Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Deslia Chaerani
030.09.065
Pembimbing :
dr. Rosida Sihombing, SpA
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
PERIODE 24 Maret 31 Mei 2014
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA, MEI 2014
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi oleh virus penyebab defisiensi imun merupakan masalah yang relatif baru,
terutama pada anak. Penyebab defisiensi imun ini adalah suatu virus yang kemudian dikenal
dengan nama human immunodeficiency virus tipe-1 (HIV-1), pada tahun 1985. Batasan yang
paling berat dari infeksi HIV-1 untuk bentuk klinis paling berat adalah sindrom defisiensi
imun yang didapat atau acquired immunodeficiency syndrome (AIDS), yang diberikan oleh
CDC (Centers for disease control) di Amerika Serikat, yang terbatas hanya untuk anak di
bawah usia 13 tahun dan untuk kepentingan survai epidemiologis semata. Infeksi virus
penyebab defisiensi imun (HIV-1) pada anak menurut CDC Amerika, 13% kasus AIDS pada
anak adalah penerima transfusi darah atau komponennya, biasanya pada pengobatan
hemophilia. 50-80% baik intra uterin, melalui plasenta, selama persalinan melalui pemaparan
yang erat dengan darah, ekskreta atau sekreta, masih belum dapat dipastikan oleh karena
angka kejadiannya terlampau kecil.
Agama
: Islam
Agama
: Islam
Hubungan dengan orang tua : os merupakan anak kandung & kedua orang tua os sudah
meninggal dunia.
Wali :
Nama
: Ny. A
Umur
: 63 tahun
Alamat
: Kp. Tengah RT07/RW04 Kampung Tengah, Kramat Jati - Jakarta Timur
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Penghasilan : Hubungan dengan pasien : pasien merupakan cucu kandung dari ibu pasien.
I. RIWAYAT PENYAKIT
A. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. A (nenek kandung)
Lokasi
: Bangsal lantai VI Timur, kamar 612
Tanggal / waktu
: 25 April 2014 pukul 07.00 WIB
Tanggal masuk
: 24 April 2014 pukul 18.00 WIB
Keluhan utama
: Mencret sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
Keluhan tambahan
Demam, kedua telinga keluar cairan, batuk, pilek, nyeri menelan, nafsu makan
menurun, sangat lemas, penurunan berat badan, jamur di mulut, nyeri perut, muntah 1x.
Os datang dari Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD Budhi Asih dihantar oleh neneknya
dengan keluhan
berlangsung 10 kali sehari, kotoran berwarna kuning terkadang hijau dan berlendir. Ampas
lebih sedikit dari air. Jumlah tiap mencret sampai gelas Aqua. Berbau asam terkadang
berbau busuk, tidak menyemprot, darah (-). Os juga sering mengeluh nyeri pada perutnya.
Disertai demam, hilang timbul, suhu naik-turun, suhu dirasakan tidak terlalu tinggi
dengan perabaan tangan. Apabila sedang demam, os diberi obat penurun panas dari
Puskesmas, kemudian demam turun , namun akan naik kembali. Saat demam timbul, keluar
cairan dari kedua telinga, cairan berwarna kuning kental, berbau dan os merasa gatal. Os juga
terdapat batuk kering yang hilang timbul. Pilek dengan ingus berwarna bening dan encer
yang hilang timbul. Selama 5 hari SMRS, os tidak mau makan sama sekali dikarenakan
mulut dan tenggorokannya terasa nyeri. Os hanya meminum air putih saja selama 5 hari. Os
sempat muntah 1 kali saat 2 hari SMRS. Muntah isi cairan 5 sendok makan. Di dalam
mulut tampak bercak putih seperti jamur yang timbul sejak 3 minggu SMRS. Bercak putih
semakin hari, semakin bertambah banyak.
Sejak 1 tahun terakhir ini, kondisi pasien menurun. Mulai kurus, sering sakit-sakitan
seperti demam , diare, batuk pilek. Os tampak semakin lemas, tidak rewel dan lebih sering
diam. Os jarang jajan di luar, biasanya makan masakan rumah. Bila jajan, os membeli chiki
atau minuman manis saja di warung. Sejak 6 bulan SMRS, kedua telinga os mulai keluar
cairan bila timbul demam. Sering berobat ke Puskesmas namun tidak ada perubahan.
Sampai os berusia 2 tahun atau sebelum sakit, kondisi kesehatan, pertumbuhan dan
perkembangan os baik seperti anak-anak seusianya. Menggigil, berkeringat, sesak nafas
disangkal oleh nenek os. Buang air kecil tidak ada keluhan.
Morbiditas kehamilan
Perawatan antenatal
Tempat persalinan
Penolong persalinan
C. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I
: (Tidak diketahui)
Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor
Tengkurap
: (Tidak diketahui)
Duduk
: (Tidak diketahui)
Berdiri
: (Tidak diketahui)
Berjalan
: 12 bulan
(Normal: 13 bulan)
Bicara
: (Tidak diketahui)
Nasi
3x / hari, piring
Sayur
1x / hari, mangkok
Daging
Telur
Ikan
3x / 1 minggu, 1 2 ekor
Tahu
3x / hari
Tempe
3x / hari
Susu
Lain lain
Kesimpulan riwayat makanan : Menurut pengakuan nenek os, sampai usia 2 tahun makan
os tidak ada kesulitan. Namun, 1 tahun terakhir tiba-tiba os sulit makan, hanya 1x /hari.
E. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin
BCG
DPT / PT
Dasar ( umur )
-
Polio
Campak
Ulangan ( umur )
Hepatitis B
Tanggal lahir
(umur)
Jenis
kelamin
Hidup
Lahir
mati
Abortus
Mati
(sebab)
1.
7 tahun
Laki-laki
Perempuan
Pasien
Perempuan
Meninggal
2.
3 tahun 2 bulan
3.
Keterangan
kesehatan
Sehat
(kakak tiri)
b. Riwayat Pernikahan
Nama
Perkawinan keUmur saat menikah
Pendidikan terakhir
Agama
Suku bangsa
Keadaan kesehatan
Kosanguinitas
Penyakit, bila ada
Ayah / Wali
Tn. E
Islam
Sunda
Sudah Meninggal
HIV-AIDS ?
Ibu / Wali
Ny. H
2
16 tahun
Tamat SD
Islam
Betawi
Sudah Meninggal
HIV-AIDS?
Umur
(-)
(-)
(-)
2 tahun
(-)
Penyakit
Difteria
Diare
Kejang
Morbili
Operasi
Umur
(-)
2 tahun
(-)
(-)
(-)
Penyakit
Penyakit jantung
Penyakit ginjal
Radang paru
TBC
Lain-lain
Umur
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : Os pernah sakit otitis dan diare
saat usia 2 tahun.
