Vous êtes sur la page 1sur 27

LAPORAN KASUS

CONGESTIVE HEART FAILURE

Pembimbing :
Dr. Irwin, Sp.PD

Disusun Oleh :
Maria Yosephina
030.11.176

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
Periode 14 SEPTEMBER 21 NOVEMBER 2015

BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. A

Jenis kelamin : Laki-laki


Tanggal lahir : 01/06/1960
Usia

: 55 tahun 4 bulan

Alamat

: Kp. Krajan 1, RT11/RW03, Desa Sampalan, Kecamatan Kutawaluya,

Karawang
Pekerjaan

: Petani

Pendidikan

: SD

Agama

: Islam

Status

: Menikah

No. RM

: 00.60.80.61

Tanggal masuk: 19/10/2015


B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan keluarga
pasien pada tanggal 20 Oktober 2015 pukul 13.00 di ruang rawat inap Rengasdengklok
RSUD Karawang.
Keluhan utama:
Sesak napas sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Riwayat penyakit sekarang:

Awalnya pasien merasa sesak napas sudah 1 bulan namun sesak mulai memberat
sejak 4 hari SMRS. Sesak napas dirasa hilang timbul. Pasien mengaku sesak dan mudah
lelah bila pasien melakukan aktivitas seperti jalan jarak 10 m, seperti dari tempat tidur ke
kamar mandi rumah. Sesak membaik saat pasien beristirahat dan duduk. Pasien mengaku
tidur harus menggunakan dua bantal atau lebih, dikatakan oleh pasien bila tertidur
terlentang dalam posisi datar pasien merasa sesak. Pasien juga mengaku sering ada
bengkak pada kedua kaki yang hilang timbul. Sering terbangun pada saat malam hari karea
sesak disangkal oleh pasien. Suara ngik saat sesak disangkal. Dada berdebar-debar dan
nyeri dada sebelah kiri yang sifatnya menjalar ke punggung dan lengan kiri juga disangkal
oleh pasien. Selain sesak, pasien juga mengeluhkan adanya batuk yang terkadang
mengeluarkan dahak berwarna putih, batuk sering terjadi pada malam hari dan uluhati
terasa nyeri. Mual, muantah, demam disangkal. BAK dan BAB tidak ada keluhan
Riwayat penyakit dahulu:
Pasien mengaku baru pertama kali merasakan hal seperti ini. Pasien juga mengaku
memiliki riwayat darah tinggi namun tidak rutin meminum obat, pasien biasa mendapat
Captopril bila berobat ke Puskesmas. Riwayat gula darah tinggi di sangkal. Riwayat sakit
jantung dan paru disangkal oleh pasien. Asma dan maag juga disangkal. Diakui pasien
memiliki asam urat tinggi. Kolesterol tinggi belum pernah periksa.
Riwayat penyakit keluarga:
Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan
serupa. Riwayat penyakit jantung dan paru dalam kelaurga disangkal. Ayah pasien diakui
memiliki riwayat darah tinggi.
Riwayat kebiasaan:
Pasien mengaku senang makan dengan porsi nasi yang banyak dan makanan
berminyak seperti gorengan yang biasa pasien beli di pinggiran jalan dan juga senang
makan sayur asam. Pasien jarang berolahraga.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 20 Oktober 2015 pukul 13.00 di ruang rawat
inap Rengasdengklok RSUD Karawang.

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis, GCS E4 M6 V5

Status Gizi

: Obesitas I (BB=75 kg, TB=165 cm, BMI=27,55)

Tanda vital
o

Tekanan darah

: 140/80 mmHg

Nadi

: 100x/menit

Pernapasan

: 24x/menit

Suhu

: 36,4C

Kepala

: Normosefali, rambut berwarna hitam keputihan, distribusi merata,


tidak kering dan tidak mudah dicabut, alopecia (-)

Mata

: Konjungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-), pupil isokor


(+)/(+), RCL (+)/(+), RCTL (+)/(+), ptosis (-)/(-)

Telinga, Hidung, Tenggorokan


Telinga :
Inspeksi :
o Preaurikuler : hiperemis (-)/(-)
o Postaurikuler : hiperemis (-)/(-), abses (-)/(-), massa (-)/(-)
o Liang telinga : lapang, serumen (+)/(+), otorhea (-)/(-), membran timpani
intak
Hidung
Inspeksi

: deformitas (-), kavum nasi lapang, sekret (-)/(-), deviasi

septum
Palpasi

(-)/(-), edema (-)/(-), pernapasan cuping hidung (-)/(-)


: nyeri tekan pada sinus maksillaris (-)/(-), etmoidalis (-)/(-),
frontalis (-)/(-)

Tenggorokan dan rongga mulut


Inspeksi
o Lidah
: pergerakan simetris, plak (-), parase (-)
o Palatum mole dan uvula simetris pada keadaan diam dan bergerak, arkus
faring simetris, penonjolan (-)
o Tonsil
: T1/T1, kripta (-)/(-), detritus (-)/(-), hiperemis (-)
o Dinding anterior faring licin, hiperemis (-)
o Pursed lips breathing (-), karies gigi (+), kandidiasis oral (-)

Leher
o
o
o
o
o

Tiroid dan KGB tidak teraba membesar


Dilatasi vena leher
JVP 5+2 cm H2O
Kaku kuduk (-)
Trakea teraba di tengah dan tidak ada deviasi

Thoraks
Paru
o Inspeksi : penggunaan otot bantuan nafas (-)/(-), retraksi sela iga (-/-), bentuk
dada normal, pergerakan kedua paru simetris statis dan dinamis, pola
pernapasan normal
o Palpasi : ekspansi dada simetris, vocal fremitus simetris, pelebaran sela iga (-)/(-)
o Perkusi :
o Sonor pada seluruh lapang paru kiri dan kanan
o Batas paru hati
: pada garis midklavikula kanan sela iga V
o Batas paru lambung : pada garis aksilaris anterior kiri sela iga VIII
o Margin of Isthmus kronig : sonor
o Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (+/+)
Jantung
o Inspeksi
o Palpasi

