Vous êtes sur la page 1sur 20

Atresia Yeyunoileal

Atresia Yeyunoileal
(Masalah Perawatan Pasca operatif)

Hermanto

Divisi Bedah Anak, Departemen Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesi / Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Jakarta, 2008

Dibawakan pada acara ISOCA 2, Jakarta 25 April 2008

Abstrak
Atresia yeyunoileal adalah penyebab utama obstruksi saluran pencernaan pada neonatus,
bersama stenosis, atresia yeyunoileal merupakan kelainan kongenital terbesar yang menyebabkan
obstruksi usus total ( 95 %). Gejala klinik yang sering dijumpai adalah adanya kehamilan
hidramnion, muntah hijau, distensi abdomen, ikterik, dan kegagalan keluarnya mekonium hari
pertama setelah lahir.
Pemeriksaan foto polos abdomen, terdapat distensi lambung, sedikit gelembung udara, dan tidak
adanya bayangan udara di bagian distal abdomen, Sedangkan untuk atresia bagian distal, lebih
banyak lagi gambaran air fluid levels. Pada pemeriksaan dengan kontras barium enema akan
tampak gambaran mikrokolon.
Dilaporkan serial kasus atresia yeyenum dan ileum, Kasus pertama dengan diagnosis atresia
yeyenum multiple ( tipe IV ), dilakukan reseksi anastomosis side to side, masalah dalam
perawatan, pasien mengalami distensi berulang. Kasus ke dua dengan diagnosis atresia ileum
(tipe I), dilakukan reseksi dan eksteriorisasi prosedur Santulli. Pasien memerlukan waktu lama di
perawatan intensif karena masalah penyerapan usus. Kasus ke tiga, pasien lahir prematur, dengan
atresia ileum apple-peel ( tipe III b ), dilakukan reseksi atresia dan ileokolostomi double barrel,
masalah dalam perawatan penderita mengalami sepsis, gagal tumbuh. Kasus ke empat, pasien
dengan atresia yeyenum ( tipe II ), dilakukan reseksi dan eksteriorisasi bouble barrel, pasien
meninggal karena kelainan kongenital multiple.
Masalah perawatan pasca operatif pada neonatus dengan kelainan usus, sepsis dan gagal tumbuh,
membutuhkan perawatan yang khusus oleh beberapa ahli yaitu ahli bedah anak, neonolog, ahli
gizi anak, sehingga memperoleh hasil yang optimal.
Kata kunci : atresia yeyunoileal, tipe atresia, perawatan pasca operatif.

Abstract
Jejunoileal atresia is a major cause of neonatal intestinal obstruction. Stenosis and Atresia
jejunoileal refers to a intestine congenital obstructions caused by complete occlusion of the
intestinal lumen ( 95 % of cases ). Clinical presentation jejunoileal atresia include maternal
polyhydramnions, bilious vomiting, abdominal distention, jaundice and failure to pass meconium
on the first day of live.
Proximal jejunal atresia often present with gastric distension, few air fluid levels a evident with
no apparent gas in the lower part of the abdomen. The more distal the atresia, demonstrate
more air fluid levels. A barium enema may be used to define a microcolon.
We reported serial cases jejunal and ileal atresia. First case, multiple jejunal atresias ( type
IV ), underwent resection and side to side anastomosis, the postoperative problem was
functional intestinal obstruction. Second case, ileal atresia membranous ( type I ), underwent
resection of the atretric ileal segment and exteriorization Santulli procedure. The patient need
long term postoperative treatment in neonatal intensive care unit caused by malabsorption
problems. Third case, preterm neonate, apple peel atresia ( type IIIb), underwent resection the
atretic segment and double barrel ileal-colostomy, with postoperative sepsis and failure to thrive
problems. Fourth case, jejenal atresia type II, underwent resection and double barrel
exteriorization, early death cause by multiple congenital anomaly.
Postoperative care problems, neonates with intestinal inadequacy, sepsis, and failure to thrive,
require careful follow-up care with pediatricsurgeons, neonatologists and dietitians to optimize
results.
Key word : jejunoileal atresia, type atresia, post operative care

Pendahuluan

Atresia yeyunoileal adalah obstruksi usus halus kongenital yang menyebabkan obstruksi total
lumen usus, merupakan penyebab utama obstruksi usus pada neonatus yaitu sekitar 95 %
obstruksi usus halus.1-5 Dalam dua dekade terakhir ini, dengan berkembangnya : pengetahuan
tentang etiologi, diagnostik, anastesi pediatri, teknik operasi, perawatan perioperatif, dan
dukungan nutrisi, menyebabkan peningkatan harapan hidup yang signifikan.2

Insiden atresia yeyunoileal sekitar 1 : 1500 kelahiran hidup, laki laki dan perempuan mempunyai
perbandingan yang sama. Terdapat beberapa teori mengenai atresia yeyunoileal, menurut
Tandler ( tahun 1900 ), atresia berhubungan dengan kegagalan rekanalisasi pada stadium solid
perkembangan usus. 1-4
Walaupun atresia, sering terdapat pigmen empedu, sisa epitel, rambut lanugo dibagian distal
atresia, hal ini terjadi setelah fase rekanalisasi selesai antara minggu ke 11 sampai 12, cairan
empedu dan usus telah disekresi. Pada periksaan otopsi, ditemukan kurangnya jumlah arkade
pembuluh darah mesenterial pada daerah atresia, hal ini menguatkan adanya keterlibatan etiologi
yang lain, yaitu kerusakan pembuluh darah mesenterium pada akhir massa intrauterin seperti :
volvulus, invaginasi, hernia interna, dan penekanan pembuluh mesenterium saat penutupan defek
omphalokel atau gastroskisis.

1,2

De Lorimier mencatat kejadian infark usus sekitar 42%, Nixon

dan Tawes : peritonitis intrauterin terdapat 48%, sedangkan volvulus 34% yang mengakibatkan
atresia yeyunoileal. Murphy melaporkan akibat hernia interna hanya 5%. Atresia akibat
umbulical clamping pada kasus omphalokel dilaporkan Vassy dan Boles. Pada kasus gastroskisis
dilaporkan Landor dkk, terjadi pada saat penutupan defek dinding abdomen yang sangat ketat,

menyebabkan penekanan pembuluh darah mesenterika sekitar 2 %, sedangkan pada kasus


gastroskisis sendiri atresia yeyunoileal dapat terjadi sekitar 10 25 %. Sangat jarang atresia
yeyunoileal bersamaan dengan terjadinya atresia ditempat lain. Beberapa laporan kasus lainnya
atresia yeyunoileal terjadi karena kelainan kromosom, immunodeficiency agammaglobulinemia,
Defisiensi sel kerusakan fungsi sel T. Ibu perokok berat dan pemakaian obat obat
vasokostriktor selama kehamilan.1

Tanda dan gejala klinik

Terjadi pada kehamilan polihidramnion, neonates muntah berwarna hijau, distensi abdomen,
jaundis, dan kegagalan pengeluaran mekoneum pada hari pertama kelahiran.
Polihidramnion terdapat 24% kasus, 38 % diantaranya pada atresia yeyenum proksimal.muntah
hijau pada 84% kasus,1,2,6,7,8 hampir seluruhnya dengan distesi abdomen. Jaundis terjadi sekitar
32 % akibat obstruksi usus halus, dihubungkan dengan peningkatan bilirubin indirek.

Pemeriksaan Radiologi

Ultrasonografi (USG) prenatal, terdapat polihidramnion, obstruksi usus halus yang dihubungkan
dengan atresia, volvulus dan peritonitis mekonium. Terdapat gambaran distensi usus multiple dan
peristaltik yang kuat. Hanya 42% diagnostik prenatal yang tepat ditemukan saat pos natal.
Pemeriksaan dengan magnetic resonance imaging (MRI) lebih akurat dibandingkan USG.1,3,6
Pemeriksaan foto polos abdomen, baik supine maupun tegak, pada atresia yeyenum bagian
proksimal akan ditemukan gambaran beberapa gelembung usus ( 3 sampai 5 bayangan udara

