Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Rahmah Fitri Utami
G1A212042
LEMBAR PENGESAHAN
Textbook Reading
Neuroonkologi : Tumor Medulla Spinalis
Disusun oleh :
Rahmah Fitri Utami
G1A212042
Purwokerto,
November 2013
November 2013
Pembimbing,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada hadirat Tuhan
YangMaha Esa berkat karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
penulisan Textbook Reading (TBR) yang berjudul Neuroonkologi : Tumor
Medulla Spinalis yang menjadi salah satu syarat dalam keikutsertaan ujian
kepanitraan klinik senior Ilmu Penyakit Syaraf RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto. Dalam menyelesaikan penulisan TBR ini, penulis ingin menyatakan
terima kasih kepada:
1. dr. Muttaqien Pramudigdo Sp.S selaku sebagai dokter pembimbing dalam
pembuatan TBR ini.
2. Teman- teman Co-Ass yang ikut dalam kepaniteraan senior Ilmu Penyakit
Syaraf ini.
Penulis selaku manusia juga menyadari adanya kekurangan dalam
penyusunan dan penulisan TBR ini sehingga penulis mengaharapkan kritik dan
saran untuk perbaikan demi kemajuan dan pembaruan TBR ini.
Penulis berharap semoga TBR yang berjudul Neuroonkologi : Tumor
Medulla Spinalis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dalam
pengembangan kemajuan ilmu kedokteran.
Purwokerto,
November 2013
BAB 1
PENDAHULUAN
Jumlah tumor medula spinalis mencakup kira-kira 15 % dari seluruh
neoplasma susunan saraf. Sebagian besar tumor-tumor intradural tumbuh dari
konstituen seluler medula spinalis dan filum terminale, akar saraf atau meningens.
Metastasis ke dalam kompartemen intradural kanalis spinalis jarang terjadi
(paraganglioma, neoplasma melanositik).
Insiden 10 per 100.000 penduduk per tahun . Usia muda dan pertengahan
dewasa mendominasi. Tumor Intrameduler lebih sering pada anak-anak. Tumor
Extrameduler lebih sering pada dewasa. Pada laki-laki dan wanita sama-sama
sering terjadi.
Sebagian besar tumor primer medula spinalis tumbuh pada intradural.
Lokasi tumor medula spinalis : Thorak (50%), lumbal (30%), servikal (20%).
Tumor medula spinalis yang paling sering pada intrameduler adalah
glioma. Tipe lainnya yang sering adalah astrositoma, ependimoma, dan
ganglioglioma, lebih jarang hemangioblastoma dan tumor neuroektodermal
primitif.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Dan Fisiologi Medulla Spinalis
Dari batang otak berjalan suatu silinder jaringan saraf panjang dan
ramping, yaitu medulla spinalis, dengan ukuran panjang 45 cm (18 inci) dan
garis tengah 2 cm (seukuran kelingking). Medulla spinalis, yang keluar dari
sebuah lubang besar di dasar tengkorak, dilindungi oleh kolumna vertebralis
sewaktu turun melalui kanalis vertebralis. Dari medulla spinalis spinalis keluar
saraf-saraf spinalis berpasangan melalui ruang-ruang yang dibentuk oleh
lengkung-lengkung tulang mirip sayap vertebra yang berdekatan (Dickman &
Fehlings, 2006).
Saraf spinal berjumlah 31 pasang dapat diperinci sebagai berikut : 8
pasang saraf servikal (C), 12 pasang saraf thorakal (T), 5 pasang saraf lumbal
(L), 5 pasang saraf sakral (S), dan 1 pasang saraf koksigeal (Co) (Dickman &
Fehlings, 2006).
