Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
OLEH :
NI PUTU WULAN NATALIANI
PO7120013046
2.2 REGULER
indonesia pada tahun 2007 menunjukkan angka yang cukup besar pada penderita,
impaksi serumen pada anak usia sekolah dasar.
4. PATHOFISIOLOGI DAN PATHWAY
Dermatitis kronik pada telinga luar, liang telinga sempit, produksi serumen
terlalu banyak dan kental, serta kebiasaan membersihkan telinga yang salah dapat
mengakibatkan terdorongnya serumen ke lubang lebih dalam pada kanalis
sehingga terjadi impaksi, yang dapat menyebabkan otalgia, rasa penuh dalam
telinga dan atau kehilangan pendengaran. Penumpukan serumen terutama pada
populasi geriatrik sebagai penyebab defisit pendengaran usaha membersihkan
kanalis auditorius dengan batang korek api, jepit rambut, atau alat lain bisa
berbahaya karena trauma terhadap kulit bisa menyebabkan risiko infeksi, nyeri
membran tympani, dan perubahan persepsi sensori yang mengakibatkan terjadinya
gangguan pendengaran.
Pathway :
Penumpukan serumen
Serumen mengeras/membatu
dan menekan dinding liang
telinga
Nyeri membran
tympani
Perubahan persepsi
sensori
Gangguan pendengaran
Risiko infeksi
5. GEJALA KLINIS
Menurut Boies (2000), Gejala klinis yang umumnya dirasakan oleh penderita
penyakit impaksi serumen, antara lain :
a. Pendengaran berkurang.
b. Nyeri di telinga karena serumen yang keras membatu menekan dinding
liang telinga.
c. Telinga berdengung (tinitus).
d. Pusing dimana pasien merasakan lingkungan di sekitarnya berputar
(vertigo)
6. KOMPLIKASI
Menurut Bruner & Sudarth, (2002) komplikasi yang dapat terjadi pada
impaksi serumen, diantaranya :
a. Otalgia
b. Vertigo
c. Otitis media
d. Resiko infeksi
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Elizabeth (2010) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan,
diantaranya :
a. CT-Scan (tulang tengkorak, mastoid terlihat kabur, ada kerusakan tulang)
b. Scan Galium-67 (terlihat focus infeksi akut yang akan kembali normal
c.
d.
e.
f.
g.
Uji Rinne
Gagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di belakang aurikula pada
tulang mastoid (konduksi tulang) sampai pasien tak mampu lagi
mendengar suara. Kemudian garpu tala dipindahkan pada jarak 1 inci dari
meatus kanalis auditorius eksternus (konduksi udara). Pada keadaan
normal pasien dapat terus mendengarkan suara, menunjukkan bahwa
konduksi udara berlangsung lebih lama dari konduksi tulang. Pada
kehilangan pendengaran konduktif, konduksi tulang akan melebihi
konduksi udara begitu konduksi tulang melalui tulang temporal telah
menghilang, pasien sudah tidak mampu lagi mendengar garpu tala
melalui mekanisme konduktif yang biasa. Sebaliknya kehilangan
pendengaran sensorineural memungkinkan suara yang dihantarkan
melalui udara lebih baik dari tulang, meskipun keduanya merupakan
konduktor, yang buruk dan segala suara diterima seperti sangat jauh dan
lemah.
8. PENATALAKSANAAN
Kotoran telinga (serumen) bisa menyumbat saluran telinga dan menyebabkan
gatal-gatal, nyeri serta tuli yang bersifat sementara dan dokter akan membuang
serumen tersebut dengan cara menyemburnya secara perlahan dengan
menggunakan air hangat (irigasi). Tetapi jika dari telinga keluar nanah, terjadi
perforasi gendang telinga atau terdapat infeksi telinga yang berulang, maka irigasi
tidak dapat dilakukan karena air bisa masuk ke telinga tengah dan kemungkinan
akan memperburuk infeksi. Pada keadaan ini, serumen dibuang dengan
menggunakan alat yang tumpul atau dengan alat penghisap. Biasanya tidak
digunakan pelarut serumen karena bisa menimbulkan iritasi atau reaksi alergi pada
kulit saluran telinga dan tidak mampu melarutkan serumen secara adekuat.
Adapun cara-cara untuk mengeluarkan serumen yang menumpuk di liang
telinga, antara lain:
a. Serumen yang lembek dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada
aplikator (pelilit).
b. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret.
c. Serumen yang sangat keras (membatu), dilembekkan terlebih dahulu
dengan karbogliserin 10%, 3 x 5 tetes sehari, selama 3 5 hari, setelah itu
dikeluarkan dengan pengait atau kuret dan bila perlu dilakukan irigasi
telinga dengan air yang suhunya sesuai dengan suhu tubuh.
d. Serumen yang terlalu dalam dan mendekati membran timpani dikeluarkan
dengan cara mengirigasi liang telinga dengan menggunakan air hangat
bersuhu 37oC agar tidak menimbulkan vertigo karena terangsangnya
vestibuler.