cairan ), bagian distal atresia tidak tampak bayangan udara. Makin distal atresia bayangan udara
lebih banyak, abdomen lebih diatensi. Apabila terdapat gambaran kasifikasi ( 12% kasus )
menunjukan adanya peritonitis mekonium, sebagai akibat adanya perforasi intrauterin. Bila
terdapat kalsifikasi intraluminal ( mummification ) menunjukan adanya volvulus antenatal.1
Enema barium dikerjakan oleh ahli radiologi yang berpengalaman dan hati hati pada kasus
obstruksi pada bayi dan neonates. Kontras enema untuk menentukan : 1. Dilatasi usus halus atau
kolon, karena pada neonates kolon sulit dibedakan dnegan usus halus, akibat belum adannya
haustra, 2. Adanya mikrokolon, 3. Menentukan lokasi sekum akibat kelainan rotasi dan fiksasi.
Mikrokolon menunjukan sedikitnya succus entericus yang melalui bagian distal atresia
yeyunoileal, kaliber kolon yang tidak digunakan akan kecil. Pada kondisi yang sangat jarang
kolon mempunyai kaliber normal bila atresia terjadi beberapa saat menjelang kelahiran.1,2

Diagnosis diferensial

Beberapa kasus yang mirip dengan atresia yeyunoileal antara lain, malrotasi dengan atau
tanpa volvulus, ileus mekonium, duplikasi intestinal, hernia internal, atresia kolon, ileus paralisis
karena sepsis dan aganglionik kolon total.1

Pemeriksaan patologi

Perbadingan antara atresia yeyenum sedikit lebih sering dibandingkan atresia ileum, atresia
yeyenum proksimal 31%, yeyenum distal 20%, ileum proksimal 13% dan ileum distal 36%.
Klasifikasi yang biasa digunakan saat ini menurut Louw (1979) 7 (springer)

Stenosis

Tipe II,fibrosis

Tipe IIIb,apple peel

Tipe I,mukosa,membran

Tipe IIIa,bentuk V

Tipe IV, atresia multipel

Tindakan
Preoperatif :
Evaluasi awal, neonates di masukan ke inkubator untuk penghangatan, posisi kepala lebih tinggi
dari badan, dipasang selang orogastrik (OGT), aspirasi cairan lambung untuk dekompresi dan
melihat adanya cairan empedu.1,2,3
Dilakukan perhitungan cairan yang ketat, bila dehidrasi dilakukan rehidrasi, balance cairan,
pemberian antibiotik.
Berat badan ditimbang dan periksa darah perifer lengkap, analisa gas darah, kimia darah dan
elektrolit.

Operasi

Pilihan operasi pada atresia yeyunoileal tergantung pada penemuan kelainan intra operatif dan
kondisi pasien. Dipertahankannya segmen distal atresia yang dilatasi akan mengakibatkan
obstruksi fungsional bila dilakukan anastomosis pada segmen tersebut. Nixon melaporkan
dilatasi segmen proksimal atretrik akibat hipertrofi otot polos usus halus dan pembesaran
diameter usus. Segmen ini menyebabkan peristaltik yang tidak efektif dan kegagalan fungsi
karena tekanan nyang lemah setelah operasi sehingga terjadi obstruksi kronik berulang. Pada
percobaan binatang terjadi perubahan pada enteric nervous system.

Pada kondisi dimana

segmen proksimal yang panjang, dapat dilakukan reseksi segmen dilatasi dan anastomosis end to
side ke segmen distal akan mengurangi komplikasi dan hasil operasi baik. Bila panjang segmen
proksimal atresia terlalu pendek dapat dilakukan tapering jejunoplasty. Banyak pendapat yang

pro dan kontra mengenai tapering ini, karena dapat menyebabkan perforasi dan terlepasnya
jahitan bila terjadi dilatasi berulang. Pada keadaan atresia dekat ligamentum Treitz dilakukan
duodenektomi lateral dan duodenoyeyunostomi. Bila atresia mengenai ileum terminal dapat
dilakukan anastomosis ileoasenden, dengan kerugian besar karena hilangnya valvula
Bauhini.1,2,8,9,10
Apabila kondisi umum dan lokal abdomen neonates tidak memungkinkan dilakukan nastomosis
langsung, seperti pada perforasi, peritonitis mekonium dan perdarahan segmen usus yang
meragukan, dapat dilakukan prosedur eksteriorisasi, yang paling cepat dikerjakan adalah stoma
double-barrel keuntungan prosedur ini, dapat menilai langsung viabilitas usus, prosedur lainnya :
stoma dengan anastomosis side to side ( modifikasi Mikulitcz ), Bishop-Koop ( distal stoma),
Santulli ( proksimal stoma ) dan Rehbein ( tube ). Masalah selanjutnya pada penggunaan stoma
adalah masalah perawatan stoma, kulit stoma dan penggunaan nutrisi parenteral total.1,8,9

