Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
KASUS
I.1. Identitas
Nama
: An. R
Umur
: 13 tahun
: Ngawi
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Nama Ayah
: Tn. F
Umur
: 45 tahun
Pekerjaan
: Karyawan
Nama Ibu
: Ny. J
Umur
: 42 tahun
demam. 1 HSMRS pasien masih merasakan nyeri sendi di kedua lutut hingga sulit
untuk digerakan, tanpa membengkak, nyeri seperti ditusuk, nyeri juga dirasakan
hingga kepangkal paha dan punggung.
I.4. Riwayat Penyakit Dahulu
Dahulu belum pernah merasakan sakit yang serupa. 2 minggu yang lalu pasien
sakit ISPA hingga mondok ke rumah sakit.
I.5. Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga tidak ada yang sakit serupa.
I.6. Lingkungan Sekitar
Teman-teman dan tetangga pasien tidak ada yang sakit serupa.
I.7. Pemeriksaan Fisik
I.7.1. Keadaan umum : compos mentis
I.7.2. Tanda vital
Nadi
: 96x / menit
Nafas
: 24x / menit
Suhu
: 37,3o C peraxilar
Berat Badan
: 30 kg
I.7.3. Kepala
I
I.7.4. Thorax
I
: simetris
: sonor
: vesikuler
2
I.7.5. Abdomen
I
: distended (-)
: timpani
I.7.6. Ekstremitas
I
: tidak ada pembengkakan dan tidak ada hematom di kedua sendi lutut
: 12,0 g/dl
Hmt
: 35,8 %
AT
: 495 rb/L
AL
: 12,7 rb/L
LED jam I
: 90 mm/jam
LED jam II
: 102 mm/jam
I.10. Terapi
Inf. RL 14 tetes/menit makro + sohobion 1 amp
Inj. Etason 1 mg / 8 jam
Inj. Biocef 350 mg / 8 jam
Imunos syr 1x1 cth
Aspirin tab. 500 mg 2x1 tab (p.o)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat bersifat akut, subakut,
kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus beta
hemolyticus group A pada saluran pernafasan bagian atas. Demam rematik
biasanya terjadi akibat infeksi streptokokus pada tenggorokan. Demam rematik
bukan merupakan suatu infeksi, tetapi merupakan suatu reaksi peradangan
terhadap infeksi, yang menyerang berbagai bagian tubuh (misalnya persendian,
jantung, kulit). Penyakit ini dan gejala sisanya, yaitu penyakit jantung rematik,
merupakan jenis penyakit jantung didapat yang paling banyak dijumpai pada
populasi anak-anak dan dewasa muda. Puncak insiden demam rematik terdapat
pada kelompok usia 5-15 tahun; penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah
usia 4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun. Demam rematik dan penyakit jantung
rematik hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan yang penting di negaranegara yang sedang berkembang. 1,2,3
II.2. Etiologi
Faktor-faktor predisposisi terjadinya penyakit jantung rematik / Rheumatic
Heart Desease terdapat pada diri individu itu sendiri dan juga faktor lingkungan.
Faktor dari Individu diantaranya yaitu :
1.
Faktor genetik. Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA
terhadap demam rematik menunjukan hubungan dengan aloantigen sel B
spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus. 4
2.
Keadaan gizi dan lain-lain. Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain
belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk
timbulnya demam reumatik. 6
4.
Golongan etnik dan ras. Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan
pertama maupun ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang
kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai
hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada
kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang
sebenarnya. 5
5.
6.
2.
3.
II.3. Patofisiologi
Demam reumatik akut biasanya didahului oleh radang tenggorokan yang
disebabkan oleh infeksi Streptokokus betahemolitikus grup A, sehingga kuman
tersebut dianggap sebagai penyebab demam reumatik akut. Infeksi tenggorok
yang terjadi bisa berat, sedang, ringan atau asimtomatik, diikuti fase laten
(asimtomatik) selama 1 sampai 3 minggu. Baru setelah itu timbul gejala-gejala
demam reumatik akut. 8
Hingga sekarang masih belum diketahui dengan pasti hubungan langsung
antara infeksi Streptokokus dengan gejala demam reumatik akut. Yang masih
dianut hingga sekarang adalah teori autoimunitas. Produk Streptokokus yang
antigenik secara difusi keluar dari sel-sel tenggorok dan merangsang jaringan
limfoid untuk membentuk zat anti. Beberapa antigen Streptokokus, khususnya
Streptolisin O dapat mengadakan reaksi silang dengan antigen jaringan tubuh
sehingga terjadi reaksi antigen-antibodi antara zat anti terhadap Streptokokus dan
jaringan tubuh. 7,8
Pada demam reumatik dapat terjadi keradangan berupa reaksi eksudatif
maupun proliferatif dengan manifestasi artritis, karditis, nodul subkutan, eritema
marginatum dan/atau khorea. Kelainan pada jantung dapat berupa endokarditis,
miokarditis, perikarditis dan/atau pankarditis. 8
Stadium I : Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus
Hemolyticus Grup A. Gejala yang dirasakan diantaranya yaitu : Demam,
batuk, rasa sakit waktu menelan, muntah, diare, peradangan pada tonsil yang
disertai eksudat. 9,10
Stadium II : Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi
streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini
berlangsung 1 - 3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau
bahkan berbulan-bulan kemudian. 9,10
Stadium III : Stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini
timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung
reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala
peradangan umum dan menifesrasi spesifik demam reumatik / penyakit
jantung reumatik dan gejalanya diantaranya demam yang tinggi, lesu,
anoreksia, epistaksis, rasa sakit disekitar sendi, berat badan menurun,
kelihatan pucat, lekas tersinggung, athralgia, sakit perut. 9,10
Stadium IV : Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam
reumatik tanpa kelainan jantung / penderita penyakit jantung rematik tanpa
gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa. Pada penderita penyakit
jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang
timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini baik
penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu
dapat mengalami reaktivasi penyakitnya. 9,10
II.4. Diagnosis
Diagnosis demam rematik lazim didasarkan pada suatu kriteria yang untuk
pertama kali diajukan oleh T. Duchett Jones dan, oleh karena itu kemudian dikenal
sebagai kriteria Jones. Kriteria Jones memuat kelompok kriteria mayor dan minor
yang pada dasarnya merupakan manifestasi klinik dan laboratorik demam rematik.
Pada perkembangan selanjutnya, kriteria ini kemudian diperbaiki oleh American
8
Karditis
Poliartritis
Khorea
Eritema marginatum
Nodul subkutan
Manifestasi Minor:
Klinis
-
Demam
Arthralgia
Laboratorium
-
Interval PR memanjang.
sifat bising organik, (b) kardiomegali, (c) perikarditis, dan gagal jantung
kongestif. 5
Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik yang seringkali
muncul pertama kali, sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung
kongestif biasanya baru timbul pada keadaan yang lebih berat. Bising pada
karditis rematik dapat berupa bising pansistol di daerah apeks (regurgitasi mitral),
bising awal diastol di daerah basal (regurgitasi aorta), dan bising mid-diastol pada
apeks (bising Carey-Coombs) yang timbul akibat adanya dilatasi ventrikel. 7,10
Poliartritis ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba
panas, dan keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada demam
rematik paling sering mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Kelainan
ini hanya berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada satu sendi dan
kemudian berpindah, sehingga dapat ditemukan artritis yang saling tumpang
tindih pada beberapa sendi pada waktu yang sama; sementara tanda-tanda radang
mereda pada satu sendi, sendi yang lain mulai terlibat. 10
Perlu diingat bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi (monoartritis)
tidak dapat dijadikan sebagai suatu kriterium mayor. Selain itu, agar dapat
digunakan sebagai suatu kriterium mayor, poliartritis harus disertai sekurangkurangnya dua kriteria minor, seperti demam dan kenaikan laju endap darah, serta
harus didukung oleh adanya titer ASTO atau antibodi antistreptokokus lainnya
yang tinggi. 8,10
Korea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak
bertujuan yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat
juga hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini lazim
disertai kelemahan otot dan ketidak-stabilan emosi. Korea jarang dijumpai pada
penderita di bawah usia 3 tahun atau setelah masa pubertas dan lazim terjadi pada
perempuan. Korea Syndenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang
sedemikian penting sehingga dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam
rematik meskipun tidak ditemukan kriteria yang lain. Korea merupakan
manifestasi demam rematik yang muncul secara lambat, sehingga tanda dan gejala
lain kemungkinan sudah tidak ditemukan lagi pada saat korea mulai timbul. 9
10
11
bawah 30 kg dan 1,2 juta unit untuk penderita di atas 30 kg. Pilihan berikutnya
adalah penisilin oral 250 mg 4 kali sehari diberikan selama 10 hari. Bagi yang
alergi terhadap penisilin, eritromisin 50 mg/kg/ hari dalam 4 dosis terbagi selama
10 hari dapat digunakan sebagai obat eradikasi pengganti. 4,5
II.5.3. Obat Antiradang
Salisilat memiliki efek dramatis dalam meredakan artritis dan demam.