Selama perkembangan, kolumna vertebra tumbuh sekitar 25 cm lebih
panjang daripada medulla spinalis. Karena perbedaan pertumbuhan tersebut,
segmen-segmen medulla spinalis yang merupakan pangkal dari saraf-saraf
spinal tidak bersatu dengan ruang-ruang antar vertebra yang sesuai. Sebagian
besar akar saraf spinalis harus turun bersama medulla spinalis sebelum keluar
dari kolumna vertebralis di lubang yang sesuai. Medulla spinalis itu sendiri
hanya berjalan sampai setinggi vertebra lumbal pertama atau kedua (setinggi
sekitar pinggang), sehingga akar-akar saraf sisanya sangat memanjang untuk
dapat keluar dari kolumna vertebralis di lubang yang sesuai. Berkas tebal
akar-akar saraf yang memanjang di dalam kanalis vertebralis yang lebih
bawah itu dikenal sebagai kauda ekuina (Dickman & Fehlings, 2006).
Walaupun terdapat variasi regional ringan, anatomi potongan
melintang dari medulla spinalis umumnya sama di seluruh panjangnya.
Substansia grisea di medulla spinalis membentuk daerah seperti kupu-kupu di
bagian dalam dan dikelilingi oleh substansia alba di sebelah luar. Seperti di
otak, substansia grisea medulla spinalis terutama terdiri dari badan-badan sel
saraf serta dendritnya antarneuron pendek, dan sel-sel glia. Substansia alba
tersusun menjadi traktus (jaras), yaitu berkas serat-serat saraf (akson-akson
dari antarneuron yang panjang) dengan fungsi serupa. Berkas-berkas itu
dikelompokkan menjadi kolumna yang berjalan di sepanjang medulla spinalis.
Setiap traktus ini berawal atau berakhir di dalam daerah tertentu di otak, dan
masing-masing memiliki kekhususan dalam mengenai informasi yang
disampaikannya (Dickman & Fehlings, 2006).
Perlu diketahui bahwa di dalam medulla spinalis berbagai jenis sinyal
dipisahkan, dengan demikian kerusakan daerah tertentu di medulla spinalis
dapat mengganggu sebagian fungsi tetapi fungsi lain tetap utuh. Secara umum,
medulla spinalis terdiri dari:
a. Substansia grisea yang terletak di bagian tengah secara fungsional juga
mengalami organisasi.
b. Kanalis sentralis, yang terisi oleh cairan serebrospinal, terletak di tengah
substansia grisea.
c. Tiap-tiap belahan substansia grisea dibagi menjadi kornu dorsalis
(posterior), kornu ventralis (anterior), dan kornu lateralis. Kornu dorsalis
mengandung badan-badan sel antarneuron tempat berakhirnya neuron
aferen. Kornu ventralis mengandung badan sel neuron motorik eferen
yang mempersarafi otot rangka. Serat-serat otonom yang mempersarafi
otot jantung dan otot polos serta kelenjar eksokrin berasal dari badanbadan sel yang terletak di kornu lateralis.
Saraf-saraf spinalis berkaitan dengan tiap-tiap sisi medulla spinalis
melalui akar spinalis dan akar ventral. Serat-serat aferen membawa sinyal
datang masuk ke medulla spinalis melalui akar dorsal; serat-serat eferen
membawa sinyal keluar meninggalkan medulla melalui akar ventral. Badanbadan sel untuk neuron-neuronaferen pada setiap tingkat berkelompok
bersama di dalam ganglion akar dorsal. Badan-badan sel untuk neuron-neuron
eferen berpangkal di substansia grisea dan mengirim akson ke luar melalui
akar ventral (Dickman & Fehlings, 2006).
