Vous êtes sur la page 1sur 40

LAPORAN KASUS

PARTUS SPONTAN PERVAGINAM

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RS.UMUM PIRNGADI MEDAN
2015

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Partus spontan pervaginam adalah proses lahirnya bayi pada presentasi
belakang yang viable akibat kontraksi rahim dan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan
alat-alat yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. Partus spontan pervaginam
diawali dengan tanda-tanda rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering
dan teratur, keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak, kadang-kadang
ketuban pecah dengan sendirinya, pada pemeriksaan dalam serviks mendatar dan
pembukaan telah ada.1 Persalinan aktif dibagi menjadi tiga kala yang berbeda. Kala
satu persalinan dimulai ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan frekuensi,
intensitas, dan durasi yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan dilatasi
serviks yang progresif. Kala satu persalinan selesai ketika serviks sudah membuka
lengkap (sekitar 10 cm) sehingga memungkinkan kepala janin lewat. Oleh karena
itu, kala satu persalinan disebut stadium pendataran dan dilatasi serviks.2
Kala dua persalinan mulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap, dan berakhir
ketika janin sudah lahir. Kala dua persalinan adalah stadium ekspulsi janin. Kala tiga
persalinan dimulai segera setelah janin lahir, dan berakhir dengan lahirnya plasenta
dan selaput ketuban janin. Kala tiga persalinan adalah stadium pemisahan dan
ekspulsi plasenta.2
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik
senior Departemen Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSU Pirngadi Medan dan
meningkatkan pemahaman mahasiswa mengenai partus spontan pervaginam.
1.3 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan laporan kasus ini ditujukan untuk mempelajari mengenai
partus spontan pervaginam yang berlandaskan teori guna memahami bagaimana

mendiagnosa suatu keadaan inpartu, memahami mekanisme persalinan, memimpin


persalinan, dan memahami komplikasi dari partus spontan pervaginam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Partus spontan pervaginam adalah proses lahirnya bayi pada presentasi
belakang yang viable akibat kontraksi rahim dan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan
alat-alat yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. Partus spontan pervaginam
diawali dengan tanda-tanda rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering
dan teratur, keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak, kadang-kadang
ketuban pecah dengan sendirinya, pada pemeriksaan dalam serviks mendatar dan
pembukaan telah ada.1
2.2. Tanda Inpartu2
Sebuah tanda yang agak dapat diandalkan akan dimulainya persalinan aktif
adalah keluarnya sedikit mukus bercampur darah dari vagina. Tanda ini
menunjukkan ekstrusi sumbat mukus yang mengisi saluran serviks sepanjang
kehamilan dan disebut sebagai show atau bloody show (darah lendir). Ini merupakan
tanda lanjut karena umumnya persalinan sudah berjalan atau mungkin akan terjadi
dalam beberapa jam sampai beberapa hari sesudahnya.
Kontraksi otot polos uterus pada persalinan terasa sangat nyeri, dan ini
merupakan sesuatu yang unik dibanding kontraksi otot fisiologis lainnya. Selain
bloody show, diagnosis inpartu juga dapat didiagnosis berdasarkan kontraksi yang
terjadi walaupun diagnosis banding antara persalinan palsu dan persalinan sejati
kadang-kadang sulit ditentukan.
Kontaraksi pada persalinan sejati yaitu: 3
Kontraksi terjadi dengan interval yang teratur
Interval secara bertahap memendek
Intensitas secara bertahap meningkat
Nyeri di punggung dan abdomen

Serviks membuka
Nyeri tidak hilang dengan sedasi
Kontraksi pada persalinan palsu yaitu:
Kontraksi terjadi dengan interval yang tidak teratur
Interval tetap lama
Intensitas tetap tidak berubah
Nyeri terutama di perut bawah
Serviks belum membuka
Nyeri biasanya mereda dengan sedasi

2.3. Mekanisme Persalinan Normal4


Mekanisme persalinan merupakan gerakan janin yang mengakomodasi kan diri
terhadap panggul ibu. Hal ini sangat penting untuk kelahiran melalui jalan lahir oleh
karena janin itu harus menyesuaikan diri dengan ruangan yang tersedia di dalam
panggul. Diameter-diameter yang besar dari janin harus menyesuaikan dengan
diameter yang paling besar dari panggul ibu agar janin bisa masuk melalui panggul
untuk dilahirkan.
Diameter janin:
1) Diameter biparietal
Merupakan diameter melintang terbesar dari kepala janin,digunakan di dalam
definisi penguncian(engagement)
2) Diameter suboksipitobregmatika
Jarak dari batas leher dengan oksiput keanterior fontanel, diameter yang
berpengaruh membentuk presentasi kepala.
3) Diameter oksipitomental
Diameter terbesar dari kepala janin, diameter yang berpengaruh membentuk
presentasi dahi.

Gerakan-gerakan utama janin dalam kelahiran ialah:


a. Engagement
b. Descend
c. Flexion
d. Internal rotation
e. Extension
f. External rotation
g. Expulsion
.
Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul dapat dilihat dalam keadaan
sinklitismus, dimana arah sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu atas
panggul. Dapat pula kepala masuk dalam keadaan asinklitismus, dimana arah sumbu
kepala janin miring dengan bidang pintu atas panggul, Asinklitismus anterior
menurut Naegele adalah apabila arah sumbu kepala janin membentuk sudut lancip ke
depan dengan pintu atas panggul sedangkan asinklitismus posterior menurut Litzman
apabila keadaan adalah sebaliknya dari asinklitismus anterior. Keadaan asinklitismus
anterior lebih menguntungkan daripada asinklitismus posterior karena ruangan pelvis
di daerah posterior lebih luas dibandingkan dengan daerah anterior. Hal asinklitismus
penting apabila daya akomodasi panggul agak terbatas.

Gambar 2.1 Sinklitismus

Gambar 2.2 Asinklitismus anterior

Gambar 2.3. Asinklitismus posterior


Akibat sumbu kepala janin yang eksentrik atau tidak simetris, dengan sumbu
lebih mendekati suboksiput, maka tahanan oleh jaringan dibawahnya terhadap kepala
yang akan menurun, menyebabkan kepala mengadakan fleksi di dalam rongga
panggul menurut hukum Koppel: a kali b = c kali d. Pergeseran di titik B lebih besar
daripada di titik A.

Gambar 2.4. Gerakan fleksi janin


Dengan fleksi kepala janin memasuki ruang panggul dengan ukuran yang
paling kecil, dimana dengan diameter suboksipitobregmatikus (9,5 cm) dan dengan
sirkumferensia suboksipitobregmatikus (32 cm) sampai di dasar panggul kepala
janin berada di dalam keadaaan fleksi maksimal. Kepala yang sedang turun menemui
diafragmapelvis yang berjalan dari belakang atau ke bawah depan. Akibat kombinasi
elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intrauterin disebabkan oleh his yang
berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi, disebut pula putaran paksi dalam.