Tanda Vital
Tekanan Darah : Nadi
: 140 x / menit, lemah, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
Nafas
: 38 x / menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 2
Suhu
: 38.6 C, axilla (diukur dengan termometer air raksa)
Status Generalis
KEPALA
: Microcephali (kurva Nellhaus), ubun-ubun besar sudah menutup
RAMBUT
: Rambut hitam kecokelatan, distribusi tidak merata dan mudah dicabut,
cukup tipis
WAJAH
: Wajah simetris, marasmic face (+) , tidak ada pembengkakan,
tidak ada luka atau jaringan parut
MATA:
Visus
: tidak dilakukan
Ptosis
: -/Sklera ikterik
: -/Lagofthalmus : -/Konjunctiva anemis : -/Cekung
: -/Exophthalmus
: -/Kornea jernih : +/+
Strabismus
: -/Lensa jernih : +/+
Nistagmus
: -/Pupil
: bulat, isokor
Refleks cahaya
: langsung +/+ , tidak langsung +/+
Cekung
: +/+
TELINGA :
Bentuk
: normotia
Tuli
: -/Nyeri tarik aurikula : -/Nyeri tekan tragus
: -/Liang telinga
: sempit
Membran timpani
: sulit dinilai
Serumen
: sulit dinilai
Refleks cahaya
: sulit dinilai
Cairan
: +/+ kuning kental, berbau
HIDUNG :
Bentuk
: simetris
Napas cuping hidung
: -/Sekret
: +/+
Deviasi septum
:Mukosa hiperemis
: -/Konka eutrofi
:+
BIBIR
: kering (+), pucat (-), sianosis (-)
MULUT
: oral hygiene buruk, bercak putih seperti jamur, caries gigi (-)
LIDAH
: Normoglotia, bercak putih seperti jamur, tremor (-)
TENGGOROKAN : T1-T1 tenang, bercak putih seperti jamur
LEHER
: Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid
maupun KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran
tiroid maupun KGB, trakea teraba di tengah
THORAKS :
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada pernafasan
yang tertinggal, pernafasan abdomino-torakal, retraksi sela iga (+), costae tampak
jelas
ictus cordis terlihat pada ICS V linea midclavicularis kiri, pulsasi abnormal (-).
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dan benjolan, gerak napas simetris kanan dan kiri,
vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri, teraba ictus cordis pada ICS V linea
ABDOMEN :
Inspeksi : perut cekung, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut maupun
benjolan, roseola spot (-), kulit keriput (+), gerakan peristaltik (-)
Palpasi
: supel, nyeri tekan (+) di regio hipokondrium dextra, epigastrium ,
lumbar dextra & sinistra, turgor kulit lambat. Hepar teraba 3 cm di bawah
GENITALIA : Tidak ditemukan adanya kelainan. Labia mayor menutup labia minor.
Pembengkakan (-), kemerahan (-)
ANUS
KGB :
ANGGOTA GERAK :
Ekstremitas : akral hangat pada keempat ekstremitas
Tangan
Kanan
Kiri
Tonus otot
normotonus
normotonus
Kekuatan otot
5
5
Kaki
Tonus otot
Kekuatan otot
Kanan
normotonus
5
Kiri
normotonus
5
Kanan
Kiri
STATUS NEUROLOGIS
REFLEKS
Biseps
Triseps
Patella
Achiles
Babinski
Chaddock
Oppenheim
Gordon
Schaeffer
Kanan
Kiri
Kernig
Laseq
Bruzinski I
Bruzinski II
SARAF CRANIALIS
- N. I (Olfaktorius)
Tidak dilakukan pemeriksaan
- N. II dan III (Opticus dan Occulomotorius)
Pupil bulat isokor 3mm / 3mm, RCL +/+, RCTL +/+
- N. IV dan VI (Trochlearis dan Abducens)
baik
10
- N. V (Trigeminus)
baik
- N. VII (Facialis)
Wajah simetris
Motorik: baik
Sensorik: baik
- N. VIII (Vestibulo-kokhlearis)
Tidak dilakukan pemeriksaan
- N. IX, X (Glosofaringeus, Vagus)
Baik
- N. XI (Aksesorius)
baik
- N. XII (Hipoglosus)
baik
KULIT : warna sawo matang merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit
buruk, kering (+), pengisian kapiler < 2 detik, petechie (-)
TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-).
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 24 / 4 / 2014 UGD RSUD Budhi Asih
Hematologi
Hasil
Satuan
Nilai Normal
Leukosit
10.3
Ribu/L
5.5-15.5
Eritrosit
3.3 *
Juta/ L
3.7-5.7
Hemoglobin
8.3 *
g/dL
10.8-12.8
Hematokrit
25 *
31-43
Trombosit
92 *
Ribu/ L
229-553
MCV
75.0
fL
73-101
MCH
25.1
Pg
23-31
MCHC
33.5
g/dL
32-36
18.7 *
<14
RDW
Hitung Jenis
11
Basofil
0-1
Eosinofil
0*
1-5
Netrofil batang
1*
3-6
Netrofil segmen
87 *
25-60
Limfosit
7*
25-50
Monosit
1-6
Na
124 *
mmol/L
135-155
1.6 *
mmol/L
3.6-5.5
Cl
94 *
mmol/L
98-109
77
Mm/dL
52-98
Elektrolit
Reaktif
2. Vikia
Reaktif
3. Intec
Reaktif
IV. RESUME
Dari hasil anamnesis didapatkan, os anak perempuan berusia 3 tahun 2 bulan dibawa
oleh neneknya ke UGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan utama mencret sejak 1 bulan
SMRS. Mencret 10 kali sehari, warna kuning terkadang hijau, lendir (+). Jumlah sampai
gelas Aqua. Berbau (+), nyeri perut (+). Disertai demam selama 1 bulan, naik-turun. Batuk
kering, pilek dengan lendir bening & encer. Tidak mau makan selama 5 hari. Nyeri mulut dan
tenggorokan. Muntah 1 kali. Timbul bercak putih di mulut yang semakin bertambah. Keluar
12
cairan dari kedua telinga bila demam timbul, dirasakan sejak 6 bulan SMRS sampai saat ini.
Sejak 1 tahun terakhir , kondisi os menurun. Mulai kurus, sering sakit-sakitan. Semakin
lemas, tidak rewel dan lebih sering diam. Sering berobat ke Puskesmas namun tidak ada
perubahan. Riwayat perkembangan, pertumbuhan, imunisasi os tidak diketahui pasti karena
kedua orang tua os telah meninggal dunia dan keluarga tidak mengetahui. Kondisi kesehatan
kedua orang tua os sebelum meninggal pun tidak diketahui. Kemungkinan ayah dan ibu os
menderita HIV-AIDS.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan, tampak sakit berat dengan status gizi buruk. Nadi
140 x / menit, lemah, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular. Nafas 38 x / menit, suhu
38.6C. Microcephali, rambut hitam kecokelatan, distribusi tidak merata dan mudah dicabut,
cukup tipis, marasmic face (+) , mata cekung. Keluar cairan kuning kental, berbau dari
kedua telinga. Sekret di hidung, bibir kering, oral hygiene buruk, bercak putih seperti jamur
di rongga mulut dan lidah. Thorax terdapat retraksi sela iga (+), costae tampak jelas.
Abdomen cekung, kulit keriput, nyeri tekan di regio hipokondrium dextra, epigastrium ,
lumbar dextra & sinistra, turgor kulit lambat. Hepar teraba 3 cm di bawah archus costae
dextra, frekwensi 6-8 x / menit. Perianal eritema.
Dari pemeriksaan lab didapatkan, eritrosit 3.3 juta/L, Hb 8.3 g/dL, Ht 25%,
trombosit 92 ribu/L. Hitung jenis leukosit 0/0/1/87/7/5. Elektrolit Na/K/Cl 124/1.6/94. Tes
VCT antibodi oncoprobe, vikia & intec reaktif.