(Brunner & Suddarth (2002).
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas pasien
b. Riwayat kesehatan sekarang, dahulu dan keluarga
c. Keluhan utama saat masuk rumah sakit
Penderita biasanya mengeluhkan pendengarannya mulai menurun, nyeri,
telinga berdengung, dan pusing dimana pasien merasa lingkungannya berputar
(vertigo)
d. Pemeriksaan fisik pada telinga:
Inspeksi
: lesi, tragus tampak merah, ada darah atau sekret yang keluar
Palpasi
Data Subyektif:
1) Pasien mengatakan pendengarannya menurun
2) Pasien mengatakan nyeri pada telinga
3) Pasien mengatakan telinganya berdengung
4) Pasien mengatakan pusing dan lingkungannya berputar (vertigo)
Data Obyektif:
1) Pasien tampak lemas, pucat
2) Pasien meringis
No
1.
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Nyeri berhubungan
Setelah diberikan
dengan inflamasi
asuhan
pasien
keperawatan rasa
menggunakan
nyeri pasien
berkurang atau
hilang, dengan
keriteria hasil:
a. Skala nyeri
(0-3)
b. Pasien tampak
rileks tidak
meringis.
PQRS
2. Berikan posisi
yang nyaman
pada pasien
3. Dorong
menggunakan
Rasional
1. Untuk mengetahui
skala nyeri pasien
2. Untuk
meningkatkan
relaksasi
3. Meningkatkan
relaksasi dan
mengurangi nyeri
teknik
manajemen
nyeri, seperti
napas dalam
4. Kolaborasi
pemberian obat
(analgesik)
sesuai indikasi.
4. Diberikan untuk
mengurangi atau
menghilangkan
nyeri dan
memberikan
relaksasi mental dan
2.
Gangguan persepsi
Setelah diberikan
sensori (auditori)
asuhan
1. Kaji ketajaman
fisik.
1. Untuk mengetahui
pendengaran,
tingkat ketajaman
catat apakah
pendengaran pasien.
perubahan persepsi
gangguan persepsi
kedua telinga
sensori.
terlibat
berkurang, dengan
keriteria hasil:
a. Pasien dapat
mendengar
dengan baik
b. Pasien tidak
meminta untuk
mengulang
setiap
pertanyaan
yang diajukan
2. Untuk
mempertahankan
2. Ciptakan
komunikasi
alternatif nonverbal pasien
dengan orang-
komunikasi dan
hubungan yang baik
antara pasien
dengan orang-orang
terdekat.
orang terdekat,
seperti
menganjurkan
pembicaraan
menulis atau
menggunakan
bahasa tubuh
untuk
menyampaikan
apa yang ingin
disampaikan.
3. Anjurkan
kepada keluarga
atau orang
3. Membantu pasien
untuk
mempersepsikan
informasi
terdekat klien
untuk tinggal
bersama pasien
4. Anjurkan
4. Mematuhi program
akan mempercepat
kepada pasien
proses
dan keluarga
penyembuhan.
untuk mematuhi
3.
Risiko infeksi
Setelah dilakukan
keperawatan
telinga.
diharapkan tidak
program terapi
1. Kaji tanda-tanda 1. Untuk mengetahui
infeksi
2. Pantau TTV
apakah pasien
mengalami infeksi
2. TTV merupakan
acuan untuk
terjadi tanda-tanda
terutama suhu
mengetahui keadaan
infeksi, dengan
tubuh
umum pasien,
kriteria hasil:
a. Tidak terdapat
perubahan suhu
menjadi tinggi
tanda-tanda
merupakan salah
infeksi seperti
kalor, dubor,
tumor, dolor,
fungsiolaisa
b. TTV dalam
batas normal
3. Ajarkan teknik
terjadinya infeksi
aseptik pada
pasien
4. Cuci tangan
sebelum
4. Mencegah
terjadinya infeksi
nasokomial.
memberi asuhan
keperawatan ke
pasien
4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan berdasarkan perencanaan ( intervensi ) keperawatan yang
telah ditentukan sebelumnya.
5. EVALUASI
Evaluasi berdasarkan tujuan dan outcome
DAFTAR PUSTAKA
Adams,George L.dkk.1997.Boies:Buku Ajar Penyakit THT.Ed 6. Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah vol 3. Ed 8. Jakarta: EGC
Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi:13.
Jakarta: EGC
Doungoes, marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan Dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3. Jakarta:
EGC
Nanda, 2012-2014. Panduan Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:
EGC.
Mengetahui
Pembimbing Praktek
Mahasiswa
NIM: PO7120013046
Mengetahui
Pembimbing Akademik
NIP: