Vous êtes sur la page 1sur 29

BAB I

PENDAHULUAN

Basis akuntansi merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang menentukan kapan

pengaruh atas transaksi atau kejadian harus diakui untuk tujuan pelaporan keuangan. Basis

akuntansi ini berhubungan dengan waktu kapan pengukuran dilakukan. Basis akuntansi yang

dianut akan mempengaruhi penyajian laporan keuangan. Penyajian pendapatan dan biaya

akan berbeda jika pilihan basis yang dianut berbeda. Basis akuntansi yang lazim dikenal adalah

basis kas dan basis akrual. Masing-masing basis ini memiliki kelebihan dan kelemahan dalam

penerapannya.

Basis yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang

Sistem Akuntansi Pemerintah adalah basis kas menuju akrual (cash toward accrual) yang

ditegaskan dalam KKAP paragraf 39 dan PSAP 01 paragraf 5, yang menyatakan bahwa, basis

akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis kas untuk

pengakuan pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran

dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana dalam Neraca.

Penerapan akuntansi berbasis akrual dalam rangka penyusunan laporan keuangan

pemerintah di Indonesia merupakan isu yang sudah lama dibicarakan. Dalam Undang Undang

Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004

Tentang Perbendaharaan Negara, pemerintah diamanatkan untuk menerapkan basis akuntansi

akrual secara penuh selambat-lambatnya tahun anggaran 2009. Namun, banyak pihak

mempertanyakan kesiapan pemerintah dalam pengimplementasian basis akrual ini.

Penerapan basis akrual diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih transparan

mengenai biaya pemerintah serta meningkatkan kualitas pengambilan keputusan di dalam

pemerintah dengan menggunakan informasi yang diperluas sehingga diharapkan dapat

membantu pemerintah dalam mewujudkan good governance.


BAB II

JENIS-JENIS BASIS AKUNTANSI

Basis akuntansi merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang menentukan kapan

pengaruh atas transaksi atau kejadian harus diakui untuk tujuan pelaporan keuangan. Basis

akuntansi ini berhubungan dengan waktu pengukuran dilakukan. Basis akuntansi pada

umumnya ada dua yaitu basis kas dan basis akrual. Selain kedua basis akuntansi tersebut

terdapat banyak variasi atau modifikasi dari keduanya, yaitu modifikasi dari akuntansi berbasis

kas, dan modifikasi dari akuntansi berbasis akrual. Jadi dapat dikatakan bahwa basis akuntansi

ada 4 macam (yang bukan merupakan pembagian mutlak), yaitu:

a. Akuntansi berbasis kas (cash basis of accounting)

b. Modifikasi dari akuntansi berbasis kas (modified cash basis of accounting)

c. Akuntansi berbasis akrual (accrual basis of accounting)

d. Modifikasi dari akuntansi berbasis akrual (modified accrual basis of accounting)

Pembagian basis pencatatan (akuntansi) ini bukan sesuatu yang mutlak, dalam

Government Financial Statistic (GFS) yang diterbitkan oleh International Monetary Fund (IMF)

menyatakan bahwa basis pencatatan (akuntansi) dibagi menjadi 4 macam, yaitu accrual basis,

due-for-payment basis, commitments basis, dan cash basis.

A. Akuntansi Berbasis Kas (Cash Basis)

Pernyataan Nomor 2 Standar Akuntansi Pemerintahan mendefinisikan basis kas adalah

basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau

setara kas diterima atau dibayar. Kinerja keuangan pemerintah dapat diukur melalui basis kas

ini, yakni dengan menyajikan data perbedaan penerimaan dan pengeluaran kas dalam satu

periode. Informasi terperinci mengenai item-item yang terdapat dalam laporan keuangan dan

informasi tambahan disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan seperti:


1. Item-item yang diakui dalam akuntansi berbasis akrual, seperti aktiva tetap dan

utang/pinjaman.

2. Item-item yang biasa diungkapkan dalam akuntansi berbasis akrual, seperti komitmen,

kontinjensi, dan jaminan.

3. Item-item lain, seperti informasi yang bersifat prediksi/perkiraan (forecast).

Akuntansi berbasis kas ini tentu mempunyai kelebihan dan keterbatasan. Kelebihan-

kelebihan akuntansi berbasis kas antara lain:

memperlihatkan sumber dana, alokasi, dan penggunaan sumber-sumber kas,

mudah untuk dimengerti dan dijelaskan,

pembuat laporan keuangan tidak membutuhkan pengetahuan yang mendetail tentang

akuntansi, dan

tidak memerlukan pertimbangan ketika menentukan jumlah arus kas dalam suatu

periode.

Sementara itu keterbatasan akuntansi berbasis kas antara lain:

a. hanya memfokuskan pada arus kas dalam periode pelaporan berjalan, dan mengabaikan

arus sumber daya lain yang mungkin berpengaruh pada kemampuan pemerintah untuk

menyediakan barang-barang dan jasa-jasa saat sekarang dan saat mendatang;

b. laporan posisi keuangan (neraca) tidak dapat disajikan, karena tidak terdapat

pencatatan secara double entry;

c. tidak dapat menyediakan informasi mengenai biaya pelayanan (cost of service) sebagai

alat untuk penetapan harga (pricing), kebijakan kontrak publik, untuk kontrol dan

evaluasi kinerja.

B. Modifikasi Dari Akuntansi Berbasis Kas (Modified Cash Basis)

Basis akuntansi modifikasi basis kas pada dasarnya sama dengan akuntansi berbasis

kas. Perbedaannya adalah bahwa pembukuan untuk periode tahun berjalan masih ditambah

dengan waktu atau periode tertentu misalnya 1 atau 2 bulan setelah periode berjalan.
Penerimaan dan pengeluaran kas atau perubahan saldo kas yang terjadi pada periode tertentu

tersebut jika disebabkan karena transaksi/kejadian periode sebelumnya, maka juga akan diakui

sebagai penerimaan atau pengeluaran pada periode sebelumnya. Sebagai contoh, pemerintah

yang memiliki tahun anggaran yang berakhir tanggal 31 Desember, mengeluarkan kas senilai

15 juta rupiah pada tanggal 15 Januari 2009 untuk pembelian sepeda motor yang dibeli tanggal

30 Desember 2008. Periode tertentu yang dimaksud di sini adalah periode dari tanggal 1-15

Januari 2009. Dengan modified cash basis, maka pengeluaran kas senilai 15 juta rupiah tersebut

akan dicatat sebagai pengeluaran tahun anggaran 2008, bukan tahun anggaran 2009 pada saat

pengeluaran kas karena pengeluaran kas tersebut diakibatkan oleh transaksi/kejadian yang

terjadi pada tahun anggaran 2008.

