Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Chronic Kidney Disease (CKD) atau gagal ginjal kronik adalah kehilangan
atau penurunan fungsi ginjal yang sudah lanjut dan bertahap serta bersifat menahun
sehingga ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik dan perlu dilakukan perawatan dan
pengobatan yang serius.1 CKD dapat berkembang cepat 2-3 bulan dan dapat pula
berkembang dalam waktu yang sangat lama 30-40 tahun.2
Chronic Kidney Disease telah menjadi kekhawatiran yang berkembang di
dunia karena prevalensinya yang meningkat serta hasil akhirnya yang buruk. Di
Amerika serikat penderita CKD mencapai 20 juta yang berarti 1 dari 9 orang dewasa.
Meskipun teknik dialisis dan transplantasi makin berkembang namun prognosis gagal
ginjal tetap buruk. Sistem pendataan ginjal di Amerika Serikat pada tahun 2001
menunjukkan angka lebih dari 76.500 kematian pasien dengan End Stage Renal
Disease (ESRD), angka ini seakan tidak berubah selama satu dekade terakhir.
Morbiditas gagal ginjal juga cukup tinggi di mana pasien yang menjalani dialysis
rata-rata 4 (empat) kondisi komorbid, 15 (lima belas) hari perawatan Rumah Sakit
(RS) per tahun, dan kualitas hidup yang lebih rendah dari rata-rata populasi. Jumlah
pasien dengan tingkat CKD yang lebih dini lebih besar namun mortalitas, morbiditas,
hari perawatan RS per tahun, dan kualitas hidup belum diteliti lebih lanjut. Sebagian
besar penderita tidak menyadari penyakit tersebut karena CKD asimtomatik sampai ia
berkembang dengan signifikan.3
Menurut Rahardjo (1996) dalam Lubis (2006), diperkirakan jumlah penderita
gagal ginjal kronik terus meningkat dan diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10 %
setiap tahun. Saat ini belum ada penelitian epidemiologi tentang prevalensi penyakit
ginjal kronik di Indonesia. Dari data di beberapa pusat nefrologi di Indonesia
diperkirakan insidens dan prevalensi penyakit ginjal kronik masing-masing berkisar
100 - 150/ 1 juta penduduk dan 200 - 250/ 1 juta penduduk.
1
Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kirakira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah
pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal
kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri (Graaf, 2001).
Ginjal merupakan sepasang organ retro peritoneum yang terletak
sepanjang batas musculus psoas dibawah diagfragma dan dekat dengan
columna vertebralis (Sabiston. 1994). Ren dextra letaknya lebih rendah
daripada ren sinister karena besarnya lobus hepatis dextra. Masing-masing ren
memiliki facies anterior dan facies posterior, margo medialis dan margo
lateralis, extremitas superior dan extremitas posterior.
Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke
medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur-struktur
pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan ureter menuju dan
meninggalkan ginjal posterior (Moore, 2002).
parenkim ginjal serta mencegah ekstravasasi urine pada saat terjadi trauma
ginjal. Selain itu fasia Gerota dapat pula berfungsi sebagai barier dalam
menghambat penyebaran infeksi atau menghambat metastasis tumor ginjal ke
organ sekitarnya. Di luar fasia Gerota terdapat jarinagan lemak retroperitoneal
atau disebut jaringan lemak para renal (Moore, 2002).
Di sebelah posterior, Ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang
tebal serta tulang rusuk ke XI dan XII sedangkan disebelah anterior dilindungi
oleh organ-organ intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hepar, kolon,
dan duodenum; sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas,
jejenum, dan kolon (Moore, 2002).
Secara anatomis ginjal terbagi menjadi dua bagian yaitu korteks dan
medulla ginjal. Di dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron sedangkan di
dalam medula banyak terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional
terkecil dari ginjal yang terdiri atas, tubulus kontortus proksimal, tubulus
kontortus distalis, dan duktus kolegentes. Darah yang membawa sisa-sisa hasil
metabolisme tubuh difiltrasi di dalam glomeruli kemudian di tubuli ginjal,
beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalami reabsorbsi dan zat-zat
hasil sisa metabolisme mengalami sekresi bersama air membentuk urine.
Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi di glomerulus dan
menghasilkan urine 1-2 liter. Urine yang terbentuk di dalam nefron disalurkan
melalui piramida ke sistem pelvikalikes ginjal untuk kemudian disalurkan ke
dalam ureter. Sistem pelvikalikes ginjal terdiri atas kaliks minor, infundibulum,
kaliks mayor, dan pielum/pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalikes terdiri atas
epitel transisional dan dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu
berkontraksi untuk mengalirkan urine sampai ke ureter (Moore, 2002).
Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan
cabang langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan
melalui vena sentralis yang bermuara ke dalam vena kava inferior. Sistem
arteri ginjal adalah end arteri yaitu arteri yang tidak mempunyai anstomosis
dengan cabang-cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat kerusakan pada
salah satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah
yang dilayaninya.
2.1.3 Epidemiologi
Di Amerika serikat penderita CKD mencapai 20 juta yang berarti 1 dari
9 orang dewasa. Meskipun teknik dialisis dan transplantasi makin berkembang
namun prognosis gagal ginjal tetap buruk. Sistem pendataan ginjal di Amerika
Serikat pada tahun 2001 menunjukkan angka lebih dari 76.500 kematian pasien
dengan End Stage Renal Disease (ESRD), angka ini seakan tidak berubah
selama satu dekade terakhir.
Menurut Rahardjo (1996) dalam Lubis (2006), diperkirakan jumlah
penderita gagal ginjal kronik terus meningkat dan diperkirakan pertumbuhannya
sekitar 10 % setiap tahun. Saat ini belum ada penelitian epidemiologi tentang
prevalensi penyakit ginjal kronik di Indonesia. Dari data di beberapa pusat
nefrologi di Indonesia diperkirakan insidens dan prevalensi penyakit ginjal
kronik masing-masing berkisar 100 - 150/ 1 juta penduduk dan 200 - 250/ 1 juta
penduduk.
2.1.4 Etiologi
Umumnya penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit ginjal intrinsik
difus dan menahun. Hampir semua nefropati bilateral dan progresif akan berakhir
dengan penyakit ginjal kronik. Umumnya penyakit di luar ginjal, seperti nefropati
obstruktif dapat menyebabakan kelainan ginjal intrinsik dan berakhir dengan penyakit
ginjal kronik (Sukandar, 2006). Menurut data yang sampai saat ini dikumpulkan oleh
Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi
terbanyak sebagai berikut: glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%),
hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).
1. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim ginjal progresif dan
difus yang seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis
berhubungan dengan penyakit-penyakit sistemik seperti lupus eritomatosus sistemik,
poliartritis nodosa, granulomatosus Wagener. Glomerulonefritis (glomerulopati) yang
berhubungan dengan diabetes mellitus (glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan
dapat berakhir dengan penyakit ginjal kronik. Glomerulonefritis yang berhubungan
eritematosus
sistemik
(LES),
mieloma
multipel,
atau
amiloidosis
(Prodjosudjadi, 2006).
Gambaran klinis glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan
secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat
medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis (Sukandar,
2006).
2. Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005)
diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduaduanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini
dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
Gejalanya sangat bervariasi.
Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak
menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang
air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala tersebut dapat
9
3. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik 90 mmHg (Mansjoer, 2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi
menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak
diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga
hipertensi renal (Sidabutar, 1998).
Penyakit ginjal hipertensif (arteriolar nephrosclerosis) merupakan salah satu
penyebab penyakit ginjal kronik. Insiden hipertensi esensial berat yang berakhir
dengan gagal ginjal kronik kurang dari 10% (Sukandar, 2006).
4. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau
material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat
ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di
medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai
keadaan atau penyakit. Ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling
sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal
polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru
bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Glomerulonefritis, hipertensi esensial, dan
pielonefritis merupakan penyebab paling sering dari PGK, yaitu sekitar 60%.
Penyakit ginjal kronik yang berhubungan dengan penyakit ginjal polikistik dan
nefropati obstruktif hanya 15- 20% (Sukandar, 2006). Kira-kira 10-15% pasien-
10
pasien penyakit ginjal kronik disebabkan penyakit ginjal kongenital seperti sindrom
Alport, penyakit Fabbry, sindrom nefrotik kongenital, penyakit ginjal polikistik, dan
amiloidosis (Sukandar, 2006).