: pulsasi ictus cordis tidak tampak terlihat


:pulsasi ictus cordis teraba pada ICS V 3 cm di lateral linea

midklavikula sinistra, thrill (-)


o Perkusi
: batas jantung kanan pada ICS III-ICS V linea sternalis dekstra
dengan suara redup, batas jantung kiri pada ICS V 3 jari lateral linea
midklavikula sinistra.
o Auskultasi
: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
o Inspeksi

: cembung, ikterik (-), venektasi (-), smiling umbilicus (-), caput

medusae(-), sikatriks (-).


o Auskultasi
: BU (+)
o Palpasi
: supel, nyeri tekan epigastrium (+), massa (-), Hepatomegali (-),
Splenomegali (-) Ballotement (-)/(-)
o Perkusi
: shifting dullnes (+), nyeri ketok CVA (-)/(-)

Ekstremitas
o Atas
o Bawah

: Akral teraba hangat, sianosis (-), CRT < 2 detik, edema (-)/(-),
deformitas (-).
: Akral teraba hangat, sianosis (-), CRT < 2 detik, edema (+)/(+),
deformitas (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium (19 Oktober 2015)

Parameter
Hematologi
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
Kimia klinik
Ureum
Creatinin
Glukosa darah
sewaktu

Hasil

Nilai Rujukan

13.5 g/dl
6.2 x 103/L
187 x 103/L
41.8 %

12,0-16,0 g/dl
3,80-10,60 x103/L
150-440 x103/L
35,0-47,0 %

16.2mg/dl
1.1mg/dl
122mg/dl

15,0-50,0 mg/dl
0,50-0,90 mg/dl
<140 mg/dl

2. Elektrokardiografi

EKG: irama sinus, HR 70-75x/menit, aksis normal, gel P normal, PR interval 0,16 detik,
QRS kompleks 0,04 detik, R/S V1 >1, S V1+RV5V6 <35, ST depresi di L I, II, aVF (+)

Kesan: suspek hipertrofi ventrikel kanan, iskemik miokardium inferolateral.


E. RESUME
Pasien seorang laki-laki berusia 53 tahun datang dengan keluhan sesak napas yang
memberat sejak 4 hari SMRS. Sesak dipengaruhi aktivitas, seperti bila berjalan 10 m,
membaik bila istirahat dan duduk. Pasien tidur menggunakan 2 bantal atau lebih. Sesak
dipengaruhi posisi. Keluhan disertai batuk, terkadang disertai dahak berwarna putih, nyeri
ulu hati. Pasien juga mengakui beberapa kali kaki bengkak. Pasien juga mengeluh sering
BAK, sering makan, dan sering minum.
Pasien baru pertama kali merasakan seperti ini. Pasien mengaku memiliki riwayat
hipertensi 2 tahun yang lalu, tidak rutin minum obat. Pasien biasa dapat Captopril dari
Puskesmas namun hanya jika pasien berobat. Riwayat asam urat tinggi. Dalam keluarga,
ayah pasien memiliki riwayat hipertensi. Pasien senang makan makanan berminyak dan
makan sayur asam.
Pemeriksaan fisik ditemukan status gizi obesitas I, tekanan darah 140/80 mmHg.
Pada thoraks didapatkan ronkhi +/+, ictus cordis dan batas jantung kiri bergeser di ICS V
3 jari lateral linea midclavikularis. Pada abdomen didapatkan bentuk cembung, ascites +,
shifting dullness +, nyeri tekan epigastrium. Edema tungkai +/+.
Pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan nilai yang bermakna. EKG
didapatkan ST depresi pada L I, II, aVF dengan kesan iskemik miokardium inferolateral.
Skor Farmingham untuk pasien ini :
Kriteria Mayor

Paroxysmal nocturnal dyspnea/ortopnea

(+)

Distensi vena leher

(+)

Ronkhi paru

(+)

Kardiomegali

(+)

Edema paru akut

(+)

Gallop S3

(-)

Peninggian tekanan vena jugularis

(-)

Refluks hepatojugular

(-)

Kriteria Minor

Edema ekstremitas

(+)

Batuk malam hari

(+)

Dispneu deffort

(+)

Hepatomegali

(-)

Efusi pleura

(-)

Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

(-)

Takikardi (>120 x/menit)

(-)

F. DIAGNOSIS
Diagnosis sementara
CHF grade III e.c CAD
Hipertensi stage I
Diagnosis banding
CHF grade III e.c HHD
G. PENATALAKSANAAN
Nonfarmakologis
- Istirahat duduk
- O2 3L/menit
- Diet rendah garam: DASH
Farmakologis
- IVFD NaCl 0,9% 8tpm
- Inj. Lasix 1x1 amp
- Inj. Omeprazole 1x40 mg
- p.o Captopril 3x12,5 mg
- p.o ISDN 10mg 3x1/2 tab
- p.o Clopidogrel 1x75 mg
- p.o Trombo Aspilet 1x80 mg
- p.o Simvastatin 1x20 mg
- p.o Ambroxol syr 3xCI
- p.o Lactulax syr 1xCI
H. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Foto Thorax
- Echocardiography
- Kimia klinik: profil lipid, enzim jantung (CK-MB, Troponin T, BNP)
- Treadmill test
- Kateterisasi jantung
I. PROGNOSIS

Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam

: dubia ad bonam
: dubia ad malam
: dubia ad malam

FOLLOW UP
21 Oktober 2015
S:
O:

Sesak +, gelisah, tidak bisa tidur, batuk +


Kepala dan Leher dbn

TD: 140/80 mmHg

Cor: BJ I-II reg, M , G

N: 90x/menit

Pulmo: Sn Ves +/+, Rh +/+, Wh -/-

RR: 24x/menit

Abdomen: cembung, ascites +, NT -, BU+

T: 37,5C
A:

Extremitas: akral hangat, oedem tungkai +/+ minimal


CHF grade III e.c CAD

P:

Hipertensi stage I
- Istirahat duduk
- O2 3L/menit
- Diet rendah garam
- IVFD NaCl 0,9% 8tpm
- Inj. Lasix 1x1 amp
- Inj. Omeprazol 1x40 mg
- Inj. Levenox 1x0,6cc
- Po Captopril 3x12,5 mg
- Po. ISDN 3x1/2 tab
- Po. Clopidogrel 1x1 tab
- Po. T. Aspilet 1x1 tab
- Po. Simvastatin 1x20mg
- Po. Lactulax syr 1xCI
- Po. Ambroxol syr 3xCI

22 Oktober 2015
S:
O:

Sesak -, nyeri perut +, batuk +, demam +


Kepala dan Leher dbn

TD: 140/90 mmHg

Cor: BJ I-II reg, M , G

N: 100x/menit

Pulmo: Sn Ves +/+, Rh +/+, Wh -/-

RR: 24x/menit

Abdomen: cembung, ascites +, NT seluruh regio, BU+

T: 38,8C
A:

Extremitas: akral hangat, oedem tungkai -/CHF grade III e.c CAD

P:

Hipertensi stage I
- Istirahat duduk
- O2 3L/menit

Diet rendah garam


IVFD NaCl 0,9% 8tpm
Inj. Lasix 1x1 amp
Inj. Levenox 1x0,6cc
Po Captopril 3x12,5 mg
Po. ISDN 3x1/2 tab
Po. Clopidogrel 1x1 tab
Po. T. Aspilet 1x1 tab
Po. Simvastatin 1x20mg
Po. Lactulax syr 1xCI
Po. Ambroxol syr 3xCI
Po. Paracetamol 3x500mg p.r.n

23 Oktober 2015
S:
O:

Keluhan Kepala dan Leher dbn

TD: 170/100 mmHg

Cor: BJ I-II reg, M , G

N: 89x/menit

Pulmo: Sn Ves +/+, Rh +/+, Wh -/-

RR: 24x/menit

Abdomen: cembung, ascites +, NT -, BU+

T: 37,8C
A:

Extremitas: akral hangat, oedem tungkai -/CHF grade III e.c CAD
Hipertensi stage II
- Istirahat duduk
- Diet rendah garam
- IVFD NaCl 0,9% 8tpm
- Inj. Lasix 1x1 amp
- Inj. Levenox 1x0,6cc
- Po. Lasix 2x1 tab
- Po Captopril 3x12,5 mg
- Po. ISDN 3x1/2 tab
- Po. Clopidogrel 1x1 tab
- Po. T. Aspilet 1x1 tab
- Po. Simvastatin 1x20 mg
- Po. Candesartan 1x8mg
- Po. Aminefron 3x1 tab
- Po. Ambroxol syr 3xCII
- Po. Paracetamol 3x500 mg p.r.n
- Acc pulang.

P:

ANALISIS KASUS
Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan jika terdapat 2 kriteria mayor atau 1
kriteria mayor dan 2 kriteria minor kriteria framingham, ditambah dengan pemeriksaan

penunjang. Kriteria framingham terbagi menjadi kriteria mayor dan kriteria minor. Yang
termasuk kriteria mayor yakni: dispneu nokturnal paroksismal atau orthopneu, peningkatan
tekanan vena jugularis, ronki basah tidak nyaring, kardiomegali, edema paru akut, irama
derap S3, peningkatan vena > 16 cm H2O dan refluks hepatojugular. Sedangkan yang
termasuk kriteria minor yakni: edema pergelangan kaki, batuk pada malam hari, dispneu
deffort, hepatomegali, efusi pleura, kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum dan
takikardi (>120x/menit).
Pada pasien ini, dari hasil anamnesis didapatkan adanya sesak nafas, sesak
dipengaruhi oleh aktifitas, selain itu pasien juga lebih nyaman jika berada dalam posisi
duduk. Tidak adanya keluhan-keluhan lain seperti sakit kepala, mual, muntah, bengkak
pada kelopak mata mendukung bahwa sesak yang dialami oleh pasien berhubungan
dengan jantung bukan dari organ yang lain. Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya
perut yang membesar. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan adanya dilatasi vena leher,
ronki basah halus pada kedua basal paru, adanya pelebaran batas jantung, serta adanya
ascites. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas, dapat disimpulkan bahwa
pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis gagal jantung kongestif, karena kriteria
framingham sudah terpenuhi.
Terapi yang diberikan adalah furosemid 1x20 mg, pemberian diuretika ini
bertujuan untuk mengurangi ascites yang ada pada pasien ini dengan mengurangi beban
awal jantung tanpa mengurangi curah jantung. Selain itu, T.Aspilet 80 mg diberikan
sebagai antiagregasitrombus, untuk mencegah terjadinya tromboemboli. Sedangkan
captopril 3x 12,5 mg diberikan untuk menurunkan tekanan darahnya, karena pasien ini
juga menderita hipertensi.

BAB II
TUNJAUAN PUSTAKA

2.1.
Gagal jantung kongestif
2.1.1. Definisi Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung
sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik
secara abnormal.1 Ketika ini terjadi, darah tidak bergerak efisien melalui sistem peredaran
darah dan mulai membuat cadangan, meningkatkan tekanan di dalam pembuluh darah dan
memaksa cairan dari pembuluh darah ke jaringan tubuh. 2 Apabila tekanan pengisian ini
meningkat sehingga mengakibatkan edema paru dan bendungan di sistem vena, maka
keadaan ini disebut gagal jantung kongestif.3
2.1.2. Epidemiologi Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif lebih banyak terjadi pada usia lanjut. 4 Salah satu penelitian
menunjukkan bahwa gagal jantung terjadi pada 1% dari penduduk usia 50 tahun, sekitar
5% dari mereka berusia 75 tahun atau lebih, dan 25% dari mereka yang berusia 85 tahun
atau lebih. Karena jumlah orang tua terus meningkat, jumlah orang yang didiagnosis
dengan kondisi ini akan terus meningkat. Di Amerika Serikat, hampir 5 juta orang telah
didiagnosis gagal jantung dan ada sekitar 550.000 kasus baru setiap tahunnya. Kondisi ini
lebih umum di antara Amerika, Afrika dari kulit putih. 4
Di Amerika serikat gagal jantung merupakan penyakit yang cepat pertumbuhannya.
Pada tahun 2006, prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat sebesar 2,6 % dimana 3,1%
pada laki-laki dan 2,1% pada perempuan.5 Di Eropa (2005) prevalensi gagal jantung
sebesar 2-2,5% pada semua umur, dan pada usia diatas 80 tahun prevalensi gagal jantung
>10%. Di London (1999) sekitar 1,3 per 1.000 penduduk pada semua umur mengalami
gagal jantung dan 7,4 per 1.000 penduduk pada usia 75 ke atas. Di Wales (2008), insidens
gagal jantung pada laki-laki sebesar 10 per 1.000 pada usia 45-54 tahun, 20 per 1.000 pada
usia 55-64 tahun, 40 per 1.000 pada usia 65-74 tahun, 90 per 1.000 pada usia > 75 tahun
dan pada semua umur yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 20 per 1.000 orang. 6
Insidens gagal jantung pada perempuan 10 per 1.000 pada usia 55-64 tahun, 20 per 1.000
pada usia 65-74 tahun, 60 per 1.000 pada usia > 75 tahun dan pada semua umur yang