Gambar 2.5. Putar paksi dalam


Di dalam hal mengadakan rotasi ubun-ubun kecil akan berputar ke arah depan
sehingga di dasar panggul ubun-ubun kecil di bawah simfisis, dan dengan suboksiput
sebagai hipomoklion, kepala mengadakan gerakan defleksi untuk dapat dilahirkan.
Pada tiap his, vulva lebih membuka dan kepala janin makin tampak.

Gambar 2.6 Extensi


Perineum menjadi makin lebar dan tipis, anus membuka dinding rektum.
Dengan kekuatan his bersama dengan kekuatan mengejan, berturut-turut tampak
bregma, dahi, muka, dan akhirnya dagu. Sesudah kepala lahir, kepala segera
mengadakan rotasi, yang disebut dengan putaran paksi luar. Putaran paksi luar
adalah gerakan kembali ke posisi sebelum putaran paksi dalam terjadi, untuk
menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung anak.

Gambar 2.7. Putar paksi luar


Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Di dalam rongga
panggul bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya,
sehingga di dasar panggul, apabila kepala telah dilahirkan, bahu akan berada dalam
posisi depan belakang. Selanjutnya dilahirkan bahu depan terlebih dahulu, baru
kemudian bahu belakang. Demikian pula dilahirkan trokanter depan terlebih dahulu,
baru kemudian trokanter belakang. Kemudian, bayi lahir seluruhnya.

Gambar 2.8. Expulsion


Apabila bayi telah lahir, tali pusat dijepit diantara 2 cunam pada jarak 5cm dan
10cm, kemudian digunting diantara kedua cunam tersebut lalu diikat. Umumnya bila
telah lahir lengkap, bayi segera akan menarik nafas dan menangis.
2.4. Kala Persalinan5
Partus dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I serviks membuka sampai terjadi
pembukaan 10 cm. Kala I dinamakan kala pembukaan. Kala II disebut pula kala
pengeluaran, oleh karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan janin didorong

ke luar sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri plasenta terlepas dari dinding uterus
dan dilahirkan. Kala IV dimulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 2 jam.
Kala I
Partus dimulai jika timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan lendir yang
bersemu darah (bloody show). Lendir ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena
serviks mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darahnya berasal dari pembuluhpembuluh kapiler yang berada di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena
pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka. Proses membukanya serviks sebagai
akibat his dibagi dalam 2 fase, yaitu fase laten dan fase aktif. Fase laten berlangsung
8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm.
Fase aktif dibagi dalam 3 fase lagi, yakni: fase akselerasi, fase dilatasi maksimal, dan
fase deselerasi. Pada fase akselerasi, dalam waktu 2 jam terjadi pembukaan 3 cm tadi
menjadi 4 cm. Pada fase dilatasi maksimal, dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm. Pada fase deselerasi, pembukaan
menjadi lambat kembali dan dalam 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.
Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun terjadi
demikian, akan tetapi fase laten, fase aktif, dan fase deselerasi terjadi lebih pendek.
Berbagai teknik telah dikembangkan untuk menilai perlunakan serviks untuk
memprediksi lamanya persalinan. Metode yang paling sering digunakan untuk
mengevaluasi perlunakan serviks adalah skor Bishop.6

Posisi
Konsistensi
Effacement
Dilatasi

0
Posterior
Firm
0-30%
0 cm

Fetal station

-3

1
Intermediate
Intermediate
31-50%
1-2 cm

2
Anterior
Soft
51-80%
3.4 cm

-2
-1, 0
Tabel 2.1. Skor Bishop

3
>100%
>5 cm
+1, +2

Skor Bishop juga digunakan untuk memprediksi apakah induksi persalinan


dibutuhkan atau tidak.7 Interpretasinya adalah bahwa skor 5 atau kurang
menunjukkan bahwa persalinan tidak akan berlangsung tanpa induksi. Skor 9 atau
lebih menunjukkan bahwa persalinan kemungkinan besar akan berlangsung spontan.8

Mekanismenya membukanya serviks berbeda antara primigravida dan


multigravida. Pada yang pertama, ostium uteri internum akan membuka lebih
dahulu, sehingga serviks akan mendatar dan menipis. Baru kemudian ostium uteri
eksternum membuka. Pada multigravida, ostium uteri internum sudah sedikit
terbuka. Ostium uteri internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks
terjadi dalam saat yang sama. Ketuban akan pecah dengan sendiri ketika pembukaan
hampir atau telah lengkap. Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah
lengkap. Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada
multipara kira-kira 7 jam.
Kala II
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit
sekali. Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk di ruang panggul,
maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara
reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa pula tekanan pada rektum
dan hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar
dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin
tampak dalam vulva pada waktu his. Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi,
kepala janin tidak masuk lagi di luar his, dan dengan his dan kekuatan mengedan
maksimal kepala janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah simfisis dan dahi,
muka, dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk
mengeluarkan badan, dan anggota bayi. Para primigravida, kala II berlangsung ratarata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 0,5 jam.
Kala III
Setelah bayi lahir, uterus terba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat.
Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari
dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan
keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai
dengan pengeluaran darah.

Kala IV

Pada kali ini, harus diperhatikan 7 hal penting, yaitu: kontraksi uterus harus
baik, tidak ada perdarahan dari vagina atau perdarahan-perdarahan dalam alat
genitalia lainnya, plasenta dan selaput ketuban harus telah lahir lengkap, kandung
kencing harus kosong, luka-luka pada perineum terawat dengan baik dan tidak ada
hematoma, bayi dalam keadaan baik, dan ibu dalam keadaan baik.
2.5. Langkah-Langkah Asuhan Persalinan Normal9
Melihat Tanda dan Gejala Kala Dua
1. Mengamati tanda dan gejala persalinan kala dua:
Ibu mempunyai keinginan untuk meneran
Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan atau vaginanya
Perineum menonjol
Vulva-vagina dan sfingter ani membuka

Menyiapkan Pertolongan Persalinan


2. Memastikan perlengkapan, bahan dan obat-obatan esensial siap digunakan.
Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan menempatkan tabung suntik steril sekali
pakai di dalam partus set.
3. Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih.
4. Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku, mencuci kedua tangan
dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan tangan dengan
handuk yang bersih.
5. Memakai satu sarung tangan dengan DTT atau steril untuk semua pemeriksaan
dalam.
6. Mengisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik (dengan memakai sarung
tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan meletakkan kembali ke partus set/
wadah desinfeksi tingkat tinggi atau steril tanpa mengkontaminasi tabung suntik.
Memastikan Pembukaan Lengkap dengan Janin Baik

7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan ke


belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang sudah dibasahi air
desinfeksi tingkat tinggi. Jika mulut vagina, perineum atau anus terkontaminasi
oleh kotoran ibu, bersihkan dengan seksama dengan cara menyeka dari depan ke
belakang.
Membuang kapas atau kasa yang terkontaminasi dalam wadah yang benar.
Mengganti sarung tangan jika terkontaminasi.
8. Dengan menggunakan teknik aseptik, melakukan pemeriksaan dalam untuk
memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap. Bila selaput ketuban
belum pecah, sedangkan pembukaan sudah lengkap, lakukan amniotomi.
9. Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih
memakai sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5% dan kemudian
melepaskannya dalam keadaan terbalik serta merendamnya di dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit. Mencuci kedua tangan.
10. Memeriksa Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah kontraksi berakhir untuk
memastikan bahwa DJJ dalam batas normal.
Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal.
Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ, dan semua hasilhasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.