Pada orang dewasa penyakit ginjal kronik yang berhubungan dengan infeksi
saluran kemih dan ginjal (pielonefritis) tipe uncomplicated jarang 9 dijumpai, kecuali
tuberkulosis, abses multipel. Nekrosis papilla renalis yang tidak mendapat
pengobatan yang adekuat (Sukandar, 2006).
2.1.5 Klasifikasi
Klasifikasi PGK didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage) penyakit
dan atas dasar diagnosis etiologi. CKD jarang reversibel dan mengarah pada penurunan
progresif fungsi ginjal. Hal ini terjadi bahkan setelah kejadian yang memicu telah
disingkirkan. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi nefron-nefron yang
tersisa dengan hiperfiltrasi, dan angka Glomerus Filtration Rate pada nefron-nefron
tersebut di atas normal. Adaptasi ini memberikan beban pada nefron-nefron tersisa
dan menyebabkan sklerosis glomerular progresif dan fibrosis intersisial, yang
menunjukkan bahwa hiperfiltrasi memperburuk fungsi ginjal.
Definisi tidak dapat berdasarkan nilai kreatinin serum (Creatinin Clearence
Test) semata karena korelasi non-linear antara nilai kreatinin serum dengan GFR.
Namun demikian prediksi GFR dapat dilakukan dengan memasukkan nilai kreatinin
serum ke dalam persamaan tertentu dengan mempertimbangkan pula jenis kelamin,
usia, ras, dan ukuran tubuh.
Caranya, cukup mengukur kadar kreatinin darah (sCr: serum Creatinin), bisa
diketahui persentase fungsi ginjal dari GFR-nya dengan rumus :
Laki-laki GFR = (140 - umur) x (BB)/ (serum Creatinin x 72)
11
Deskripsi
LFG (mL/menit/1,73
m)
90
2
3
60-89
30-59
12
Gagal ginjal
15-29
< 15 atau dialysis
setelah
terjadi
kehilangan
nefron akibat
lesi.
Peningkatan
tekanan
13
14
15
Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom dan normositer, sering ditemukan pada
pasien gagal ginjal kronik. Anemia sangat bervariasi bila ureum darah
lebih dari 100 mg% atau penjernihan kreatinin kurang dari 25 ml per
menit (Sukandar, 2006).
2.
Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis)
16
gejala
17
4.
Kelainan kulit
hilang
paratiroidektomi.
kering
Kulit
biasanya
setelah
tindakan
dan bersisik,
tidak
Kelainan
Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi,
Pada
Kelainan kardiovaskular
Patogenesis
18
8.
Hipertensi
Patogenesis
hipertensi
ginjal
sangat
kompleks,
banyak
faktor
penurunan
zat dipresor
dari
medulla
tonus vaskuler
aktivasi
balik
mekanisme
umpan
akan
menimbulkan
tekanan
darah
karena
telah
terjadi
2.1.8 Diagnosis
Menurut (Sukandar, 2006) pendekatan diagnosis Penyakit Ginjal
Kronik (PGK) mempunyai sasaran berikut :
1. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
2. Mengetahui etiologi PGK yang mungkin dapat dikoreksi
3. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
19
yang
terarah
dan
kronologis,
mulai
dari
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Ureum serum, nilai normal 20 40 mg/dl
Kreatinin serum, nilai normal 0.5 1.5 mg/dl
Asam urat serum, nilai normal pada pria berkisar 3,5 7 mg/dl dan
wanita 2,6 6 mg/dl.
Kadar Hb, nilai normal pada pria adalah 13 gr% - 18 gr%, dan wanita
adalah 11,5 gr% - 16,5 gr%
b. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya,
yaitu:
20
sistem urinary, dengan melihat kerja ginjal dan sistem urinary pasien.
Dengan IVP dapat diketahui
urinary dari batu ginjal, pembesaran prostat, dan tumor pada ginjal,
ureter dan blass Kontra Indikasinya adalah alergi terhadap media
kontras, pasien yang mempunyai kelainan atau penyakit jantung,
pasien dengan riwayat atau dalam serangan jantung, neonates, diabetes
mellitus tidak terkontrol, pasien yang sedang dalam keadaan kolik, dan
hasil ureum dan kreatinin yang tidak dalam batas normal
21
22
Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan penunjang radiologis yang umumnya dilakukan
pada pasien gagal ginjal adalah pemeriksaan dengan ultrasonografi.
USG saat ini digunakan sebagai pemeriksaan pertama secara rutin pada
keadaan gagal ginjal yang digunakan untuk memperoleh informasi
tentang parenkim, sistem collecting dan pembuluh darah ginjal.6 Gagal
ginjal kronik pada umumnya diikuti dengan kenaikan kadar kreatinin
dan menimbulkan gambaran ultrasonografi gagal ginjal kronik.1
Pemeriksaan ultrasonografi pada gagal ginjal untuk mengetahui
adanya pembesaran ginjal, kristal, batu ginjal, mengkaji aliran urin
dalam ginjal.3 USG abdomen pada pasien gagal ginjal kronik biasanya
ditandai dengan korteks yang lebih hiperechoic hingga hampir sama
dengan sinus renalis.Selain itu dapat ditemukan pula ukuran ginjal
yang mengecil dan batas korteks medula yang tidak jelas. Pada
pemeriksaan USG gambaran hiperechoic pada parenkim ginjal kanan
dapat menimbulkan kecurigaan adanya radang pada ginjal kanan.
Normalnya,
parenkim
ginjal
pada
bagian
korteks
memiliki
23
Nefrotomogram
Nefrotomogram adalah serangkaian gambar sinar-x dari ginjal.
24
25
26
perunut
radioaktif
dalam
pembuluh-pembuluh
ginjal
dideteksi oleh detector yang diletakkan tepat pada posisi organ ginjal. Dari
pemantauan detector dihasilkan laju cacahan atau jumlah pulse per detik
27
ekskresi
(arrival,
uptake,
transit
and
elimination)
dari
Kurva
memiliki
up-slope
yang
tajam
dan
28
dengan
tujuan
utama,
yaitu
mempertahankan
29
b. Terapi simtomatik
Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum
kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis
metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium
bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH 7,35 atau
serum bikarbonat 20 mEq/L.
Anemia
Transfusi darah misalnya Packed Red Cell (PRC) merupakan salah
satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian
transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian
mendadak.
Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang
sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan
keluhan
utama
(chief
complaint)
dari
GGK.
Keluhan
30
dalam
indikasi
absolut,
yaitu
perikarditis,
31
Continuous Ambulatory
32
2.1.10 Prognosis
Prognosis gagal ginjal kronis kurang baik, akibat terjadi
komplikasi penyakit. Faktor prognosis yang mempengaruhi meliputi
komplikasi penyakit anemia, asidosis metabolik, hiperkalemia, tekanan
darah yang cenderung tidak normal, edema, edema paru, fluktuasi berat
badan, dan penyakit dasar batu ginjal, glomerulonefretis, hipertensi,
diabetes melitus, dan penyakit dasar yang lainnya. Faktor umur, jenis
kelamin dan frekuensi hemodialisis juga perlu dipertimbangkan.
Penelitian dilakukan di laboratorium instalansi hemodialisis rumah
sakit dr Soetomo Surabaya, waktu studi 3 tahun dan Januari 1998 sampai
dengan Desember 2000. Berdasar hasil pengamatan terhadap lembar
observasi pasien gagal ginjal kronis ditemukan 258 orang pasien yang
digunakan sebagai anggota populasi ada 4 faktor prognosis gagal ginjal
kronis yaitu penyakit dasar yang lain ( PDL), edema paru (EP), frekuensi
hemodialisis (FHD) dan fluktuasi berat badan (FBB) berpengaruh nyata
terhadap waktu survival berarti belum terkoreksi dengan baik oleh terapi
hemodialisis, sedangkan faktor prognosis lainnya sudah terkoreksi dengan
baik.9
2.2
33
34
penyempitan ureter akibat cacat bawaan, cedera, infeksi, terapi penyinaran atau
pembedahan, adanya kelainan pada otot atau saraf di kandung kemih atau ureter,
adanya pembentukan jaringan fibrosa di dalam atau di sekeliling ureter akibat
pembedahan, rontgen atau obat-obatan (terutama metisergid), adanya ureterokel
(penonjolan ujung bawah ureter ke dalam kandung kemih), adanya kanker
kandung kemih, leher rahim, rahim, prostat atau organ panggul lainnya, adanya
sumbatan yang menghalangi aliran air kemih dari kandung kemih ke uretra akibat
pembesaran prostat, peradangan atau kanker, adanya arus balik air kemih dari
kandung kemih akibat cacat bawaan atau cedera, ataupun oleh karena adanya
infeksi saluran kemih yang berat, yang untuk sementara waktu menghalangi
kontraksi ureter. Pada pria lansia , penyebab tersering adalah obstruksi uretra pada
pintu kandung kemih akibat pembesaran prostat.