Dalam basis ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :

a. Fokus pengukuran di bawah basis ini adalah pada sumber keuangan sekarang (current

financial resources) dan perubahan-perubahan atas sumber-sumber keuangan tersebut.

b. Basis akuntansi ini mempunyai fokus pengukuran yang lebih luas dari basis kas,

pengakuan penerimaan dan pembayaran kas tertentu selama periode spesifik berarti

bahwa terdapat informasi mengenai piutang dan hutang, meskipun tidak diakui sebagai

aktiva dan kewajiban.

c. Penetapan panjangnya periode tertentu bervariasi antara beberapa pemerintah, namun ada

beberapa ketentuan, yaitu:

periode tertentu diterapkan secara konsisten dari tahun ke tahun

periode tertentu harus sama untuk penerimaan dan pembayaran kas

kriteria yang sama atas pengakuan penerimaan dan pembayaran kas selama periode

tertentu harus diterapkan untuk seluruh penerimaan dan pembayaran

satu bulan adalah waktu yang tepat, karena pembelian barang secara kredit umumnya

diselesaikan dalam periode tersebut, periode tertentu yang terlalu lama mungkin

mengakibatkan kesulitan dalam menghasilkan laporan keuangan

kebijakan akuntansi yang dipakai harus diungkapkan secara penuh (fully disclosed)

C. Akuntansi Berbasis Akrual


Akuntansi berbasis akrual berarti suatu basis akuntansi di mana transaksi ekonomi dan

peristiwa-peristiwa lain diakui dan dicatat dalam catatan akuntansi dan dilaporkan dalam

periode laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, bukan pada saat kas atau

ekuivalen kas diterima atau dibayarkan. Dengan demikian, pendapatan diakui pada saat

penghasilan telah diperoleh (earned) dan beban atau biaya diakui pada saat kewajiban timbul

atau sumber daya dikonsumsi. Penerapan basis akrual mencakup pencatatan transaksi

keuangan dan juga penyiapan laporan keuangan. Akuntansi berbasis akrual ini banyak dipakai

oleh institusi sektor non publik dan lembaga lain yang bertujuan mencari keuntungan.

International Monetary Fund (IMF) sebagai lembaga kreditur menyusun Government Finance

Statistics (GFS) yang di dalamnya menyarankan kepada negara-negara debiturnya untuk

menerapkan akuntansi berbasis akrual dalam pembuatan laporan keuangan.

Dalam akuntansi berbasis akrual, waktu pencatatan (recording) sesuai dengan saat

terjadinya arus sumber daya, sehingga dapat menyediakan informasi yang paling

komprehensif karena seluruh arus sumber daya dicatat. Jadi, basis akrual ini menyediakan

estimasi yang tepat atas pengaruh kebijakan pemerintah terhadap perekonomian secara makro.

Selain itu basis akrual menyediakan informasi yang paling komprehensif karena seluruh arus

sumber daya dicatat, termasuk transaksi internal, in-kind transaction, dan arus ekonomi lainnya.

D. Modifikasi dari Akuntansi Berbasis Akrual

Basis akuntansi ini meliputi pengakuan beberapa aktiva, namun tidak seluruhnya,

seperti aktiva fisik, dan pengakuan beberapa kewajiban, namun tidak seluruhnya, seperti utang

pensiun. Contoh bervariasinya (modifikasi) dari akuntansi akrual, dapat ditemukan dalam

praktek sebagai berikut ini:

Pengakuan seluruh aktiva, kecuali aktiva infrastruktur, aktiva pertahanan dan aktiva

bersejarah/warisan, yang diakui sebagai beban (expense) pada waktu pengakuisisian

atau pembangunan. Perlakuan ini diadopsi karena praktek yang sulit dan biaya yang

besar untuk mengidentifikasi atau menilai aktiva-aktiva tersebut.

Pengakuan hampir seluruh aktiva dan kewajiban menurut basis akrual, namun

pengakuan pendapatan berdasar pada basis kas atau modifikasi dari basis kas.
Pengakuan hanya untuk aktiva dan kewajiban finansial jangka pendek.

Pengakuan seluruh kewajiban dengan pengecualian kewajiban tertentu seperti utang

pensiun.

Dengan demikian, dapat digambarkan bahwa hubungan ke empat basis akuntansi di

atas adalah sebagai berikut:

Cash Basis Modified Cash Basis Modified Accrual Basis Accrual Basis
BAB III

TINJAUAN ATAS PENERAPAN BASIS AKUNTANSI AKRUAL DI INDONESIA

A. TUJUAN DAN MANFAAT BASIS AKRUAL

Kajian dari Deloitte menyebutkan bahwa akuntansi berbasis akrual secara signifikan

memberikan kontribusi untuk:

meningkatkan kualitas pengambilan keputusan untuk efisiensi dan efektivitas pengeluaran

publik melalui informasi keuangan yang akurat dan transparan,

meningkatkan alokasi sumber daya dengan menginformasikan besarnya biaya yang

ditimbulkan dari suatu kebijakan dan transparansi dari keberhasilan suatu program.

Informasi keuangan yang disusun dengan basis akrual akan mempermudah para

pemakai untuk (Deloitte, 2004):

membandingkan secara berimbang antara alternatif dari pemakaian sumber daya,

menilai kinerja, posisi keuangan, dan arus kas dari entitas pemerintah,

melakukan evaluasi atas kemampuan pemerintah untuk mendanai kegiatannya serta

kemampuan untuk pemerintah untuk memenuhi kewajiban dan komitmennya,

melakukan evaluasi atas biaya, efisiensi, dan pencapaian kinerja pemerintah, dan

memahami keberhasilan pemerintah dalam mengelola sumber daya.

Penggunaan basis akuntansi akrual yang menjadi tren di berbagai negara saat ini tentu

sangat terkait dengan tujuan dan manfaat dari penggunaanya itu sendiri. Penggunaan basis

akrual merupakan salah satu ciri dari praktik manajemen keuangan modern (sektor publik)

yang bertujuan untuk:

Memberikan informasi yang lebih transparan mengenai biaya pemerintah.

Pada dasarnya, tujuan penerapan basis akuntansi akrual adalah untuk memperoleh

informasi yang tepat atas jasa yang diberikan pemerintah dengan lebih transparan. Sebagai

contoh, biaya-biaya pensiun pegawai pemerintah yang dimasukkan dalam biaya dalam
periode akuntansi saat mereka masih dipekerjakan mencerminkan biaya yang sebenarnya,

jika dibandingkan dengan pembayaran pensiun yang terakumulasi pada saat pegawai

tersebut sudah pensiun dan tidak relevan dengan biaya periode setelah mereka pensiun.

Meningkatkan kualitas pengambilan keputusan di dalam pemerintah dengan

menggunakan informasi yang diperluas, tidak sekedar basis kas.