berjenis kelamin perempuan sebesar 10 per 1.000 orang.5 Di Indonesia pada tahun 2007
jumlah kasus baru kunjungan rawat jalan sebanyak 38.438 orang dengan proporsi 9,88%
dan kunjungan rawat inap sebanyak 18.585 orang dengan proporsi 18,23% sedangkan
Case Fatality Rate (CFR) 13.420 per 100.000. Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan,
jumlah penderita gagal jantung yang dirawat inap pada tahun 2000 sebanyak 75 orang,
kemudian meningkat pada tahun 2001 menjadi 114 orang,dan meningkat lagi pada tahun
2002 menjadi 155 orang.7
2.1.3. Faktor Resiko Gagal Jantung Kongestif
a. Umur
Umur berpengaruh terhadap kejadian gagal jantung walaupun gagal jantung dapat
dialami orang dari berbagai golongan umur tetapi semakin tua seseorang maka akan
semakin besar kemungkinan menderita gagal jantung karena kekuatan pembuluh darah
tidak seelastis saat muda dan juga timbulnya penyakit jantung yang lain pada usia lanjut
yang merupakan faktor resiko gagal jantung.8 Menurut penelitian Siagian di Rumah Sakit
Haji Adam Malik (2009) proporsi penderita gagal jantung semakin meningkat sesuai
dengan bertambahnya usia yaitu 9,6% pada usia 15 tahun, 14,8% pada usia 16-40 tahun
dan 75,6% pada usia >40 tahun.
Jenis kelamin
b.
Pada umumnya laki-laki lebih beresiko terkena gagal jantung daripada perempuan.
Hal ini disebabkan karena perempuan mempunyai hormon estrogen yang berpengaruh
terhadap bagaimana tubuh menghadapi lemak dan kolesterol.
c.

Penyakit Jantung Koroner


Penyakit jantung koroner dalam Framingham study dikatakan sebagai penyebab

gagal jantung 46% pada laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko koroner seperti
diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan
dari gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan
kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal
jantung.8
d. Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan tekanan darah yang
tinggi terus-menerus. Ketika tekanan darah terus di atas 140/80, jantung akan semakin
kesulitan memompa darah dengan efektif dan setelah waktu yang lama, risiko
berkembangnya penyakit jantung meningkat. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung

melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri
dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko
terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia
atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri
berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung.8
e. Penyakit katup jantung
Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik. Penyebab utama
terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regurgitasi mitral dan
regurgitasi aorta menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan
stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload).8
f. Penyakit Jantung Bawaan
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur
jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya
gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan
janin.11 Penyakit jantung bawaan bisa terdiagnosis sebelum kelahiran atau sesaat setelah
lahir, selama masa anak-anak, atau setelah dewasa. Penyakit jantung bawaan dengan
adanya kelainan otot jantung akan mengarah pada gagal jantung.
g. Penyakit Jantung Rematik
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah
suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan,
atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala
sisa dari demam Rematik. Demam rematik akut dapat menyebabkan peradangan pada
semua lapisan jantung. Peradangan endokardium biasanya mengenai endotel katup, dan
erosi pinggir daun katup. Bila miokardium terserang akan timbul nodular yang khas pada
dinding jantung sehingga dapat menyebabkan pembesaran jantung yang berakhir pada
gagal jantung.8
h. Aritmia
Aritmia adalah berkurangnya efisiensi jantung yang terjadi bila kontraksi atrium
hilang (fibrilasi atrium, AF). Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung
dan dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada
penderita hipertensi.8
i. Kardiomiopati
Kardiomiopati merupakan penyakit pada otot jantung yang bukan disebabkan oleh
penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit jantung kongenital, ataupun penyakit katup
jantung. Kardiomiopati ditandai dengan kekakuan otot jantung dan tidak membesar
sehingga terjadi kelainan fungsi diastolik (relaksasi) dan menghambat fungsi ventrikel.8
j. Merokok dan Konsumsi Alkohol

Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko penyakit jantung. Merokok


mempercepat denyut jantung, merendahkan kemampuan jantung dalam membawa dan
mengirimkan oksigen, menurunkan level HDL-C (kolesterol baik) di dalam darah, serta
menyebabkan pengaktifan platelet, yaitu sel-sel penggumpalan darah. Pengumpalan
cenderung terjadi pada arteri jantung, terutama jika sudah ada endapan kolesterol di dalam
arteri. Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung
akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol
yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung
alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 3% dari kasus.8
2.1.4. Etiologi Gagal Jantung Kongestif
Penyebab gagal jantung dapat berupa faktor dari dalam jantung itu sendiri maupun
dari luar. Faktor dari dalam lebih sering karena terjadinya kerusakan-kerusakan yang sudah
dibawa, sedangkan faktor dari luar cukup banyak, antara lain: penyakit jantung koroner,
hipertensi, dan diabetes mellitus. Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal
jantung, yaitu:
a. Gangguan mekanik; beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau
bersamaan yaitu :

Beban volume (volume overload), misal: insufisiensi aorta atau mitral, left to right

shunt, dan transfusi berlebihan


Beban tekanan (pressure overload), misal: hipertensi, stenosis aorta, koartasio

aorta, dan hipertrofi kardiomiopati


Hambatan pengisian, misal: constrictive pericarditis dan tamponade
Tamponade jantung atau konstriski perikard (jantung tidak dapat diastole).
Obstruksi pengisian bilik
Aneurisma bilik dan disinergi bilik
Restriksi endokardial atau miokardial

b.

Abnormalitas otot jantung

Kelainan miokardium (otot): kardiomiopati, miokarditis metabolik (DM, gagal

ginjal kronik, anemia), toksin atau sitostatika.


Kelainan disdinamik sekunder: Deprivasi oksigen (penyakit jantung koroner),
kelainan metabolic, peradangan, penyakit sistemik, dan penyakit Paru Obstruksi
Kronis

b. Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi: misalnya, irama tenang,


fibrilasi, takikardia atau bradikardia ekstrim, asinkronitas listrik.
Tabel 2.1 Penyakit penyebab gagal jantung kongestif
Main cause

Ischemic Heart Disease (35-40%)


Cardiomiopathy expecially dilated (30-34%)

Other cause

Hypertension (15-20%)
Cardiomiopathy undilated: Hypertrophy/Obstructive, restrictive (amyloidosis,
sarcoidosis)
Congenital heart disease (ASD, VSD)
Alcohol ad drugs (chemotherapy-trastuzamab, imatinib)
Hyperdinamic circulation (anemia, thyrotoxicosis, haemochromatosis)
Right heart failure (RV infarct, pulmonary hypertension, pulmonary embolism,
COPD)
Tricuspid incompetence
Arrhythmia (AF, Bradycardia (complete heart block, the sick sinus syndrome))
Pericardial disease (constrictive pericarditis, pericardia effusion)
Infection (Chagas disease)

Perubahan-perubahan yang terlihat pada gagal jantung:12


1
2

Keterangan :
Gambar 1 : Jantung normal.
Gambar 2 :Dinding-dinding jantung menebal, dinding otot jantung menebal untuk
memompa lebih kuat.
Gambar 3 : Dinding jantung merentang dan bilik-bilik jantung membesar, dinding jantung
merentang untuk menahan lebih banyak darah.

2.1.5. Mekanisme Kompensasi pada Jantung

Secara keseluruhan, perubahan yang terjadi pada fungsi jantung yang berhubungan
dengan gagal jantung dapat menurunkan daya kontraktilitas.13 Ketika terjadi penurunan
daya kontraktilitas, jantung berkompensasi dengan adanya kontraksi paksaan yang
kemudian dapat meningkatkan cardiac output. Pada gagal jantung kongestif, kompensasi
ini gagal terjadi sehingga kontraksi jantung menjadi kurang efisien. Hal ini menyebabkan
terjadinya penurunan stroke volume yang kemudian menyebabkan peningkatan denyut
jantung untuk dapat mempertahankan cardiac output. Peningkatan denyut jantung ini
lama-kelamaan berkompensasi dengan terjadinya hipertrofi miokardium, yang disebabkan
peningkatan diferensiasi serat otot jantung untuk mempertahankan kontaktilitas jantung.
Jika dengan hipertrofi miokardium, jantung masih belum dapat mencapai stroke volume
yang cukup bagi tubuh, terjadi suatu kompensasi terminal berupa peningkatan volume
ventrikel.
Gagal jantung kongestif terkompensasi adalah kondisi dengan fraksi ejeksi
rnenurun tetapi curah jantung dapat dipertahankan oleh mekanisme-mekanisme berikut ini
dengan atau tanpa terapi obat.
a. Mekanisme kompensasi sentral termasuk hubungan Frank-Starling dan hipertrofi
ventrikel akibat peningkatan preload atau after-load. Preload seringkali menunjukkan
adanya suatu tekanan diastolik akhir atau volume pada ventrikel kiri dan secara klinis
dinilai dengan mengukur tekanan atrium kanan. Tolak ukur akhir pada stroke volume
adalah afterload. Afterload adalah volume darah yang dipompa oleh otot jantung, yang
biasanya dapat dilihat dari tekanan arteri rata-rata.
b. Mekanisme kompensasi perifer mengakibatkan (1) aktivasi sistem renin-angiotensin,
(2) peningkatan kadar hormon-hormon endogen lokal dan sirkulasi yang bersifat
kontra-regulasi terhadap renin-angiotensin, (3) aktivasi dari sistem saraf simpatis
dengan peningkatan kadar nor-epinefrin serum, (4) redistribusi curah jantung untuk
mompertahankah aliran darah ke jantung dan otak, dan (5) peninggian kadar 2,3-difosfogliserat (DPG).15
2.1.6. Diagnosis Gagal Jantung Kongestif
Tanda serta gejala penyakit gagal jantung dapat dibedakan berdasarkan bagian
mana dari jantung itu yang mengalami gangguan pemompaan darah, lebih jelasnya sebagai
berikut:
a. Gagal jantung sebelah kiri; menyebabkan pengumpulan cairan di dalam paru-paru
(edema pulmoner), yang menyebabkan sesak nafas yang hebat. Pada awalnya sesak
nafas hanya dirasakan saat seseorang melakukan aktivitas, tetapi sejalan dengan

memburuknya penyakit maka sesak nafas juga akan timbul pada saat penderita tidak
melakukan aktivitas. Sedangkan tanda lainnya adalah cepat letih (fatigue),
gelisah/cemas (anxiety), detak jantung cepat (tachycardia), batuk-batuk serta irama
b.

denyut jantung tidak teratur (aritmia).


Gagal jantung sebelah kanan; cenderung mengakibatkan pengumpulan darah yang
mengalir ke bagian kanan jantung. Sehingga hal ini menyebabkan pembengkakan di
kaki, pergelangan kaki, tungkai, perut (ascites) dan hati (hepatomegaly). Tanda lainnya
adalah mual, muntah, keletihan, detak jantung cepat serta sering buang air kecil (urin)
dimalam hari (Nocturia).