V. DIAGNOSIS BANDING
1. Diare kronik :
Diare kronik e.c viral infection
Diare kronik e.c bacterial infection
2. Prolonged fever :
Prolonged fever e.c viral infection
3. Otitis media supuratif kronik auricular dextra-sinistra (OMSK ADS)
4. Gizi buruk
5. Batuk & pilek infeksi saluran pernapasan atas (ISPA)
6. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) stadium 3
7. Nyeri mulut & tenggorokan Candidiasis oral
8. Electrolyte imbalance
9. Anemia : anemia normositik normokrom
VI. DIAGNOSIS KERJA
Diare kronik
13
Gizi buruk
OMSK ADS
AIDS stadium 3
Electrolyte imbalance
Pemeriksaan feses
Rontgen Thorax
Mantoux test
Permeriksaan CD4
VIII. PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa
Tirah baring
Perbanyak minum air putih & diet Tinggi karbohidrat tinggi protein
Medikamentosa
14
Zinkid 1x10mg
IX. PROGNOSIS
Ad Vitam
: Dubia Ad malam
Ad Functionam
: Dubia Ad malam
Ad Sanationam
: Dubia Ad malam
X. FOLLOW UP
Tgl
25/4/
2014
S
Mencret 7x,
warna kuning
kehijauan.
BB : 5.9 kg
Demam (+)
Tanda Vital
(+)
P: 32 x/menit, S: 38.6C
Nyeri
tenggorokan (+)
A
-Diare kronik
-Gizi buruk
-OMSK ADS
-Candidiasis
oral
-AIDS
Status Generalis
-Electrolyte
Kepala : Microcephali, rambut
tipis
&
tidak
merata,
P
IVFD Kaen 3B
+ KCl 10 mEq
4cc/kgBB/jam
Aminofusin
paed 125 cc/24
jam
O2 nasal 1-2
liter/menit
PRC 2x500 cc
dalam 6 jam
(tanpa lasix)
15
imbalance
-Anemia
Lacto B 2x1
sacch
Thorax :
KCl
oral
3x100mg
Tes Mantoux
baca
tanggal
27/4/2014
Co/ THT
Co/ Gizi
Minum : 330 cc
Urin : tidak ditimbang
16
Tgl
26/4/
2014
S
Mencret 5x,
warna kuning
kehijauan.
BB : 6.5 kg
Demam (+)
Tanda Vital
(+)
P: 41 x/menit, S: 38.3C
Mual (+)
Keluar cairan dari
telinga kanan
Jamur di mulut
berkurang
A
-Diare kronik
-Gizi buruk
-OMSK ADS
-Candidiasis
oral
IVFD Kaen 3B
+ KCl 10 mEq
+ NaCl 3%
(20cc)
4cc/kgBB/jam
Aminofusin
paed 125 cc/24
jam
-AIDS
O2 nasal 1-2
liter/menit
-Electrolyte
PRC 2x500 cc
dalam 6 jam
(tanpa lasix)
Status Generalis
Kepala : Microcephali, rambut
tipis
&
tidak
merata,
marasmic face (+)
imbalance
-Anemia
normositik
normokrom
-Sepsis
As.Folat
1x1mg
Cotrimoxazole
adult 2x tab
Candistin
3x0.75cc
Lacto B 2x1
sacch
KCl
oral
3x100mg
Gentamicin
tetes
telinga
ADS 4x1 tetes
Tes Mantoux
baca
tanggal
17
27/4/2014
Minum : 720 cc
Urin : tidak ditimbang + 520
gram
Hasil lab & Rontgen thorax
25/4/2014 terlampir
Hasil
Satuan
Nilai Normal
Leukosit
12.3
Ribu/L
5.5-15.5
Eritrosit
3.4*
Juta/ L
3.7-5.7
Hemoglobin
8.2*
g/dL
10.8-12.8
Hematokrit
25*
31-43
Trombosit
83*
Ribu/ L
229-553
LED
52*
mm/jam
0-10
MCV
73.8
fL
73-101
MCH
24.1
Pg
23-31
MCHC
32.7
g/dL
32-36
RDW
18.4*
<14
0-1
Hitung Jenis
Basofil
18
Eosinofil
0*
1-5
Netrofil batang
0*
3-6
Netrofil segmen
79*
25-60
Limfosit
13*
25-50
Monosit
7*
1-6
SGOT
47
mU/dL
<56
SGPT
34
mU/dL
<39
2.9 *
g/dL
3.8-5.4
32
mg/dL
11-39
0.56
mg/dL
<1.0
6*
g/dL
50-120
144*
g/dL
240-400
Hati
Albumin
Ginjal
Ureum
Creatinin
Besi (Fe/iron)
TIBC
Analisa Gas Darah
pH
7.63*
7.35-7.45
pCO2
22*
mmHg
35-45
pO2
158*
mmHg
80-100
Bikarbonat (HCO3)
23
mmol/L
21-28
Total O2
24
mmol/L
23-27
Saturasi O2
97
95-100
3.6*
mEq/L
-2.5 2.5
84*
mg/L
<5
19
Eritrosit
Normositik normokrom
Anisositosis +1
Fragmentosis +1
Rouleoux +1
Sel target +1
Ovalosit +1
Leukosit
Cukup
Eritrosit berinti : 0 / 100 leukosit
Morfologi
Granula toksik +1
Trombosit
Kurang
Morfologi
Normal
Kesan :
Cor & pulmo normal
Hilus baik
Tulang-tulang intak
Tgl
20
28/4/
2014
Mencret 5x,
warna kuning.
Demam (+)
P: 43 x/menit, S: 39.3C
telinga kanan
-Diare kronik
-Gizi buruk
-OMSK ADS
-Candidiasis
oral
Aminofusin
paed 125 cc/24
jam
-AIDS
O2 nasal 1-2
liter/menit
-Electrolyte
Status Generalis
Kepala : Microcephali, rambut
tipis
&
tidak
merata,
marasmic face (+)
IVFD Kaen 3B
+ KCl 10 mEq
+ NaCl 3%
(20cc)
4cc/kgBB/jam
imbalance
-Anemia
normositik
normokrom
(perbaikan)
-Sepsis
Zinkid
1x10mg
As.Folat
1x1mg
Cotrimoxazole
1x36 mg
Candistin
3x0.75cc
KCl
oral
3x100mg
Gentamicin
tetes
telinga
ADS 4x1 tetes
Inj.Cefotaxime
3x225 mg (hari
1)
21
di
regio
epigastrium,
hipokondrium dextra, lumbar
sinistra.
Hepar teraba 3 cm di bawah
archus costae dextra
Akral : hangat (+), CRT < 2,
lemak subkutis menurun
Tes Mantoux hasil negatif
Minum : 580 cc
Urin : 1050 cc
Hasil lab 27/4/2014 terlampir
Hasil
Satuan
Nilai Normal
Leukosit
5.3*
Ribu/L
5.5-15.5
Eritrosit
4.3
Juta/ L
3.7-5.7
Hemoglobin
11.7
g/dL
10.8-12.8
Hematokrit
33
31-43
Trombosit
30*
Ribu/ L
229-553
MCV
76.9
fL
73-101
MCH
27.3
Pg
23-31
MCHC
35.5
g/dL
32-36
RDW
15.7*
<14
85
mg/dL
52-98
GDS Cito
Elektrolit 26 / 4 / 2014
Na
122 *
mmol/L
135-155
2.7 *
mmol/L
3.6-5.5
Cl
93 *
mmol/L
98-109
22
Tgl
29/4/
2014
S
Mencret 4x,
warna kuning
kehijauan, lendir
BB : 6.4 kg
(+).
Demam (+)
Tanda Vital
N: 132 x/menit, isi cukup,
lemah, teratur
A
-Diare kronik
-Gizi buruk
-OMSK ADS
-Candidiasis
oral
IVFD Kaen 3B
+ KCl 10 mEq
+ NaCl 3%
(20cc)
4cc/kgBB/jam
Aminofusin
paed 125 cc/24
jam
-AIDS
O2 nasal 1-2
liter/menit
-Electrolyte
Status Generalis
Kepala : Microcephali, rambut
tipis
&
tidak
merata,
marasmic face (+)
imbalance
-Anemia
normositik
normokrom
(perbaikan)
-Sepsis
Zinkid
1x10mg
As.Folat
1x1mg
Cotrimoxazole
1x36 mg
Candistin
3x0.75cc
KCl
oral
3x100mg
Gentamicin
tetes
telinga
ADS 4x1 tetes
Inj.Cefotaxime
3x225 mg (hari
2)
23
gallop (-)
Pulmo/ Suara nafas vesikuler,
rhonchi -/-, wheezing -/Abdomen : Cekung, ekimosis
(+), bising usus (+) 4x/menit,
supel, turgor > 2, timpani,
nyeri tekan (+) di regio
epigastrium,
hipokondrium
dextra & sinistra, lumbar
dextra, umbilikalis.
Hepar teraba 3 cm di bawah
archus costae dextra
Akral : hangat (+), CRT < 2,
lemak subkutis menurun
Tes Mantoux hasil negatif
Minum : 480 cc
BAB : 330 gram
BAK : 420 gram
BAB + BAK : 200 gram
Hasil lab 28/4/2014 terlampir
Laboratorium 28 / 4/ 2014
<3 * %
30-60
<50 * cell/uL
410-1590
Faeces Rutin
24
Makroskopik
Warna
Hijau *
Coklat
Konsistensi
Lunak
Lunak
Lendir
Positif *
Negatif
Darah
Negatif
Negatif
Mikroskopik
Leukosit
Positif *
Negati
f
Eritrosit
Negatif
Negati
f
Amoeba coli
Negatif
Negati
f
Amoeba histolitika
Negatif
Negati
f
Telur cacing
Negatif
Negati
f
Pencernaan
Lemak
Positif *
Negatif
Amilum
Negatif
Negatif
Serat
Negatif
Negatif
Sel ragi
Negatif
Negatif
25
Tgl
30/4/
2014
S
Mencret 4x,
warna kuning
kehijauan, lendir
BB : 6.2 kg
(+).
Demam (+)
Tanda Vital
N: 142 x/menit, isi cukup,
lemah, teratur
Batuk (+)
P: 40 x/menit, S: 36.8C
Keluar cairan dari
telinga kanan
mulai berkurang.
A
-Diare kronik
-Gizi buruk
-OMSK ADS
-Candidiasis
oral
IVFD Kaen 3B
+ KCl 10 mEq
+ NaCl 3%
(20cc)
4cc/kgBB/jam
Aminofusin
paed 125 cc/24
jam
-AIDS
O2 nasal 1-2
liter/menit
-Electrolyte
Status Generalis
Kepala : Microcephali, rambut
tipis
&
tidak
merata,
marasmic face (+)
imbalance
-Anemia
normositik
normokrom
(perbaikan)
Zinkid
1x10mg
As.Folat
1x1mg
-Sepsis
Cotrimoxazole
1x36 mg
-Hipoalbumin
Candistin
3x0.75cc
-Bronchitis
KCl
oral
3x100mg
Gentamicin
tetes
telinga
ADS 4x1 tetes
Inj.Cefotaxime
3x225 mg (hari
3)
26
Elektrolit 29 / 4 / 2014
Na
118 *
mmol/L
135-155
4.4
mmol/L
3.6-5.5
Cl
87 *
mmol/L
98-109
Albumin
2.4 *
g/dL
3.8-5.4
27
Tgl
1/5/
2014
S
Mencret 4x, warna
kuning kehijauan,
lendir (+).
BB : 6.2 kg
Demam (+)
Tanda Vital
Batuk (+)
P: 42 x/menit, S: 37C
-Diare kronik
-Gizi buruk
-OMSK ADS
-Candidiasis
Mulut
:
Kering
candidiasis oral (+)
(+),
Aminofusin paed
125 cc/24 jam
FFP 3v65 cc
-AIDS
O2
nasal
liter/menit
-Electrolyte
Kepala
:
Microcephali,
imbalance
rambut tipis & tidak merata,
marasmic face (+)
-Anemia
IVFD Kaen 3B +
KCl 10 mEq +
NaCl 3% (20cc)
4cc/kgBB/jam
oral
Status Generalis
normositik
1-2
normokrom
Cotrimoxazole
1x36 mg
(perbaikan)
Candistin 3x0.75cc
-Sepsis
-Hipoalbumin
-Bronchitis
Gentamicin tetes
telinga ADS 4x1
tetes
Inj.Cefotaxime
3x225 mg (hari 4)
Zidovudin
40mg
28
Thorax :
2x1
Lamivudin
2x1
Stavudin 1x1
25mg
Mevirapin 1x1
Sampai laporan kasus ini dibuat, pasien masih dalam perawatan di bangsal lantai VI Timur.
29
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1 Pendahuluan
Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) pertama kali ditemukan pada anak
tahun 1983 di Amerika Serikat, yang mempunyai beberapa perbedaan dengan infeksi HIV
pada orang dewasa dalam berbagai hal seperti cara penularan, pola serokonversi, riwayat
perjalanan dan penyebaran penyakit, faktor resiko, metode diagnosis, dan manifestasi oral.
30
Dampak acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pada anak terus meningkat, dan saat
ini menjadi penyebab pertama kematian anak di Afrika, dan peringkat keempat penyebab
kematian anak di seluruh dunia. Saat ini World Health Organization (WHO) memperkirakan
2,7 juta anak di dunia telah meninggal karena AIDS. Fakta baru tahun 2002 menunjukkan
bahwa penularan infeksi HIV di Indonesia telah meluas ke rumah tangga, sejumlah 251 orang
diantara penderita HIV/AIDS di atas adalah anak-anak dan remaja, dan transmisi perinatal
(dari ibu kepada anak) terjadi pada 71 kasus.
Transmisi HIV secara vertikal dari ibu kepada anaknya merupakan jalur tersering
infeksi pada masa kanak-kanak, dan angka terjadinya infeksi perinatal diperkirakan sebesar
83% antara tahun 1992 sampai 2001. Di Amerika Serikat, infeksi HIV perinatal terjadi pada
hampir 80% dari seluruh infeksi HIV pediatri. Infeksi perinatal sendiri dapat terjadi in-utero,
selama periode peripartum, ataupun dari pemberian ASI, sedangkan transmisi virus melalui
rute lain, seperti dari transfusi darah atau komponen darah relatif lebih jarang ditemukan.
Selain itu, sexual abuse yang terjadi pada anak juga dapat menjadi penyebab terjadinya
infeksi HIV, di mana hal ini lebih sering ditemukan pada masa remaja.
Berbagai gejala dan tanda yang bervariasi dapat bermanifestasi dan ditemukan pada
anak-anak yang sebelumnya tidak diperkirakan mengidap infeksi HIV harus menjadi suatu
tanda peringatan bagi para petugas kesehatan, terutama para dokter untuk memikirkan
kemungkinan terjadinya infeksi HIV. Gejala dan tanda-tanda yang mungkin terjadi meliputi
infeksi bakteri yang berulang, demam yang sukar sembuh, diare yang sukar sembuh,
sariawan yang sukar sembuh, parotitis kronis, pneumonia berulang, lymphadenopati
generalisata, gangguan perkembangan yang disertai failure to thrive, dan kelainan kulit
kronis-berulang.
III.2 Etiologi HIV
Virus penyebab defisiensi imun yang dengan nama Human Immunodeficiency Virus
(HIV) adalah suatu virus RNA dari famili Retrovirus dan subfamili Lentiviridae. Sampai
sekarang baru dikenal dua serotype HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang juga disebut
lymphadenopathy associated virus type-2 (LAV-2) yang hingga kini hanya dijumpai pada
kasus AIDS atau orang sehat di Afrika,dan spektrum penyakit yang ditimbulkannya belum
31
banyak diketahui. HIV-1, sebagai penyebab sindrom defisiensi imun (AIDS) tersering, dahulu
dikenal juga sebagai human T cell-lymphotropic virus type III (HTLV-III), lymphadenipathyassociated virus (LAV) dan AIDS-associated virus.
Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya
yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia
masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai
reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat
berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan
keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap
infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut.
Secara morfologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian
selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA
(Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis protein. Bagian selubung
terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120 akan berikatan dengan reseptor
CD4, yaitu suatu reseptor yang terdapat pada permukaan sel T helper, makrofag, monosit,
sel-sel Langerhans pada kulit, sel-sel glial, dan epitel usus (terutama sel-sel kripta dan sel-sel
enterokromafin). Sedangkan gp 41 atau disebut juga protein transmembran, dapat bekerja
sebagai protein fusi yaitu protein yang dapat berikatan dengan reseptor sel lain yang
berdekatan sehingga sel-sel yang berdekatan tersebut bersatu membentuk sinsitium. Karena
bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif
terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan
dengan berbagai disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya,
tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet. Virus HIV hidup dalam darah,
saliva, semen, air mata dan mudah mati di luar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel
monosit, makrofag dan sel glia jaringan otak.
III.3 Patofisologi Infeksi HIV
Sistem imun manusia sangat kompleks, kerusakan pada salah satu komponen sistem
imun akan mempengaruhi sistem imun secara keseluruhan. HIV menginfeksi sel T helper
yang memiliki reseptor CD4 di permukaannya, makrofag, sel dendritik, organ limfoid. Fungsi
penting sel T helper antara lain menghasilkan zat kimia yang berperan sebagai stimulasi
32
pertumbuhan dan pembentukan sel-sel lain dalam sistem imun dan pembentukan antibodi,
sehingga penurunan sel T CD4 menurunkan imunitas dan menyebabkan penderita mudah
terinfeksi.
Ketika HIV masuk melalui mukosa, sel yang pertama kali terinfeksi ialah sel
dendritik. Kemudian sel-sel ini menarik sel-sel radang lainnya dan mengirim antigen tersebut
ke sel-sel limfoid. HIV mempunyai target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang mempunyai
reseptor CD4. Setelah masuk ke dalam tubuh, HIV akan menempel pada sel yang mempunyai
molekul CD4 pada permukaannya. Molekul CD4 ini mempunyai afinitas yang sangat besar
terhadap HIV, sehingga limfosit CD4 dihasilkan dan dikirim ke sel limfoid yang peka
terhadap infeksi HIV. Limfosit-limfosit CD4 yang diakumulasikan di jaringan limfoid akan
tampak sebagai limfadenopati dari sindrom retrovirus akut yang dapat terlihat pada remaja
dan orang dewasa. HIV akan menginfeksi sel CD4 yang sangat berespon terhadapnya
sehingga kehilangan respon dan kontrol pertumbuhan terhadap HIV. Ketika replikasi virus
melebihi batas (biasanya 3-6 minggu sejak infeksi) akan terjadi viremia yang tampak secara
klinis sebagai flu like syndrome (demam, rash, limfadenopati, arthralgia) terjadi 50-70% pada
orang dewasa. Dengan terbentuknya respon imun humoral dan seluler selama 2-4 bulan,
muatan virus dalam darah mengalami penurunan secara substansial, dan pasien memasuki
masa dengan gejala yang sedikit dan jumlah CD4 yang meningkat sedikit.
Replikasi HIV-1 permulaan pada anak tidak menunjukkan adanya manifestai klinis
pada anak. Walaupun di tes dengan menggunakan PCR atau isolasi virus untuk sequence
asam nukleat dari virus.
Beberapa mekanisme yang diduga berhubungan dengan turunnya kadar CD4 pada
orang dewasa dan anak-anak ialah mekanisme-mekanisme dari HIV-mediated single cell
killing, formasi multinukleus dari sel giant pada CD4 baik yang terinfeksi maunpun yang
tidak (formasi syncytia), respon imun spesifik untuk virus (sel natural killer, sitotoksisitas
seluer tergantung antibodi), aktivasi mediasi superantigen sel T (membuat sel T lebih peka
terhadap HIV), autoimun dan apoptosis.
Tiga pola penyakit ditemukan pada anak-anak. Tepatnya 15-25% bayi baru lahir yang
terinfeksi HIV pada negara berkembang muncul dengan perjalanan penyakit yang cepat,
33
dengan gejala dan onset AIDS dalam beberapa bulan pertama kehidupan, median waktu
ketahanan hidup ialah 9 bulan jika tidak diobati. Pada negara miskin, mayoritas bayi baru
lahir akan mengalami perjalanan penyakit seperti ini. Telah diketahui bahwa infeksi
intrauterin bertepatan dengan periode pertumbuhan cepat CD4 pada janin. Migrasi yang
normal dari sel-sel ini menuju ke sumsum tulang, limpa, dan timus yang menghasilkan
penyebaran sistemik HIV, tidak dapat dicegah oleh sistem imun yang imatur dari janin.
Infeksi dapat terjadi sebelum pembentukan ontogenik normal sel imun, yang mengakibatkan
gangguan dari imunitas. Anak-anak dengan keadaan seperti ini menunjukkan hasil tes PCR
yang positif (nilai median 11.000 kopi/ml) pada 48 jam pertama kehidupan. Bukti ini
menunjukkan terjadinya infeksi inuterin. Muatan virus akan terus meningkat dalam 2-3 bulan
(750000 kopi/ml) dan menurun secara perlahan. Berbeda dengan orang dewasa bahwa
muatan virus pada anak-anak tetapi tinggi selama 1-2 tahun pertama.
Infeksi perinatal mayoritas yang terjadi di negara berkembang (60-80%) mengalami
pola penyakit yang kedua ini, yang mempunyai perjalanan penyakit yang lebih lambat,
dengan median ketahanan hidup selama 6 tahun. Banyak pasien dengan penyakit ini memiliki
tes kultur yang negatif dalam 1 minggu pertama kehidupan dan dipertimbangkan sebagai
pasien bayi yang terinfeksi intrapartum. Pada pasien muatan virus akan meningkat dengan
cepat dalam 2-3 bulan pertama kehidupan (median 100.000 kopi/ml) dan menurun secara
lambat setelah 24 bulan. Ini berbeda dengan orang dewasa dimana muatan virus berkurang
dengan cepat setelah infeksi primer. Perubahan sistem imun anak-anak karena infeksi HIV
akan menyerupai infeksi HIV pada orang dewasa. Penurunan sel T akan kurang dramatis
disebabkan karena pada bayi terjadi limfositosis relatif. Sebagai contoh, jumlah CD4 1.500
sel/mm3 pada anak.