Menyiapkan Ibu dan Keluarga untuk Membantu Proses Pimpinan Meneran


11. Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik. Membantu
ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai dengan keinginannya.
Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk meneran. Melanjutkan
pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu serta janin sesuai dengan pedoman
persalinan aktif dan mendokumentasi temuan-temuan.
Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat mendukung dan
memberi semangat kepada ibu saat ibu mulai meneran.
12. Meminta bantuan keluarga untuk untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran.
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk
meneran.

Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinginan untuk


meneran.
Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk meneran.
Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai dengan pilihannya.
Menganjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi.
Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu.
Menganjurkan asupan cairan per oral.
Menilai DJJ setiap lima menit.
Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera dalam
waktu 2 jam meneran untuk ibu primipara atau 1 jam untuk ibu multipara,
merujuk segera jika ibu tidak mempunyai keinginan untuk meneran.
Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil posisi yang
aman. Jika ibu belum ingin meneran dalam 60 menit, anjurkan ibu untuk mulai
meneran pada puncak kontraksi-kontraksi tersebut dan beristirahat di antara
kontraksi.
Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera setelah 60
menit meneran, merujuk ibu dengan segera.

Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi


14. Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, letakkan handuk
bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.
15. Meletakkan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian, di bawah bokong ibu.
16. Membuka partus set.
17. Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.
Menolong Kelahiran Bayi
Lahirnya Kepala

18. Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi perineum
dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi, letakkan tangan yang lain di kepala
bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan tidak menghambat pada kepal bayi,
membiarkan kepala keluar perlahan-lahan. Menganjurkan ibu untuk meneran
perlahan-lahan atau bernafas cepat saat kepala lahir.
19. Dengan lembut menyeka muka, mulut, dan hidung bayi dengan kain atau kasa
yang bersih. (Langkah ini tidak harus dilakukan)
20. Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika hal itu
terjadi, kemudian meneruskan segera proses kelahiran bayi.

Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan lewat bagian atas
kepala abyi.

Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di dua tempat
dan memotongnya.

21. Menunggu hingga kepala bayi melalukan putaran paksi luar secara spontan.
Lahir Bahu
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua tangan di masingmasing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi
berikutnya. Dengan lembut menariknya ke arah bawah dan arah luar hingga
bahu anterior muncul di arkus pubis dan kemudian dengan lembut menarik ke
arah atas dan ke arah luar untuk melahirkan bayi posterior.
23. Setelah kedua bahu dilahirkan, menelesurkan tangan mulai kepala bayi yang
berada di bagian bawah ke arah perineum, membiarkan bahu dan lengan
posterior lahir ke tangan tersebut. Mengendalikan kelahiran siku dan tangan bayi
saat melewati perineum, gunakan lengan bawah untuk menyangga tubuh bayi
saat

dilahirkan.

Menggunakan

tangan

anterior

(bagian

atas)

untuk

mengendalikan siku dan tangan anterior bayi saat keduanya lahir.


24. Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di atas (anterior)
dari punggung ke arah kaki bayi untuk menyangganyasaat punggung kaki lahir.
Memegang kedua mata kaki bayi dengan hati-hati membantu kelahiran kaki.
Penanganan Bayi Baru Lahir

25. Menilai bayi dengan cepat (dalam 30 detik), kemudian meletakkan bayi di atas
perut ibu dengan posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya (bila tali
pusat terlalu pendek, meletakkan bayi di tempat yang memungkinkan). Bila bayi
mengalami asfiksia, lakukan resusitasi.
26. Segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk dan biarkan kontak
kulit ibu bayi. Lakukan penyuntikkan oksitosin/i.m.
27. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Melakukan
urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu dan memasang klem kedua 2
cm dari klem pertama (ke arah ibu).
28. Memegang tali pusat dengan satu tangan , melindungi bayi dari gunting, dan
memotong tali pusat di antara dua klem tersebut.
29. Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan
kain atau selimut bersih dan kering, menutupi bagian kepala, membiarkan tali
pusat terbuka. Jika bayi mengalami kesulitan bernafas, ambil tindakan yang
sesuai.
30. Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk memeluk bayinya
dan memulai pemberian ASI jika ibu menghendakinya.
Oksitosin
31. Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi abdomen untuk
menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua.
32. Memberi tahu inu bahwa ia akan disuntik.
33. Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, berikan suntikan oksitosin 10 unit
I.M. di gluteus atau 1/3 atas paha kanan ibu bagian luar, setelah mengaspirasinya
terlebih dahulu.
Penegangan Tali Pusat Terkendali
34. Memindahkan klem pada tali pusat.
35. Meletakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat di atas tulang
pubis, dan menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan
menstabilkan uterus. Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.
36. Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan penegangan ke arah
bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan tekanan yang berlawanan arah
pada bagian bawah uterus dengan cara menekan uterus ke arah atas dan
belakang (dorso kranial) dengan hati-hati untuk membantu mencegah terjadinya

invertio uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan
tali pusat dan menunggu hingga kontraksi berikut mulai.

Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang anggota keluarga
untuk melakukan rangsangan puting susu.

Mengeluarkan plasenta
37. Setelah plasenta lepas, meminta ibu untuk meneran sambil menarik tali pusat ke
arah bawah kemudian ke arah atas, mengikuti kurva jalan lahir sambil
meneruskan tekanan berlawanan arah pada uterus.

Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar
5-10 cm dari vulva.

Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat selama 15
menit:
o

Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit I.M.

Menilai kandung kemih dan dilakukan kateterisasi kandung kemih


dengan menggunakan teknik aseptik jika perlu.

Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan.

Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya.

Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit sejak
kelahiran bayi.

38. Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran plasenta dengan
menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta dengan dua tangan dan dengan
hati-hati memutar plasenta hingga selaput ketuban terpilin. Dengan lembut
perlahan melahirkan selaput ketuban tersebut.

Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan disinfeksi tingkat


tinggi atau steril dan memeriksa vagina dan serviks ibu dengan seksama.
Menggunakan jari-jari tangan atau klem atau forseps disinfeksi tingkat
tinggi atau steril untuk melepaskan bagian selaput yang tertinggal.

Pemijatan uterus
39. Segera setleah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus,
meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan gerakan
melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus menjadi keras).
Menilai Perdarahan
40. Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan
selaput ketuban untuk memastikan bahwa plasenta dan selaput ketuban lengkap
dan utuh. Meletakkan plasenta di dalam kantong plastik atau tempat khusus.

Jika uterus tidak berkontraksi setelah melakukan masase selama 15 detik


mengambil tindakan yang sesuai.

41. Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera menjahit
laserasi yang mengalami perdarahan aktif.

Melakukan Prosedur Pascapersalinan


42. Menilai ulang uterus dan memastikan berkontraksi dengan baik
43. Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin
0,5%; membilas kedua tangan yang masih bersarung tangan tersebut dengan air
disinfeksi tingkat tinggi dan mengeringkan dengan kain yang bersih dan kering.
44. Menempatkan klem tali pusat disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau
mengikatkan tali disinfeksi tingkat tinggi dengan simpul mati sekeliling tali
pusat sekitar 1 cm dari pusat.
45. Mengikat satu lagi simpul mati di bagisan pusat yang berseberangan dengan mati
yang pertama.
46. Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan klorin 0,5%.
47. Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya. Memastikan handuk
atau kainnya bersih atau kering.
48. Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.
49. Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam:

2-3 kali dalam 15 menit pertama pascapersalinan.

Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascapersalinan.

Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan.

Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, lakukan perawatan yang sesuai
untuk menatalaksana atonia uteri.

Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan penjahitan


dengan anestesi lokal dan menggunakan teknik yang sesuai.

50. Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan masase uterus dan


memeriksa kontraksi uterus.
51. Mengevaluasi kehilangan darah.
52. Memeriksa tekanan darah, nadi, dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit
selama satu jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua
pascapersalinan.

Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama dua jam pertama
pascapersalinan.

Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.

Kebersihan dan Keamanan


53. Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi

(10

menit).

Mencuci

dan

membilas

peralatan

setelah

dekontaminasi.
54. Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat sampah yang
sesuai.
55. Membersihkan ibu dengan menggunakan air disinfeksi tingkat tinggi.
Membersihkan cairan ketuban, lendir, dan darah. Membantu ibu memakai
pakaian yang bersih dan kering.
56. Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI. Menganjurkan
keluarga untuk memberikan ibu minuman dan makanan yang diinginkan.
57. Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan dengan larutan
klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih.

58. Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5% dan
membalikkan bagian dalam ke luar dan merendamnya dengan larutan klorin 0,5
%selama 10 menit.
59. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
Dokumentasi
60. Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang).
2.6. Perawatan Ibu Postpartum
Kala IV, perlu dilakukan untuk menilai ada tidaknya komplikasi pasca
persalinan, infeksi dan perdarahan postpatum misalnya. Pemantauan kala IV
dilakukan selama 2 jam, dan sekurang-kurangnya 1 jam. Sebelum meninggalkan
wanita postpartum, harus diperhatikan 7 pokok penting, yaitu: 10
1) kontraksi uterus yang baik
2) tidak adanya perdarahan dari vagina
3) plasenta serta selaput ketuban telah lahir lengkap
4) kandung kencing telah kosong
5) luka pada perineum telah terawat dengan baik dan tidak adanya hematoma
6) bayi dalam keadaan baik, serta
7) ibu dalam keadaan baik, dimana nadi, tekanan darah normal dan vital sign
lainnya dalam batas normal.
Setelah Kala IV selesai dipantau dan tidak dijumpai adanya komplikasi
pascapersalinan maka dilanjutkan dengan perawatan Ibu selama masa nifas. Masa
nifas didefinisikan sebagai periode selama dan tepat setelah kelahiran, yaitu selama 6
minggu kedepan. Perawatan ibu selama masa nifas berupa perawatan dirumah sakit
dan perawatan di rumah. 2
Perawatan di rumah sakit
Perawatan segera setelah persalinan termasuk dalam pengawasan Kala IV.
Yaitu pengukuran tekanan darah nadi dan vital sign tiap 15 menit sekali pada 1 jam

pertama dan tiap 30 menit sekali pada jam ke 2. Jumlah perdarahan vagina harus
terus dipantau, dan fundus uteri harus diraba untuk memastikan kontraksi yang baik.
Bila teraba relaksasi, uterus sebaiknya di massase melalui dinding abdomen sampai
adanya kontraksi. Perdarahan yang terakumulasi di uterus juga harus dicurigai
dengan cara menemukan pembesaran uterus melalui palpasi fundus. 2
Rawat jalan dini. Seorang Ibu dapat turun dari tempat tidur dalam waktu
beberapa jam setelah melahirkan. Hal ini untuk mengurangi komplikasi kandung
kemih dan konstipasi. Rawat jalan dini juga dapat menurunkan frekuensi trombosis
dan emboli paru pada masa nifas. 2 Pada rawat jalan pertama seorang Ibu dapat jatuh
pingsan, hal ini dikarenakan kelelahan setelah melahirkan, maka sebelum itu Ibu
sebaiknya berbaring terlebih dahulu selama 8 jam, duduk lalu pelan-pelan berdiri dan
berjalan.10
Perawatan vulva. Pasien sebaiknya dianjurkan untuk membasuh vulva dari
anterior ke posterior (ke arah anus). Perineum dapat dikompres dengan es untuk
mengurangi edema dan rasa yang tidak nyaman pasca reparasi episiotomi. Mandi
dengan cara berendam juga diperbolehkan untuk mengurangi rasa tidak nyaman pada
vulva selama tidak ada komplikasi pasca persalinan. 2
Fungsi Kandung Kemih. Sebagai akibat cairan yang diinfuskan dan
penghentian efek antidiuretik oksitosin secara mendadak, menyebabkan sering
terjadi pengisian cepat kandung kemih. Namun sensasi dan kapasitas pengosongan
kandung kemih menjadi berkurang akibat pemberian anastesi, khususnya anastesi
regional, episiotomi, laserasi atau hematoma, sehingga terjadi retensi urine dengan
overdistensi.2 Selain itu Ibu juga sering tidak dapat berkemih sendiri akibat adanya
penekanan pada muskulus sfingter vesika et uretra oleh kepala janin sehingga
fungsinya menjadi terganggu. Akan tetapi jika dalam 4 jam pasca persalinan belum
dapat berkemih sendiri harus dicurigai adanya masalah lebih lanjut, hematoma
traktus genitalia misalnya. 2 Oleh karena itu pemasangan kateter terfiksasi harus
dipasang dan dipertahankan hingga faktor penyebab retensi telah teratasi. Pada
partus yang lama dan diakhiri dengan ekstraksi vakum atau cunam juga dapat
menyebabkan retensi urine.10 Jika terjadi overdistensi maka kateter terfiksasi

dipertahankan selama 24 jam untuk mengosongkan kandung kemih dan mencegah


rekurensi dan pemulihan tonus serta sensasi kandung kemih normal. Jika kateter
telah dicabut Ibu harus dapat berkemih normal, namun setelah 4 jam pasca pelepasan
tidak dapat berkemih maka kateter kembali dipasang, lalu ukur volume urinenya.
Jika lebih dari 200 ml, menandakan kandung kemih belum berfungsi normal, dan
kateter tetapdipertahankan, dan bila kurang dari 200 ml, kateter dapat dicabut dan
dilakukan pemeriksaan kandung kemih.