Perawatan pasca operasi

Setelah operasi pasien langsung dibawa ke ruangan intensif neonatus ditempatkan di inkubator
untuk menjaga kehangatan, kelembaban dan monitoring ketat suhu ruangan. Kepala pada posisi
300. Pemberian cairan, nutrisi dan elektrolit, monitoring ketat cairan termasuk produksi OGT dan
urine. Vitamin B dan C juga diperlukan untuk mempercepat penyembuhan luka. Monitor kadar
gula darah, keseimbangan asam basa, dan kadar birubin serum untuk memonitor hipoglikemia,
asidosis dan ikterus.1,3,8
Adaptasi usus terjadi bila terdapat hipertropi vili, hiperplasi sel mukosa, penebalan dinding usus
dan peningkatan diameter usus.

Peristaltik usus terjadi bila terdapat pergerakan spontan, cairan gaster jernih dan minimal pada
OGT, OGT dapat diangkat, dimulai pemberian clear liquids, Pada neonatus dibutuhkan 120
kalori/KgBB/hari pada masa pertumbuhan. Intoleransi laktosa sering ditemukan bila terdapat
reseksi usus yang panjang. Malabsorbsi dan diare terjadi pada pasien dengan short bowel
syndrome

1,2

, termasuk reseksi valvula Bauhuni. Susu formula yang mengandung lemak rantai

panjang harus dihindari pada pasien ini dan diganti dengan trigliserida rantai medium atau casein
hydrolysate , karbohidrat bebas dan unsur yang mudah diserap diperlukan pada kasus ini. Bila
formula di atas tidak ditoleransi, TPN dengan kalori tinggi harus diberikan melalui akses vena
dalam ( long line ) . pemberian TPN diberikan untuk mencegah pasien menjadi malnutrisi pada
kasus yang diberikan dalam jangka waktu panjang sampai fungsi dan adaptasi saluran
pencernaan baik.adalah kelainan
Pemberian TPN dalam waktu lama menyebabkan kolestasis, kelainan hepar dan gagal hepar.1,2

Mortalitas dan morbiditas

Penyebab utama kematian awal pada atresia yeyunoileal adalah berhubungan dengan infeksi
pneumonia, peritonitis dan sepsis. Komplikasi yang signifikan pasca operasi adalah obstruksi
fungsional pada anastomosis dan kebocora anastomosis. Faktor faktor kongenital lainnya,
distress pernapasan, prematuritas, short bowel syndrome, obstruksi usus pasca operasi.
Atresia yeyenum angkat survival 58%, sedangkan atresia ileum mencapai 75%.
Mortalitas pada atresia multiple 57%, atresia tipe 3 b mencapai 71%, atresia dengan ileus
mekonium 65%, peritonitis mekonium 50% dan gastroskisis mencapai 66%.1,3

Nixon dan Tawes ( 1971 ) mengelompokan pasien dengan 3 grup, A bayi berat lahir lebih dari 5,5
pon, tidak ada kelainan yang signifikan, B bayi berat lahir 4,0 5,5 pon dengan kelainan moderat
dan C bayi berat lahir kurang dari 4,0 pon dengan kelainan bawaan yang berat. Dengan
berkembangan perawatan intensive untuk neonatus, pemberian nutria yang baik termasuk
pemberian melalui akses vena dalam, saat ini bayi dengan lahir premature , bukan lagi menjadi
factor yang paling berpengaruh meningkatkan mortalitas.
Angka harapan hidup atresia yeyunoileal dalan 2 dekade terakhir meninggkat, bila pada tahun 70
an hanya 62 % tahun 2004 mencapai 87 %.

Penderita dengan reseksi usus halus bagian tengah lebih baik prognosisnya dibandingkan dengan
reseksi valvula Bauhuni. Tidak adanya valvula Bauhuni dan ileum terminal maka 1.malabsorpsi (
lemak, garam empedu, vitamin B12, kalsim dan magnesium), 2. Diare, 3. Proliferasi jumlah
bakteri pada usus halus.

Kasus I,
Bayi laki laki, aterm, lahir spontan, Apgar skor 9/10, Berat badan lahir (BB) 2500 gram, Panjang
Badan lahir (PB) 45 cm. Saat usia 12 jam penderita muntah hijau, bayi masih aktif, dari ruang
perawatan gabung kemudian pasien dirawat di perinatologi. Pemeriksaan fisik: tidak sesak,
masik aktif, frekuensi jantung 124 x/menit, pernafasan 40 x/menit, suhu 37 0C, saturasi 97%,
sampai usia 2 hari belum keluar mekonium. Jantung dan paru paru tak ada kelainan, abdomen
tidak distensi, tidak tampak kontur atau peristaltik usus, tanda kemerahan di umbilukus dan
genital eksterna tidak ada, lubang anus (+), belum keluar mekonium. Laboratorium :
Hemoglogin 12,8, Lekosit 6600, Trombosit 182000,Natrium 138, Kalium 4,5, Pemeriksaan
radiologi : USG prenatal : polihidramnion,

Foto polos abdomen :

Gambar 1a, Tampak beberapa bubble yang besar, kesan dari obstruksi yeyenum proksimal
Pasien didiagnosis : obstruksi usus setinggi yeyenum ( atresia yeyenum ), dilakukan laparotomi
eksplorasi, ditemukan atresia yeyenum multipel, terdapat dua belas atresia, ( tipe IV), string of
sausages

Gambar 1 b. Tampak atresia multipel proksimal yeyenum, dengan 12 segmen atretik.


Dilakukan reseksi pada bagian atresia multipel, karena panjang usus halus ke distal masih
panjang, sedangkan segmen proksimal yang dilatasi, hanya berjarak 20 senti meter, diputuskan
anastomosis side to side. Dilakukan pengaman anastomosis dengan gastrostomi.

Masalah pasca operasi, obstruksi usus berulang (segmental paralitik) karena segmen proksimal
atretik dilatasi, segmen distal kalibernya kecil. Dalam perawatan penderita juga mengalami
pengentalan dan statis cairan empedu, sehingga ikterik. Dua bulan dalam perawatan pasien
dalam kondisi baik, obstruksi menghilang, tidak ikterik, berat badan bertambah.

Kasus II,
Bayi laki laki, anak ke tiga, lahir spontan, cukup bulan, BBL 3300 gram, PB 48 cm, datang
dengan keluhan perut kembung, mekonium belum keluar sampai usia tiga hari. Perut mulai
kembung, disertai muntah hijau. Penderita dibawa ke RSCM pada usia satu minggu.
Pemeriksaan fisik, tampak lemah, mata cekung, jantung dan paru paru tidak ada kelainan,
abdomen : buncit, tidak tampak kontur dan pergerakan usus, bisng usus (+) meningkat.
Pemriksaan laboratorium Hemoglobin 14, lekosit 9900, trombosit 141 000, Natrium 139, Kalium
3,5.
Pemeriksaan foto barium enema :

Gambar 2a, kesan mikrokolon


Pasien didiagnosis atresia ileum

Gambar 2b, atresia ileum dengan jaring fibrotik diantaranya ( tipe II )


Dilakukan laparotomi, didapatkan atresia ileum tipe II, dilakukan reseksi eksteriorisasi prosedur
Santulli, karena diameter segmen proksimal dan distal 8 :1, Dalam perawatan di perinatologi,
pasien mengalami diare karena masalah penyerapan usus, sehingga produksi stoma high out put,
gizi buruk. Setelah dua bulan dalam perawatan, setelah berat badan naik, produksi stoma tidak
high out put, buang air besar di anus lebih banyak, dilakukan penutupan stoma, pasien
dipulangkan setelah kondisi baik.