Secara umum, basis akrual telah diterapkan di negara-negara yang lebih dahulu

melakukan reformasi manajemen publik. Tujuan kuncinya adalah untuk meminta

pertanggungjawaban para manajer dari sisi keluaran (output) dan/atau hasil (outcome) dan

pada saat yang sama melonggarkan kontrol atas masukan (input). Para manajer tersebut

harus bertanggungjawab atas seluruh biaya yang berkaitan dengan hasil atau output yang

diproduksi, bukan hanya nilai kas yang dibayarkan. Hanya dengan basis akrual, biaya

yang sebenarnya dapat diinformasikan dan hal ini akan mendukung pengambilan

keputusan yang efektif dan efisien.

Manfaat yang dapat diperoleh atas penerapan basis akrual, baik bagi pengguna laporan

(user) maupun bagi pemerintah sebagai penyedia laporan keuangan antara lain:

dapat menyajikan laporan posisi keuangan pemerintah dan perubahannya;

memperlihatkan akuntabilitas pemerintah atas penggunaan seluruh sumber daya;

menunjukkan akuntabilitas pemerintah atas pengelolaan seluruh aktiva dan

kewajibannya yang diakui dalam laporan keuangan;

memperlihatkan bagaimana pemerintah mendanai aktivitasnya dan memenuhi

kebutuhan kasnya;

memungkinkan user untuk mengevaluasi kemampuan pemerintah dalam mendanai

aktivitasnya dan dalam memenuhi kewajiban dan komitmennya;

membantu user dalam pembuatan keputusan tentang penyediaan sumber daya atau

melakukan bisnis dengan entitas;

user dapat mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal biaya pelayanan, efisiensi dan

penyampaian pelayanan tersebut.

B. BASIS AKUNTANSI DALAM TIGA SISTEM INTERNASIONAL


Terdapat 3 (tiga) sistem internasional yang utama yang sedikit berbeda dalam

tujuannya, yakni sebagai berikut:

1. European Union (EU), International Monetary Fund (IMF), Organization for Economic Co-

operation and Development (OECD), United Nation (UN) dan World Bank bergabung bersama

mengeluarkan System of National Accounts (SNA). SNA mengompilasi statistik keuangan

agregat untuk ekonomi keseluruhan; aktivitas pemerintah dan sektor privat digabungkan.

Laporan akrual untuk semua aliran pendapatan, termasuk pendapatan pemerintah,

direkomedasikan dalam System of National Accounts 1993 (SNA 93) dan diikuti oleh hampir

semua anggota OECD.

2. IMF Goverment Finance Statistics (GFS) adalah sebuah sistem yang dikhususkan untuk

mendukung analisis sektor publik. GFS dirancang oleh IMF agar informasi keuangan

pemerintah dapat dikomparasikan secara lintas ekonomi.

International Monetary Fund (IMF) sebagai lembaga kreditur menyusun Government Finance

Statistics (GFS) yang di dalamnya menyarankan kepada negara-negara debiturnya untuk

menerapkan akuntansi berbasis akrual dalam pembuatan laporan keuangan. Alasan

penerapan basis akrual ini karena saat pencatatan sesuai dengan saat terjadinya arus

sumber daya. Sehingga, basis akrual ini menyediakan estimasi yang lebih tepat atas

pengaruh kebijakan pemerintah terhadap perekonomian secara makro. Selain itu, basis

akrual menyediakan informasi yang paling komprehensif karena seluruh arus sumber daya

dicatat, termasuk transaksi internal, in-kind transaction, dan arus ekonomi lainnya.

3. International Federation of Accountants (IFAC) menerbitkan International Public Sector

Accounting Standars (IPSAS) mulai tahun 2000. IPSAS dirancang untuk digunakan dalam

pelaporan keuangan yang bertujuan umum (general purposes) oleh entitas sektor publik

(baik laporan individul entitas maupun laporan konsolidasian).

Basis akuntansi yang digunakan dalam seluruh standar yang dikeluarkan oleh IPSAS

adalah basis akrual. Dalam Glossary Handbook of IPSAS 2003, misalnya, dapat dilihat definisi

basis akrual tetapi definisi basis kas tidak dicantumkan. Kemudian dalam ruang lingkup

(scope) IPSAS 1, IPSAS diterapkan untuk penyajian laporan keuangan berbasis akrual.
C. BASIS AKUNTANSI PEMERINTAH DALAM STANDAR AKUNTANSI

PEMERINTAHAN (PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 2005)

Basis yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang

Sistem Akuntansi Pemerintah adalah basis kas menuju akrual (cash toward accrual) yang

ditegaskan dalam KKAP paragraf 39 dan PSAP 01 paragraf 5, yang menyatakan bahwa, basis

akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis kas untuk

pengakuan pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran

dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana dalam Neraca.

Meskipun menganut basis kas menuju akrual, entitas pelaporan dapat

menyelenggarakan akuntansi dan penyajian laporan keuangan dengan menggunakan

sepenuhnya basis akuntansi akrual, baik dalam pengakuan pendapatan, belanja, transfer dan

pembiayaan, maupun dalam pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Namun demikian,

penyajian Laporan Realisasi Anggaran tetap berdasarkan basis kas (KKAP Paragraf 42 dan

PSAP 01 paragraf 6 dan 7).

UU Nomor 17 Tahun 2003 pasal 36 dan UU Nomor 1 Tahun 2004 pasal 70 membatasi

penggunaan basis kas menuju akrual hanya sampai dengan laporan keuangan tahun anggaran

2008. Dengan demikian, Laporan Keuangan tahun anggaran 2009, yang akan disusun pada

tahun 2010 diharapkan sudah menggunakan basis akrual (akrual penuh), baik untuk laporan

realisasi anggaran maupun neraca.


Sumber: Penggunaan Akuntansi Akrual di Negara-Negara OECD (Budi Mulyana)

Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan yang terdapat dalam PP Nomor 24

Tahun 2005 menyatakan bahwa basis kas untuk Laporan Realisasi Anggaran berarti bahwa

pendapatan diakui pada saat kas diterima oleh Rekening Kas Umum Negara/Daerah, dan

belanja diakui pada saat kas dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah. Secara rinci

pengakuan item-item dalam laporan realisasi anggaran, sesuai dengan Standar Akuntansi

Pemerintahan Pernyataan Nomor 2 tentang Laporan Realisasi Anggaran adalah sebagai

berikut:

1. Pendapatan diakui pada saat diterima pada Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau

entitas pelaporan.

2. Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas Umum

Negara/Daerah atau entitas pelaporan. Khusus pengeluaran melalui pemegang kas


pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut

disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan

3. Dana Cadangan diakui pada saat pembentukan yaitu pada saat dilakukan penyisihan

uang untuk tujuan pencadangan dimaksud. Dana Cadangan berkurang pada saat terjadi

pencairan Dana Cadangan.