Adapunyang perlu diperhatikan pada

pemasangan kateter adalah timbulnya infeksi. Dimana 40% wanita dapat mengalami
bakteriuria sehingga dapat diberikan antibiotik jangka pendek setelah kateter dicabut.
2,11

Fungsi Pencernaan dan Diet. Lemah atau hilangnya gerakan usus/peristaltik


merupakan efek dari pemberian enema yang dimaksudkan untuk membersihkan
saluran cerna beberapa jam sebelum melahirkan. Ada tidaknya defekasi juga harus
dipantau, dimana jika tidak terjadi defekasi selama 3 hari postpartum, maka dapat
dicurigai adanya obstipasi dan dapat dilakukan klisma atau diberikan laksan per os.
Selain itu, pemberian makanan sejak dini dapat mengurangi konstipasi yang terjadi.
Tidak ada pantangan makan bagi wanita yang melahirkan per vaginam. Jika tidak
ada komplikasi pasca pemberian anastesi, 2 jam setelah partus Ibu dapat diberikan
minum jika haus dan makanan jika lapar. Diet makanan yang diberikan harus bergizi
tinggi khususnya Ibu menyusui, yaitu tinggi kalori - protein, serta cairan dengan
berbagai pilihan buah-buahan.2,11 Adapun praktik Standar di Parkland Hospital
melanjutkan pemberian suplemen besi selama 3 bulan pasca persalinan dan
memeriksakan kadarnya pada kunjungan postpatrum pertama.2
Ketidaknyamanan Pasca Persalinan. Penyebab ketidaknyamanan setelah
persalinan pervaginam umumnya adalah rasa nyeri setelah melahirkan, episiotomi,
laserasi, pembengkakan payudara ataupun nyeri pasca tusukan analgesi. Kontraksi
uterus juga bertambah kuat selama menyusui yang dapat menambah rasa nyeri yang
ada sebelumnya. Untuk itu dapat diberikan kodein, aspirin atau asetaminofen setiap
3 jam pada beberapa hari pertama pasca persalinan untuk mengurangi rasa nyeri.
Nyeri karena episiotomi atau laserasi dapat dikurangi dengan pemberian kompres es,
selain itu juga dapat menggunakan semprotan anastesi lokal secara periodik. 2

Depresi Ringan. Depresi juga dapat terjadi pada ibu pasca persalinan, yang
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kekecewaan emosional, rasa nyeri
masa nifas, kelelahan, kecemasan dalam merawat bayi atau ketakutan akan
perubahan bentuk tubuh. Gejala ini umumnya menghilang dalam beberapa hari, dan
sebagian besar kasus dapat diterapi efektif dengan memberikan antisipasi,
pemahaman dan rasa aman. Namun, jika gejala menetap diperlukan perhatian
khusus untuk mencari penyebab depresi dan membutuhkan konsultasi yang tepat.

Relaksasi Dinding Adomen. Bila abdomen luar biasa kendur dan


menggantung, penggunaan korset biasanya cukup membantu. Olahraga utuk
membantu mengembalikan tonus dinding abdomen dapat dimulai kapan saja atau
setelah rasa nyeri mulai berkurang. 2
Kontrasepsi. Selama dirumah sakit, sebaiknya dilakukan edukasi keluarga
berencana pada Ibu pasca persalinan, terutama pada Ibu dengan multigravida. 2
Perawatan di Rumah
Perawatan Mamma. Mamma harus dirawat selama kehamilan dan menyusui,
dengan dicuci secara teratur dengan sabun serta diberikan minyak atau cream, agar
tetap lemas, dan tidak terjadi lecet atau pecah-pecah. Sebelum menyusui, areola dan
puting harus dibersihkan, dan dilakukan massage secara menyeluruh agar mamma
menjadi lemas barulah bayi disusui. Bila bayi meninggal, laktasi harus segera
dihentikan dengan melakukan penekanan pada mamma, atau dapat diberikan
bromocryptin untuk menekan Lactogenic Hormone. 10
Kembalinya Menstruasi dan Ovulasi. Bila seorang Ibu tidak menyusui
bayinya, maka menstruasi akan kembali dalam waktu 6-8 minggu, walau sulit secara
klinis

untuk menentukan dengan spesifik kapan menstruasi pertama setelah

melahirkan. Menstruasi belum muncul selama bayi masih disusui. Ovulasi lebih
jarang terjadi pada Ibu yang menyusui bayinya dibanding dengan yang tidak
menyusui. Akan tetapi, kehamilan dapat terjadi selama menyusui. Diperkirakan
risiko kehamilan pada Ibu menyusui 4 % per tahunnya. 2

Koitus. Setelah melahirkan tidak terdapat kejelasan waktu untuk kembali


melakukan koitus. Kembali melakukan aktivitas koitus terlalu dini akan
menimbulkan rasa tidak nyaman, terasa sangat nyeri yang diakibatkan belum
sempurnanya involusi uterus dan penyembuhan luka episiotomi atau laserasi.
Menurut logika, dimana setelah 2 minggu postpartum, koitus dapat dilakukan
kembali berdasarkan keinginan dan kenyamanan pasien. Ibu harus diberi tahu bahwa
menyusui akan menyebabkan pemanjangan priode supresi produksi estrogen
sehingga mengakibatkan atrofi dan kekeringan vagina. Keadaan fisiologis ini akan
menyebabkan penurunan lubrikasi vagina selama perangsangan seksual.Menurut
penelitian Barrett (2000) dkk, hampir 90% dari 484 primigravida kembali melakukan
koitus setelah 6 bulan. 2
Setelah 6 minggu pasca persalinan, terdapat berbagai hal yang harus diperiksa
dari Ibu, yaitu :10
1. keadaan umum
2. keadaan payudara serta puting
3. dinding perut, ada tidaknya hernia
4. keadaan perineum
5. kandung kemih, ada tidaknya sistokel atau uretrokel
6. rektum, ada tidaknya retrokel dan tonus muskulus sfingter ani
7. adanya fluor albous
8. keadaan serviks, uterus serta adneksa.

Partograf4
Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama persalinan. Tujuan utama
penggunaan partograf adalah untuk
1) mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan
2) mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal.

Dengan demikian juga dapat dilaksananakan deteksi secara dini, setiap


kemungkinan terjadinya partus lama. Jika digunakan secara tepat dan konsisten,
partograf akan dapat membantu penolong persalinan untuk mencatat kemajuan
persalinan, kondisi ibu dan janin, asuhan yang diberikan selama persalinan dan
kelahiran, serta menggunakan informasi yang tercatat, sehingga secara dini
mengidentifikasi penyulit persalinan, dan membuat keputusan klinik yang tepat dan
sesuai waktu. Penggunaan partograf secara rutin akan memastikan ibu dan janin
telah mendapatkan asuhan persalinan secara aman dan tepat waktu. Selain itu, dapat
mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka.
Partograf harus digunakan untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan
sampai dengan kelahiran bayi, sebagai elemen pentingasuhan persalinan, semua
tempat pelayanan persalinan (rumah, puskesmas, rumah sakit, klinik bidan swasta),
semua penolong persalinan dan kelahiran( Spesialis Obstetri dan Ginekologi, Bidan,
Dokter Umum, Residen, dan Mahasiswa Kedokteran)
Cara pengisian
Menurut WHO (2000) dan Depkes (2004) cara pengisian partograf modifikasi
WHO atau yang dikenal dengan partograf APN meliputi:
Informasi tentang ibu
A. Identitas pasien
Mencatat nama pasien, riwayat kehamilan, riwayat persalinan, nomor register pasien,
tanggal dan waktu kedatangan dalam "jam" mulai dirawat, waktu pecahnya selaput
ketuban. Selain itu juga mencatat waktu terjadinya pecah ketuban, pada bagian atas
partograf secara teliti.
B. Kesehatan dan kenyamanan janin
Mencatat pada kolom, lajur dan skala angka pada partograf adalah untuk pencatatan:
(1) Hasil pemeriksaan DJJ setiap 30 menit atau lebih sering jika ada tanda-tanda
gawat janin. Setiap kotak menunjukkan waktu 30 menit. Skala angka di sebelah
kolom paling kiri menunjukkan DJJ. DJJ dicatat dengan memberi tanda titik pada

garis yang sesuai dengan angka yang menunjukkan DJJ. Kemudian hubungkan titik
yang satu dengan titik lainnya dengan garis tidak terputus;
(2) Warna dan adanya air ketuban, penilaian air ketuban setiap kali melakukan
pemeriksaan dalam, dan nilai warna air ketuban jika selaput ketuban pecah.
Mencatat temuan-temuan ke dalam kotak yang sesuai di bawah lajur DJJ,
menggunakan lambang-lambang seperti berikut:
(a) U jika ketuban utuh atau belum pecah;
(b) J jika ketuban sudah pecah dan air ketuban jemih;
(c) M jika ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium;
(d) D jika ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah;
(e) K jika ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban atau "kering";
(3) Molase atau penyusupan tulang-tulang kepala janin, menggunakan lambanglambang berikut ini:
(a) 0 jika tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat dipalpasi;
(b) 1 jika tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan;
(c) 2 jika tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi masih dapat
dipisahkan;
(d) 3 jika tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan.
Hasil pemeriksaan dicatat pada kotak yang sesuai di bawah lajur air
ketuban.14
C. Kemajuan persalinan
Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan kemajuan persalinan.
Angka 0-10 yang tertera di tepi kolom paling kiri adalah besarnya dilatasi serviks.
Setiap angka/kotak menunjukkan besarnya pembukaan serviks. Kotak yang satu
dengan kotak yang lain pada lajur di atasnya, menunjukkan penambahan dilatasi
sebesar 1 cm. Skala angka 1-5 menunjukkan seberapa jauh penurunan kepala janin.
Masing-masing kotak di bagian ini menyatakan waktu 30 menit. Kemajuan
persalinan meliputi:
(1) Pembukaan serviks, penilaian dan pencatatan pembukaan serviks dilakukan
setiap 4 jam atau lebih sering dilakukan jika ada tanda-tanda penyulit. Saat ibu
berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf hasil temuan dari setiap
pemeriksaan dengan simbol "X". Simbol ini harus ditulis di garis waktu yang sesuai

dengan lajur besarnya pembukaan serviks di garis waspada. Hubungkan tanda "X"
dari setiap pemeriksaan dengan garis utuh atau tidak terputus;
(2) Pencatatan penurunan bagian terbawah atau presentasi janin, setiap kali
melakukan pemeriksaan dalam atau setiap 4 jam, atau lebih sering jika ada tandatanda penyulit. Kata-kata "turunnya kepala" dan garis tidak terputus dari 0-5,
tertera di sisi yang sama dengan angka pembukaan serviks. Berikan tanda "--" pada
garis waktu yang sesuai. Hubungkan tanda " " dari setiap pemeriksaan dengan garis
tidak terputus.
(3) Garis waspada dan garis bertindak, garis waspada dimulai pada pembukaan
serviks 4 cm. dan berakhir pada titik dimana pembukaan lengkap, diharapkan terjadi
laju pembukaan 1 cm per jam. Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai
di garis waspada.6
D. Pencatatan jam dan waktu,
(1) Waktu mulainya fase aktif persalinan, di bagian bawah pembukaan serviks dan
penurunan, tertera kotak-kotak yang diberi angka 1-16. Setiap kotak menyatakan
waktu satu jam sejak dimulainya fase aktif persalinan;
(2) Waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan, dibawah lajur kotak untuk waktu
mulainya fase aktif, tertera kctak-kotak untuk mencatat waktu aktual saat
pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak menyatakan satu jam penuh dan berkaitan
dengan dua kotak waktu tiga puluh menit pada lajur kotak di atasnya ataii lajur
kontraksi di bawahnya. Saat ibu masuk dalam fase aktif persalinan, catat pembukaan
serviks di garis waspada. Kemudian catat waktu aktual pemeriksaan ini di kotak
waktu yang sesuai. Bidan mencatat kontraksi uterus pada bawah lajur waktu yaitu
ada lima lajur kotak dengan tulisan "kontraksi per 10 menit" di sebelah luar kolom
paling kiri. Setiap kotak menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat
jumlah kontraksi daiam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik.
Nyatakan jumlah kontraksi yang terjadi dalam waktu 10 menit menggunakan simbol:
a). bila kontraksi lamanya kurang dari 20 menit;
b) bila kontraksi lamanya 20 menit sampai dengan 40 menit;
c) bila kontraksi lamanya lebih dari 40 menit.
E. Mencatat obat-obatan dan cairan intravena (IV)