Kasus III,
Pasien bayi laki laki, usia 5 hari, lahir prematur, spontan, ditolong bidan, BBL 1100 gram, BL 38
cm, tidak pernah ke luar mekonium, perut kembung dan muntah berwarna hijau. Pasien langsung
dibawa ke RSCM. Pemeriksaan fisik : tidak aktif, Frekuensi jantung 134 x /menit, Frekunesi
pernapasan 36 x/menit, suhu 37,50C. Jantung danparu paru tak ada kelainan, abdomen : buncit,
kulit kemerahan (-), kontur usus tidak tampak, bising usus meningkat. Laboratorium tak ada
kelainan.
Pemeriksaan radiologi :

Gambar 3 a dan b, tampak bayang udara ( bubble 4-5 buah )

Pasien didiagnosis sebagai atresia yeyenum


Dilakukan laparotomi, ditemukan atresia yeyenum apple peel ( tipe IIIb ).

Gambar 3c, tampak segmen atretik proksimal dilatasi, segmen distal kecil seperti kupasan
kulit apel ( apple peel )

Dilakukan prosedur santulli, dengan panjang segmen proksimal 20 cm dari ligamentum Treitz,
pada bagian yang apple peel dilakukan fiksasi ke dinding posterior abdomen, bagian ini
merupakan panjang seluruh usus halus.

Dalam perawatan penderita mengalami sepsis dan gagal tumbuh. Penderita mengalami
pemasukan cairan yang sulit, karena kesulitan akses vena. Dalam dua bulan perawatan berat
badan bisa naik sampai 1600 gram.

Kasus IV,
Bayi ambigous genital, anak ke empat, seksio sesaria, letak lintang, usia kehamilan delapan
bulan, BB 1600 gram, PB 45 cm, usia empat hari belum keluar mekonium, perut kembung dan
muntah hijau. Pasien tidak diketahui jenis kelaminnya. Pemeriksaan fisik : kurang aktif,
Frekuensi jantung 138 x /menit, Frekunesi pernapasan 32 x/menit, suhu 36,9 0C. Jantung ; bunyi
1-2 murni, murmur (+), gallop ( 9 ), paru paru tak ada kelainan, abdomen : kembung, kulit
kemerahan (-), kontur usus tidak tampak, bising usus meningkat. Ekstremitas tampak deformitas

Gambar 4a, neonatus dengan ambigous genital, deformital ekstremitas


Laboratorium tak ada kelainan. Hemoglobin ; 15,2 Hematokrit 43,8, lekosit 2500, 103 000.
Albumin ; 3,

Pemeriksaan radiologi :

Gambar 4b dan c, tampak gambaran babble pada usus proksimal ( yeyenum ), bagian distal
tidak terlihat.
Pasien didiagnosis sebagai : obstruksi usus setinggi yeyenum ( atresia yeyenum ) dengan
kelainan kongenital.
Dilakukan laparotomi eksplorasi : ditemukan dilatasi yeyenum 20 cm dari ligamentum Treitz
kemudian buntu dan usus bagian distal yang kecil terdapat membran diantaranya ( atresia tipe I )

Gambar 4d, atresia yeyenum dengan batas membran

Dilakukan reseksi dan eksteriorisasi bouble barrel, karena kondisi pasien memburuk. Pasien
meninggal karena kelainan kongenital multiple pada hari ke dua pasca operasi.

