Vous êtes sur la page 1sur 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu contoh sumber energi yang dapat

diperbaharui kembali (renewable

source) adalah air, air merupakan sumber energi yang murah dan relatif mudah didapat,
karena pada air tersimpan energi potensial (pada air jatuh) dan energi kinetik (pada air
mengalir). Tenaga air (Hydropower) adalah energi yang diperoleh dari air yang mengalir.
Energi yang dimiliki air dapat dimanfaatkan dan digunakan dalam wujud energi mekanis
maupun energi listrik.
Sungai Citarum merupakan sungai terpanjang di Propinsi Jawa Barat dan merupakan
adalah satu yang terpanjang di pulau Jawa (nomor tiga terpanjang di Pulau Jawa). Sumber
air sungai Citarurn berasal dan mata air Gunung Wayang dan beberapa anak sungai
Citarum yang tersebar di beberapa tempat. Daerah tangkapan hujan dan daerah hulu
Sungai Citarum meliputi area kurang lebih seluas 4500 km2. Area tersebut setidaknya
meliputi 4 (empat) wilayah kabupaten dan kotamadya di Propinsi Jawa Barat, yaitu
meliputi sebagian kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Cianjur, serta
seluruh daerah Kotamadya Bandung. Keberadaan sungai citaru yang besar dapat
dimanfaatkan untuk membuat waduk yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai PLTA.
PLTA memanfaatkan sumber daya air dalam proses penjanaan tenaganya. Aliran
sungai dengan sejumlah anak sungainya dibendung dengan sebuah Dam. Airnya
ditampung dalam waduk yang kemudian dialirkan melaui Pintu Pengambilan Air (Intake
Gate) yang selanjutnya masuk ke dalam Terowongan Tekan (Headrace Tunnel). Sebelum
memasuki Pipa Pesat (Penstock), air harus melewati Tangki Pendatar (Surge Tank) yang
berfungsi untuk mengamankan pipa pesat apabila terjadi tekanan kejut atau tekanan
mendadak yang biasa disebut sebagai pukulan air (water hammer) saat Katup Utama (Inlet
Valve) ditutup seketika. Setelah Katup Utama dibuka, aliran air memasuki Rumah Keong
(Spiral Case). Aliran air yang bergerak memutar Turbin dan dari turbin, air mengalir
keluar melalui Pipa Lepas (Draft Tube) dan selanjutnya dibuang ke Saluran Pembuangan
(Tail Race).
Saluran pembuangan ini masih mengeluarkan kapasitas debit air yang cukup besar,
jika aliran sungai dari saluran pembuangan(tail race) ini dibiarkan akan menjadi kurang
efektif, oleh karena itu diperlukan pemanfaatan aliran sungai dari tail race ini dengan cara
system kaskade.

Sungai citarum sebagai sumber utama waduk Saguling sebenarnya mempunyai tiga
buah waduk yang beroperasi secara Kaskade. Dari hulu ke hilir terdiri dari waduk
Saguling yang terletak pada ketinggian +643 m dari permukaan air laut (dpal), Waduk
Cirata terletak pada ketinggian +220 m dpal dan waduk Jatiluhur pada ketinggian +107 m
dpal. Ketiga waduk tersebut terikat pada sistem waduk Kaskade Citarum yang saling
mempengaruhi.
1.2 Rumusan Masalah
Makalah ini disusun berdasarkan rumusan masalah berikut :
1. Apakah system kaskade dalam PLTA?
2. Bagaimana cara kerja system kaskade pada PLTA pada sungai citarum?
1.3 Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui system kaskade dalam PLTA
2. Untuk mengetahui cara cara kerja system kaskade bendungan PLTA pada sungai
citarum.
1.4 Batasan masalah
Batasan masalah dalam makalah ini adalah proses kaskade dari bendungan saguling,
waduk cirata hingga waduk jatiluhur pada sungai citarum dan manfaat serta kekurangan
dari system kaskade sungai citarum dalam kaitanya terhadap produksi energy listrik
dalam PLTA

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Kaskade

Gambar 1. PLTA Sistem Kaskade


Sistem Kaskade adalah adanya dua atau lebih PLTA dalam satu aliran sungai. Air
buangan PLTA yang berada disebelah hulu, ditambah dengan air dari sungai lainnya,
dimanfaatkan oleh PLTA yang berada di sebelah hilirnya. Sistem Kaskade ini
tidakdiperlukan

persyaratan

khusus,

sepanjang

secara

teknis

dan

ekonomis

memungkinkan. Sistem kaskade di Indonesia, anatara lain:


PLTA Saguling, PLTA Cirata, dan PO Jatiluhur yang memanfaatkan aliran sungai

Citarum.
PLTA Plengan, PLTA Lamajan dan PLTA Cikalong, yang memanfaatkan aliran

Sungai Cisangkuy.
PLTA Silorejo, PLTA Sutami, PLTA Wlingi dan PLTA Lodoyo yang memanfaatkan

aliran sungai Brantas.


http://slideplayer.info/slide/2293318/
2.2 Optimasi PLTA Kaskade
Untuk merencanakan operasi yang optimum dari PLTA Kaskade terlebih dahulu perlu
ditentukan :
1. Besarnya beban selama periode optimasi. Penentuan besarnya beban ini haruslah
mengikuti naik turunnya beban subsistem hidro.
2. Banyaknya air yang akan dipakai selama periode optimasi. Penentuan banyaknya air
yang akan dipakai ini harus memperkirakan curah hujan dan debit air sungai yang

bersangkutan, serta memperhatikan perencanaan penggunaan air untuk jangka yang


lebih panjang.
Dalam perhitungan optimasi PLTA Kaskade, yang diinginkan adalah agar volume
permulaan dan volume akhir dari air dalam kolam tando pada periode optimasi
mengikuti rencana volume jangka menengah (satu tahun), dengan memperhitungkan air
yang masuk ke kolam serta menjaga jangan sampai ada air yang melimpas (spill water)
dikolam tando.

Perlu diingat bahwa apabila terjadi perubahan besrnya pemakaian air pada salah satu
PLTA, hal ini baru akan mempengaruhi inflow (air masuk) ke PLTA yang ada di
bawahnya, setelah waktu tertentu yang tergantung kepada jarak hidrolis antara PLTAPLTA yang bersangkutan.
2.3 Sungai Citarum
Sungai citarum merupakan sungai terpanjang di Propinsi Jawa Barat dan merupakan
Sungai nomor tiga terpanjang di Pulau Jawa. Sumber air Sungai Citarum berasal dari
mata air Gunung Wayang dan beberapa anak Sungai Citarum yang tersebar di beberapa
tempat. Daerah tangkapan hujan dan daerah hulu Sungai Citarum meliputi area kurang
lebih seluas 4500 km2. Area tersebut setidaknya meliputi empat wilayah kabupaten di
Jawa Barat meliputi Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Cianjur,
serta seluruh daerah Kotamadya Bandung.

Gambar 2. Posisi Sungai Citarum


Sungai Citarum sebagai sumber utama waduk Saguling terdapat tiga buah waduk yang
beroperasi secara Kaskade. Sungai Citarum mengalir sepanjang sekitar 270 kilometer
dengan cakupan seluas 6.540 kilometer persegi, yaitu mulai dari Gunung Wayang hingga
Tanjung, Karawang. Dari hulu ke hilir terdiri dari waduk Saguling yang terletak pada
ketinggian +643 m dari permukaan air laut (dpal), Waduk Cirata terletak pada ketinggian
+220 m dpal dan waduk Jatiluhur pada ketinggian +107 m dpal. Waduk Saguling dan
Waduk Cirata hanya memproduksi listrik dengan kapasitas masing-masing terpasang 700
MW dan 1.008 MW, sedangkan Waduk Jatiluhur berfungsi sebagai waduk serbaguna
dengan tugas pokok sebagai penyedia air irigasi untuk sawah seluas kurang lebih 200.000
HA untuk kawasan Subang, Karawang dan Bekasi serta sebagai penyedia air minum bagi
DKI Jakarta serta memproduksi listrik dengan kapasitas terpasang hanya 175 MW. Ketiga
waduk tersebut terikat pada sistem waduk Kaskade Citarum yang saling mempengaruhi.

Gambar 3. Sistem waduk kaskade


2.4 PLTA Saguling
Waduk/PLTA Saguling terletak sekitar 30 km sebelah barat Kotamadya Bandung dan 100
km sebelah tenggara DKI Jakarta, memiliki curah hujan yang tinggi (kurang lebih 2.6

milyar m3 per-tahun). Pada system waduk kaskade Citarum, waduk Saguling berada di
daerah paling hulu dibandingkan kedua waduk lainnya.

Gambar 4. Waduk Saguling


Waduk saguling dibangun dengan fungsi utama sebagai waduk PLTA atau untuk
keperluan pembangkitan tenaga listrik. Kapasitas terpasang pada waduk Saguling adalah
700.72 MW dan memiliki kemampuan produksi listrik rata-rata per-tahun sebesar 2156
GWH. Energi listrik yang dihasilkan oleh PLTA Saguling akan terinterkoneksikan dengan
system kelistrikan se-Jawa-Bali. PLTA Saguling dalam system kelistrikan Jawa-Bali
ditujukan sebagai pemikul beban puncak (peak load), selain untuk memikul beban
puncak, PLTA Saguling juga memiliki fungsi sebagai pengatur frekuensi system
kelistrikan Jawa-Bali. Hal ini dimugkinkan dengan diterapkannya peralatan LFC (Load
Frequency Factor) di PLTA Saguling. Aliran air yang masuk ke waduk ini berasal dan
aliran sungai Citarum dan beberapa anak sungai. Luas daerah tangkapan hujan Waduk
Saguling mencapai kurang lebih seluas 2.271,7 km2 (berdasarkan UBP Saguling-PT.
Indonesia Power)
2.4.1 Bendungan
Bendungan pada waduk Saguling merupakan tipe urugan batu dengan inti kedap air
(rockfihl darn with an impervious center core). Tinggi dan bangunan bendungan tersebut
ialah 99 m, sedangkan panjang puncaknya adalah 301,4 m. Elevasi puncak bendungan
terletak pada +650,5 m di atas permukaan laut. Isi tubuh bendungan diperkirakan
mencapai 2,79 juta m3. Dengan bendungan ini, kapasitas tampunganvolume waduk
(maksimum) yang direncanakan ialah sebesar 875 juta m3 dengan nilai kapasitas
tampungan volume efektifnya mencapai 611,5 juta ml Elevasi atau tinggi muka air
waduk maksimum (HWL-Highest Water Level) direncanakan setinggi 643 m,
sedangkan elevasi muka air minimumnya (LWL-Lowest Water Level) adalah +623 m.
Luas daerah genangan waduk Saguling (pada elevasi +643 m) diperkirakan mencapai
2.4.2

48,695 ha.
Spillway

Spilway waduk Saguling berupa pelimpah samping yang dilengkapi dengan saluran
peluncur (chute type with side flow entrance). Pelimpah samping tersebut terdiri dan 2
(dua) bagian yaitu bagian yang berpintu (gate spiliway) dan bagian yang tidak berpintu
(free spillway). Gate spiliway pada waduk Saguling memiliki 3 (tiga) buah pintu yang
masing-masing memiliki lebar 10 m dan tinggi 8,3 m. Sedangkan bagian yang tak
berpintu (free spillway) dibuat dengan lebar 62 m. Seluruh bagian pelimpah tersebut
terbuat dan beton. Elevasi mulut gate spiliway ialah +634,7 m sedangkan elevasi puncak
dan bagian free spiliway ialah +643 m. Apabila terjadi banjir, aliran air yang masuk
spillway akan dibawa ke hilir melalui sebuah saluran peluncur (chute). Peluncur tersebut
dilengkapi dengan peredam energi (energy disipator) jenis stilling basin with baffle
pierre. Kapasitas debit maksimum yang dapat mengalir melalui bangunan pelimpah
waduk Saguling ini adalah sebesar 2400 m3/s.

Gambar 5. Bangunan Spillway Waduk Saguling


2.4.3

Intake
Intake pada waduk Saguling terpisah dan bangunan spillway. Intake yang digunakan pada
waduk Saguling adalah tipe tower yang berjumlah 2 (dua) buah dengan dimensi
bangunan intake tersebut secara keseluruhan ialah panjang 29 m dan lebar 50 m. Tiap
tower intake pada waduk Saguling dilengkapi pintu air yang masing-masing memiliki
lebar 5,8 m dan tinggi 5,8 m. Kapasitas debit maksimum aliran air yang dapat melalui
intake pada waduk Saguling adalah 224 m3Is.

Gambar 6. Bangunan Intake Waduk Saguling


2.4.4

Headrace Tunnel
Pada waduk Saguling, jenis headrace tunnel yang digunakan adalah pressure tunnel with
circular section. Saluran headrace tunnel ini berjumlah 2 (dua) buah dan terbuat dari
beton. Diameter saluran tersebut masing-masing adalah 5,8 m dengan panjang 4689,182
m dan 4689,743 m.

Gambar 7. Headrace Tunnel Waduk Saguling


2.4.5

Surge Tank
Pada waduk Saguling, tipe surge tank yang digunakan adalah differential with circular
section. Tanki pendatar air yang dibangun pada waduk Saguling berjumlah 2 (dua) buah
dan akan melayani penstock yang berjumlah 2 (dua) buah juga. Kedua surge tank tersebut
memiliki diameter masing-masing 12 rn serta tinggi 103,6 m dan 98,6 m.

Gambar 8. Bangunan Surge Tank Waduk Saguling


2.4.6 Penstock
Penstock yang digunakan pada waduk Saguling berjumlah 2 (dua) buah dengan
karakteristik:
Tipe

: Open steel pipe with ring garden supports

Jumlah

: 2 (dua) buah

Diameter dalarn : 4,3 m s.d. 2,83 m


Panjang

: 1868 m dan 1768 m

Gambar 9. Penstock Waduk Saguling


2.4.7 Power House
Gedung pusat pembangkit (power house) pada PLTA Saguling bertipe semi bawah tanah
dengan 2 (dua) lantai di atas dan 5 (lima) lantai di bawah tanah. Gedung ini secara umum
memiliki bentuk persegi panjang dengan panjang 104,4 m dan lebar 32,5 m serta
memiliki tinggi 42,5 m. Kapasitas daya yang terpasang pada PLTA Saguling adalah
sebesar 4x 175,18 MW (700,72 MW). Jumlah turbin dan generator yang terdapat pada
power house di PLTA Saguling ialah masing-masing 4 (empat) buah. Adapun
karakteristik dan turbin dan generator yang digunakan adalah seperti disebutkan di bawah
sebagai berikut:
1. TURBIN
Merk

: Toshiba

Tipe

: Francis Vertical

Jumlah

: 4 (empat)

Kapasitas

: 4x 178,8 MW

Putaran

: 333 rpm

Debit pada head normal

: 4x 54,8 m3/s

Head (maks./normal/min.) : 363,6/355,7/343,3 m


2. GENERATOR
Merk

: Mitsubishi

Tipe

: Setengah payung, 3phase, Synchronous

Jumlah

: 4 (empat)

Kapasitas

: 4x 206,1 MW

Putaran

: 333 rpm

Tegangan

: 16,5 kV

Arus

:72l2Ampere

Frekuensi

: 50 Hz
9

Energi listrik yang dihasilkan oleh generator akan dinaikkan tegangannya melalui trafo
utama (main transformer) dengan karakteristik sebagai berikut:
Merk dan tipe

: Mitsubishi, 3 phase special,OFAF, pasangan luar

Kapasitas

: 2x 4 12,2 MVA

Rasio tegangan

: 16,5 kV/500 kV

Selanjutnya energi atau arus listrik tersebut akan dialirkan menuju pelataran/serandang
hubung (switch yard), untuk Iebih lanjut diinterkoneksikan dengan system kelistrikan
Jawa-Bali. Switch yard yang terdapat di PLTA Saguling memiliki tegangan 500 kV.

Gambar 10. Bangunan Power House Waduk Saguling


2.5 PLTA Cirata
PLTA Cirata terletak di daerah aliran sungai (DAS) Citarum di Desa Tegal Waru,
Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Latar belakang pendirian
PLTA ini, dengan letak sungai Citarum yang subur, bergunung-gunung dan
dianugerahi curah hujan yang tinggi. Pembangunan proyek PLTA Cirata merupakan
salah satu cara pemanfaatan potensi tenaga air di Sungai Citarum yang letaknya di
wilayah kabupaten Bandung, kurang lebih 60 km sebelah barat laut kota Bandung atau
100 km dari Jakarta melalui jalan Purwakarta.

10

Gambar 11. Bendungan cirata


Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Cirata merupakan PLTA terbesar di Asia
Tenggara. PLTA ini memiliki konstruksi power house di bawah tanah dengan kapasitas
8x126 Megawatt (MW) sehingga total kapasitas terpasang 1.008 Megawatt (MW)
dengan produksi energi listrik rata-rata 1.428 Giga Watthour (GWh) pertahun.
Kapasita 1008 MW tersebut terdiri dari Cirata I yang memiliki empat unit masingmasing operasi dengan daya terpasang 126 MW yang mulai dioperasikan tahun 1988
dengan daya terpasang 504 MW, selain itu Cirata II juga dengan empat unit masingmasing 126 MW, yang mulai dioperasikan sejak tahun 1997 dengan daya terpasang
504 MW. Cirata I dan II mampu memproduksi energi listrik rata-rata 1.428 GWh
pertahun yang kemudian dislaurkan melalui jaringan transmisi tegangan ekstra tinggi
500 kV ke sistem interkoneksi Jawa-Madura-Bali (Jamali).
Guna menghasilkan energi listrik sebesar 1.428 Gwh, dioperasikan delapan buah
turbin dengan kapasitas masing-masing 129.000 KW dengan putaran 187,5 RPM.
Adapun tinggi air jatuh efektif untuk memutar turbin 112,5 meter dengan debit air
maksimum 135 m3 perdetik.
PLTA Cirata dibangun dengan komposisi bangunan power house empat lantai di
bawah tanah yang menpengoperasiannya dikendalikan dari ruang control switchyard
berjarak sekitar 2 kilometer (km) dari mesin-mesin pembangkit yang terletak di power
house.
PLTA tersebut merupakan pembangkit yang dioperasikan oleh anak perusahaan PT
Perusahaan Listrik Negara (PLN persero) yaitu PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB)
yang disalurkan melalui saluran transmisi tenaga listrik 500 kilo volt (KV) ke sistem
Jawa Bali yang diatur oleh dispatcher PLN Pusat Pengatur Beban (P3B).Kontribusi
utama Cirata terhadap sistem Jawa Bali yaitu memikul beban puncak dan beroperasi
pada pukul 17.00-22.00, dengan moda operasi LFC (Load Frequency Control), dimana
memiliki fasilitas line charging bila sistem Jawa Bali mengalami Black Out dan Start

11

up operasi/ sinkron ke jaringan 500 KV yang relatif cepat yaitu kurang lebih lima
menit.
Data Teknis PLTA Cirata :
1. Kapasitas terpasang : 8 x 126 MW = 1.008 MW.
2. Energi per tahun : 1.428 GWH
3. LuasDaerah Aliran Sungai (DAS) : 4.119 km2
4. Luas Waduk : 6.200 Ha.
5. Bendungan : tinggi 135 m, panjang puncak 453 m, isi bendungan 3,9 juta m3.
6. Terowongan tekan : jumlah 4 buah, diameter 10m, panjang 640 m.
7. Pipa pesat : jumlah 8 buah, diameter 5,2 m, panjang 202 m.
8. Turbin : jumlah 8 unit, kapasitas 129.000 kW/unit, putaran 187,5 rpm, head 112,5,
debit maksimum tiap unit 135 m3/detik.
9. Generator : jumlah 8 unit, kapasitas 140.000 kVA / unit.
10. Trafo

: jumlah 4 unit, kapasitas 280.000 kVA / unit

Adapun tahap-tahap pembangunan PLTA Cirata adalah sebagai berikut :


PLTA Cirata tahap I :
1. Survey pendahuluan, dimulai tahun 1975
2. Studi kelayakan tahun 1980 -1981.
3. Studi analisis dampak lingkungan, dimulai tahun 1981.
4. Perencanaan rinci, Februari 1981 sampai Oktober 1982.
5. Tahap pembangunan, mulai April 1983.
6. Operasi Unit 1 & 2 : April 1988
7. Operasi Unit 3 & 4 : Oktober 1988

12

PLTA Cirata tahap II :


1. Perencanaan rinci & proses pengadaan : 1989 - 1990.
2. Tahap pembangunan, mulai 1991.
3. Operasi Unit 5 & 6 : Agustus 1997
4. Operasi Unit 7 & 8 : April 1998
2.6 PLTA Jatiluhur
Bendungan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) dibangun pada tahun 1957 s.d. tahun 1967.
Bendungan ini dibangun berdasarkan gagasan dari Prof. Dr. Ir. WJ. Van Blommestein
pada tahun 1948. Gagasan tersebut kemudian dikaji ulang oleh Ir. Van Schravendijk pada
tahun 1955. Sedangkan pada tahun 1960 Abdullah Angudi melakukan pengkajian ulang
mengenai Bendungan Ir. H. Djuanda.
Bendungan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) didesain oleh konsultan perencana dan pengawas
berkebangsaan Perancis yaitu Coyne et Bellier. Pelaksanan konstruksi bendungan ini
dilaksankan oleh Compagnie Francaise dEnterprise, Paris.
Kegunaan utama pembangunan Bendungan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) adalah sebagai
pasokan air irigasi untuk lahan seluas 242.000 ha. Selain digunakan untuk pasokan air
irigasi, bendungan ini juga digunakan untuk berbagai kegunaan dan pemanfaatan yaitu
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dengan daya sebesar 187,5 MW, pasokan air
minum, pengendalian banjir, perikanan darat, dan pariwisata.
Bendungan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) terdiri dari beberapa bendungan yaitu Tower
Spillway yang berbentuk morning glory atau sering disebut berbentuk bunga kecubung,
bendungan utama, pasir gombong saddle dam, Ciganea saddle dam, dan ubrug saddle
dam.
1 Bendungan utama merupakan tipe rock fill with inclined Clay Core, dengan panjang
puncak 1.220 m, tinggi 100 m, dan elevasi puncak +114,5 m di atas permukaan air
laut. Bendungan utama terdiri dari diversion structure, downstream cofferdam,
upstream cofferdam, dan main dam. Penampang bendungan utama melalui menara
terdiri dari lapisan material kedap air (impervious material), penyaring (filter),
selected rockfill, dumped rockfill, dan claystone and compacted and compacted
sandstone.
2 Menara berfungsi sebagai pelimpah, power house dan pengaturan air ke hilir. Menara
Spillway berbentuk silinder dengan diameter 90 m dan tinggi 110 m. Elevasi puncak
pelimpah dengan ketinggian +107 m. Menara spillway ini memiliki kapasitas
pelimpah sebesar 3.000 m3/s. Selain itu, menara spillway juga mempunyai 2 katup
hollowjet berkapasitas masing-masing 270 m3/s dan terdiri dari 6 intake unit
pembangkit listrik.

13

Pasir Gombong Barat. Bendungan ini merupakan jenis bendungan dengan tipe
pembangunan yaitu homogenous earth fill dam dengan penutup menggunakan batu
andesit. Spillway ini memiliki puncak 1.950 m, dengan elevasi +114,4 m.
Pasir Gombong Barat. Bendungan ini merupakan jenis bendungan dengan tipe
pembangunan adalah homogenous earth fill dam dengan penutup menggunakan batu
andesit. Panjang puncak spillway yaitu 400 m, dengan elevasi puncak +114,5 m.
Ubrug. Bendungan ini merupakan jenis bendungan yang memiliki tipe homogenous
earth fill dam dengan penutup menggunakan batu andesit. Panjang puncak
bendungan ini adalah 550 m dengan elevasi puncak +114,5 m. Bendungan Ubrug
memiliki pelimpah yang bersifat sementara (auxiliary spillway) dengan kapasitas
2.000 m3/s.
Ubrug Spillway memiliki elevasi +102 m, dengan jumlah pintu 4 buah. Elevasi
puncak spillway yaitu +114,5 m dengan kapasitas 2.000 m 3/s pada tinggi muka air
+111,6 m. Spillway ini terdiri dari beton lunak, yang akan diledakkan apabila dalam
kondisi darurat dengan menggunakan dinamit.
Bendungan Ciganea memiliki tipe homogenous earth fill dam dengan penutup
menggunakan batu andesit. Adapun panjang puncak adalah 330 m dengan elevasu
+114,5 m.

2.7 Pola Operasi


2.7.1 Equal sharing"
Pola operasi didasarkan pada prinsip equal sharing, dengan tujuan agar mampu
memenuhi kebutuhan air di hilir serta mengoptimalkan energi yang dibangkitkan oleh
ketiga PLTA tersebut.
Prioritas pemenuhan kebutuhan air di hilir berdasarkan undang-undang diutamakan
untuk air minum domestik, pertanian, industri, dan terakhir pembangkit listrik.
Dengan menerapkan prinsip equal sharing yang membagi air dalam sistem waduk
kaskade Citarum secara merata, sehingga pada ketiga waduk tersebut harus memiliki
kenaikan muka air (water level) yang sama, sebenarnya mempunyai banyak
ketimpangan.
Pasokan air sudah tertahan terlebih dahulu di kedua waduk yang ada di bagian hulu,
maka equal sharing akan mengalami distorsi dalam implementasinya.
Untuk itu, sudah selayaknya dalam kondisi air yang sangat terbatas seperti saat ini,
maka metode alokasi dan distribusi air yang ada dapat dimodifikasi menjadi
proportional sharing, sehingga daya dan nilai guna air dapat dimaksimalkan.
Sebaliknya, dalam kondisi berlebih, maka Waduk Cirata yang di hulu perlu
menampung semaksimal mungkin agar pada saatnya terjadi penurunan air waduk
dapat dialirkan ke waduk kaskade di bawahnya.
Sistem operasi waduk kaskade ini sangat ideal karena merupakan upscalling dari
transfer air dalam teras sawah yang terbukti sangat efisien dalam: menampung,
menyimpan, dan mendistribusikan air DAS.

14

Akan lebih baik lagi apabila metode proportional sharing dapat dikombinasikan
dengan modifikasi transfer air dan pemanfaatannya pada lahan kering dan lahan
sawah.
Untuk itu, selain ada proportional sharing, maka perlu dikembangkan konsep
pengelolaan waduk tunggal yang mengintegrasikan daerah tangkapan dan pola operasi
waduk dalam kaskade.
2.7.2 Waduk tunggal
Prinsip pengelolaan waduk secara tunggal, diupayakan dengan menahan air pada saat
musim hujan dan mengalirkannya pada saat musim hujan
Pengoperasian waduk harus mempertimbangkan kemungkinan tidak terpenuhi air pada
saat kebutuhan puncak dengan cara menampung air sebanyak- banyaknya pada saat
musim penghujan, dengan mempertimbangkan ruang untuk pengendalian banjir.
Nilai manfaat lain konsep ini adalah terkendalinya sedimen di waduk utama, sehingga
umur waduknya (life time) dapat dipertahankan.
Berdasarkan data historis volume air yang masuk ke Waduk Jatiluhur, diketahui bahwa
rata-rata aliran Sungai Citarum adalah sebesar 5,77 miliar m per tahun. Dibandingkan
dengan volume efektif ketiga waduk, yaitu Waduk Saguling, Cirata, dan Jatiluhur,
yang masing-masing sebesar 607 juta, 1,2 Miliar, dan 2,4 miliar m dengan total
sebesar 4,2 miliar, maka secara teoretis matematis, seluruh aliran dapat dikendalikan.
Tetapi hal ini tidak sepenuhnya benar karena faktanya setidaknya ada beberapa periode
yang kondisi alirannya terjadi kering atau kondisi aliran basah. Artinya, diperlukan
metode pengelolaan air waduk saat maupun pascakering.
2.7.3 Pola operasi kering
Pada kondisi air yang terbatas, maka implementasi metode pemberian air irigasi gilir
-giring yang merotasi air sampai ke lahan sangat direkomendasikan.
Mekanisme ini menuntut kepiawaian juru pengairan dan adanya kerja sama yang baik
antara petugas dengan petani.

2.8

15

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Setelah kami menyusun makalah ini kami dapat mengambil kesimpulan :
3.2 SARAN
Setelah kami menyusun makalah ini kami berharap :

16

Vous aimerez peut-être aussi