Vous êtes sur la page 1sur 58

Infeksi

Kehamilan

Infeksi pada kehamilan

Infeksi pada kehamilan dapat berpengaruh pada


janin
Ibu membentuk antibodi yang dapat menembus
plasenta IgG
Usia kehamilan 14 minggu sistem imun fetus
mulai berfungsi

Pengaruh infeksi terhadap fetus

Efek tidak langsung ganguan transport O2 dan


nutrisi
Efek langsung infeksi jaringan plasenta dan fetus
Infeksi virus lebih banyak dibanding bakteri
Umumnya hanya infeksi berat pada ibu yang dapat
membahayakan janin, kecuali: Rubella,
cytomegalovirus (CMV), Herpes Simplex

Pengaruh infeksi terhadap fetus

Abortus
Kelainan kongenital
Hidrops fetalis
Fetal death
Prematuritas
KK pecah dini

Infeksi virus

Rubella (German measles)


Parvovirus
Cytomegalovirus
Varicella Zoster
Herpes
Hepatitis
HIV
Rubeola (Measles)

Infeksi bakteri

Bakteruria (Escherechia coli)


Infeksi vaginaVaginosis bakterial (Gardenerella,
Prevotella, Mobiluncus spp), Trichomonas vaginalis,
Candida albicans
Group B Streptococci
Gonorrhoea
Chlamydia
Toxoplasmosis
Listeria

TORCH

T=toxoplasmosis
O=other (syphilis)
R=rubella
C=cytomegalovirus
(CMV)
H=herpes simplex
(HSV)

Toksoplasmosis

Toksoplasma gondii pada


kehamilan dapat
menyebabkan infeksi janin
kongenital.
Janin yang terinfeksi
kongenital tersebut
mengalami kerusakan
organ/struktur
hidrosefalus, korioretinitis
dan kalsifikasi serebral.

Siklus hidup toksoplasma

Hidrosefalus
Pelebaran
ventrikel
lateral, dimana
lebar atrial
lebih dari 15
mm pada
trimester II dan
III

Sekuele pada bayi

Sekuele ringan : sikatriks/ scar korioretinal tanpa


gangguan visus atau adanya kalsifikasi serebral tanpa
diikuti kelainan neurologik.
Sekuele berat : kematian janin intra uterin atau
neonatal. Adanya scar korioretinal dengan gangguan
visus berat ataupun kelainan neurologik berat.

Infeksi toksoplasmosis
Bila toksoplasmosis terjadi
pada kehamilan sebelum 20
minggu, 20% janin
mengalami infeksi
kongenital 25% dari
janin yang terinfeksi ini
memperoleh kerusakan
organ berat, 15% kerusakan
organ ringan serta sisanya
60% bersifat subklinis

Diagnosis toksoplasmosis pada kehamilan

Kehamilan dengan seropositif ditemukan adanya


antibodi IgG anti toksoplasma dengan titer 1/20-1/1000.
Kehamilan dengan antibodi IgG atau IgM spesifik titer
tinggi ibu hamil seropositif memperoleh ulangan
infeksi (reinfeksi).
Kehamilan dengan seronegatif darah ibu tidak
mengandung antibodi spesifik mengulangi uji
serologik tiap trimester (3 bulan) sekali.

Diagnosis toksoplasmosis pada kehamilan

Kehamilan dengan serokonversi adanya perubahan


dari seronegatif menjadi seropositif selama kehamilan.
Penderita memiliki resiko tinggi untuk terjadinya
transmisi vertikal dari maternal ke janin serta
mengakibatkan infeksi janin (toksoplasmosis
kongenital).

Diagnosis modern

Konsep lama uji serologis ibu hamil.


Saat ini tindakan kordosentesis dan amniosentesis
dengan panduan ultrasonografi memperoleh darah
janin ataupun cairan ketuban untuk diagnostik
Diagnosis prenatal umumnya dilakukan pada usia
kehamilan 14-27 minggu (trimester II).

Kordosintesis dan amniosintesis


Kordosentesis
(pengambilan
sampel darah janin
melalui tali pusat)
ataupun
amniosentesis
(aspirasi cairan
ketuban) dengan
tuntunan
ultrasonografi.

Diagnosis

Pemeriksaan dengan teknik PCR mengidentifikasi


DNA Toxoplasma gondii pada darah janin atau cairan
ketuban.
Pemeriksaan dengan teknik ELISA pada darah janin
mendeteksi antibodi IgM spesifik (anti toksoplasma)
janin.

Dignosis toksoplasma kongenital:


Hasil pemeriksaan yang menunjukkan adanya IgM janin
spesifik (anti toksoplasma) dari darah janin, dan D.N.A
dari T. gondii dengan P.C.R darah janin ataupun cairan
ketuban.

Diagnostik prenatal yang berdasarkan amniosentesis


(aspirasi cairan ketuban), saat ini paling sering
dilakukan guna mendeteksi adanya infeksi janin
kongenital.
Dengan tindakan diagnostik prenatal ini akan
diperoleh deteksi DNA (Deoxyribonucleic acid)
T.gondii dalam cairan ketuban melalui metode PCR
(Polymerase Chain Reaction) secara akurat dan
cepat.

Terapi

Spiramycin 1-3 g/hari diberikan selama 3 minggu


diselingi 25 mg pyrimethamine, 3 g sulfadiazine/hari
selama 3 minggu juga sampai kelahiran

Rubella
Virus RNA beruntai tunggal,
dari keluarga Paramyxovirus,
dari genus Morbillivirus
Penyebab langsung kematian
janin dan bahkan yang paling
penting malformasi kongenital
berat.
Dianjurkan untuk melakukan
vaksinasi, terutama pada wanita
berusia subur.

Diagnosis
Konfirmasi infeksi rubela sulit dilakukan.
Gambaran klinisnya mirip dengan penyakit lain, dan
25% bersifat subklinis walaupun terjadi viremia yang
telah menginfeksi janin.

Viremia mendahului gejala klinis sekitar 1 minggu


Orang nonimun yang mengalami viremia rubela akan
memperlihatkan titer puncak antibodi 1 sampai 2
minggu setelah awitan ruam.

Seiring dengan meningkatnya usia kehamilan, infeksi


pada janin semakin kecil menyebabkan malformasi
kongenital.
Cacat rubela dijumpai pada semua bayi yang
memperlihatkan tanda infeksi intrauterus sebelum
minggu ke-11, tetapi hanya 35% dari mereka yang
terinfeksi pada usia 13 sampai 16 minggu

Sindrom Rubela Kongenital

Lesi mata, termasuk katarak, glaukoma


Penyakit jantung, termasuk duktus arteriosus paten,
defek septum.
Tuli sensorineural
Defek susunan saraf pusat microcephaly
Hambatan pertumbuhan janin
Hepatosplenomegali dan ikterus
Perubahan tulang

Sindrom Rubela Kongenital

Bayi yang lahir


dengan rubela
kongenital
menyebarkan virus
sehingga merupakan
ancaman bagi bayi
lain, serta orang
dewasa rentan yang
berkontak dengan
bayi tersebut.

Cytomegalovirus

Virus DNA
Virus ini menyebabkan
pembengkakan sel yang
karakteristik sehingga
terlihat sel membesar
(sitomegali) dan tampak
sebagai gambaran mata
burung hantu.

Penularan
Transmisi horisontal terjadi
melalui droplet infection
dan kontak dengan air
ludah.
Transmisi vertikal
penularan proses infeksi
maternal ke janin.
transplasenta.

Infeksi CMV yang terjadi karena pemaparan pertama


kali atas individu infeksi primer.
Infeksi primer berlangsung simtomatis ataupun
asimtomatis serta virus akan menetap dalam jaringan
hospes dalam waktu yang tak terbatas infeksi laten.

Transmisi CMV dari ibu ke janin dapat terjadi selama


kehamilan, dan infeksi pada umur kehamilan kurang
sampai 16 minggu menyebabkan kerusakan serius.
Infeksi eksogenus dapat bersifat primer yaitu terjadi
pada ibu hamil dengan pola imunologis seronegatif
dan non primer bila ibu hamil dengan seropositif.
Infeksi endogenus suatu reaktivasi virus yang
sebelumnya dalam keadaan laten.

Diagnosis

Metode serologis diagnosa infeksi maternal


primer dapat ditunjukkan dengan adanya perubahan
dari seronegatif menjadi seropositif (tampak adanya
IgM dan IgG anti CMV)
Metode virologis, viremia maternal dapat ditegakkan
dengan menggunakan uji immunofluoresen.
PCR dan kultur virus

Diagnosis prenatal
Diagnosis prenatal harus
dikerjakan terhadap ibu
dengan kehamilan yang
menunjukkan infeksi
primer pada umur
kehamilan sampai 20
minggu.
Diagnosis prenatal
metode PCR dan
isolasi virus pada cairan
ketuban yang diperoleh
setelah amniosentesis.

Kemungkinan infeksi CMV


intrauterin bila didapatkan :
Oligohidramnion,
Polihidramnion
Hidrops non imun
Asites janin
Gangguan pertumbuhan janin
Mikrosefali,
Ventrikulomegali serebral
(hidrosefalus)

Terapi

Saat ini terminasi kehamilan merupakan satusatunya terapi intervensi karena pengobatan dengan
anti virus (ganciclovir) tidak memberi hasil yang
efektif serta memuaskan.
Infeksi primer yang terjadi pada umur kehamilan
20 minggu setelah memperhatikan hasil diagnosis
prenatal dapat dipertimbangkan terminasi
kehamilan konseling

Herpes

Berdasarkan perbedaan
imunologi dapat dikenali 2
jenis herpes simpleks virus
(HSV)
HSV tipe 1 (Non genital)
HSV tipe 2 (Genital) dan
ditularkan melalui
hubungan seksual.

Herpes selama kehamilan


80 persen wanita yang terjangkit infeksi herpes
genitalis mengalami kekambuhan simtomatik
sebanyak 2-4 kali selama hamil
Kekambuhan klinis tampaknya sedikit lebih sering
pada kehamilan tahap lanjut.

Pada Janin dan Neonatus

Janin hampir selalui terinfeksi oleh virus yang di


keluarkan dari serviks atau saluran genital bawah.
Virus menginvasi uterus setelah selaput ketuban
pecah atau berkontak dengan janin saat persalinan.

Penatalaksanaan Antepartum

Seksio sesarea diindikasikan pada wanita dengan


lesi genital aktif.
Dengan demikian seksio sesarea dilakukan hanya
apabila tampak lesi primer atau rekuren saat
mejelang persalinan atau saat selaput ketuban pecah.

Syphilis /raja singa /lues


Penyebab : Treponema Pallidum
Masa Inkubasi : 2 mg s/d 3
bulan
Terdiri dari 3 stadium :
1. Timbul papula erosif ulcus
durum (keras, tidak nyeri, dasar
bersih, tepi rata )
2. Timbul 3 10 th setelah stadium
1 terjadi perusakan jaringan
tubuh
3. Neurosyphilis, Syphilis
Congenital

Hepatitis B

Penyakit hati yang disebabkan oleh "Virus Hepatitis


B" (VHB), suatu anggota famili Hepadnavirus
Menyebabkan peradangan hati akut atau menahun
yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut
menjadi sirosi hati atau kanker hati.

Hepatitis B

Infeksi intrauterine - 5%
Infeksi intrapartum - 95%
Infeksi kongenital - 90% karier kronik
1% ibu mempunyai kemungkin menularkan pada
bayinya
Bayi baru lahir harus mendapat imunisasi pasif
(HBIg) dan imunisasi aktif (3 x vaksinasi ) - > 90%
kasus terlindungi

Hepatitis C

Disebabkan oleh virus


hepatitis C
(HCV)seringkali tidak
memberikan gejala,
Infeksi kronis dapat
menyebabkan jaringan parut
pada hati, dan setelah
menahun menyebabkan
sirosis, gagal hati, kanker
hati, kematian

Human Immuno Deficiency Virus

Retrovirus RNA
Virus yang dapat
menyebabkan penyakit
Acquired
Immunodeficiency
Syndrome (AIDS).
Menyerang sistem
kekebalan (imunitas)
tubuh, sehingga tubuh
menjadi lemah dalam
melawan infeksi
defisiensi sistem imun

HIV

Menular dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayinya


yang baru lahir.
30% bayi lahir dari ibu yang terinfeksi HIV akan
tertular HIV kalau ibunya tidak memakai
terapi antiretroviral (ART)
5-20% lagi dapat tertular melalui air susu ibu (ASI).

Gejala klinis HIV-AIDS


Saluran pernafasan. Penderita mengalami nafas pendek,
henti nafas sejenak, batuk, nyeri dada dan demam seprti
terserang infeksi virus lainnya (Pneumonia). Tidak
jarang diagnosa pada stadium awal penyakit HIV AIDS
diduga sebagai TBC.
Saluran Pencernaan. Penderita penyakit AIDS
menampakkan tanda dan gejala seperti hilangnya nafsu
makan, mual dan muntah, kerap mengalami penyakit
jamur pada rongga mulut dan kerongkongan, serta
mengalami diarhea yang kronik.

Gejala klinis HIV-AIDS


Saluran Pencernaan. Penderita penyakit AIDS
menampakkan tanda dan gejala seperti hilangnya nafsu
makan, mual dan muntah, kerap mengalami penyakit
jamur pada rongga mulut dan kerongkongan, serta
mengalami diarhea yang kronik.
Berat badan tubuh. Penderita mengalami hal yang
disebut juga wasting syndrome, yaitu kehilangan berat
badan tubuh hingga 10% dibawah normal karena
gangguan pada sistem protein dan energi tubuh

Gejala klinis HIV-AIDS


System Persyarafan. Gangguan pada saraf pusat yang
mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah
berkonsentrasi, dan respon anggota gerak melambat.
Pada system persyarafan ujung (Peripheral) akan
menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan
dan kaki, reflek tendon yang kurang
Sistem Integumentum. Infeksi virus cacar air (herpes
simplex) atau cacar api (herpes zoster). Lainnya adalah
mengalami infeksi jaringan rambut pada kulit
(Folliculities), kulit kering berbercak (kulit lapisan luar
retak-retak) serta Eczema atau psoriasis

Gejala klinis HIV-AIDS

Saluran kemih dan Reproduksi pada wanita.


Penderita seringkali mengalami penyakit jamur pada
vagina tanda awal terinfeksi virus HIV.
Luka pada saluran kemih, wanita lebih banyak yang
menderita penyakit cacar.
Penderita AIDS wanita banyak yang mengalami
peradangan rongga (tulang) pelvic dikenal sebagai
istilah pelvic inflammatory disease (PID) dan
mengalami masa haid yang tidak teratur (abnormal)

Bayi dengan HIV antibodi positif

Bayi yang terlahir oleh ibu HIV-positif mempunyai


antibodi terhadap HIV walaupun tidak terinfeksi
Antibodi itu mulai hilang pada usia sembilan bulan,
tetapi dapat tertahan sampai dengan usia 18 bulan.

Pengobatan HIV selama kehamilan


Bila akan mulai ART, atau sudah memakai ART sebelum
menjadi hamil, seorang ibu hamil sebaiknya
mempertimbangkan beberapa masalah yang dapat
terjadi terkait ART:
Jangan memakai ddI bersama dengan d4T dalam ARTnya karena kombinasi ini dapat menimbulkan asidosis
laktik dengan angka tinggi.
Hindari penggunaan efavirenz selama trimester
pertama kehamilan.
Bila jumlah CD4-nya lebih dari 250, jangan mulai
memakai nevirapine.

Pengobatan HIV selama kehamilan


Beberapa dokter mengusulkan perempuan tidak mulai
ART pada trimester pertama kehamilan. Ada tiga alasan:
Risiko dosis dilewatkan akibat mual dan muntah
selama awal kehamilan, dengan risiko
mengembangkan resistansi terhadap obat yang dipakai.
Risiko obat mengakibatkan anak cacat lahir, yang
tertinggi pada trimester pertama. Tidak ada bukti terjadi
cacat lahir akibat penggunaan ARV, kecuali dengan
efavirenz.
Ada kekhawatiran ART dapat meningkatkan risiko
kelahiran dini atau bayi lahir dengan berat badan
rendah.

Kondiloma akuminata

Vous aimerez peut-être aussi