Vous êtes sur la page 1sur 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN SERUMEN

OLEH :
NI PUTU WULAN NATALIANI
PO7120013046
2.2 REGULER

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR


JURUSAN KEPERAWATAN
2014

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. PENGERTIAN
Serumen adalah cairan pada canalis externus yang bersifat lengket, kental,
berwarna, dan, berbau, yang khas. Fungsi serumen itu sendiri adalah sebagai
proteksi telinga terhadap debu, kotoran, pasir bahkan serangga dan bakteri/kuman.
Serumen, yang kerap disebut kotoran telinga, merupakan produksi alami telinga.
Substansi itu dibentuk oleh kelenjar seruminosa yang terletak disepertiga luar liang
telinga.
Serumen merupakan hasil sekresi kelenjar serumen yang terdapat pada bagian
tulang rawan telinga. Jumlah serumen yang terbentuk dan konsistensinya sangat
bervariasi.Adanya serumen , walaupun merupakan sekresi yang normal, dapat
menyebabkan gangguan pendengaran, nyeri telinga, keluarnya cairan, dan vertigo.
Jumlah dan konsistensinya beragam, sehingga banyak orang harus membersihkan
telinganya (mengirigasi) pada saat-saat tertentu secara teratur.
a. Serumen lunak
Serumen yang lunak dapat dikeluarkan dengan mudah dengan memakai
aplikator yang dibalut dengan kapas.
b. Serumen keras
Serumen yang keras sebaiknya di lunakkan lebih dahulu sebelum dikeluarkan .
liang telinga diteteai dengan larutan sabun 10%. Larutan tersebut akan meresap
kedalam serumen yang dibiarkan selama 20 menit. Kemudian dikeluarkan dan
diperiksa untuk memastikan apakah telinga telah bersih dari serumen tanpa
menimbulkan kerusakan pada gendang telinga, meskipun telinga luar dan
gendang teliinga tampak agak kemerahan.
c. Serumen sangat keras
Serumen yang sangat keras perlu dilunakkan selama lima hari sebelum
dikeluarkan. Hal ini dilakukan oleh penderita dengan obat yang diberikan oleh
dokter dengan cara meneteskannya.
2. PENYEBAB
Menurut Bruner & Sudarth, (2002) sebab terjadinya serumen diantarannya:
a. Dermatitis kronik pada telinga luar
b. Liang telinga yang sempit
c. Produksi serumen terlalu banyak dan kental
d. Terdorongnya serumen ke lubang lebih dalam (karena kebisaan mengorek
telinga)
3. EPIDEMIOLOGI
Di dunia, menurut perkiraan WHO pada tahun 2005 terdapat 278 juta orang
menderita impaksi serumen, 75 - 140 juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara.
Sedangkan pada anak-anak , terdapat 0,1 0,2% menderita impaksi serumen. Di

indonesia pada tahun 2007 menunjukkan angka yang cukup besar pada penderita,
impaksi serumen pada anak usia sekolah dasar.
4. PATHOFISIOLOGI DAN PATHWAY
Dermatitis kronik pada telinga luar, liang telinga sempit, produksi serumen
terlalu banyak dan kental, serta kebiasaan membersihkan telinga yang salah dapat
mengakibatkan terdorongnya serumen ke lubang lebih dalam pada kanalis
sehingga terjadi impaksi, yang dapat menyebabkan otalgia, rasa penuh dalam
telinga dan atau kehilangan pendengaran. Penumpukan serumen terutama pada
populasi geriatrik sebagai penyebab defisit pendengaran usaha membersihkan
kanalis auditorius dengan batang korek api, jepit rambut, atau alat lain bisa
berbahaya karena trauma terhadap kulit bisa menyebabkan risiko infeksi, nyeri
membran tympani, dan perubahan persepsi sensori yang mengakibatkan terjadinya
gangguan pendengaran.

Pathway :

Dermatitis kronik pada telinga


luar, liang telinga sempit,
produksi serumen yang terlalu
banyak, cara membersihkan
serumen yang salah

Penumpukan serumen

Serumen mengeras/membatu
dan menekan dinding liang
telinga

Nyeri membran
tympani

Perubahan persepsi
sensori

Laserasi kulit dan


trauma

Gangguan pendengaran

Risiko infeksi

5. GEJALA KLINIS
Menurut Boies (2000), Gejala klinis yang umumnya dirasakan oleh penderita
penyakit impaksi serumen, antara lain :
a. Pendengaran berkurang.
b. Nyeri di telinga karena serumen yang keras membatu menekan dinding
liang telinga.
c. Telinga berdengung (tinitus).
d. Pusing dimana pasien merasakan lingkungan di sekitarnya berputar
(vertigo)
6. KOMPLIKASI
Menurut Bruner & Sudarth, (2002) komplikasi yang dapat terjadi pada
impaksi serumen, diantaranya :
a. Otalgia
b. Vertigo
c. Otitis media
d. Resiko infeksi
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Elizabeth (2010) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan,
diantaranya :
a. CT-Scan (tulang tengkorak, mastoid terlihat kabur, ada kerusakan tulang)
b. Scan Galium-67 (terlihat focus infeksi akut yang akan kembali normal
c.
d.
e.
f.