Untuk setiap pemberian oksitosin drip, harus mendokumentasikan setiap 30 menit


jumlah unit oksitoksin yang diberikan per volume cairan (IV) dan dalam satuan
tetesan per menit, catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan/atau cairan IV.
F. Kesehatan dan kenyamanan ibu
Ditulis dibagian terakhir pada lembar depan partograf berkaitan dengan kesehatan
dan kenyamanan ibu, meliputi:
(1) Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh, angka di sebelah kiri bagian partograf
berkaitan dengan nadi dan tekanan darah ibu. Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit
selama fase aktif persalinan atau lebih sering jika dicurigai adanya penyulit
menggunakan simbol titik (. Pencatatan tekanan darah ibu dilakukan setiap 4 jam
selama fase aktif persalinan atau lebih sering jika dianggap akan adanya penyulit
menggunakan simbol pencatatan temperatur tubuh ibu setiap 2 jam atau lebih sering
jika suhu tubuh meningkat ataupun dianggap adanya infeksi dalam kotak yang
sesuai.
(2) Volume urin, protein atau aseton, ukur dan catat jumlah produksi urin ibu
sedikitnya setiap 2 jam atau setiap kali ibu berkemih spontan atau dengan kateter.
Jika memungkinkan setiap kali ibu berkemih, lakukan pemeriksaan adanya aseton
atau protein dalam urin.
G. Asuhan, pengamatan, keputusan klinik lainnya
Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan, dan keputusan klinik di sisi luar kolom
partograf, atau buat catatan terpisah tentang kemajuan persalinan. Cantumkan juga
tanggal dan waktu saat membuat catatan persalinan.
Asuhan, pengamatan, dan/ atau keputusan klinik mencakup :
1) Jumlah cairan per oral yang diberikan
2) Keluhan sakit kepala atau penglihatan kabur
3) Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya
4) Persiapan sebelum melakukan rujukan
5) Upaya rujukan

BAB III
LAPORAN KASUS
STATUS IBU HAMIL
Anamnesa Pribadi
Nama

: Ny. M

Umur

: 21 Tahun

Alamat

: Jln. Rakyat Pasar 2, Gg, Nauli

Agama

: Kristen Protestan

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Status

: Menikah

Tanggal masuk

: 26 November 2015

Pukul

: 17.16 WIB.

G PA

: G1 P0 A0

Anamnesa Penyakit
Ny. M, 21 tahun, G1 P0 A1, Nias, Protestan, SLTA, IRT, i/d. Tn. H, 23 tahun, Nias,
Kristen Protestan, SMA, Wiraswasta, datang ke IGD RSPM pada tanggal 26
November 2015 pkl. 17.16 WIB, dengan
Keluhan utama

: Mules - mules mau melahirkan

Telaah

: Hal ini dialami os sejak tanggal 24 November 2015, pukul


14.00 WIB, dirasakan makin lama makin sering. Riwayat
keluar lendir darah (+). Riwayat keluar air dari kemaluan (+).
Buang air kecil dan buang air besar (+) Normal.

Riwayat penyakit terdahulu : Riwayat tindakan terdahulu : Riwayat Haid :


-

HPHT : ?- 02 - 2015

TTP

ANC : Bidan x7

: ?- 11 - 2015

Riwayat persalinan :
1. Hamil ini
Pemeriksaan Fisik
Status Present
Sens

: Compos mentis

Anemia

: (-)

TD

: 110/70 mmHg

Ikterus

: (-)

HR

: 88 x/menit, reg

Cyanosis

: (-)

RR

: 20 x/menit

Dyspnoe

: (-)

Temperatur

: 36,80 C

Oedema

: (-)

Status Obstetrikus
Abdomen

: Membesar asimetris, peristaltik (+) normal

TFU

: 3 jari bpx (34cm)

Terenggang

: Kiri

Terbawah

: Kepala

Gerak

: (+)

HIS

: 2 x 20 / 10

DJJ

: 140 x / menit

EFW

: 3410gr

VT : Cx axial, 4 cm, effacement 80%, Kepala Hodge II


ST : lendir darah (+), air ketuban (-)
Bishop score : 10
Adekuasi panggul :
-Promontorium tidak teraba
-linea innominata teraba 2/3 anterior
-Spina ischiadika tidak menonjol
- Os sakrum cekung
-Os koksigeus mobile
-Arkus pubis tumpul
Kesan: panggul adekuat

USG TAS

Janin Tunggal, Anak Hidup, Presentasi Kepala


Fetal Movement (+), Fetal Heart Rate (+) 140 x/ menit
Biparietal Diameter: 93,3 mm,
Abdominal Circumference: 329 mm
Femur Length :78 mm
Plasenta : Fundal Grade III
Amniotic Fluid Index : 13 cm
Kesan : KDR (38- 40 minggu) , Presentasi Kepala, Anak Hidup

Laboratorium
Tanggal 26 November 2015
Hb/ Ht/ Leu/ T

: 10,3/ 33,8/ 10.450/ 254.000

Diagnosa sementara
PG + KDR (38-40 minggu) + PK + AH + Inpartu
Terapi
IVFD RL 20 gtt/ menit
Rencana
Persalinan Spontan Pervaginam sesuai partograf.

PARTOGRAF

Mulia
26/11/2015

18.00

U
0

U
0

21 tahun
18.00
14.00

1
0

J J JJ J J J
0
Lahir bayi, BB: 3200gr, PB:
49cm

18
03

19
20
04 05

21

22 23

00

01

RL RL RL RL RL RL RL RL RL RL

36,777
7

36,777
7

36,777
7

02

LAPORAN PERSALINAN
Dilakukan PSP pada tanggal 27-11-2015.
-

Pasien dibaringkan di atas meja ginekologi dengan posisi Mc Roberts dengan


infus dan kateter terpasang baik.

Dilakukan pengosongan kandung kemih.

Dengan HIS yang adekuat tampak kepala maju mundur di introitus vagina
kemudian menetap.

Pada HIS yang adekuat berikutnya, ibu dipimpin mengedan kemudian


dilakukan episiotomi mediolateral dengan kepala sebagai hipomoklion lahir
berturut, UUK, UUB, dahi, hidung, mulut dan seluruh kepala.Dengan
pegangan bilateral kepla ditarik ke bawah dan ke atas untuk melahirkan bahu.

Dengan sanggah susur, lengan badan dan kaki dilahirkan.

Lahir bayi perempuan BB 3200 gr, PB 49 cm, AS 8/9, anus (+).

Tali pusat diklem di dua tempat lalu digunting diantaranya.

Dengan PTT plasenta dilahirkan spontan, kesan lengkap.

Evaluasi perdarahan tampak laserasi perineum grade 3/ luka episiotomi.


Dilakukan repair, perdarahan (-).

KU ibu post PSP baik.