traktus
spinoserebellaris
dorsalis
berperan
dalam
Ekstra dural
Intradural
Intradural
Chondroblastoma
ekstramedular
intramedular
Ependymoma,
tipe Astrocytoma
Chondroma
myxopapillary
Ependymoma
Hemangioma
Epidermoid
Ganglioglioma
Lipoma
Lipoma
Hemangioblastoma
Lymphoma
Meningioma
Hemangioma
Meningioma
Neurofibroma
Lipoma
Metastasis
Paraganglioma
Medulloblastoma
Neuroblastoma
Schwanoma
Neuroblastoma
Neurofibroma
Neurofibroma
Osteoblastoma
Oligodendroglioma
Osteochondroma
Teratoma
Osteosarcoma
Sarcoma
Vertebral
hemangioma
Tabel 1. Distribusi anatomi dari tumor medulla spinalis berdasarkan gambaran
histologisnya
Insiden
23 %
Ependymoma
13%-15%
Astrositoma
7%-11%
Schwanoma
22%-30%
Meningioma
25%-46%
Lesi vascular
6%
Chondroma/chondrosarkoma
4%
Total
53,7 %
Umur
40-60
Jenis kelamin
> Laki-laki
Lokasi
>lumbal
Meningioma
31,3%
tahun
>perempuan
>thorakal
Ependymoma 14,9%
40-60
Laki-
>lumbal
tahun
laki=perempuan
Tabel 3. Distribusi tumor intradural ekstramedular berdasarkan umur, jenis
kelamin dan lokasi tersering.
Lokasi
Insiden
Thorakal
50%-55%
Lumbal
25%-30%
merupakan
tumor
medulla
spinalis
dan
meningioma.
Berdasarkan
table
3,
schwanoma
F. Gambaran Klinis
Gambaran klinis dari tumor pada aksis spinal tergantung dari fungsi
pada daerah anatomis yang terkena. Tumor medulla spinalis dapat
menyebabkan gejala lokal dan distal dari segmen spinal yang terkena ( melalui
keterlibatan traktus sensorik dan motorik pada medula spinalis) akibat
organisasi anatomik dalam medula spinalis, maka kompresi lesi-lesi diluar
medula spinalis biasanya menimbulkan gejala dibawah tingkat lesi. Tingkat
gangguan
sensorik
naik
secara
berangsur-angsur
bersama
dengan
meningkatnya kompresi, dan melibatkan daerah yang lebih dalam. Lesi yang
terletak jauh didalam medula spinalis mungkin tidak menyerang serabutserabut yang terletak superfisial, dan hanya menimbulkan disosiasi sensorik,
yaitu sensasi nyeri dan suhu yang hilang, dan sensasi raba yang masih utuh.
Kompresi medula spinalis akan mengakibatkan ataksia karena mengganggu
sensasi posisi (Aryan, 2010).
Gambaran klinik pada tumor medulla spinalis sangat ditentukan oleh
lokasi serta posisi pertumbuhan tumor dalam kanalis spinalis.
1. Gejala klinik berdasarkan lokasi tumor
a. Tumor foramen magnum
Gejala awal dan tersering adalah nyeri servikalis posterior yang
disertai dengan hiperestesi dermatom daerah vertebra servikalis 2 (C2).
Setiap aktivitas yang meningkatkan tekanan intrakranial (misal, batuk,
mengedan, mengangkat barang atau bersin) dapat memperburuk nyeri.
Gejala tambahan adalah gangguan sensorik dan motorik pada tangan
dengan pasien yang melaporkan kesulitan menulis atau memasang
kancing. Perluasan tumor menyebabkan kuadraplegia spastik dan
hilangnya sensasi secara bermakna. Gejala lainnya adalah pusing,
disatria, disfagia, nistagmus, kesulitan bernafas, mual dan muntah,
serta atrofi otot sternokleidomastiodeus dan trapezius. Temuan
neurologik tidak selalu timbul tetapi dapat mencakup hiperrefleksia,
rigiditas nuchal, gaya berjalan spastic, palsy N.IX sampai XI, dan
kelemahan ekstrimitas (Dickman & Fehlings, 2006).
b. Tumor daerah servikal
dikacaukan
dengan
nyeri
akibat
intrathorakal
dan
khas lesi yang mengenai daerah sakral bagian bawah (Dickman &
Fehlings, 2006).
e. Tumor kauda ekuina
Lesi dapat menyebabkan nyeri radikular yang dalam.,
kelemahan dan atrofi dari otot-otot termasuk gluteus, otot perut,
gastrocnemius, dan otot anterior tibialis. Refleks APR mungkin
menghilang, muncul gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tandatanda khas lainnya adalah nyeri tumpul pada sakrum dan perineum
yang kadang-kadang menjalar ke tungkai. Paralisis flaksid terjadi
sesuai dengan radiks saraf yang terkena dan terkadang asimetris
(Dickman & Fehlings, 2006).
2. Perjalanan klinis tumor berdasarkan letak tumor dalam kanalis
spinalis
a. Lesi Ekstradural
Perjalanan klinis yang lazim dari tumor ekstradural adalah
kompresi cepat akibat invasi tumor pada medula spinalis, kolaps
kolumna vertebralis, atau perdarahan dari dalam metastasis. Begitu
timbul gejala kompresi medula spinalis, maka dengan cepat fungsi
medula spinalis akan hilang sama sekali. Kelemahan spastik dan
hilangnya sensasi getar dan posisi sendi dibawah tingkat lesi
merupakan tanda awal kompresi medula spinalis (Dickman &
Fehlings, 2006).
b. Lesi Intradural
Lesi medula spinalis ekstramedular menyebabkan kompresi
medula spinalis dan radiks saraf pada segmen yang terkena. Sindrom
Brown-Sequard mungkin disebabkan oleh kompresi lateral medula
spinalis. Sindrom akibat kerusakan separuh medula spenalis ini
ditandai dengan tanda-tanda disfungsi traktus kortikospinalis dan
kolumna posterior ipsilateral di bawah tingkat lesi. Pasien mengeluh
nyeri, mula-mula di punggung dan kemudian di sepanjang radiks
spinal. Seperti pada tumor ekstradural, nyeri diperberat oleh traksi oleh
gerakan, batuk, bersin atau mengedan, dan paling berat terjadi pada
malam hari. Nyeri yang menghebat pada malam hari disebabkan oleh
traksi pada radiks saraf yang sakit, yaitu sewaktu tulang belakang
memanjang setelah hilangnya efek pemendekan dari gravitasi. Defisit
sensorik mula-mula tidak jelas dan terjadi di bawah tingkat lesi (karena
tumpah tindih dermatom). Defisit ini berangsur-angsur naik hingga di
bawah tingkat segmen medula spinalis. Tumor pada sisi posterior dapat
bermanifestasi sebagai parestesia dan selanjutnya defisit sensorik
proprioseptif, yang menambahkan ataksia pada kelemahan. Tumor
yang terletak anterior dapat menyebabkan defisit sensorik ringan tetapi
dapat menyebabkan gangguan motorik yang hebat (Kasim &
Sundgren, 2012).
Tumor-tumor intramedular tumbuh ke bagian tengah dari
medula spinalis dan merusak serabut-serabut yang menyilang serta
neuron-neuron substansia grisea. Kerusakan serabut-serabut yang
menyilang ini mengakibatkan hilangnya sensasi nyeri dan suhu
bilateral yang meluas ke seluruh segmen yang terkena, yang pada
gilirannya akan menyebabkan kerusakan pada kulit perifer. Sensasi
raba, gerak, posisi dan getar umumnya utuh kecuali lesinya besar.
Defisit sensasi nyeri dan suhu dengan utuhnya modalitas sensasi yang
lain dikenal sebagai defisit sensorik yang terdisosiasi. Perubahan
fungsi refleks renggangan otot terjadi kerusakan pada sel-sel kornu
anterior. Kelemahan yang disertai atrofi dan fasikulasi disebabkan oleh
keterlibatan neuron-neuron motorik bagian bawah. Gejala dan tanda
lainnya adalah nyeri tumpul sesuai dengan tinggi lesi, impotensi pada
pria dan gangguan sfingter (Kasim & Sundgren, 2012).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Modalitas utama
dalam
pemeriksaan
radiologis
untuk
mendiagnosis semua tipe tumor medula spinalis adalah MRI. Alat ini
dapat menunjukkan gambaran ruang dan kontras pada struktur medula
spinalis dimana gambaran ini tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan yang
lain (National Collaborating Centre for Cancer, 2008).
adalah
untuk
memperbaiki
kontrol
lokal,
serta
dapat
jaringan
sekitar.