dengan resolusi infeksi)


Scan Tekhnetium-99 (terlihat aktifitas osteoblastik yang akan kembali
normal beberapa bulan setelah resolusi klinik)
MRI (monitor serebral, pembuluh darah yang terkait)
Tes Laboratorium (nanah untuk kultur dan tes sensitivitas antibiotic)
Ketajaman Auditorius.
Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif dengan
mengkaji kemampuan pasien mendengarkan, bisikan kata atau detakan
jam tangan, bisikan lembut dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya

g.

telah melakukan ekshalasi penuh.


Uji Weber

Memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya lateralisasi suara.


Sebuah garpu tala dipegang erat pada gagangnya dan pukulkan pada lutut
atau pergelangan tangan pemeriksa. Kemudian diletakkan pada dahi atau
gigi pasien. Pasien ditanya apakah suara terdengar di tengah kepala, di
telinga kanan atau telinga kiri. Individu dengan pendengaran normal akan
mendengar suara seimbang pada kedua telinga atau menjelaskan bahwa
suara terpusat di tengah kepala. Bila ada kehilangan pendengaran
konduktif (otosklerosis, otitis media), suara akan lebih jelas terdengar
pada sisi yang sakit. Ini disebabkan karena obstruksi akan menghambat
ruang suara, sehingga akan terjadi peningkatan konduksi tulang. Bila
terjadi kehilangan sensorineural, suara akan mengalami lateralisasi ke
telinga yang pendengarannya lebih baik. Uji Weber berguna untuk kasus
kehilangan pendengaran unilateral.
h.

Uji Rinne
Gagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di belakang aurikula pada
tulang mastoid (konduksi tulang) sampai pasien tak mampu lagi
mendengar suara. Kemudian garpu tala dipindahkan pada jarak 1 inci dari
meatus kanalis auditorius eksternus (konduksi udara). Pada keadaan
normal pasien dapat terus mendengarkan suara, menunjukkan bahwa
konduksi udara berlangsung lebih lama dari konduksi tulang. Pada
kehilangan pendengaran konduktif, konduksi tulang akan melebihi
konduksi udara begitu konduksi tulang melalui tulang temporal telah
menghilang, pasien sudah tidak mampu lagi mendengar garpu tala
melalui mekanisme konduktif yang biasa. Sebaliknya kehilangan
pendengaran sensorineural memungkinkan suara yang dihantarkan
melalui udara lebih baik dari tulang, meskipun keduanya merupakan
konduktor, yang buruk dan segala suara diterima seperti sangat jauh dan
lemah.

8. PENATALAKSANAAN
Kotoran telinga (serumen) bisa menyumbat saluran telinga dan menyebabkan
gatal-gatal, nyeri serta tuli yang bersifat sementara dan dokter akan membuang
serumen tersebut dengan cara menyemburnya secara perlahan dengan
menggunakan air hangat (irigasi). Tetapi jika dari telinga keluar nanah, terjadi
perforasi gendang telinga atau terdapat infeksi telinga yang berulang, maka irigasi

tidak dapat dilakukan karena air bisa masuk ke telinga tengah dan kemungkinan
akan memperburuk infeksi. Pada keadaan ini, serumen dibuang dengan
menggunakan alat yang tumpul atau dengan alat penghisap. Biasanya tidak
digunakan pelarut serumen karena bisa menimbulkan iritasi atau reaksi alergi pada
kulit saluran telinga dan tidak mampu melarutkan serumen secara adekuat.
Adapun cara-cara untuk mengeluarkan serumen yang menumpuk di liang
telinga, antara lain:
a. Serumen yang lembek dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada
aplikator (pelilit).
b. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret.
c. Serumen yang sangat keras (membatu), dilembekkan terlebih dahulu
dengan karbogliserin 10%, 3 x 5 tetes sehari, selama 3 5 hari, setelah itu
dikeluarkan dengan pengait atau kuret dan bila perlu dilakukan irigasi
telinga dengan air yang suhunya sesuai dengan suhu tubuh.
d. Serumen yang terlalu dalam dan mendekati membran timpani dikeluarkan
dengan cara mengirigasi liang telinga dengan menggunakan air hangat
bersuhu 37oC agar tidak menimbulkan vertigo karena terangsangnya
vestibuler.
(Brunner & Suddarth (2002).
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas pasien
b. Riwayat kesehatan sekarang, dahulu dan keluarga
c. Keluhan utama saat masuk rumah sakit
Penderita biasanya mengeluhkan pendengarannya mulai menurun, nyeri,
telinga berdengung, dan pusing dimana pasien merasa lingkungannya berputar
(vertigo)
d. Pemeriksaan fisik pada telinga:
Inspeksi
: lesi, tragus tampak merah, ada darah atau sekret yang keluar
Palpasi

membran tympani, serumen, benda asing dalam liang telinga.