4. Penerimaan pembiayaan diakui pada saat diterima pada Rekening Kas Umum

Negara/Daerah.

5. Pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikeluarkan dari Rekening Kas Umum

Negara/Daerah.

Sesuai dengan Kerangka Konseptual Standar Akuntansi Pemerintahan, basis akrual

untuk neraca berarti bahwa aktiva, kewajiban, dan ekuitas dana diakui dan dicatat pada saat

terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh pada

keuangan pemerintah, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.

Secara rinci pengakuan atas item-item yang ada dalam neraca dengan penerapan basis akrual

adalah:

1. Persediaan diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh

pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal.

Persediaan diakui pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/atau

kepenguasaannya berpindah.

2. Investasi, suatu pengeluaran kas atau aset dapat diakui sebagai investasi apabila

memenuhi salah satu kriteria:

 Kemungkinan manfaat ekonomik dan manfaat sosial atau jasa pontensial di masa

yang akan datang atas suatu investasi tersebut dapat diperoleh pemerintah;

 Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara memadai (reliable).

Pengeluaran untuk perolehan investasi jangka pendek diakui sebagai pengeluaran

kas pemerintah dan tidak dilaporkan sebagai belanja dalam laporan realisasi

anggaran, sedangkan pengeluaran untuk memperoleh investasi jangka panjang

diakui sebagai pengeluaran pembiayaan.


3. Aktiva tetap, untuk dapat diakui sebagai aset tetap, suatu aset harus berwujud dan

memenuhi kriteria:

 Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;

 Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;

 Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan

 Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan

4. Kewajiban, suatu kewajiban yang diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran

sumber daya ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan untuk menyelesaikan

kewajiban yang ada sampai saat ini, dan perubahan atas kewajiban tersebut mempunyai

nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal.

D. TINJAUAN IMPLEMENTASI BASIS AKRUAL DI INDONESIA

Penerapan akuntansi berbasis akrual dalam rangka penyusunan laporan keuangan

pemerintah di Indonesia merupakan isu yang sudah lama dibicarakan. Meskipun telah

diamanatkan oleh UU no.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No.1 tahun 2004

tentang Perbendaharaan Negara untuk dapat diimplementasikan selambat-lambatnya pada

tahun 2009, namun banyak pihak mempertanyakan kesiapan pemerintah

mengimplementasikannya. Adapun untuk standarnya sendiri sampai dengan bulan Agustus

2009 ini Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual masih dalam bentuk draft.

Pada dasarnya, jika dibandingkan dengan akuntansi pemerintah berbasis kas menuju

akrual, akuntansi berbasis akrual sebenarnya tidak banyak berbeda. Pengaruh perlakuan akrual

dalam akuntansi berbasis kas menuju akrual sudah banyak diakomodasi di dalam laporan

keuangan terutama neraca yang disusun sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24

Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Keberadaan pos piutang, aset

tetap, hutang merupakan bukti adanya proses pembukuan yang dipengaruhi oleh asas akrual,

meskipun hampir sepenuhnya merupakan suatu diskresionari.

Ketika akrual hendak dilakukan sepenuhnya untuk menggambarkan berlangsungnya

esensi transaksi atau kejadian, maka nilai lebih yang diperoleh dari penerapan akrual adalah
tergambarkannya informasi operasi atau kegiatan. Dalam sektor komersial, gambaran

perkembangan operasi atau kegiatan ini dituangkan dalam Laporan Laba Rugi. Sedangkan

dalam akuntansi pemerintah, laporan sejenis ini diciptakan dalam bentuk Laporan Operasional

atau Laporan Aktivitas atau Laporan Surplus/Defisit. Dengan demikian, perbedaan konkret

yang paling memerlukan perhatian adalah jenis dan komponen laporan keuangan.

Adapun kelebihan cash basis adalah mencerminkan pengeluaran yang aktual, riil, dan

sangat obyektif, sedangkan kekurangannya adalah tidak dapat mencerminkan kinerja yang

sesungguhnya. Teknik akuntansi berbasis akrual diyakini menghasilkan laporan keuangan

yang lebih dapat dipercaya, lebih akurat, komprehensif, relevan, dan di samping

memperhitungkan pengeluaran kas juga memperhitungkan pengeluaran selain kas. Akan

tetapi, dalam hal pengadopsian teknik akuntansi berbasis akrual di lapangan, terdapat berbagai

kesulitan yang timbul, terutama dalam kasus di Indonesia. Triharta (1999) memaparkan

kesulitan-kesulitan tersebut sebagai berikut:

a. Dari segi legal, otorisator tidak boleh membuat komitmen pembayaran kalau anggaran

untuk komitmen tersebut tidak mencukupi

b. Instansi pemerintah walaupun mempunyai anggaran belanja cukup akan kesulitan

membuat pertanggungjawaban pengeluaran jika kas negara memang benar-benar

kosong

c. Accrual basis pada sisi pendapatan tidak match dengan pertanggungjawaban anggaran

pendapatan yang disetujui oleh wakil-wakil rakyat, karena pengertian realisasi

pendapatan adalah yang diterima kas.

Pengaplikasian accrual basis dalam akuntansi pemerintahan pada dasarnya adalah untuk

menentukan cost of service yaitu besarnya biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan

pelayanan bagi publik. Hal ini berbeda dengan pengaplikasian accrual basis dalam sektor swasta

yang digunakan untuk mengetahui dan membandingkan besarnya biaya terhadap pendapatan

(proper matching cost against revenue). Perbedaan ini dihasilkan karena pada sektor swasta

orientasi lebih difokuskan keada usaha memaksimumkan laba (profit oriented), sedangkan

dalam sektor publik orientasi difokuskan pada optimalisasi pelayanan publik.


Dalam Memorandum Pembahasan Penerapan Basis Akrual dalam Akuntansi

Pemerintahan di Indonesia yang diterbitkan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan

pada tanggal 11 Desember 2006, diidentifikasikan berbagai masalah yang dianggap mewakili

permasalahan konseptual dan mempengaruhi teknik pencatatan terutama dalam lingkungan

hukum administrasi keuangan pemerintahan di Indonesia. Dua hal pokok yang perlu

dipermasalahkan adalah komponen laporan keuangan dan berbagai permasalahan konseptual dan

teknis sehubungan dengan pengakuan, pencatatan, dan pengungkapan/pelaporan.

Kontroversi dan perdebatan serta permasalahan yang mungkin timbul dari penerapan

basis akuntansi akrual pada akuntansi pemerintah Indonesia antara lain sebagai berikut:

1. Komponen Laporan Keuangan

Laporan keuangan terdiri dari beberapa komponen. Permasalahan yang muncul di sini

adalah apa saja komponen laporan keuangan yang harus disusun dalam akuntansi pemerintah

Indonesia berbasis akrual? Apakah hendak mencakup komponen laporan yang disajikan di

Swedia, atau Perancis, menerapkan IPSAS atau mengembangkan sendiri? Jika mengembangkan

sendiri, apakah Laporan Keuangan dan Kinerja (menurut PP 8/2006) akan dijadikan bagian dari

Laporan Keuangan atau tidak? Selain itu, apakah ada perbedaan ikhtisar Laporan Kinerja dari

Catatan atas Laporan Keuangan?