Hidronefrosis juga dapat terjadi pada kehamilan akibat pembesaran uterus.
Apapun penyebabnya adanya akumulasi urin di piala ginjal akan menyebabkan
distensi piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi. Ketika salah satu
ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap, maka ginjal yang lain akan
membesar secara bertahap (hipertrofi kompensatori), akhirnya fungsi renal
terganggu.
Gejalanya
tergantung
pada
penyebab
penyumbatan,
lokasi
35
terhadap kalsifikasi saluran ginjal harus dilakukan secara hati hati karena
flebolit dalam kelenjar mesenterika dan vena pelvis sering disalahartikan sebagai
batu ureter.
Pemeriksaan UIV akan menghasilkan sebuah gambaran yang disebut
dengan pielogram. Pada pielogram normal, akan didapatkan gambaran bentuk
kedua ginjal seperti kacang. Kutub atas ginjal kiri setinggi vertebra Th11, batas
bawahnya setinggi korpus vertebra L3. Ginjal kanan letaknya kira kira 2 cm
lebih rendah daripada yang kiri. Pada pernafasan, kedua ginjal bergerak, dan
pergerakan ini dapat dilihat dengan fluoroskopi. Arah sumbu ke bawah dan lateral
sejajar dengan muskuli psoas kanan dan kiri. Dengan adanya lemak perirenal,
ginjal menjadi lebih jelas terlihat. Hal ini terutama dapat dilihat pada orang
gemuk. Pelvis renis lalu dilanjutkan dengan kalik mayor, biasanya berjumlah 2
buah. Dari kalik mayor dilanjutkan dengan kalik minor yang jumlahnya antara 6
14 buah. Kedua ureter berjalan lurus dari pelvis renis ke daerah pertengahan
sakrum dan berputar ke belakang lateral dalam suatu arkus, turun ke bawah dan
masuk ke dalam dan depan untuk memasuki trigonum vesika urinaria. Tiga tempat
penyempitan ureter normal adalah pada ureteropelvical junction, ureterovesical
junction, dan persilangan pembuluh darah iliaka. Pemeriksaan USG ginjal
merupakan pemeriksaan yang tidak invasif. Sebelum pemeriksaan, pasien
dipuasakan untuk meminimalkan gas di usus yang dapat menghalangi
pemeriksaan. Penilaian UIV sangat dibutuhkan untuk menetukan posisi ginjal dan
daerah yang perlu dinilai lebih lanjut. Fokus transduser yang digunakan sekitar 5
cm, 2,5 3,5 MHz cukup memadai. Lakukan irisan transversal untuk
menentukanlokasi aksis ginjal, diikuti dengan irisan irisan longitudinal, bila
perlu gunakan magnifikasi. Ginjal turut bergerak pada pernapasan, sehingga
pasien diminta untuk menahan napas pada inspirasi dalam. Penilaian kutub atas
ginjal paling baik dengan sektor transduser melalui celah iga. Ginjal kanan dapat
diperiksa dengan pasien pada posisi supine, left lateral decubitus, dan pronasi.
Sementara untuk ginjal kiri, digunakan posisi right lateral decubitus dan pronasi.
Posisi supine tidak dianjurkan untuk memeriksa ginjal kiri karena gambaran ginjal
terganggu oleh gambaran udara lambung dan usus. Sonic window yang digunakan
36
adalah otot perut belakang dan posterolateral serta celah iga. Pada ginjal kanan,
hepar juga digunakan sebagai sonic window, sedangkan pada ginjal kiri yang
dipakai adalah lambung yang berisi air. USG dapat memberikan keterangan
tentang ukuran, bentuk, letak, dan struktur anatomi dalam ginjal.
Pemeriksaan MRI secara umum, memiliki peran yang terbatas dalam
penegakan hidronefrosis karena membutuhkan waktu dan biaya yang panjang.