Tabel 2.2 Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural (ACC/AHA) atau
berdasarkan gejala, berdasarkan kelas fungsionalnya (NYHA)17
Tahapan Gagal Jantung berdasarkan Beratnya gagal jantung berdasarkan
struktural dan kerusakan otot jantung. gejala dan aktivitas fisik.
Stage Memiliki
risiko
tinggi Kelas Aktivitas fisik tidak terganggu,
A
mengembangkan gagal jantung.
I
aktivitas yang umum dilakukan
Tidak
ditemukan
kelainan
tidak menyebabkan kelelahan,
struktural atau fungsional, tidak
palpitasi, atau sesak nafas.
terdapat tanda/gejala.
Stage Secara
struktural
terdapat Kelas Aktivitas fisik sedikit terbatasi.
B
kelainan
jantung
yang
II
Saat istirahat tidak ada keluhan.
dihubungkan
dengan
gagal
Tapi aktivitas fisik yang umum
jantung, tapi tanpa tanda/gejala
dilakukan
mengakibatkan
gagal jantung.
kelelahan, palpitasi atau sesak
nafas.
Stage Gagal jantung bergejala dengan Kelas Aktivitas fisik sangat terbatasi. Saat
C
kelainan struktural jantung.
III
istirahat tidak ada keluhan. Tapi
aktivitas ringan menimbulkan rasa
lelah, palpitasi, atau sesak nafas.
Stage Secara struktural jantung telah Kelas Tidak dapat beraktivitas tanpa
D
mengalami kelainan berat, gejala
IV
menimbulkan
keluhan.
Saat
Tabel 2.3 Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung
jantung terasa saat istirahat
istirahat bergejala. Jika melakukan
Kriteriagagal
Mayor:
telah
mendapatkan
aktivitas fisik, keluhan bertambah
Dispneawalau
nokturnal paroksismal
atau ortopnea
pengobatan.
berat.
Distensi vena leher
Rales paru
Kardiomegali pada hasil rontgen
Edema paru akut
S3 gallop
Peningkatan tekanan vena pusat > 16 cmH2O pada atrium kanan
Hepatojugular reflux
Penurunan berat badan 4,5 kg dalam kurun waktu 5 hari sebagai respon
pengobatan gagal jantung
Kriteria Minor:
Edema pergelangan kaki bilateral
Batuk pada malam hari
Dyspnea on ordinary exertion
Hepatomegali
Efusi pleura
Takikardi 120x/menit

Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan jika terdapat minimal 1 kriteria mayor dan 2
kriteria minor
2.1.7. Pemeriksaan Penunjang Gagal Jantung Kongestif
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan pada gagal jantung antara lain
adalah: darah rutin, urine rutin, elektrolit (Na & K), ureum & kreatinine, SGOT/PT, dan
BNP. Pemeriksaan ini mutlak harus dilakukan pada pasien dengan gagal jantung karena
beberapa alasan berikut: (1) untuk mendeteksi anemia, (2) untuk mendeteksi gangguan
elektrolit (hipokalemia dan/atau hiponatremia), (3) untuk menilai fungsi ginjal dan hati,
dan (4) untuk mengukur brain natriuretic peptide (beratnya gangguan hemodinamik).

b. Pemeriksaan Foto thoraks


Tabel 2.4 Temuan pada Foto Toraks, Penyebab, dan Implikasi Klinis17
Kelainan
Kardiomegali

Hipertropi ventrikel
Kongesti vena paru
Edema interstisial
Efusi pleura

Garis Kerley B

Penyebab
Dilatasi ventrikel kiri,
ventrikel kanan, atria, efusi
perikard
Hipertensi, stenosis aorta,
kardiomiopati hipertropi
Peningkatan tekanan
pengisian ventrikel kiri
Peningkatan tekanan
pengisian ventrikel kiri
Gagal jantung dengan
peningkatan pengisian
tekanan jika ditemukan
bilateral, infeksi paru,
keganasan
Peningkatan tekanan
limfatik

Implikasi Klinis
Ekhokardiografi, doppler

Ekhokardiografi, doppler
Gagal jantung kiri
Gagal jantung kiri
Pikirkan diagnosis non
kardiak

Mitral stenosis atau gagal


jantung kronis

c. Pemeriksaan EKG
Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian besar
pasien (80-90%), antara lain:19
Gelombang Q yang menunjukkan adanya infark miokard dan kelainan gelombang

ST-T menunjukkan adanya iskemia miokard.


LBBB (left bundle branch block), kelainan ST-T dan pembesaran atrium kiri

menunjukkan adanya disfungsi bilik kiri


LVH (left ventricular hypertrophy) dan inverse gelombang T menunjukkan

adannya stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi


Aritmia jantung

d. Pemeriksaan Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan pengujian non invasif yang paling bermanfaat dalam
membantu menilai struktur dan fungsi jantung. Pemeriksaan ini merupakan baku
utama

(gold standard) untuk menilai gangguan fungsi sistol ventrikel kiri dan

membantu memperkirakan hasil dan kemampuan bertahan kasus gagal jantung.

Tabel 2.5 Temuan Echocardiography pada Gagal Jantung

TEMUAN UMUM

DISFUNGSI
SISTOLIK
Ejeksi fraksi ventrikel
kiri berkurang <45%
Ventrikel kiri membesar
Dinding ventrikel kiri
tipis
Remodelling eksentrik
ventrikel kiri
Regurgitasi ringansedang katup mitral*
Hipertensi pulmonal*
Pengisian mitral
berkurang*
Tanda-tanda
meningkatnya tekanan
pengisian ventrikel*

Ukuran dan bentuk

ventrikel
Ejeksi fraksi ventikel kiri

(LVEF)
Gerakan regional dinding
jantung, synchronisitas
kontraksi ventrikular

Remodelling LV
(konsentrik vs

eksentrik)
Hipertrofi ventrikel kiri
atau kanan (Disfunfsi
Diastolik : hipertensi,
COPD, kelainan katup)
Morfolofi dan beratnya
kelainan katup
Mitral inflow dan aortic
outflow; gradien
tekanan ventrikel kanan
Status cardiac output
(rendah/tinggi)
Keterangan : * Temuan pada echo-doppler.