Pembahasan
Masalah diagnostik, perawatan preoperatif, teknik operasi telah diketahui secara luas, berbagai
macam teknik operasi telah dilakukan pada kelainan atresia yeyunoileal dengan berbagai alasan
dan temuan intra operatif. Termasuk teknik Novel yaitu lateral duodenectomy and
duodenojejunostomy, bowel plication, pemasangan stent intralu miner dan, tapering
enteroplasty.1,10-12
Keberhasilan yang sangat signifikan pada atresia yeyunoileal, dalam tiga dekade terakhir ini
adalah karena perawatan pasca operasi. Dengan kemajuan fasilitas dan tenaga di ruang intensif
neonatus ( NICU ), teknik pemberian nutrisi parenteral dan enteral, akses vena dalam ( long line )
termasuk pencegahan dan pengelolaan pasien spesis. 1,7
Pada kasus pertama dengan atresia yeyunoileal multipel ( tipe 4 ), dilakukan reseksi ke dua belas
segmen atretik, karena usus halus masih panjang, segmen proksimal atretik 18 cm dari
ligamentum Treitz, dilakukan anastomosis langsung side to side, pamasangan Gastrostomi
sebagai pengaman sambungan dan dekompresi bagian proksimal yeyenum yang telah terdilatasi.
Pada perawatan di NICU, terjadi obstruksi berulang sampai 2 bulan perawatan pasca operasi, hal
ini terjadi karena segmen yang dilatasi mengalami disfungsi, akibat proses inflamasi dan dilatasi
kronik, sehingga tekanan dinding usus tidak adekuat hal ini menggangu transit isi usus. 10,11
Sudah diramalkan kondisi ini akan dialami lama dalam perawatan, kemungkinan diperlikan
operasi lanjutan untuk mengeksisi ujung bekas segmen atretik proksimal yang buntu. Pasien juga
mengalami kolestasis akibat sepsis dan pengentalan cairan empedu, hal ini disebabkan karena
disfungsi usus yang berlangsung lama.

Pada penelitian Kling dan kawan kawan.10, melakukan teknik Novel yaitu dengan meresksi
segmen proksimal yeyenum yang pendek sampai membebaskan ligamentum Treitz, dan segmen
distal atretik di anastomosiskan ke dinding lateral duodenum, dengan memperhatikan ampula
Vateri.
Setelah dua bulan perawatan pasien bisa dipulangkan, dengan pemasukan makanan enteral.
Pada kasus kedua, penderita dengan atresia ileum tipe II, dilakukan laparotomi eksplorasi,
reseksi segmen atretik termasuk valvula Bauhuni, dilakukan ekstriorisasi prosedur Santulli
karena diameter 8 : 1. Dalam perawatan pasca operasi, penderita mengalami high out put ,
produksi stoma lebih dari 30 cc/kg/hari. Pasien juga mengalami malabsorpsi, kemungkinan vili
mukosa usus mengalami atropi sehingga penyerapan terganggu. High out put kemungkinan juga
disebabkan karena pasien megalami reseksi valvula Bauhuni sehingga penyerapan usus sedikit
dan sebentar. Selama 3 bulan perawatan pasca operasi berat badan naik turun sekitar 2500 gram,
BB lahir 3300 gram. Pada saat tolerasi operasi baik, produksi stoma lebih sedikit daripada
produksi feses yang keluar melalui anua, dilakukan penutupan stonma. setelah malabsorpsi dan
high out put teratasi, kondisi pasien baik BB 3400 gram, penderita dibolehkan pulang.
Kasus ke tiga, atresia tipe apple peel ( III b ). Dilakukan prosedur Santulli dalam perawatan
pasien mengalami sepsis dan gagal tumbuh, pasien BB lahir 1100 gram, mengalami penurunan
BB sampai 700 gram, karena kesulitan pemasangan infus, akses vena dalam sering tercabut
karena pasien aktif, sehingga hanya mengandalkan pemberian cairan lewat OGT. Dalam 5 bulan
perawatan pasien mengalami kenaikan BB menjasi 1300 gram, setelah sepsis teratasi, produksi
stoma berkurang dibandingkan pengeluaran leawat anus. Dilakukan penutupan stoma, pasien
diijinkan pulang setelah 6 bulan dalam perawatan.

Kasus ke empat, paseien dengan atresia yeyenum tipe I, tetapi dengan kelaianan jantung,
ambigous genitalia, kelaiana bentuk ekstremitas, dilakukan laparoromi reseksi dan ileostomi
double barrel, dalam perawatan di NICU, pasien mengalami gangal multiorgan, meninggal
belum diketahui jenis kelaminnya.
Perawatan perioperatif khususnya pasca operatif, memerlukan fasilitas, keterampilan dokter dan
perawat, pengetahuan masalah pemberian nutrisi pada neonatus, dan masalah sepsis.
Memerlukan kerjasama yang baik antara spesialis bedah anak, neonatologis dan ahli nutrisi
anak, untuk keberhasilan yang optimal.

Vous aimerez peut-être aussi