: nyeri, kelenjar limfe membengkak.

Data Subyektif:
1) Pasien mengatakan pendengarannya menurun
2) Pasien mengatakan nyeri pada telinga
3) Pasien mengatakan telinganya berdengung
4) Pasien mengatakan pusing dan lingkungannya berputar (vertigo)
Data Obyektif:
1) Pasien tampak lemas, pucat
2) Pasien meringis

3) Pasien akan menoleh jika di panggil berulang-ulang dengan nada lebih


tinggi.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi pada liang telinga
b. Gangguan persepsi sensori (auditori) berhubungan dengan perubahan persepsi
sensori
c. Risiko infeksi berhubungan dengan lesi pada liang telinga.
3. INTERVENSI

No
1.

Diagnosa
Keperawatan

Tujuan

Intervensi

Nyeri berhubungan

Setelah diberikan

dengan inflamasi

asuhan

pasien

pada liang telinga.

keperawatan rasa

menggunakan

nyeri pasien
berkurang atau
hilang, dengan
keriteria hasil:
a. Skala nyeri
(0-3)
b. Pasien tampak
rileks tidak
meringis.

1. Kaji skala nyeri

PQRS
2. Berikan posisi
yang nyaman
pada pasien
3. Dorong
menggunakan

Rasional
1. Untuk mengetahui
skala nyeri pasien
2. Untuk
meningkatkan
relaksasi
3. Meningkatkan
relaksasi dan
mengurangi nyeri

teknik
manajemen
nyeri, seperti
napas dalam
4. Kolaborasi
pemberian obat
(analgesik)
sesuai indikasi.

4. Diberikan untuk
mengurangi atau
menghilangkan
nyeri dan
memberikan
relaksasi mental dan

2.

Gangguan persepsi

Setelah diberikan

sensori (auditori)

asuhan

berhubungan dengan keperawatan

1. Kaji ketajaman

fisik.
1. Untuk mengetahui

pendengaran,

tingkat ketajaman

catat apakah

pendengaran pasien.

perubahan persepsi

gangguan persepsi

kedua telinga

sensori.

pasien hilang atau

terlibat

berkurang, dengan
keriteria hasil:
a. Pasien dapat
mendengar
dengan baik
b. Pasien tidak
meminta untuk
mengulang
setiap
pertanyaan
yang diajukan

2. Untuk
mempertahankan

2. Ciptakan
komunikasi
alternatif nonverbal pasien
dengan orang-

komunikasi dan
hubungan yang baik
antara pasien
dengan orang-orang
terdekat.

orang terdekat,
seperti
menganjurkan
pembicaraan
menulis atau
menggunakan
bahasa tubuh
untuk
menyampaikan
apa yang ingin
disampaikan.
3. Anjurkan
kepada keluarga
atau orang

3. Membantu pasien
untuk
mempersepsikan
informasi

terdekat klien
untuk tinggal
bersama pasien
4. Anjurkan

4. Mematuhi program
akan mempercepat

kepada pasien

proses

dan keluarga

penyembuhan.

untuk mematuhi
3.

Risiko infeksi

Setelah dilakukan

berhubungan dengan asuhan


lesi pada liang

keperawatan

telinga.

diharapkan tidak

program terapi
1. Kaji tanda-tanda 1. Untuk mengetahui
infeksi
2. Pantau TTV

apakah pasien
mengalami infeksi
2. TTV merupakan
acuan untuk

terjadi tanda-tanda

terutama suhu

mengetahui keadaan

infeksi, dengan

tubuh

umum pasien,

kriteria hasil:
a. Tidak terdapat

perubahan suhu
menjadi tinggi

tanda-tanda

merupakan salah

infeksi seperti

satu proses infeksi


3. Meminimalisasi

kalor, dubor,
tumor, dolor,
fungsiolaisa
b. TTV dalam
batas normal

3. Ajarkan teknik

terjadinya infeksi

aseptik pada
pasien
4. Cuci tangan
sebelum

4. Mencegah
terjadinya infeksi
nasokomial.

memberi asuhan
keperawatan ke
pasien

4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan berdasarkan perencanaan ( intervensi ) keperawatan yang
telah ditentukan sebelumnya.
5. EVALUASI
Evaluasi berdasarkan tujuan dan outcome

DAFTAR PUSTAKA
Adams,George L.dkk.1997.Boies:Buku Ajar Penyakit THT.Ed 6. Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah vol 3. Ed 8. Jakarta: EGC
Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi:13.
Jakarta: EGC
Doungoes, marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan Dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3. Jakarta:
EGC
Nanda, 2012-2014. Panduan Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:
EGC.

Mengetahui

Denpasar, 19 Desember 2014

Pembimbing Praktek

Mahasiswa

Ni Putu Wulan Nataliani


NIP:

NIM: PO7120013046

Mengetahui
Pembimbing Akademik

NIP:

Vous aimerez peut-être aussi