Vous êtes sur la page 1sur 7

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik
Hari/tanggal
Waktu
Penyaji
Tempat
A. Latar Belakang
B. Tujuan
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
C. Sasaran
D. Garis Besar Materi
E. Pelaksanaan Kegiatan
No

Waktu

F. Metode
G. Media
H. Pengorganisasian kelompok
Moderator
Penyaji
Fasilitator
Observer
I. Evaluasi
J. Daftar pustaka
Lampiran materi
Lampiran leaflet

1. Definisi Diabetes Melitus

Kegiatan Penyuluhan

Kegiatan Peserta

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak dapat
lagi memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau dapat juga disebabkan oleh
berkurangnya kemampuan tubuh untuk merespon kerja insulin secara efektif. Insulin adalah
hormon yang berfungsi untuk meregulasi kadar gula darah. Peningkatan kadar gula dalam
darah atau hiperglikemia merupakan gejala umum yang terjadi pada diabetes dan seringkali
mengakibatkan kerusakan-kerusakan yang cukup serius pada tubuh, terutama pada sel saraf
dan pembuluh darah (WHO, 2008).
Jenis2 DM
Mengapa bisa terjadi DM
Komplikasinya dan salah satunya pada pengelihatan .

1.4. Retinopati Diabetes


Mekanisme perkembangan mikroangiopati berkaitan dengan perubahanperubahan yang
terjadi pada ultrastruktur, biokimia, dan proses hemostatis. Termasuk ke dalamnya penipisan
lapisan membran kapiler. Beberapa studi menunjukkan bahwa hiperglikemia kronik memiliki
kontribusi dalam menyebabkan terjadinya retinopati diabetes. Retinopati diabetes adalah
penyakit mata yang sering terjadi pada penderita DM. Retinopati diabetik biasanya
berkembang menjadi beberapa tingkatan pada kebanyakan penderita diabetes tipe I dan
sejumlah penderita DM tipe II (Medicastore, 2008). Retinopati diabetes merupakan penyebab
kebutaan yang utama pada kelompok usia kerja di Inggris dan di banyak negara berkembang
lainnya. Peningkatan jumlah pasien DM di dunia akan mendorong retinopati diabetes sebagai
penyebab kebutaan terbesar (Steele, 2008). Retinopati diabetik lebih sering terjadi pada
penderita DM yang tergolong insulin-dependent dibandingkan mereka yang non-insulin
dependent. Walaupun demikian, mengingat jumlah penderita yang tergolong ke dalam noninsulin dependent jauh lebih banyak, yaitu mencapai sembilan kali lebih banyak, maka
jumlah non-insulin dependent yang mengalami retinopati akan lebih banyak (Adam, 2005).

Ada tiga stadium utama pada retinopati diabetes yaitu :


a. Retinopati Nonproliferatif

Retinopati nonprliferatif merupakan stadium awal dari proses penyakit ini. Selama menderita
DM, keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada mata melemah sehingga
dapat menimbulkan tonjolan kecil (mikroaneurisme). Tonjolan ini sangat mudah pecah dan
mengalirkan cairan dan sejumlah protein ke dalam retina sehingga menimbulkan bercak
berwarna abu-abuatau putih. Endapan lemak protein yang berawarna putih kekuningan juga
terbentuk pada retina. Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi penglihatan kecuali cairan
dan protein dari pembuluh darah yang rusak dapat menyebabkan pembengkakan pada pusat
retina (makula). Keadaan ini disebut edema makula, yang dapat memperparah penglihatan
seseorang (Medicastore).
b. Retinopati Praproliferatif
Keadaan ini merupakan lanjutan dari retinopati nonproliferatif dan merupakan pencetus
terjadinya retinopati proliferatif yang cukup serius. Bukti epidemiologi menunjukkan bahwa
10 % - 50 % pasien DM dengan retinopati akan menderita retinopati proliferatif dalam jangka
waktu 1 tahun. Perubahan visual yang terjadi pada stadium ini juga disebabakan oleh edema
makula (Brunner & Suddarth, 2001).
c. Retinopati Proliferatif
Retinopati proliferatif diawali dengan terdapatnya pertumbuhan abnormal pembuluh darah
baru pada permukaan retina sebagai bentuk kompensasi iskemia yang terjadi pada retina.
Pembuluh darah yang abnormal ini mudah pecah sehingga dapat menyebabkan perdarahan
pada pertengahan bola mata, atau sering disebut dengan istilah perdarahan vitreus, yang dapat
menghalangi penglihatan (Steele, 2008). Konsekuensi lain dari perdarahan vitreus ini adalah
terbentuknya jaringan parut fibrosa yang disebabakan oleh reabsorpsi darah ke dalam korpus
vitreus. Jaringan parut ini dapat menarik retina sehingga terjadi pelepasan retina, atau disebut
dengan istilah ablasio retina, dan akhirnya dapat mengakibatkan kebutaan (Brunner &
Suddarth, 2001).

1.5 Faktor Resiko Terjadinya Retinopati Diabetik


a. Lama Menderita DM

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hal ini menjadi indikator dalam mendeteksi adanya
retinopati diabetes. Pasien dengan DM tipe I umumnya akan menunjukkan adanya retinopati
diabetes setelah didiagnosis menderita DM selama 20 tahun (50 %).
b. Kadar Gula Darah
Kadar gula darah juga merupakan faktor resiko yang memiliki peranan penting dalam
perkembangan retinopati diabetes.
c. Pubertas
d. Tipe DM
e. Nefropati
f. Hipertensi
g. Kehamilan
h. Faktor Genetik

1.6 Penatalaksanaan Retinopati Diabetik


Deteksi awal retinopati diabetik dapat membantu mencegah terjadinya kehilangan
penglihatan. Mereka yang menderita DM harus memeriksakan mata pada seorang dokter
mata (oftalmologis) setiap tahun, bahkan bila mereka tidak memiliki keluhan pada mata
sekalipun. Asosiasi Diabetes Amerika (ADA) menyarankan pemeriksaan setahun sekali mulai
dalam 3-5 tahun setelah didiagnosa menderita DM tipe I dan segera setelah didiagnosa
menderita DM tipe II (Medicastore, 2008).
Pada stadium awal retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol kadar gula darah yang baik,
sedangkan pada kelainan yang sudah lanjut hampir tidak dapat diperbaiki hanya dengan
kontrol kadar gula darah karena akan memperburuk keadaan jika dilakukan penurunan kadar
gula darah yang terlalu singkat (UNPAD, 2008 ). Pengobatan lanjutan yang dapat diberikan
yaitu penatalaksanaan diabetes yang baik, mencegah faktor-faktor resiko seperti hipertensi,
dan pengobatan fotokoagulasi khususnya pada mereka dengan retinopati diabetik lanjut.
Diperkenalkannya fotokoagulasi untuk retinopati diabetik sangat mendorong untuk mencegah
kebutaan (Adam, 2005).

2. Ketajaman Penglihatan
2.1 Definisi Ketajaman Penglihatan
Ketajaman penglihatan adalah kemampuan untuk membedakan antara dua titik yang berbeda
pada jarak tertentu (Affandi, 2005).

2.3 Faktor Penyebab Gangguan Ketajaman Penglihatan


Ketajaman penglihatan seseorang dapat berkurang. Hal ini disebabkan antara lain oleh faktorfaktor sebagai berikut:
a. Kuat Penerangan atau Pencahayaan
Mata manusia sensitif terhadap kekuatan pencahayaan, mulai dari beberapa lux di dalam
ruangan gelap hingga 100.000 lux di tengah terik matahari. Kekuatan
pencahayaan ini aneka ragam yaitu berkisar 2000-100.000 di tempat terbuka sepanjang siang
dan 50-500 lux pada malam hari dengan pencahayaan buatan. Penambahan kekuatan cahaya
berarti menambah daya, tetapi kelelahan relative bertambah pula.
b. Waktu Papar
Pemaparan terus menerus misalnya pada pekerja sektor perindustrian yang jam kerjanya
melebihi 40 jam/minggu dapat menimbulkan berbagai penyakit akibat kerja. Yang dimaksud
dengan jam kerja adalah jam waktu bekerja termasuk waktu istirahat. Meskipun terjadi
keanekaragaman jam kerja, umumnya pekerja informal bekerja lebih dari 7 jam/hari. Hal ini
menimbulkan adannya beban tambahan pada pekerja yang pada akhirnya menyebabkan
kelelahan mata (Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat dikutip oleh Wijayanti, 2005).
c. Umur
Ketajaman penglihatan berkurang menurut bertambahnya usia. Pada tenaga kerja berusia
lebih dari 40 tahun, visus jarang ditemukan 6/6, melainkan berkurang. Maka dari itu, kontras
dan ukuran benda perlu lebih besar untuk melihat dengan ketajaman yang sama (Austin,
2003).
d. Kelainan Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea,
cairan mata, lensa, benda kaca, dan panjangnya bola mata. Secara klinik kelainan refraksi