Dalam Draft Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan yang terdapat dalam

Standar Akuntansi Pemerintahan Berasis Akrual dinyatakan bahwa komponen laporan

keuangan pokok terdiri dari:

a. Laporan Realisasi Anggaran;

b. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih;

c. Neraca;

d. Laporan Operasional;

e. Laporan Arus Kas;

f. Laporan Perubahan Ekuitas; dan

g. Catatan atas Laporan Keuangan


Selain itu, entitas pelaporan wajib menyajikan laporan lain dan/atau elemen informasi

akuntansi yang diwajibkan oleh ketentuan perundang-undangan (statutory reports).

Setiap komponen laporan keuangan memberikan gambaran tertentu. Laporan Realisasi

Anggaran (LRA) adalah laporan yang mencerminkan pertanggungjawaban penggunaan

anggaran berdasarkan anggaran yang ditetapkan. Neraca menggambarkan kinerja manajemen

aset dan utang. Laporan Arus Kas (LAK) menggambarkan kinerja pengendalian arus kas

masuk dan kas keluar. Sementara itu, Laporan Operasional (LO) mencerminkan pengukuran

ekonomis dalam laporan keuangan berbasis akrual.

2. Tahap Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual

Penentuan tahap atau fase yang tepat untuk penerapan basis akrual di Indonesia

merupakan sesuatu yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Tahap atau fase tersebut

maksudnya adalah waktu pelaksanaan akuntansi berbasis akrual yang akan dilaksanakan

secara bertahap atau dilaksanakan secara serentak/sekaligus. Ada ahli yang berpendapat bahwa

pendekatan pelaksanaan secara bertahap lebih tepat, terutama untuk negara-negara yang

sedang berkembang yang mempunyai keterbatasan sumber daya manusia dan ketidakstabilan

politik, karena penerapan basis akrual merupakan suatu bagian dari reformasi sistem keuangan

secara keseluruhan yang harus mencakup reformasi di seluruh bidang, tidak hanya di bidang

akuntansi saja. Tetapi, terdapat juga ahli yang berpendapat bahwa pelaksanaan secara

serentah/sekaligus lebih tepat karena untuk menghindari hilangnya momentum perubahan

menuju basis akrual yang telah diintensifkan oleh KSAP.

3. Diperlukannya penerapan sistem penganggaran berbasis akrual seiring dengan

penerapan sistem akuntansi berbasis akrual

Sehubungan dengan penerapan sistem akuntansi berbasis akrual, muncul pertanyaan

mengenai diperlukannya penyesuaian dalam penganggaran menjadi penganggaran berbasis

akrual atau dengan kata lain menjadikan penganggaran akrual sebagai bagian yang melekat

dari sistem akuntansi akrual. Jika mengacu pada best practices implementasi basis akrual di luar

negeri, ternyata tidak ada keharusan penyesuaian sistem penganggaran ketika sistem akuntansi
berbasis akrual diterapkan. Negara Selandia Baru dan Inggris merupakan contoh negara yang

menerapkan anggaran berbasis akrual sebagai bagian yang melekat dari penggunaan basis

akuntansi akrual. Sedangkan Jepang, Perancis, dan Amerika merupakan contoh negara yang

mengimplementasikan sistem akuntansi akrual tetapi tidak diikuti dengan kewajiban

menggunakan penganggaran akrual.

4. Adanya pilihan atas berbagai penilaian, pengakuan, dan pelaporan serta adanya

kompleksitas dari sistem pencatatan yang memerlukan dukungan komitmen dari pimpinan dan

masalah ketersediaan SDM dan sarana teknologi informasi untuk penerapannya.

Berbagai pilihan dalam penilaian, pengakuan, dan pelaporan atas aset, kewajiban, dan

ekuitas ini akan dapat mengundang tekanan dari berbagai pihak, baik penyusun maupun para

pengguna dari laporan keuangan untuk mendapatkan informasi keuangan sesuai dengan

keinginan masing-masing. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan yang terperinci, jelas, dan

tegas untuk menghindari adanya salah tafsir yang dapat merugikan berbagai pihak serta

diperlukan juga dukungan komitmen dari pejabat-pejabat tingkat. Selain itu, faktor sumber

daya manusia yang kompeten dan faktor infrastruktur dalam wujud sarana teknologi

informasi yang handal juga perlu mendapatkan perhatian khusus.

5. Konsep matching cost against revenue

Pengukuran konsep ekonomis dengan basis akrual selama ini lebih dikenal dalam

sektor komersial dengan pembandingan antara pendapatan dan beban (matching cost against

revenue). Namun, pengukuran konsep ekonomis seperti itu tidak dapat diterapkan secara

penuh di sektor pemerintah. Pengukuran konsep ekonomis pada pemerintah dilihat dari

efisiensi dan efektivitas. Dalam menghasilkan ukuran efisiensi dan efektivitas yang tidak

menyesatkan para pengambil keputusan, hendaknya tidak hanya tergantung pada unsur biaya

dan pendapatan yang sudah diterima atau dibayar per kas, akan tetapi juga tapi juga termasuk

biaya/kewajiban yang timbul yang belum dibayar dan pendapatan atau hak yang masih akan

diterima. Masalah silang pendapat antara pementingan laporan berbasis kas dengan berbasis

akrual ini adalah masalah klasik dalam wacana akuntansi.


6. Adanya kemungkinan pengutamaan Laporan Realisasi Anggaran daripada Laporan

Operasional

Apabila akuntansi akrual diterapkan di Indonesia — yang menjadikan Laporan

Realisasi Anggaran sebagai statutory report (laporan yang diwajibkan undang-undang) karena

merupakan produk akuntansi berbasis kas – maka secara normatif Laporan Realisasi Anggaran

akan lebih dibutuhkan daripada Laporan Operasional. Laporan Operasional berisi 2 (dua)

kelompok utama, yaitu pendapatan dan beban, sedangkan dalam Laporan Realisasi Anggaran

terdapat surplus/defisit yang merupakan selisih pendapatan dan belanja yang pada akhirnya

akan mengalir menjadi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA). Penandingan pendapatan

dan beban (matching cost against revenue) dalam Laporan Operasional ada yang menilai tidak

mempunyai arti penting karena beban yang dikeluarkan pemerintah tidak dimaksudkan untuk

menghasilkan pendapatan. Pengutamaan Laporan Realisasi Anggaran dari Laporan

Operasional akan menjadi penghalang normatif atas keunggulan akuntansi berbasis akrual

yang terkandung dalam Laporan Operasional.

7. Kontroversi mengenai saat pengakuan pendapatan

Berdasarkan basis akrual, piutang dan pendapatan diakui pada saat timbulnya hak.

Pengertian timbulnya hak tersebut perlu dijelaskan bahwa timbulnya harus ditandai dengan

suatu dokumen yang menyatakan bahwa benar-benar hak tersebut diperkirakan dapat

direalisasikan. Dalam pengertian ini tidak termasuk potensi-potensi sumber-sumber daya yang

belum dieksploitasi (national resources), misalnya kandungan minyak, kandungan batu bara,

ikan, hutan, dan sebagainya. Menurut prinsip akuntansi yang diterima umum, pengakuan

pendapatan untuk basis akrual adalah pada saat timbulnya hak. Akan tetapi, dalam operasional

pemerintah terkadang sulit menentukan saat timbulnya hak. Contoh: piutang/pendapatan

pajak berdasarkan mekanisme self assesment. Dalam mekanisme self assessment, wajib pajak

menghitung sendiri kewajiban pajaknya. Oleh karena itu, hak pemerintah untuk mendapatkan

penerimaan pajak belum menjadi final berdasarkan penghitungan kewajiban perpajakan wajib

pajak tersebut karena masih dimungkinkan adanya restitusi, sehingga dokumen yang dijadikan

dasar penetuan hak tagih pajak menjadi masalah.


8. Kontroversi mengenai perlunya penyisihan untuk piutang tak tertagih

Dengan pendekatan akrual ada kemungkinan timbulnya piutang tak tertagih, kemudian

bagaimana menyikapinya? Permasalahan ini timbul karena di satu pihak secara teknis

akuntansi adalah mudah untuk menyisihkan piutang antara lain melalui analisis umur piutang.

Akan tetapi, alasan hukum untuk menyisihkan piutang tersebut belum ada. Dengan demikian,

pemberlakuan diskresionari akrual dalam bentuk penyisihan piutang dalam akuntansi di

Indonesia menjadi dipertanyakan dasarnya.

Berbagai permasalahan dan kontroversi yang ada terkait dengan penerapan akuntansi

pemerintah berbasis akrual, baik yang telah disebutkan di atas maupun permasalahan lain yang

belum ter-cover dalam makalah ini, perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah,

terutama pihak-pihak yang terkait khususnya para penyusun standar, untuk mengatasi segala

permasalahan dan kontroversi yang terjadi sehingga basis akrual dapat diterapkan secara

efektif demi peningkatan transparansi, akuntabilitas, dan efektivitas kinerja penyelenggaraan

negara dalam mewujudkan terciptanya good governance.


BAB IV

CONTOH IMPEMENTASI BASIS AKRUAL DI NEGARA-NEGARA LAIN

Berikut ini akan disajikan contoh-contoh implementasi basis akrual di negara-negara

lain yang telah terlebih dahulu menerapkan sistem akuntansi berbasis akrual di negaranya.

Dari contoh-contoh ini dapat diamati gambaran pelaksanaan sistem akuntansi berbasis akrual

di negara lain yang dapat dijadikan petunjuk best practices untuk melaksanakan sistem

akuntansi berbasis akrual di Indonesia.

A. NEW ZEALAND

Pada awal tahun 1990-an telah muncul laporan keuangan dan anggaran berbasis akrual

yang pertama kalinya di dunia yaitu di New Zealand. Kemudian dalam perkembangan satu

dekade berikutnya, telah terjadi perubahan besar dalam penggunaan basis akuntansi dari basis

kas menuju/menjadi basis akrual di negara-negara anggota OECD (Organization for Economic

Co-operation and Development) meskipun masih terdapat perbedaan derajat akrualnya di antara

negara-negara tersebut.

Penggunaan basis akrual tidak hanya untuk penyusunan laporan keuangan, di beberapa

negara telah menggunakan basis akrual baik untuk penyusunan laporan keuangan maupun

untuk penganggaran (misalnya, New Zealand, Australia, Inggris). Di negara-negara anggota

OECD, basis akrual sejauh ini lebih banyak diterima untuk pelaporan keuangan dari pada

untuk tujuan penganggaran.

Pemerintah New Zealand melakukan reformasi besar pada akhir tahun 1980-an dan

awal tahun 1990-an. Reformasi tersebut mengubah manajemen pemerintahan dari sistem

berbasis ketaatan, yang menggunakan aturan yang detail, restriktif dan plafon anggaran kas,

menjadi rezim yang berbasis kinerja dan akuntabilitas. Adapun latar belakang dari proses

reformasi tersebut diawali dengan kondisi manajemen di New Zealand pada awal tahun 1980-

an yang didominasi oleh kontrol input yang tersentralisasi yaitu ditetapkannya instruksi-
instruksi menyangkut masalah perbendaharaan dan manual pelayanan publik, termasuk

adanya monopoli dengan membuat keharusan untuk menggunakan penyedia barang dan jasa

(supplier) tertentu yang telah ditentukan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Bagian-bagian pokok dari peraturan keuangan pada rezim baru yang diatur di dalam

Public Finance Act 1989 adalah sebagai berikut:

1. menghilangkan banyak kontrol administrasi;

2. menentukan output dalam proses apropriasi (alokasi anggaran);

3. membuat kepala eksekutif bertanggung jawab terhadap manajemen keuangan

departemen/lembaga;

4. menetapkan peraturan-peraturan tentang pelaporan.

Salah satu unsur Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintah di New Zealand adalah

penerapan reformasi di Departemen. Departemen secara individu menerima persetujuan untuk

berpindah ke sistem yang baru, semua elemen kunci dari sistem baru yaitu penganggaran

akrual, proses apropriasi, dan proses pelaporan berubah pada saat yang sama. Perubahan

tersebut mencakup:

1. Spesifikasi oleh setiap departemen/lembaga (konsultasi dengan treasury) atas kelas-kelas

output secara luas, yang akan menjadi basis untuk apropriasi berbasis akrual;

2. Setiap departemen/lembaga mengembangkan sistem akuntansi berbasis akrual yang

dapat menyediakan pelaporan bulanan kepada menteri dan treasury dan laporan

tahunan kepada parlemen (dan publik). Laporan bulanan meliputi satu set laporan

keuangan dan juga laporan mengenai realisasi belanja terhadap apropriasi (anggaran);

3. Pengembangan sistem alokasi biaya (cost) sehingga memungkin alokasi seluruh biaya

input departemental ke output. Alokasi biaya termasuk biaya overhead, penyusutan

dan biaya modal;

4. Pengembangan sistem manajemen kas, termasuk pembukaan rekening bank

departemental;
5. Kepala eksekutif departemental bertanggung jawab secara penuh atas manajemen

keuangannya masing-masing, mencakup integritas dari informasi yang mereka berikan

kepada menteri dan treasury.

Undang-undang memberikan waktu dua tahun kepada departemen-departemen untuk

mengembangkan sendiri sistem yang berbasis akrual. Dalam kenyataannya sebagian besar

departemen sudah siap dengan sistem akrualnya dalam waktu satu tahun, sedangkan secara

keseluruhan departemen sudah siap dalam waktu delapan belas bulan. Selama proses

perubahan berlangsung di departemen-departemen, treasury memainkan peranan kunci antara

lain:

mengkomunikasikan aktivitas-aktivitas sebelumnya;

melakukan pengendalian mutu melalui spesifikasi kelas-kelas output;

penetapan sistem manajemen kas pusat dan menetapkan kontrak untuk pelayanan bank

pemerintah;

pengembangan satu set parameter kebijakan akuntansi, menyesuaikan dengan

konstrain-konstrain kebijakan akuntansi departemental (tugas ini disederhanakan

dengan penggunaan GAAP yang memberikan rerangka untuk pengembangan

parameter kebijakan akuntansi spesifik);

memberikan persetujuan kepada departemen yang siap untuk berpindah ke sistem baru

(keyakinan/assurance diberikan oleh Financial Management Assurance).

B. SWEDIA

Pemerintah Pusat Swedia secara lebih awal menerapkan sistem akuntansi berbasis

akrual, yaitu penerapan pada tingkat kementerian pada tahun 1993 dan penerapan pada level

konsolidasian setahun kemudian. Pengembangan dan penerapan sistem akuntansi berbasis

akrual memakan waktu beberapa tahun dan tergolong lancar karena tidak ada perdebatan

besar di pemerintahan dan tidak ada penolakan dari kementerian. Standar akuntansi berbasis

akrual yang diterapkan Pemerintah Pusat Swedia mempunyai beberapa karakteristik:


1. Standar akuntansi berbasis akrual mencakup pemerintah (secara keseluruhan) dan

kementerian/lembaga.

2. Standar akuntansi berbasis akrual yang diterapkan dapat dikelompokkan sebagai

relatively full accrual accounting. Pengecualian hanya terhadap perlakuan aset bersejarah

(heritage asset) dan pajak.

3. Penggunaan nilai historis.

4. Setiap kementerian/lembaga menyiapkan Laporan Operasional, Neraca, Laporan Dana

dan Catatan atas Laporan Keuangan.

Keinginan untuk menerapkan penganggaran berbasis akrual di Swedia telah ada sejak

tahun 1960-an, tetapi rencana tersebut tidak terealisasi. Penerapan akuntansi berbasis akrual

pada tahun 1990-an telah membangkitkan kembali pembicaraan mengenai penganggaran

berbasis akrual. Departemen keuangan Swedia telah melakukan beberapa penelitian untuk

penerapan penganggaran berbasis akrual. Berbagai reaksi muncul dari kementerian/lembaga

tetapi pada umumnya mendukung penerapan penganggaran berbasis akrual karena penerapan

dual system (sistem akuntansi berbasis akrual dan penganggaran berbasis kas) cukup

memberatkan. Akan tetapi, setelah banyak hal yang dikerjakan, Departemen Keuangan Swedia

memutuskan untuk membatalkan penerapan penganggaran berbasis akrual dengan alasan

penerapan dual system tersebut telah sesuai dengan perkembangan internasional.

Berdasarkan penjelasan atas penerapan akuntansi berbasis akrual di Swedia tersebut,

ditemukan bahwa informasi akrual lebih banyak digunakan untuk internal manajemen pada

kementerian/lembaga daripada penganggaran dan pembuatan kebijakan. Kementerian/

lembaga lebih banyak menggunakan biaya berbasis akrual (accrual based cost) untuk obyek

biaya seperti departemen dan output. Informasi berbasis akrual seperti itu lebih banyak

digunakan dibandingkan dengan informasi pengganggaran berbasis kas. Pemerintah lebih

banyak menggunakan informasi pengganggaran dibandingkan dengan informasi berbasis

akrual. Karena itu, informasi pada Laporan Operasional dan biaya per obyek lebih banyak

digunakan dibandingkan dengan Neraca dan Laporan Dana. Informasi akrual lebih banyak
digunakan sebagai dasar untuk penilaian kinerja keuangan bukan sebagai dasar alokasi sumber

daya.

Adapun komponen laporan keuangan di Swedia adalah:

1. Neraca (Statement of Financial Position);

2. Laporan Kinerja Keuangan (Statement of Financial Performance);

3. Laporan Arus Kas (Cash Flow Statement);

4. Laporan Apropriasi (Appropriation Report);

5. Laporan Kinerja (Performance Report);

6. Catatan atas Laporan Keuangan (Notes to the Financial Statements).

C. AUSTRALIA

Pada tanggal 1 Maret 2007 bekerja sama dengan Pemerintah Australia mengadakan

Senior Officer Workshop mengenai Accrual Accounting and Budgeting. Dalam workshop tersebut,

hadir sebagai pembicara tunggal Mr. Phil Bowen, Deputy Secretary Australian Government

Department of Finance & Administration untuk berbagi pengalaman Pemerintah Australia dalam

mereformasi pengelolaan keuangan “negara kangguru” tersebut. Sebuah pengalaman berharga

Pemerintah Australia yang pada awalnya mengimplementasikan anggaran dan akuntansi

berbasis kas dan berhasil mengimplementasikan basis akrual secara bertahap.

Dalam paparannya Phil Bowen mengatakan bahwa Pemerintah Australia

membutuhkan waktu kurang lebih 20 tahun untuk akhirnya berhasil mengimplementasikan

accrual accounting and budgeting. Hal ini dikarenakan banyaknya persiapan-persiapan yang

harus dipenuhi sebelum penerapan basis akrual tersebut. Persiapan-persiapan yang dilakukan

Pemerintah Australia pada tahun 1980-an antara lain dengan memperkenalkan Kerangka

Pengeluaran Jangka Menengah/Medium Term Expenditure Framework (MTEF), penganggaran

sampai dengan program (activity level), penyerahan fungsi administratif manajemen keuangan

kepada para pimpinan instansi/kementerian. Memasuki era 1990, Pemerintah Australia

bergerak pada tahap penyusunan laporan keuangan instansi yang berbasis akrual, laporan

keuangan Pemerintah Australia yang berbasis akrual, meningkatkan akuntabilitas para


pimpinan instansi, pembuatan kebijakan fiskal yang lebih transparan yang diatur dalam Charter

of Budget Honesty Act dan pengimplementasian sistem penganggaran yang baru.

Phil Bowen juga mengatakan bahwa seluruh persiapan yang dilakukan harus pula

didukung oleh prasyarat-prasyarat yang mempunyai kerangka berbasis akrual, yaitu:

penganggaran berbasis kas yang efektif dan sistem teknologi informasi manajemen keuangan,

kegiatan berbasis kas yang efktif yang mengacu kepada MTEF, praktek inventarisasi aset dan

penilaian aset yang baik, pengukuran kinerja berdasarkan output dan outcomenya, penerapan

standar akuntansi, dan penggunaan para ahli akuntansi dalam jumlah yang besar pada tataran

instansi pusat dan instansi vertikal.

Di akhir pemaparannya, Phil Bowen menceritakan bahwa kunci sukses dalam masa

transisi menuju akuntansi dan anggaran yang berbasis akrual di Australia sangat bergantung

pada penerapan sistem informasi manajemen yang berbasis akrual pada instansi pusat dan

vertikal, program pendidikan dan pelatihan untuk para instansi pengguna tentang informasi

berbasis akrual, penyamaan pemahaman dan komitmen dari seluruh stakeholders, dan fase

implementasi program berbasis akrual selama beberapa tahun.

D. LAPORAN KEUANGAN POKOK DI NEGARA LAIN

Sejauh ini, komponen laporan keuangan pokok dalam penerapan akuntansi akrual telah

muncul dalam berbagai nama atau istilah. Di dunia internasional, laporan keuangan akrual

yang paling umum diterapkan dalam sektor publik adalah laporan yang mengacu pada

International Public Sector Accounting Standards (IPSAS). Menurut IPSAS, laporan keuangan

versi akrual secara umum sekurang-kurangnya terdiri dari:

1. Neraca (Statement of Financial Position);

2. Laporan Kinerja Keuangan (Statement of Financial Performance);

3. Laporan Perubahan dalam Aset Bersih/Ekuitas (Statement of Changes in Net

Assets/Equity);

4. Laporan Arus Kas (Cash Flow Statement); dan


5. Catatan atas Kebijakan Akuntansi dan Catatan atas Laporan Keuangan (Accounting

Policies and Notes to the Financial Statements).

Perancis telah menerapkan akuntansi pemerintah berbasis akrual. Komponen laporan

keuangan yang disajikan di negara Perancis adalah:

1. Neraca (Balance Sheet/Statement of Financial Position)

2. Laporan Surplus/Defisit (Surplus Defisit Statement: A Net Expense Statement, Net Sovereign

Revenues Statement, A Net Operating Surplus/Deficit Statement For The Period)

3. Laporan Arus Kas (Cash Flow Statement)

4. Catatan atas Laporan Keuangan (Note to The Financial Statement)

Dari penerapan basis akrual di beberapa negara yang telah disajikan di atas, dapat

digunakan sebagai petunjuk best practices dalam pelasanaan akuntansi pemerintah berbasis

akrual di Indonesia disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada di Indonesia agar

penerapannya dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan ekonomis serta dapat memberikan

hasil yang maksimal demi tercapainya tujuan bangsa ini.


BAB V

PENUTUP

Basis akuntansi yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005

tentang Sistem Akuntansi Pemerintah adalah basis kas menuju akrual (cash toward accrual).

Akan tetapi, UU Nomor 17 Tahun 2003 pasal 36 dan UU Nomor 1 Tahun 2004 pasal 70

membatasi penggunaan basis kas menuju akrual hanya sampai dengan laporan keuangan

tahun anggaran 2007. Dengan demikian, Laporan Keuangan tahun anggaran 2008, yang

disusun pada tahun 2009 harus sudah menggunakan basis akrual (akrual penuh), baik untuk

laporan realisasi anggaran maupun neraca. Namun, ternyata hal ini belum dapat direalisasikan,

bahkan sampai dengan bulan Agustus 2009 ini Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis

Akrual masih dalam bentuh draft.

Pada dasarnya, jika dibandingkan dengan akuntansi pemerintah berbasis kas menuju

akrual, akuntansi berbasis akrual sebenarnya tidak banyak berbeda. Pengaruh perlakuan akrual

dalam akuntansi berbasis kas menuju akrual sudah banyak diakomodasi di dalam laporan

keuangan terutama neraca yang disusun sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24

Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Keberadaan pos piutang, aset

tetap, hutang merupakan bukti adanya proses pembukuan yang dipengaruhi oleh asas akrual,

meskipun hampir sepenuhnya merupakan suatu diskresionari.

Penerapan basis akuntansi akrual dalam sistem akuntansi pemerintah menimbulkan

perdebatan serta permasalahan yang mungkin timbul, diantaranya adalah mengenai

komponen-komponen yang ada dalam Laporan Keuangan Pokok, tahap penerapan akuntansi

berbasis akrual, perlunya penerapan penganggaran berbasis akrual, adanya kompleksitas

sistem pencatatan, penerapan konsep matching cost against revenue, adanya kemungkinan

pengutamaan Laporan Realisasi Anggaran dari Laporan Operasional, dan lain-lain.

Oleh karena itu, pengimplementasian basis akrual dalam sistem akuntansi pemerintah

Indonesia memerlukan pembenahan-pembenahan tertentu terutama dalam hal standar dan

peraturan yang lebih jelas dan terperinci serta adanya dukungan dan kompetensi sumber daya
manusia dari pihak-pihak yang terkait, termasuk para petinggi negeri ini, untuk mendukung

transparansi pemerintah dan pengambilan keputusan yang lebih baik dalam mewujudkan good

governance.
DAFTAR PUSTAKA

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP). 2006. Memorandum Pembahasan Penerapan


Basis Akrual dalam Akuntansi Pemerintahan di Indonesia. http://www.ksap.org/ (diakses: 15
Agustus 2009)
------------. 2008. Draft Standar Akuntansi Pemerintah Akrual. http://www.ksap.org/draft.php
(diakses: 15 Agustus 2009)

Mulyana, Budi. 2008. Penggunaan Akuntansi Akrual di Negara-Negara Lain – Tren di Negara-Negara
Anggota OECD. http://www.bppk.depkeu.go.id/index.php/research-paper/view-
category.html (diakses: 15 Agustus 2009)

Mustofa, Hamim. 2007. Basis Akuntansi Pemerintahan.


http://www.perbendaharaan.go.id/pro/cetak. php?id=2035 (diakses: 16 Agustus 2009)

Simanjuntak, Binsar H. 2005. Menyongsong Era Baru Akuntansi Pemerintahan di Indonesia.


www.ksap.org/Riset&Artikel/Art7.pdf (diakses: 15 Agustus 2009)

Soesastro, Hadi. 2008. Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia. Jakarta: Kanisius

Widjajarso, Bambang. 2008. Penerapan Basis Akrual pada Akuntansi Pemerintah Indonesia: Sebuah
Kajian Pendahuluan. http://www.bppk.depkeu.go.id/index.php/research-paper/view-
category. html (diakses: 15 Agustus 2009)

Vous aimerez peut-être aussi