Bagaimanapun, dalam kasus kehamilan, dimana radiasi ionisasi harus
dihindarkan, MRI dapat berperan. MR urography dapat digunakan sebagaimana
tindakan tambahan yang aman pada evaluasi ultrasonografi untuk membantu
membedakan proses fisiologis dari penyebab kasus patologis. Secara spesifik,
MRI dapat membantu klinisi menyajikan gambaran yang detail mengenai ukuran
dan lokasi obstruksi yang spesifik jika ada. CT scan memegang peranan penting
dalam mengevaluasi hidronefrosis dan hidroureter. Unenhanced helical CT scan
merupakan pilihan modalitas gambaran untuk memeriksa kemungkinan kalkulus
sekarang ini. Hal ini dikarenakan CT scan memiliki tingkat sensitivitas 97%,
spesifitas 96% dan 97 % dalam ketepatan diagnosis batu. Banyak batu yang
tampak seperti gambaran radiolusen seperti batu asam urat dapat terlihat pada CT
scan. Terkecuali satu batu yang berasal dari HIV protease inhibitors (indinavir),
yang tidak terlihat pada CT scan.
37
38
BAB 3. KESIMPULAN
Chronic Kidney Disease (CKD) menurut National Kidney Foundation
(NKF) di Amerika Serikat didefinisikan sebagai kerusakan ginjal atau laju filtrasi
glomerolus (GFR) < 60 mL/menit/1,73 m2 selama 3 bulan atau lebih. Kadar
ureum >40 mg/dl dan kreatinin >1.5 mg/dl dapat menjadi suati tanda adanya
gangguan fungsi ginjal. Etiologi CKD dari yang terbanyak yaitu glomerulonefritis
(25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%).
Gambaran klinis pasien CKD yaitu lemas, penurunan nafsu makan, edema.
Pemeriksaan laboratorium yang mendukung diagnosis CKD yaitu kadar
ureum >40 mg/dl dan kreatinin serum >1.5 mg/dl. Pemeriksaan penunjang
radiologi berupa foto polos abdomen, BNO-IVP, pielografi retrograde,
ultrasonografi (USG), nefrotomogram, dan pemeriksaan renografi. USG saat ini
digunakan sebagai pemeriksaan pertama secara rutin pada keadaan gagal ginjal
yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang parenkim, sistem collecting
dan pembuluh darah ginjal. Sedangkan renogram dapat melihat adanya gejala
kelainan ginjal. Hasil yang diperoleh dari renogram adalah grafik renografi.
Penatlaksanaan CKD berupa terapi konservatif, terapi simptomatik, dan
terapi pengganti ginjal dimana terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit
ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut
dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal. Prognosis
gagal ginjal kronis kurang baik, akibat terjadi komplikasi penyakit.
39
DAFTAR PUSTAKA
28
(citied
2012
Jan
30).
Available
at
http://aripurwahyudi.com/intensive-care/chronic-kidney-disease.htm
2. Hukari, Dwi. Leaflet Chronic Kidney Disease. Leaflet Manajemen Nyeri
2010 Apr 04 (citied 2012 Jan 30). Available at
http://rentalhikari.word-
press.com/2010/04/04/leaflat-chronic-kidney-disease.htm
3. Nurdin HM. Chronic Kidney Disease. Be Smart and Educated 2010 Aug
16
(citied
2012
Jan
30).
Available
at
http://coolhendra.blogspot.com/2010/08/chronic-kidney-disease.html
4. Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill
Companies; 2001
5. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-2. Jakarta:
EGC; 2001.
6. Rasad, Sjahriar. (2005). Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta : Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
7. Antony, Joe. Chronic Renal Failure. Ultrasound Images of Diseases of the
Kidneys 2007 (citied 2012 Jan 30). Available at http://www.ultrasoundimages.com
8. Wahid. Renograf Dual Probes Sebagai Pendeteksi Fungsi Ginjal.
Instrumentasi Medis Fisika UI 2011 Mei 21 (citied 2012 Feb 10).
Available at http://medical-instruments11.blogspot.com/2011/05/renografdual-probes.html
9. Suharto. Penerapan Model PH Cox pada Studi Pasien Gagal Ginjal Kronik
2004
Feb
19
(citied
2012
Feb
08).
Available
at
http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gdl-s2-2004-suharto-969-co
40
41