terjadi akibat adanya kerusakan akomodasi visual. Kelainan refraksi yang sering terjadi
adalah miopia, hipermetropia, presbiopia, dan astigmatisma (Sidarta Ilyas, 2004).
e. Katarak
Katarak merupakan salah satu faktor penyebab gangguan ketajaman penglihatan. Katarak
adalah penurunan progresif kejernihan lensa. Lensa menjadi keruh, atau berwarna putih abuabu, dan ketajaman penglihatan berkurang ( Elizabeth J dikutip oleh Wijayanti, 2005).

f. Retinopati Diabetik
Retinopati diabetik merupakan karakteristik lesi yang terdapat pada retina individu yang telah
menderita diabetes melitus selama beberapa tahun. Retinopati diabetik terjadi karena
perubahan sirkulasi vaskular retina yang mengakibatkan oklusi pembuluh darah dan dilatasi.
Hal ini dapat berkembang menjadi retinopati proliferatif dengan pertumbuhan pembuluh
darah baru dan penebalan pada bagian tengah retina. Penebalan retina yang terjadi dapat
secara signifikan mengurangi ketajaman penglihatan (WHO, 2010).
g. Glaukoma
Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak langsung, yang
secara bertahap menyebabkan penglihatan atau pandangan mata semakin berkurang bahkan
dapat menyebabkan kebutaan. Hal ini disebabkan oleh saluran cairan yang keluar dari bola
mata terhambat sehingga bola mata akan membesar sehingga menekan saraf mata yang
berada di belakang bola mata. Akibat penekanan ini saraf mata tidak mendapatkan aliran
darah sehingga saraf mata akan mati (Wikipedia, 2010).
2.4 Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan
Tidak semua orang mempunyai ketajaman penglihatan yang sama. Ketajaman penglihatan ini
dalam istilah kedokteran disebut visus. Ketajaman penglihatan (visus) dipergunakan untuk
menentukan penggunaan kacamata. Visus penderita bukan saja memberi pengertian tentang
optiknya (kaca mata) tetapi mempunyai arti yang lebih luas yaitu memberi keterangan
tentang baik buruknya fungsi mata keseluruhan (Gabriel dikutip oleh Wijayanti, 2005).

Pemeriksaan ketajaman penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan


penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui penyebab kelainan mata yang

mengakibatkan turunnya ketajaman penglihatan (Sidarta Ilyas, 2004). Pemeriksaan ketajaman


penglihatan dapat dilakukan dengan menggunakan kartu Snellen, kartu Cincin Landolt, kartu
uji E, dan kartu uji Sheridan/Gardiner.
2.5 Klasifikasi Ketajaman Penglihatan
Ketajaman penglihatan dan penglihatan kurang dibagi dalam tujuh kategori, yaitu:
1) Penglihatan normal, pada keadaan ini penglihatan mata adalah normal dan
sehat.
2) Penglihatan hampir normal, tidak menimbulkan masalah yang gawat, akan
tetapi perlu diketahui penyebabnya.
3) Low vision sedang, dengan kacamata kuat atau kaca pembesar masih dapat
membaca dengan cepat.
4) Low vision berat, masih dapat berorientasi dan melakukan mobilitas umum
akan tetapi mendapat kesulitan pada lalu lintas dan melihat nomor mobil.
Untuk membaca diperlukan lensa pembesar kuat.
5) Low vision nyata, bertambahnya masalah orientasi dan mobilisasi. Diperlukan
tongkat untuk mengenal lingkungan. Hanya minat yang kuat masih mungkin
membaca dengan kaca pembesar; umumnya memerlukan Braille, radio,
pustaka kaset.
6) Hampir buta, penglihatan kurang dari 4 kaki untuk menghitung jari.
Penglihatan tidak bermanfaat, kecuali pada keadaan tertentu. Harus
mempergunakan alat nonvisual.
7) Buta total, tidak mengenal rangsangan sinar sama sekali. Seluruhnya
tergantung pada alat indera lainnya atau tidak mata (Ilyas, 2004).
Menurut WHO Study Group on The Prevention of Blindness, kelainan pada
penglihatan dibagi atas tiga, yaitu :
1. Blindness (<20/400)
2. Low Vision (20/400-20/70)
3. Normal Vision (20/70-20/15)
Universitas

Vous aimerez peut-être aussi