Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Pneumonia
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
11
salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang mengenai bagian paru
(jaringan alveoli).
2.2
Etiologi Pneumonia
Diagnosis etiologi pneumonia pada balita sukar untuk ditegakkan karena
umumnya disebabkan oleh virus (Fein, dkk, 2006). Berikut beberapa agent penyebab
terjadinya pneumonia.
2.2.1
Bakteri
1. Streptococcus pneumonia
Streptococcus pneumoniae adalah diplokokus gram-positif. Bakteri ini, yang
sering berbentuk lanset atau tersusun dalam bentuk rantai, mempunyai simpai
polisakarida yang mempermudah penentuan tipe dengan antiserum spesifik.
Organisme ini adalah penghuni normal pada saluran pernapasan bagian atas manusia
dan dapat menyebabkan pneumonia, sinusitis, otitis, bronkitis, bakteremia,
meningitis, dan proses infeksi lainnya. Pada orang dewasa, tipe 1-8 menyebabkan
kira-kira 75% kasus pneumonia pneumokokus dan lebih dari setengah kasus
bakteremia pneumokokus yang fatal; pada anak-anak, tipe 6, 14, 19, dan 23
merupakan penyebab yang paling sering. Pneumokokus menyebabkan penyakit
melalui kemampuannya berbiak dalam jaringan. Bakteri ini tidak menghasilkan
toksin yang bermakna. Virulensi organisme disebabkan oleh fungsi simpainya yang
mencegah atau menghambat penghancuran sel yang bersimpai oleh fagosit. Serum
yang mengandung antibodi terhadap polisakarida tipe spesifik akan melindungi
terhadap infeksi. Bila serum ini diabsorbsi dengan polisakarida tipe spesifik, serum
tersebut akan kehilangan daya pelindungnya. Hewan atau manusia yang diimunisasi
dengan polisakarida pneumokokus tipe tertentu selanjutnya imun terhadap tipe
pneumokokus itu dan mempunyai antibodi presipitasi dan opsonisasi untuk tipe
polisakarida tersebut.
Hemophylus influenza
Hemophylus influenzae ditemukan pada selaput mukosa saluran napas bagian
atas pada manusia. Bakteri ini merupakan penyebab meningitis yang penting pada
anak-anak dan kadang-kadang menyebabkan infeksi saluran napas pada anak-anak
dan orang dewasa. Hemophylus influenzae bersimpai dapat digolongkan dengan tes
pembengkakan simpai menggunakan antiserum spesifik. Kebanyakan Hemophylus
influenzae pada flora normal saluran napas bagian atas tidak bersimpai.
Virus
Setengah kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang
terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bias berat dan kadang
menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).
2.2.3
Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit
pada manusia. Mikoplasma tidak bias diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri,
meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya
berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi
paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah,
bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).
2.2.4
Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
2.3
aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat di saluran nafas bagian atas sama
dengan di saluran nafas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian
sementara
penyebaran
secara
hematogen
lebih
jarang
terjadi
2.4
Faktor Risiko
Di Indonesia, hasil Survei Kesehatan Nasional (SURKESNAS) menunjukkan
bahwa proporsi kematian bayi akibat ISPA 28%. Artinya bahwa dari 100 bayi yang
meninggal 28 disebabkan oleh penyakit ISPA dan terutama 80% kasus kematian
ISPA pada balita adalah akibat pneumonia. Angka kematian akibat pneumonia pada
akhir tahun 2000 diperkirakan sekitar 4,9/1000 balita (Surkesnas, 2001).
Umur
Bayi lebih mudah terkena pneumonia dibandingkan dengan anak balita. Anak
berumur kurang dari 1 tahun mengalami batuk pilek 30% lebih besar dari kelompok
anak berumur anatara 2 sampai 3 tahun. Mudahnya usia di bawah 1 tahun
mendapatkan risiko pneumonia disebabkan imunitas yang belum sempurna dan
lubang saluran pernafasan yang relatif masih sempit. Menurut Daulaire (1991), risiko
untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak berumur dibawah 2 tahun
dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak dibawah 2
tahun belum sempurna dan lumen saluran nafas yang masih sempit.
b.
Jenis kelamin
tubuh antara anak laki-laki dan perempuan. Dari penelitian di Indramayu yang
dilakukan selama 1,5 tahun didapatkan kesimpulan bahwa pneumonia lebih banyak
menyerang balita berjenis kelamin laki-laki (52,9%) dibandingkan perempuan
(Sutrisna, 1993).
c.
Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada
balita umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari penyakit.
Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka diperlukan imunisasi
untuk tetap mempertahankan kekebalan yang ada pada balita. Salah satu pencegahan
untuk mengurangi kesakitan dan kematian akibat pneumonia adalah dengan
pemberian imunisasi. Sekitar 43,1% - 76,6% kematian akibat ISPA yang berkembang
dapat dicegah dengan imunisasi seperti Difteri, Pertusis, dan Campak. Bila anak
sudah dilengkapi dengan imunisasi DPT dan campak, dapat diharapkan
perkembangan penyakit ISPA tidak akan menjadi berat. Sebagian besar kematian
ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi seperti Difteri, Pertusis dan Campak. Maka peningkatan cakupan
imunisasi akan berperan besar dalam pemberantasan ISPA. Dengan imunisasi
campak yang efektif, sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah. Dari
hasil pengamatan selama 58 tahun periode penelitian di Amerika Serikat terhadap
kematian karena pneumonia balita diamati sejak tahun 1939 sampai 1996
menunjukkan vaksinasi campak berperan dalam menurunkan kematian akibat
pneumonia (Sjenileila, 2002).
d.
Imunisasi DPT
Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulnya pneumonia.
Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat dipengaruhi
adanya persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan meningkatkan
kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti pneumonia (Sutrisna, 1993).
Beberapa studi melaporkan kekurangan gizi akan menurunkan kapasitas kekebalan
untuk merespon infeksi pneumonia termasuk gangguan fungsi granulosit, penurunan
fungsi komplemen dan menyebabkan kekurangan mikronutrien (Sunyataningkamto,
2004). Sjenileila Boer (2002) menjelaskan bahwa status gizi mempunyai hubungan
yang bermakna dengan kejadian pneumonia dengan nilai OR: 3,194 (95% CI: 1,5856,433).
g.
Air susu ibu diketahui memiliki zat yang unik bersifat anti infeksi. ASI juga
memberikan proteksi pasif bagi tubuh balita untuk menghadapi patogen yang masuk
ke dalam tubuh. Pemberian ASI eksklusif terutama pada bulan pertama kehidupan
bayi dapat mengurangi insiden dan keparahan penyakit infeksi. Sehingga pemberian
ASI secara Eksklusif selama 6 bulan dapat mencegah pneumonia oleh bakteri dan
virus. Hasil penelitian Naim (2001) di Jawa Barat menjelaskan anak usia 4 bulan 24
bulan yang tidak mendapat ASI Eksklusif menunjukkan hubungan yang bermakna
terhadap terjadinya pneumonia dan memiliki risiko terjadinya pneumonia 4,76 kali
disbanding anak umur 4 bulan-24 bulan yang diberi ASI eksklusif ditunjukkan
dengan nilai statistic OR=4,76 (95% CI: 2,98-7,59).
h.
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai risiko kematian
yang lebih besar dibandingkan dengan bayi berat lahir normal. Hal ini terutama
terjadi pada bulan-bulan pertama kelahiran sebagai akibat dari pembentukan zat anti
kekebalan yang kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi
terutama pneumonia dan penyakit saluran pernafasan lainnya. Hasil penelitian
Herman (2002) di Sumatera Selatan menjelaskan balita yang mempunyai riwayat
berat badan lahir rendah memilki risiko 1,9 kali untuk terkena pneumonia
dibandingkan dengan bayi yang mempunyai riwayat berat badan normal namun efek
tersebut secara statistic tidak bermakna hal ini ditunjukkan dengan nilai OR= 1,9
(95% CI: 0,7-4,9) p=0,175.
i.
Riwayat Asma
sebagai komplikasi dari influenza saat dirawat di rumah sakit. Bayi usia 6 bulan-2
tahun dengan asma mempunyai risiko dua kali lebih tinggi menderita pneumonia.
2.4.2 Faktor Lingkungan
a.
Pendidikan Ibu
Pekerjaan Ibu
Sosial Ekonomi
yang dekat dengan sarana kesehatan mempunyai efek perlindungan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan balita yang jauh dari sarana kesehatan.
2.5
2.5.1
pada
penderita
dengan
daya
tahan
tubuh
lemah
(immunocompromised)
Kriteria yang digunakan dalam tata laksana penderita ISPA adalah balita
dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernafas.
2.5.3
b.
Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan kuat
dinding dada bagian bawah atau nafas cepat
2.