Aktivasi sel B muncul pada infeksi awal pada kebanyakan anak sebagai bukti
hipergammaglobulinemia dengan kadar antibodi anti-HIV-1 yang tinggi. Respon ini
memperlihatkan adanya disregulasi dari supresi sel T dari sintesis antibodi sel B dan
peningkatan jumlah CD4 aktif dari respon humoral sel limfosit B. Disregulasi dari sel B
mendahului berkurangnya CD4 pada kebanyakan anak, dan dapat berguna sebagai alat bantu
diagnosis infeksi HIV pengganti bila tes diagnosis spesifik (PCR, kultur) tidak ada atau
terlalu mahal. Meskipun peningkatan kadar imunoglobulin, bukti dari produksi antibodi
spesifik tidak muncul pada beberapa anak. Hipogamaglobulinemia sangat jarang.
34
Pengaruh terhadap sistem saraf pusat lebih sering terjadi pada anak-anak
dibandingkan orang dewasa. Makrofag dan mikroglia mempunyai peran penting dalam dalam
neuropatogenesis HIV, dan dari data dilaporkan astrosit juga dapat berpengaruh. Meskipun
mekanisme pada sistem saraf pusat belum begitu jelas, pertumbuhan otak pada bayi muda
dipengaruhi 2 mekanisme, yaitu virus itu sendiri yang dapat menginfeksi bermacam-macam
sel otak secara langsung ,atau secara tidak langsung dengan cara mengeluarkan sitokin (IL1, IL-1, TNF- , IL-2) atau oksigen reaktif dari limfosit atau makrofag yang terinfeksi HIV.
III.4 Perjalanan Penyakit
Perjalanan alamiah infeksi HIV dapat dibagi dalam tahapan sebagai berikut :
Infeksi virus
(2-3 minggu)
Sindrom retroviral akut
(2-3 minggu)
Gejala menghilang + serokonversi
35
Kejadian awal yang timbul setelah infeksi HIV disebut sindrom retroviral akut atau
Acute Retroviral Syndrome. Sindrom retroviral akut diikuti oleh penurunan CD4 dan
peningkatan kadar RNA HIV dalam plasma (viral load). Hitung CD4 perlahan-lahan akan
menurun dalam beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang lebih cepat pada 1,5-2,5
tahun sebelum pasien jatuh dalam keadaan AIDS. Viral load akan meningkat dengan cepat
pada awal infeksi dan kemudian turun sampai titik tertentu. Dengan berlanjutnya infeksi,
viral load secara perlahan akan meningkat. Pada fase akhir penyakit akan ditemukan hitung
sel CD4 <200/mm3, diikuti timbulnya infeksi opportunistik, munculnya kanker tertentu, berat
badan menurun, dan munculnya komplikasi neurologis. Tanpa obat ARV rata-rata
kemampuan bertahan setelah CD4 turun ialah 3,7 tahun.
Window period adalah masa dimana pemeriksaan tes serologis untuk antibodi HIV
masih menunjukkan hasil negatif sementara sebenarnya virus sudah ada dalam jumlah
banyak dalam darah penderita. Window period menjadi hal yang penting untuk diperhatikan
karena pada masa itu orang dengan HIV sudah mampu menularkan kepada orang lain
misalnya melalui darah yang didonorkan, bertukar jarum suntik pada pengguna obat-obatan
suntik atau melalui hubungan seksual. Sebenarnya pada saat itu pemeriksaan laboratorium
telah mampu mendeteksinya karena pada window period terdapat peningkatan kadar antigen
p24 secara bermakna.
36
KATEGORI IMUNOLOGIS
JUMLAH CD4+ DAN PERSENTASI TOTAL LIMFOSIT
EFINISI STATUS
TERHADAP USIA
IMUNOLOGIS
< 1 tahun
1. Non-suppressed
2. Moderate suppression
3. Severe suppression
1-5 tahun
6-12 tahun
1500
25
1000
25
500
25
750-1499
15-24
500-999
15-24
200-499
15-24
<>
<15
<>
<15
<>
<15
Tabel 1 Klasifikasi HIV pada Anak Kurang dari 13 Tahun Berdasarkan Jumlah CD4 dan
Persentasi Total Limfosit Terhadap Usia
1. Non-suppressed
dan
dan
C : Gejala
dan
Tanda
Tanda
dan Tanda
Tanda
Ringan
Sedang
Berat
N1
A1
B1
C1
37
2. Moderate suppression
A2
C2
B2
C2
3. Severe suppression
A3
C3
B3
C3
Tabel 2 Klasifikasi HIV menurut CDC pada Anak Kurang dari 13 Tahun Secara Klinis
Kriteria klinis untuk infeksi HIV pada anak-anak kurang dari 13 tahun.
Kategori A : pada pasien dapat ditemukan dua atau lebih kelainan, tetapi tidak termasuk
kategori B atau C :
o Lymphadenopathy ( 0.5 cm pada dua tempat atau lebih, dua KGB yang bilateral
dianggap sebagai satu kesatuan).
o Hepatomegali
o Splenomegali
o Dermatitis
o Parotitis
o URTI berulang atau persisten
38
o Candidiasis orofaring yang terjadi lebih dari dua bulan pada anak-anak berusia enam
bulan atau kurang.
o Kardiomiopati.
o Infeksi CMVyang terjadi lebih dari satu bulan.
o Diare
o Hepatitis
o Stomatitis yang disebabkan oleh HSV (rekuren, minimal terjadi 2 kali dalam satu
tahun).
o Bronkitis yang disebabkan oleh HSV, pneumonitis, atau esofagitis yang terjadi
sebelum usia satu bulan.
o Herpes zoster yang terjadi dalam dua episode berbeda pada satu dermatom.
o Leiomyosarcoma
o Pneumonia limfoid interstitiel, atau hiperplasia kelenjar limfoid pulmonal kompleks.
o Nefropati.
o Nocardiosis.
o Demam yang berlangsung selama satu bulan atau lebih.
o Toksoplasmosis yang timbul sebelum usia satu bulan.
o Varicella diseminata atau dengan komplikasi.
Kategori C: pasien-pasien dengan gejala-gejala penyakit yang parah dan ditemukan pada
pasien AIDS.
39
40
o Pneumonia berulang
o Leukoensefalopati multifokal progresif
o Septikemia salmonella yang berulang
o Toksoplasmosis di otak
Sedangkan klasifikasi WHO pada anak ialah :
Stadium Klinis 1
Herpes zoster
41
Infeksi saluran napas bagian atas yang berulang atau kronis (ototis media, otore,
sinusitis, atau tonsilitis)
Malanutrisi sedang tanpa alasan jelas tidak membaik dengan terapi baku
Demam terus-menerus tanpa alasan (di atas 37,5C, sementara atau terus-menerus,
lebih dari 1 bulan)
Tuberkulosis paru
Anemia (<8g/dl)
Ensefalopati HIV
42
Infeksi sitomegalovirus: retinitis atau infeksi CMV yang mempengaruhi organ lain, yang
mulai pada usia lebih
dari 1 bulan)
Kriptosporidiosis kronis
Isosporiasis kronis
Catatan:
a
Tanpa alasan berarti keadaan tidak dapat diakibatkan oleh alasan lain.
Beberapa penyakit khusus yang juga dapat dimasukkan pada klasifikasi wilayah
(misalnya penisiliosis di Asia)
III.6 Diagnosis
Seperti penyakit lain, diagnosis HIV lain juga ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis yang mendukung kemungkinan adanya infeksi HIV ialah :
1
43
Bayi-bayi yang terlahir dari ibu-ibu yang terinfeksi HIV akan tetap mempertahankan
status seropositif hingga usia 18 bulan oleh karena adanya respon antibodi ibu yang
ditransfer secara transplacental. Selama periode ini, hanya anak-anak yang terinfeksi
HIV saja yang akan mengalami respon serokonversi positif pada pemeriksaan dengan
enzyme immunoassays (EIA), immunofluorescent assays (IFA) atau HIV-1 antibody
western blots (WB).
2
Penerima transfusi darah atau komponennya dan tanpa uji tapis HIV
Penggunaan obat parenteral atau intravena secara keliru (biasanya pecandu narkotika)
Diagnosis definitif infeksi HIV pada bayi dan anak membutuhkan uji diagnostik yang
memastikan adanya virus HIV.
Uji antibodi HIV mendeteksi adanya antibodi HIV yang diproduksi sebagai bagian
respons imun terhadap infeksi HIV. Pada anak usia 18 bulan, uji antibodi HIV
dilakukan dengan cara yang sama seperti dewasa.
Antibodi HIV maternal yang ditransfer secara pasif selama kehamilan, dapat terdeteksi
sampai umur anak 18 bulan oleh karena itu interpretasi hasil positif uji antibodi HIV
menjadi lebih sulit pada usia < 18 bulan.
Bayi yang terpajan HIV dan mempunyai hasil positif uji antibodi HIV pada usia 9-18
bulan dianggap berisiko tinggi mendapat infeksi HIV, namun diagnosis definitif
menggunakan uji antibodi HIV hanya dapat dilakukan saat usia 18 bulan.
Untuk memastikan diagnosis HIV pada anak dengan usia < 18 bulan, dibutuhkan uji
virologi HIV yang dapat memeriksa virus atau komponennya.
44
Anak dengan hasil positif pada uji virologi HIV pada usia berapapun dikatakan terkena
infeksi HIV.
Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV, sehingga infeksi HIV baru
dapat disingkirkan bila pemeriksaan dilakukan setelah ASI dihentikan > 6 minggu.
Gejala klinis yang sesuai dengan penjelasan sebelumnya, pada bagian manifestasi
45
berlainan pada bayi-bayi yang belum pernah diberi ASI sebelumnya. Seorang bayi yang
terlahir dari seorang ibu pengidap infeksi HIV dapat dinyatakan tidak terinfeksi HIV jika testes di atas tetap memberikan hasil negatif sampai usia bayi lebih dari empat bulan dan bayi
tidak mendapat ASI.
Bagan 2. Diagnosis HIV Pada Bayi dan Anak < 18 bulan Dengan status HIV ibu tidak
diketahui
46
Bagan 3. Diagnosis HIV Pada Bayi dan Anak < 18 Bulan dan Mendapatkan ASI
Bagan 4. Diagnosis bayi dan anak < 18 bulan, status ibu HIV positif dengan hasil uji virus
awal negatif dan terdapat tanda atau gejala HIV pada kunjungan berikutnya
47
Tabel 3 Penegakkan diagnosis presumptif HIV pada bayi dan anak < 18 bulan dan terdapat
tanda atau gejala HIV yang berat
48
III.7 Penatalaksanaan
Terapi Anti Retroviral (ARV)
Terapi saat ini tidak dapat mengeradikasi virus namun hanya untuk mensupres virus
untuk memperpanjang waktu dan perubahan perjalanan penyakit ke arah yang kronis.
Pengobatan infeksi virus HIV pada anak dimulai setelah menunjukkan adanya gejala klinis.
Gejala klinis menurut klasifikasi CDC. Pengobatan ARV diberikan dengan pertimbangan :
1
Adanya bukti supresi imun yang ditandai dengan menurunnya jumlah CD4 atau
persentasenya.
Usia
Bagi anak berusia > 1 tahun asimtomatis dengan status imunologi normal, terdapat 2
pilihan :
a
Tunda pengobatan pada keadaan resiko progresifitas perjalanan penyakit rendah atau
adanya faktor lain misalnya pertimbangan lamanya respon pengobatan, keamanan
dan kepatuhan.
Pada kasus seperti ini faktor lain yang harus dipertimbangkan ialah :
1
Penurunan dengan cepat CD4 baik jumlah atau presentasi supresi imun (Kategori
Imun 2 pada tabel 2.1)
Keputusan untuk memberikan terapi antiretrovirus harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Tes HIV secara sukarela disertai konseling yang mudah dijangkau untuk mendiagnosis HIV
secara dini.
2. Tersedia dana yang cukup untuk membiayai Anti Retrovirus Terapi (ART) selama
sedikitnya 1 tahun.
49
3. Konseling bagi pasien dan pendamping untuk memberikan pengertian tentang ART,
pentingnya kepatuhan pada terapi, efek samping yang mungkin terjadi dan lain-lain.
4. Konseling lanjutan untuk memberi dukungan psikososial dan mendorong kepatuhan serta
untuk menghadapi masalah nutrisi yang dapat timbul akibat ART.
5. Laboratorium untuk memantau efek samping obat termasuk Hb, tes fungsi hati dan lainlain.
6. Kemampuan untuk mengenal dan menangani penyakit umum dan infeksi oportunistik
akibat HIV.
7. Tersedianya obat yang bermutu dengan jumlah yang cukup, termasuk obat untuk infeksi
oportunistik dan penyakit yang berhubungan dengan HIV.
8. Tersedianya tim kesehatan termasuk dokter, perawat, konselor, pekerja sosial, dukungan
sebaya. Tim ini seharusnya membantu pembentukan kelompok dukungan Orang Dengan
HIV/AIDS (ODHA) dan pendampinya.
9. Adanya pelatihan, pendidikan berkelanjutan, pemantauan dan umpan balik tentang
penatalaksanaan penyakit HIV yang efektif termasuk sistem untuk menyebarluaskan
informasi dan pedoman baru.
10. Obat ARV digunakan secara rasional sesuai pedoman yang berlaku.
Perjalanan penyakit infeksi HIV dan penggunaan ART pada anak adalah serupa dengan
orang dewasa tetapi ada beberapa pertimbangan khusus yang dibutuhkan untuk bayi,
balita, dan anak yang terinfeksi HIV.
Efek obat berbeda selama transisi dari bayi ke anak. Oleh karena itu dibutuhkan perhatian
khusus tentang dosis dan toksisitas pada bayi dan anak. Kepatuhan berobat pada anak
menjadi tantangan tersendiri.
Terapi ARV memberi manfaat klinis yang bermakna pada anak yang terinfeksi HIV yang
menunjukkan gejala. Uji klinis terhadap anak sudah menunjukkan bahwa ART memberi
manfaat serupa dengan pemberian ART pada orang dewasa.
Saat ini ada 3 golongan ART yang tersedia di Indonesia:
1. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTIs): Obat ini dikenal sebagai analog
nukleosida yang menghambat proses perubahan RNA virus menjadi DNA. Proses ini
diperlukan agar virus dapat bereplikasi. Obat dalam golongan ini termasuk Zidovudine
50
(AZT), Lamivudine (3TC), Didanosine (ddl), Stavudine (d4T), Zalcitabin (ddC), Abacavir
(ABC).
2. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI): obat ini berbeda dengan NRTI
walaupun juga menghambat proses perubahan RNA menjadi DNA. Obat dalam golongan
ini termasuk nevirapine (NVP), Efavirenz (EFV), dan Delavirdine (DLV).
3. Protease Inhibitor (PI): Obat ini bekerja menghambat enzim protease yang memotong
rantai panjang asam amino menjadi protein yang lebih kecil. Obat dalam golongan ini
termasuk Indinavir (IDV), Nelfinavir (NFV), Saquinavir (SQV), Ritonavir (RTV),
Amprenavir (APV), dan Lopinavir/ritonavir (LPV/r).
Regimen obat yang diusulkan di Indonesia ialah :
Salah satu dari Kolom A dan salah satu kombinasi dari
Kolom B
Kolom A
Kolom B
Nevirapine (NVP)
AZT + ddl
Nelfinavir (NVF)
ddl+3TC
d4T + ddl
AZT + 3TC
d4T + 3TC
Tabel 2.3 Regimen ART yang diusulkan di Indonesia
Untuk neonatus, regimen obat yang diberikan berupa 2 nucleoside reverse
transcriptase inhibitors (NRTIs) atau nevirapine dengan 2NRTIs atau protease inhibitor
dengan 2NRTIs. Selain itu, juga direkomendasikan pemberian zidovudine dengan didanosine
atau zidovudine dengan lamivudine dikombinasi dengan nelfinavir atau ritonavir. Untuk bayibayi yang lebih tua dan anak-anak, direkomendasikan beberapa regimen antiretroviral.
Protease inhibitor sebagai pilihan utama dengan 2NRTIs. Nonnucleoside reverse
transcriptase inhibitor yang paling direkomendasikan untuk anak-anak berusia lebih dari tiga
tahun adalah 2NRTIs dengan efavirenz (dapat disertai dengan atau tanpa protease inhibitor).
Untuk anak-anak berusia kurang dari tiga tahun yang belum dapat mendapat tablet, regimen
51
Pemantauan pengobatan
Pemantauan pengobatan diperlukan untuk melihat :
1
Gejala baru yang timbul akibat efek samping obat maupun dari perjalanan penyakit itu
sendiri.
Pemantauan sebaiknya dilakukan setelah 1 bulan pengobatan dimulai dan selanjutnya
Secara klinis
a
Tidak kena infeksi opportunistik, atau kalau pun terkena, infeksi tidak berat
Anamnesis gejala yang berhubungan dengan HIV seperti batuk lebih dari 2 minggu,
demam, diare, dll disertai pemeriksaan fisik.
2. Pemeriksaan laboratorium
Tes darah rutin termasuk tes darah lengkap, SGOT/SGPT, kreatinin, gula darah,
kolesterol dan trigliserid dibutuhkan untuk memantau efek samping obat dan perjalanan
penyakit. Jenis tes yang dibutuhkan bergantung pada regimen obat yang digunakan. Tes
jumlah CD4 setiap 6 bulan sekali diperlukan untuk menentukan kapan profilaksis dapat
dihentikan. Bila tes ini belum dapat dilakukan maka dapat dipakai hitung limfosit total.
Asuhan Gizi
52
Asuhan gizi merupakan komponen penting dalam perawatan individu yang terinfeksi
HIV. Mereka akan mengalami gangguan pertumbuhan dan penurunan berat badan dan hal ini
berkaitan dengan kurang gizi. Penyebabnya multifaktorial antara lain karena anoreksia,
gangguan penyerapan sari makanan pada saluran cerna, hilangnya cairan tubuh akibat diare
dan muntah, dan gangguan metabolisme. Jika seseorang dengan HIV mempuyai status gizi
yang baik maka daya tahan tubuh akan lebih baik sehingga menghambat memasuki tahap
AIDS.
Asuhan gizi dan terapi gizi bagi ODHA sangat penting bagi mereka yang
mengkonsumsi ARV. Makanan yang dikonsumsi mempengaruhi penyerapan ARV dan obat
infeksi oportunistik dan juga sebaliknya, sehingga memerlukan pengaturan diet seperti obat
ARV dimakan ketika saat lambung kosong.
Prinsip gizi medis pada ODHA ialah tinggi kalori tinggi protein (TKTP) diberikan
secara oral, juga kaya vitamin, mineral dan cukup air. Berdasarkan beberapa penelitian,
pemberian stimulan nafsu makan, seperti megestrol acetate dan human recombinant growth
hormone dapat memberikan kenaikan berat badan dan pertumbuhan.
Seiring dengan berkembangnya penyakit, akan terjadi penurunan berat badan yang
sangat drastis (drastic wasting) dan terhambatnya pertumbuhan anak. Berkurangnya
cadangan protein dapat diatasi dengan meningkatkan intake asam amino, terutama threonine
dan methionine.
Bayi yang lahir dari ibu HIV tidak boleh diberi ASI ibunya, sehingga bayi diberikan
pengganti air susu ibu (PASI). Namun dalam keadaan tertentu dimana pemberian PASI tidak
memungkinkan dan bayi akan jatuh ke dalam kurang gizi, ASI masih dapat diberikan dengan
cara diperas dan dihangatkan terlebih dahulu pada suhu di atas 66 OC untuk membunuh virus
HIV.
Rekomendasi terkait menyusui untuk ibu dengan HIV adalah sebagai berikut :
1
Menyusui bayinya secara eksklusif selama 4-6 bulan untuk ibu yang tidak terinfeksi atau
ibu yang tidak diketahui status HIV-nya.
Ibu dengan HIV positif dianjurkan untuk tidak memberikan ASI dan sebaliknya
memberikan susu formula (PASI) atau susu sapi atau kambing yag diencerkan.
53
Bila PASI tidak memungkinkan disarankan pemberian ASI eksklusif selama 4-6 bulan
kemudian segera dihentikan untuk diganti dengan PASI.
III.8 Prognosis
Viremia plasma dan hitung limfosit CD4 sesuai usia dapat menentukan resiko
perjalanan penyakit dan komplikasi HIV. Prognosis yang buruk pada infeksi perinatal
berhubungan dengan terjadinya encephalofati, infeksi, perkembangan menjadi AIDS lebih
awal, dan berkurangnya jumlah limfosit CD4 yang cepat. Tanpa terapi, kurang lebih 30%
bayi yang terinfeksi berkembang menjadi gejala klinis berat kategori C atau kematian dalam
1 tahun kehidupan. Dengan terapi yang optimal angka mortalitas dan morbiditas menjadi
rendah.
III.9 Pencegahan
Edukasi dan konseling pasien yang terdeteksi terinfeksi HIV. Infeksi HIV yang
muncul pada wanita biasanya karena pengguna obat-obatan dan pasangan seksual laki-laki
yang resiko tinggi. Sehingga dibutuhkan pendidikan seks yang baik dan sehat. Konseling juga
jangan hanya membahas tentang modifikasi stress namun juga memodifikasi perubahan gaya
hidup melalui pesan-pesan budaya dan religi.
Perlu dilakukan uji tapis serologis bagi darah pendonor dan pengawasan serta
perlakuan yang lebih ketat bagi bahan-bahan yang berasal dari darah, terutama yang akan
diberikan pada anak yang perlu mendapat transfusi atau pemberian bahan yang berasal dari
darah berulang-ulang atau daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi.
Program pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja, perlu dipikirkan strategi
penerapannya di sekolah dan akademi dan untuk remaja yang berada di luar sekolah.
Transmisi vertical dapat dicegah dengan memberikan terapi antiretrovirus pada ibu
selama kehamilan dan memberikan profilaksis pada bayinya yang baru lahir. Wanita hamil
yang terinfeksi HIV sebaiknya diberikan terapi kombinasi 3 obat. Terapi kombinasi dapat
membuat supresi virus.
54
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku Ajar Infeksi &Pediatri Tropis edisi
kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2012
2. Rampengan. Penyakit Infeksi Tropic Pada Anak. Jakarta : EGC. 2008.
3. Lan,
Virginia
M.
Human
Immunodeficiency
Virus
(HIV)
dan
Acquired
Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI ; 2006.
55