5.

perlu

obat, tujuan dan

Diskusikan

efek samping,
berikan instruksi
secara verbal
dan tertulis.

Diagnos

Tujuan dan

Rencana

Kriteria

Tindakan

Kepera

Hasil

Rasional

watan
6.

Anjurkan

6.

Meningkatkan pemantauan sendiri pada kondisi/ efek o

dan lakukan

perubahan memungkinkan intervensi tepat waktu dan menceg

demonstrasi

toksisitas digitalis.

ulang
kemampuan

7.

mengambil dan

membuat keputusan berdasarkan informasi sehubungan deng

mencatat nadi

mencegah berulang/ komplikasi, merokok potensial untuk va

harian dan

natrium meningkatkan pembentukan retensi/ edema air.

kapan memberi

8.

tahu perawat.

kesehatan dan alat mencegah komplikasi.

7.

Menambahkan pada kerangka pengetahuan dan memun

Pemantauan sendiri meningkatkan tanggungjawab klien

Jelaskan

dan diskusikan
peran klien

9.

dalam

kemampuan koping.

mengontrol
faktor resiko dan
faktor pencetus.

8.

Bahas

ulang tanda/
gejala yang
memerlukan
perhatian medik
cepat, edema,
nafas pendek,
peningkatan
kelelahan,
batuk,
hemaptisis,

Kondisi kronis dan berulang/ menguatnya kondisi GJK

demam.
9.

Beri

kesempatan
klien/ orang
terdekat untuk
menanyakan,
mendiskusikan
masalah.

2.2.4

Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap pelaksanaan dari intervensi yang sudah di tentukan


sebelumnya. Setelah melakukan intervensi keperawatan, tahap selanjutnya adalah mencatat
intervensi yang telah dilakukan dan evaluasi respon klien (Deswani, 2009).
Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan secara umum pada klien dengan gagal jantung
kongestif :
1.

Pemberian oksigen.

2.

Pembatasan aktivitas dan istirahat yang adekuat.

3.

Penurunan volume cairan tubuh.

4.

Pembatasan garam dan natrium.

5.

Pemberian digitalis, vasodilator dan diuretik.

6.

Pencegahan komplikasi.

7.

Pemberian informasi.

2.2.5

Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan. Evaluasi


adalah kegiatan yang disengaja dan terus-menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan
anggota tim kesehatan lainnya (Lismidar, dkk., 2005).
Hasil yang diharapkan pada proses perawatan klien dengan gagal jantung.
1.

Terpenuhinya aktivitas sehari-hari.

2.

Menunjukkan peningkatan curah jantung,

a.

Tanda-tanda vital kembali normal.

b.

Terhindar dari resiko penurunan perfusi jaringan.

c.

Tidak terjadi kelebihan volume cairan.

d. Tidak sesak.
e.

Edema ekstremitas tidak terjadi.

3.

Menunjukkan penurunan kecemasan.

4.

Memahami penyakit dan tujuan perawatannya,

a.

Mematuhi semua aturan medis.

b.

Memahami cara mencegah komplikasi dan menunjukkan tanda-tanda dari komplikasi.

c.

Menjelaskan proses terjadinya gagal jantung.

d. Menjelaskan alasan terjadinya pencegahan komplikasi.


e.

Mematuhi program perawatan diri.

f.

Menunjukkan pemahaman mengenai terapi farmakologi.

g.

Kebiasaan sehari-hari mencerminkan penyesuaian gaya hidup.

Vous aimerez peut-être aussi