Terapi Post PSP


-

IVFD RL 20 gtt/menit

Inj Metergin 1 Amp/ 8jam (hanya 24 jam pertama)

Inj transamin 500 mg / 8 jam

Cefadroxil Tab 3 x 500 mg

Asam mefanamat 3 x 500 mg

B.Comp tab 2x1

ANJURAN

Awasi kontraksi, vital sign, serta perdarahan

Cek darah rutin 2 jam post partum

PEMANTAUAN KALA IV
Jam ( Wib )

07.30

07.45

08.00

08.30

09.00

Nadi /menit

82

82

82

82

82

Tekanan

120/80

120/80

120/80

120/80

120/80

darah(mmHg)
Nafas/menit

18

18

18

18

18

Kontraksi uterus

Kuat

Kuat

Kuat

Kuat

Kuat

Perdarahan (cc)

10

20

25

25

NEONATUS
1. Jenis Kelahiran

: tunggal

2. Tanggal Lahir

: 27 November 2015 pukul 0400 WIB

3. Keadaan Janin

: lahir hidup, sehat

4. Nilai APGAR

: 8/9

5. Bantuan Pernafasan

: tidak ada

6. Jenis Kelamin

: perempuan

7. Berat Badan

: 3200 gram

8. Panjang Badan

: 48 cm

9. Kelainan Bawaan

: tidak ada

10. Trauma

: tidak ada

11. Konsul

: tidak ada

FOLLOW UP
Tanggal
Keluhan

27-11-2015
Tidak ada

utama
Status

Sensorium

: compos mentis

Presens

Tekanan darah

: 120/70mmHg

Frekuensi nadi : 80 x/menit


Frekuensi nafas : 24 x/menit
Temperatur

: 36,8 C

Anemis

: (-)

Ikterik

: (-)

Sianosis

: (-)

Dyspnoe

: (-)

Status

Edema
Abdomen

: (-)
: soepel, peristaltik (+) normal

Lokalisata

Tinggi fundus uteri

: 3 cm di bawah pusat

Perdarahan pervaginam: tidak ada


Lochia : (+) rubra

Diagnosis
Terapi

BAK

: (+)

BAB

: (-)

Flatus

: (-)

ASI
: (-)
Post PSP a/I PBK + NH1
IVFD RL 20 gtt/menit
Inj Metergin 1 Amp/ 8jam (hanya 24 jam pertama)
Inj transamin 500 mg / 8 jam
Cefadroxil Tab 3 x 500 mg
Asam mefanamat 3 x 500 mg
B.Comp tab

BAB IV
ANALISA KASUS
Teori

Kasus

Tanda inpartu terdiri dari adanya Pasien datang dengan keluhan mulesbloody show (lendir darah) dan kontraksi mules mau melahirkan dan keluar
uterus yang sejati.

lendir darah yang dialami pasien sejak


tanggal 24 November 2015 pada pukul

14..00 WIB.
Partus dibagi menjadi 4 kala. Pada pasien ini, keempat kala berhasil
Pada kala I serviks membuka sampai dilakukan dengan baik.
terjadi pembukaan 10 cm. Kala I
dinamakan kala pembukaan. Kala II
disebut pula kala pengeluaran, oleh
karena berkat kekuatan his dan kekuatan
mengedan janin didorong ke luar sampai
lahir. Dalam kala III atau kala uri
plasenta terlepas dari dinding uterus dan
dilahirkan. Kala IV dimulai dari lahirnya
plasenta, pemantauan perdarahan pasca
persalinan dan lamanya 2 jam.
Perdarahan pasca persalinan Pada pasien ini dijumpai laserasi pada
merupakan perdarahan yang melebihi perineum namun berhasil direparasi
500cc.

Etiologi

perdarahan dengan baik.

pascapersalinan sering disebabkan oleh


4Ts yaitu tonus (atonia uteri), tissue
(retensio/sisa plasenta), trauma (laserasi
jalan lahir), dan thrombin (gangguan
pembekuan darah)

BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Seorang pasien Ny.M umur 21tahun, G1P1A0, datang ke IGD RSPM pada
tanggal 26 November 2015 jam 18.16 WIB datang dengan keluhan mules - mules
mau melahirkan. Hal ini dialami os sejak tanggal 24 November 2015, pukul 20.00
WIB, dirasakan makin lama makin sering. Riwayat keluar lendir darah (+). Riwayat
keluar air dari kemaluan (+). Buang air kecil dan buang air besar (+) Normal. Dari
pemeriksaan umum, didapati keadaan umum pasien baik. Pada status lokalisata,
dijumpai fundus uteri pada 3 jari di bawah processus xyphoideus. Pada pemeriksaan
dalam dijumpai pembukaan 4 cm, effacement 80%, bagian terbawah kepala dengan
presentasi vertex. Persalinan spontan pervaginam kemudian dilakukan pada tanggal
27 Januari 2015 pukul 06.00 WIB.
5.2 Permasalahan
Apakah penatalaksanaan sudah tepat waktu?
Sebagai dokter umum sampai sejauh mana penanganan yang harus/ dapat
dilakukan?

DAFTAR PUSTAKA

1. Lumban Tobing, Jenius.,Hamzah Errol., 2012. Standar Pelayanan Medik


Pirngadi General Hospital. Medan: SMF Kebidanan dan Penyakit
Kandungan Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan;1
2. Cunningham, G., dkk., 2005. Persalinan. Obstetri Williams edisi 21. Jakarta:
ECG; 274-275.
3. Cunningham, G., dkk., 2005. Pimpinan Persalinan dan Pelahiran Normal
Obstetri Williams edisi 21. Jakarta: ECG; 337.
4. Keman, K., 2011. Fisiologi dan Mekanisme Persalinan Normal. In: Ilmu
Kebidanan Sarwono Prawirohardjo edisi 4. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 310-314.
5. Wiknjasastro, H., 2006. Fisiologi dan Mekanisme Persalinan Normal. In:
Ilmu Kebidanan edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 180-186.
6. Goldberg, A.E., 2011. Cervical Ripening.
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/263311-overview

[21

November 2015]
7. Bishop, E.H., 1964. Pelvic Score for Elective Induction. Obstet Gynecol
volume 24; 266-268.
8. Tenore, J.L., 2003. Methods for cervical ripening and induction of labor. Am
Fam Physician volume 67; 2123-2128.
9. Mose, J.C., dan Pribadi, A., 2011. Asuhan Persalinan Normal. In: Ilmu
Kebidanan Sarwono Prawirohardjo edisi 4. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 334-347.
10. Wiknjosastro, H., Saifuddin, A.B., Rachimhadhi, T.,2006. Pimpinan
Persalinan. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 192-201.

11. Wiknjosastro, H., Saifuddin, A.B., Rachimhadhi, T.,2006. Puerporium


Normal dan Penanganannya. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 237-245.

Vous aimerez peut-être aussi