Sebelum
melaksanakan
radioterapi,
harus
mungkin.
Bagaimanapun,
tidak
semua
pasien
dapat
K. Prognosis
Tumor dengan gambaran histopatologi dan klinik yang agresif
mempunyai prognosis yang buruk terhadap terapi. Pembedahan radikal
mungkin dilakukan pada kasus-kasus ini. Pengangkatan total dapat
BAB 3
KESIMPULAN
Tumor medulla spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi
pada daerah cervical pertama hingga sacral. Tumor pada medulla spinalis dapat
dibagi berdasarkan asal tumornya yaitu menjadi tumor primer dan tumor
sekunder. Selain itu, tumor medula spinalis dapat diklasifikasikan berdasarkan
hubungannya dengan menings spinal, yaitu tumor intradural intramedullar, tumor
intradular ekstramedullar dan tumor ekstradural. Gambaran klinik pada tumor
medulla spinalis sangat ditentukan oleh lokasi serta posisi pertumbuhan tumor
dalam kanalis spinalis.
adalah
dengan
pembedahan.
Tujuannya
adalah
untuk
DAFTAR PUSTAKA
Abul-Kasim K, T. M. (2008). Intradural spinal tumors: Current classification and
mri features. Neuroradiology , 50, 30114.
Aryan, H. E. (2010). Spinal Tumors : A Treatment Guide for Patients and Family.
London: Jones and Bartlett Publisher.
Campello C, L. F. (2009). Neuroepithelial intramedullary spinal cord tumors in
adults: Study of 70 cases. American Academy of Neurology Annual
Meeting .
Chamberlain, M. C., & Tredway, T. L. (2011). Adult Primary Intradural Spinal
Cord Tumors: A Review. Curr Neurol Neurosci Rep , 11, 320328.
Cole, J. S., & Patchell, R. A. (2008). Metastatic epidural spinal cord compression.
Lancet , 7, 459-466.
Dickman, C. A., & Fehlings, M. G. (2006). Spinal Cord and Spinal Column
Tumors: Principles and Practice. New York: Thieme Medical Publisher
Inc.
Kasim, A.-K., & Sundgren, P. C. (2012). Intradural Spinal Tumors : Classification,
Symptoms, and Radiological Features. In M. A. Hayat, Tumors of the
Central Nervous System Volume 6 : Spinal Tumors (pp. 19-28). New
York: Springer.
Koeller, K. K., Rosenblum, R. S., & Morrison, A. R. (2000). Neoplasms of the
Spinal Cord and Filum Terminale: Radiologic-Pathologic Correlation.
RadioGraphics , 20, 17211749.
Lonser RR, W. R. (2003). Surgical management of spinal cord
hemangioblastomas in patients with von hippel-lindau disease. J
Neurosurg , 98, 10616.
Muir, C. J. (2011). Management of Spinal Tumors. Journal of The Spinal
Research Foundation , 6 (2), 25-29.
National Collaborating Centre for Cancer. (2008). Diagnosis and management of
patients at risk of or with metastatic spinal cord compression. Cardiff:
National Collaborating Centre for Cancer.
Peker S, C. A. (2005). Spinal meningiomas: evaluation of 41 patients. J
Neurosurg Sci , 49, 711.
Raco A, E. V. (2005). Long-term follow-up of intramedullary spinal cord tumors:
A series of 202 cases. Neurosurgery , 56, 97281.
West of Scotland Cancer Network. (2009). Guidelines for Malignant Spinal Cord
Compression. Scotland: West of Scotland Cancer Network.