Pneumonia berat: bila disertai nafas sesak yaitu adanya tarikan dinding
bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat anak
diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tidak menangis atau meronta)
b.
c.
Tabel 2.1 Kriteria WHO terhadap Pengobatan pada Usia 2 Bulan Sampai 5
Tahun yang Memiliki Batuk atau Kesukaran Bernafas Sesuai dengan
Klasifikasi Klinis Penderita
Kriteria Pneumonia
Bukan Pneumonia
Pneumonia
Pneumonia Berat
Penanggulangan Pneumonia
2.6.2
rencana aksi global Global Action Plan For The Prevention (GAPP) untuk
pencegahan dan pengendalian pneumonia. Tujuannya adalah untuk mempercepat
kontrol pneumonia dengan kombinasi intervensi untuk melindungi, mencegah dan
mengobati pneumonia pada anak dengan tindakan yang meliputi 1) melindungi anak
dari pneumonia termasuk mempromosikan pemberian ASI Eksklusif dan mencuci
tangan, mengurangi polusi udara didalam rumah, 2) mencegah pneumonia dengan
pemberian vaksinasi, 3) mengobati pneumonia difokuskan pada upaya bahwa setiap
anak sakit memiliki akses ke perawatan yang tepat baik dari petugas kesehatan
berbasis masyarakat atau di fasilitas kesehatan jika penyakitnya bertambah berat dan
mendapatkan antibiotic serta oksigen yang mereka butuhkan untuk kesembuhan.
Upaya pencegahan yang ditujukan untuk mengurangi kesakitan dan kematian
akibat pneumonia antara lain dengan:
1.
2.
Perbaikan gizi keluarga untuk mengurangi malnutrisi sebagai salah satu faktor
risiko terjadinya pneumonia
3.
Peningkatan kesehatan ibu dan bayi baru lahir dengan berat rendah melalui upaya
perbaikan kesehatan ibu dan anak
4.
2.7
Landasan Teori
2.7.1
disebabkan oleh adanya pengaruh faktor penjamu (host), penyebab (agent) dan
lingkungan (environment) yang digambarkan sebagai segitiga. Perubahan dari sektor
lingkungan akan mempengaruhi host, sehingga akan timbul penyakit secara individu
maupun keseluruhan populasi yang mengalami perubahan tersebut. Demikian juga
dengan kejadian penyakit pneumonia yang berhubungan dengan penjamu, lingkungan
dan agent. Pneumonia balita merupakan salah satu penyakit infeksi saluran
pernafasan akut, yaitu terjadi peradangan atau iritasi pada salah satu atau kedua paru,
disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae dan Hemophylus influenza,
dimana merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada penelitian tentang etiologi
pneumonia di negara berkembang.
dibawah ini:
HOST
ENVIRONMENT
PELAYANAN KESEHATAN
STATUS KESEHATAN
LINGKUNGAN
PERILAKU
Keturunan
Faktor yang sulit untuk diintervensi karena bersifat bawaan dari orang tua.
Penyakit yang dapat diturunkan orang tua dan dapat menjadi faktor risiko infeksi
pneumonia adalah penyakit asma.
2.
Pelayanan Kesehatan
Dari hasil penelitian Djaja (2001), menjelaskan bahwa ibu dengan pendidikan
tinggi akan lebih sadar membawa anaknya berobat ke fasilitas kesehatan, tetapi ibu
dengan pendidikan rendah akan lebih memilih anaknya untuk berobat ke dukun dan
mengobati sendiri.
3.
Perilaku
Menurut Depkes RI (2001), semakin banyak jumlah rokok yang dihisap oleh
anggota keluarga semakin besar risiko terhadap kejadian ISPA, khususnya jika
merokok dilakukan oleh ibu bayi.
4.
Lingkungan
Dalam penelitian ini yang berperan sebagai faktor lingkungan meliputi faktor
2.8
Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam peneltian ini dapat dilihat pada Gambar 2.3. berikut
ini :
Variabel Independen
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Variabel Dependen
Faktor Balita:
Status imunisasi campak
Status Imunisasi DPT
Status pemberian vitamin A
Status gizi balita
Pemberian ASI Eksklusif
Berat badan lahir
Riwayat Asma
Faktor Lingkungan:
a. Pendidikan Ibu
b. Pekerjaan Ibu
c. Sosial ekonomi
Pneumonia Balita
Faktor Perilaku:
Kebiasaan Merokok
Faktor Pelayanan Kesehatan:
Pemanfaatan pelayanan kesehatan