DISFUNGSI
DIASTOLIK
Ejeksi fraksi ventrikel
kiri normal > 45-50%
Ukuran ventrikel kiri
normal
Dinding ventrikel kiri
tebal, atrium kiri
berdilatasi
Remodelling eksentrik
ventrikel kiri.
Tidak ada mitral
regurgitasi, jika ada
minimal.
Hipertensi pulmonal*
Pola pengisian mitral
abnormal.*
Terdapat tanda-tanda
tekanan pengisian
meningkat.

e. Tes latihan fisik


Tes latihan fisik sering dilakukan untuk menilai adanya iskemia miokard dan pada
beberapa kasus untuk mengukur konsumsi oksigen maksimum (V O2 maks), yaitu kadar
dimana konsumsi oksigen lebih lanjut. VO2 maks merupakan kadar dimana konsumsi
oksigen lebuh lanjut tidak akan meningkat meskipun terdapat peningkatan latihan lebih
lanjut. VO2 maks menunjukkan batas toleransi latihan aerobik dan sering menurun pada
gagal jantung.
f. Kateterisasi jantung
Kateterisasi jantung dilakukan pada semua gagal jantung yang penyebabnya belum
diketahui. Dengan kateterisasi jantung maka dapat diketahui besar tekanan ruang-ruang
jantung dan pembuluh darah serta penentuan besarnya curah jantung.

2.1.8. Penatalaksanaan Gagal Jantung Kongestif


a.

Penatalaksanaan Nonfarmakologis
Tabel 2.6 Topik Keterampilan Merawat Diri yang perlu dipahami penderita Gagal Jantung
Kongestif.
Topik Edukasi

Keterampilan dan Perilaku Perawatan Mandiri

Definisi dan etiologi

Memahami penyebab gagal jantung dan mengana

gagal jantung
Gejala-gejala dan
jantung

keluhan-keluhan timbul
Memantau tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung
Mencatat berat badan setiap hari
Mengetahui kapan menghubungi petugas kesehatan
Menggunakan terapi diuretik secara fleksibel sesuai

Terapi farmakologik

anjuran
Mengerti indikasi, dosis dan efek dari obat-obat

tanda-tanda gagal

digunakan
Mengenal efek samping yang umum obat
Modifikasi faktor risiko Berhenti merokok, memantau tekanan darah
Kontrol gula darah (DM), hindari obesitas
Rekomendasi diet
Restriksi garam, pantau dan cegah malnutrisi, hindari
Rekomendasi olah raga
Kepatuhan
Prognosis

makanan berkoleterol
Melakukan olah raga teratur
mengikuti anjuran pengobatan
Mengerti pentingnya faktor-faktor prognostik dan
membuat keputusan realistik

b.

Penatalaksanaan Farmakologis

1. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEI)


ACEI harus digunakan pada semua pasien dengan gagal jantung yang simtomatik
dan LVEF < 40%. Pasien yang harus mendapatkan ACEI :
LVEF < 40%, walaupun tidak ada gejala.
Pasien gagal jantung disertai dengan regurgitasi
Kontraindikasi yang patut diingat antara lain :
Riwayat adanya angioedema
Stenosis bilateral arteri renalis
Konsentrasi serum kalsium > 5.0 mmol/L
Serum kreatinin > 220 mmol/L (>2.5 mg/dl)
Stenosis aorta berat
2. Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
Pada pasien dengan tanpa kontraindikasi dan tidak toleran dengan ACE, ARB
direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung dan LVEF < 40% yang tetap
simtomatik walau sudah mendapatkan terapi optimal dengan ACEI dan BB, kecuali telah
mendapat antagonis aldosteron.
Pasien yang harus mendapatkan ARB:

Left ventrikular ejection fraction (LVEF)< 40%

Sebagai pilihan lain pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas

fungsional II-IV NYHA) yang tidak toleran terhadap ACEI.


Pasien dengan gejala menetap (kelas fungsionaal II-IV NYHA) walaupun sudah
mendapatkan pengobatan dengan ACEI dan bete bloker.

3. -bloker / Penghambat sekat- (BB)


Alasan penggunaan beta bloker (BB) pada pasien gagal jantung adalah adanya
gejala takikardi dan tingginya kadar katekolamin yang dapat memperburuk kondisi gagal
jantung. Pasien dengan kontraindikasi atau tidak ditoleransi, BB harus diberikan pada
pasien gagal jantung yang simtomatik, dan dengan LVEF < 40%.
Manfaat beta bloker dalam gagal jantung melalui:

Mengurangi detak jantung : memperlambat fase pengisian diastolik sehingga

memperbaiki perfusi miokard.


Meningkatkan LVEF
Menurunkan tekanan baji kapiler pulmonal
Pasien yang harus mendapat BB:

LVEF < 40%


Gejala gagal jantung sedang-berat (NYHA kelas fungsional II-IV), pasien dengan

disfungsi sistolik ventrikel kiri setelah kejadian infark miokard.


Dosis optimal untuk ACEI dan/atau ARB (dan aldosterone antagonis jika

diindikasikan).
Pasien harus secara klinis stabil (tidak terdapat perubahan dosis diuresis). Inisiasi
terapi sebelum pulang rawat memungkinkan untuk diberikan pada pasien yang baru
saja masuk rawat karena gagal jantung akut, selama pasien telah membaik dengan
terapi lainnya, tidak tergantung pada obat inotropik intravenous, dan dapat
diobservasi di rumah sakit setidaknya 24 jam setelah dimulainya terapi BB.

Kontraindikasi :

Asthma (COPD bukan kontranindikasi).


AV blok derajat II atau III, sick sinus syndrome (tanpa keberadaan pacemaker),
sinus bradikardi (<50 bpm).

4. Diuretik
Penggunaan diuretik pada gagal jantung :

Periksa selalu fungsi ginjal dan serum elektrolit.

Kebayakan pasien diresepkan loop diuretik dibandingkan thiazid karena

efektivitasnya yang lebih tinggi dalam memicu diuresis dan natriuresis.


Selalu mulai dengan dosis rendah dan tingkatkan hingga terrdapat perbaikan klinis
dari segi tanda dan gejala gagal jantung. Dosis harus disesuaikan, terutama setelah
berat badan kering normal telah tercapai, hindari risiko disfungsi ginjal dan
dehidrasi. Upayakan untuk mencapai hal ini dengan menggunakan dosis diuretik

serendah mungkin.
Penyesuaian dosis sendiri oleh pasien berdasarkan pengukuran berat badan harian
dan tanda-tanda klinis lainnya dari retensi cairan harus selalu disokong pada pasien
gagal jantung rawat jalan. Untuk mencapai hal ini diperlukan edukasi pasien.
Memulai pemberian spironolakton :

Periksa fungsi ginjal dan elektrolit serum


Pertimbangkan peningkatan dosis setelah 4-8 minggu. Jangan meningkatkan dosis

jika terjadi penurunan fungsi ginjal atau hiperkalemia.


5. Antagonis Aldosteron
Pasien yang seharusnya mendapat antagonis aldosteron :

LVEF < 35%


Gejala gagal jantung sedang- berat ( kelas fungsional III-IV NYHA)
Dosis optimal BB dan ACEI atau ARB

6. Hydralizin & Isosorbide Dinitrat (ISDN)

Pasien yang harus mendapatkan hidralizin dan ISDN berdasarkan banyak uji klinis

adalah sebagai alternatif ACEI/ARB ketika keduanya tidak dapat ditoleransi.


Sebagai terapi tambahan terhdap ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak

dapat ditoleransi.
Manfaat pengobatan lebih jelas ditemukan pada keturunan Afrika-Amerika.
Kontraindikasinya antara lain hipotensi simtomatik, sindroma lupus, gagal ginjal

berat (pengurangan dosis mungkin dibutuhkan).


7. Glikosida Jantung (Digoxin)
Digoksin memberikan keuntungan pada terapi gagal jantung dalam hal :

Memberikan efek inotropik positif yang menghasilkan perbaikan dan fungsi

ventrikel kiri.
Menstimulasi baroreseptor jantung

Meningkatkan penghantaran natrium ke tubulus distal sehingga menghasilkan

penekanan sekresi renin dari ginjal.


Menyebabkan aktivasi parasimpatik sehingga menghasilkan peningkatan vagal

tone.
Pasien atrial fibrilasi dengan irama ventrikular saat istirahat> 80x/menit, dan saat

aktivitas > 110-120x/ menit harus mendapatkan digoksin.


Pasien dengan irama sinus dan disfungsi sistolik ventrikel kiri (LVEF < 40%) yang
mendapatkan dosis optimal diuretik, ACEI atau/ dan ARB, beta bloker dan
antagonis aldosteron jika diindikasikan, yang tetap simtomatis, digoksin dapat

dipertimbangkan.
8. Antikoagulan (Antagonis Vit-K)
Temuan yang perlu diingat :

Pada pasien atrial fibrilasi yang dilibatkan pada serangkaian uji klinis acak,
termasuk pada pasien dengan gagal jantung, warfarin ditemukan dapat mengurangi

risiko stroke dengan 60-70%.


Warfarin juga lebih efektif dalam mengurangi risiko stroke dibanding terapi
antiplatelet, dan lebih dipilih pada pasien dengan risiko stroke yang lebih tinggi,

seperti yang ditemukan pada pasien dengan gagal jantung.


Tidak terdapat peranan antikoagulan pada pasien gagal lainnya, kecuali pada

mereka yang memiliki katup prostetik.


Pada analisis dua uji klinis skala kecil yang membandingkan efektifitas warfarin
dan aspirin pada pasien dangan gagal jantung, ditemukan bahwa risiko perawatan
kembali secara bermakna lebih besar pada pasien yang mendapat terapi aspirin,
dibandingkan warfarin.

2.1.9. Prognosis Gagal Jantung Kongestif


Secara umum, mortalitas pasien gagal jantung rawat inap sebesar 5-20% dan pada
pasien rawat jalan sebesar 20% pada tahun pertama setelah diagnosis. Angka ini dapat
meningkat sampai 50% setelah 5 tahun pasca diagnosis. Mortalitas pasien gagal jantung
dengan NYHA kelas IV, ACC/AHA tingkat D sebesar lebih dari 50% pada tahun
pertama.22

DAFTAR PUSTAKA

1. Suryadipraja, R.M., 2004, Gagal Jantung dan Penatalaksanaannya, dalam


Moehadsjah., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi III. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 976,981-2.
2. O'Brien, Terrence. Congestive Heart Failure. South Carolina: Medical University
of

South

Carolina:

2006.

Available

from

URL:

http://www.emedicinehealth.com/congestive_heart_failure/article_em.htm. Diakses
pada tanggal 4 September 2012.
3. Karim S, Kabo P. 2002. EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit Jantung
untuk Dokter Umum. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
4. O'Brien, Terrence. Congestive Heart Failure. South Carolina: Medical University
of

South

Carolina:

2006.

Available

from

URL:

http://www.emedicinehealth.com/congestive_heart_failure/article_em.htm. Diakses
pada tanggal 4 September 2012.
5. American Heart Association. 2010. Heart Disease And Stroke Statistics -2010
Update. Available from: http://www.americanheart.org. [Accessed September 4
2012].
6. Helth Welsh Survey. 2009. Prevalence of Heart Failure, 1995/95 To 1970/70,
England and Wales, 2008, Wales. Available from: http://www.heartstat.htm.
[Accessed September 3 2012].
7. Silalahi D. 2004. Karakteristik Penderita Gagal Jantung yang Dirawat Inap di RS
Santa

Elisabeth

Medan

Tahun

2002.

Available

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14656/1/09E01271.pdf.

from:
[Accessed

September 3 2012]
8. Mariyono H. 2007. Gagal Jantung. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam, FK Unud/
RSUP Sanglah, Denpasar. 8(3).

Vous aimerez peut-être aussi