Obat ini dapat digunakan untuk memperkuat diagnosis karena artritis demam
rematik memberikan respon yang cepat terhadap pemberian salisilat. Natrium
salisilat diberikan dengan dosis 100-120 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi
selama 2-4 minggu, kemudian diturunkan menjadi 75 mg/kg/hari selama 4-6
minggu. Aspirin dapat dipakai untuk mengganti salisilat dengan dosis untuk anakanak sebesar 15-25 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama seminggu, untuk
kemudian diturunkan menjadi separuhnya; dosis untuk orang dewasa dapat
mencapai 0,6-0,9 g setiap 4 jam. 2,10
Kortikosteroid dianjurkan pada demam rematik dengan gagal jantung.
Obat ini bermanfaat meredakan proses peradangan akut, meskipun tidak
mempengaruhi insiden dan berat ringannya kerusakan pada jantung akibat demam
rematik. 2
Prednison diberikan dengan dosis 2 mg/kg/hari dalam 3-4 dosis terbagi
selama 2 minggu, kemudian diturunkan menjadi 1 mg/kg/hari selama minggu ke 3
dan selanjutnya dikurangi lagi sampai habis selama 1-2 minggu berikutnya. Untuk
menurunkan resiko terjadinya rebound phenomenon, pada awal minggu ke 3
ditambahkan aspirin 50-75 mg/kg/hari selama 6 minggu berikutnya. 2
II.5.4. Pengobatan Korea
Korea pada umumnya akan sembuh sendiri, meskipun dapat berlangsung
selama beberapa minggu sampai 3 bulan. Obat-obat sedatif, seperti klorpromazin,
diazepam, fenobarbital atau haloperidol dilaporkan memberikan hasil yang
memuaskan. Perlu diingat, halopenidol sebaiknya tidak diberikan pada anak di
bawah umur 12 tahun. 9
14
15
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini didapatkan data : Anak R, usia 13 tahun dengan berat badan
30 kg datang dengan keluhan nyeri sendi di kedua lutut hingga sulit untuk
digerakan, tanpa membengkak, nyeri seperti ditusuk, nyeri juga dirasakan hingga
kepangkal paha dan punggung. Nyeri dirasakan berpindah-pindah. Tanpa disertai
demam.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sedang, kesadaran
compos mentis, dengan tanda vital : nadi dalam batas normal (96x/menit), laju
pernafasan dalam batas normal (24x/ menit), dan suhu febris (37,3C/axilla). Pada
pemeriksaan kepala dalam batas normal. Pemeriksaan thorax dalam batas normal,
pemeriksaan abdomen dalam batas normal dan pada pemeriksaan ektremitas tidak
ada pembengkakan dan tidak ada hematom di kedua sendi lutut, tidak ada nyeri
tekan di kedua sendi.
Dari hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan hasilnya hemoglobin 12,0
g/dl, hematokrit 35,8 %, angka trombosit 495.000 / l, angka leukosit 12.700 / l.
Kesimpulan hasil pemeriksaan darah rutin kesan dalam batas normal. LED jam I
yaitu 90 mm/jam dan LED jam II yaitu 102 mm/jam, ini menandakan bahwa
adanya infeksi atau inflamasi. Foto thorax AP lateral kesan bronchiolitis dan besar
cor normal, foto articulation genu dextra kesan tak tampak fraktur / dislokasi
tulang, dan hasil ECG normal. Pada pemeriksaan penunjang lain didapatkan kesan
bronchiolitis, ini menunjukan bahwa pasien menderita ISPA. Pada pasien ini tidak
dilakukan pemeriksaan biakan streptokokus karena mahalnya pemeriksaan
tersebut walaupun pemeriksaan tersebut merupakan bukti penyebab demam
reumatik.
Diagnosis pada kasus ini adalah Migratory arthritis e/c demam reumatik
akut suspect Juvenil rheumatoid arthritis yang ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Yaitu dari anamnesis terdapat
keluhan nyeri sendi di kedua lutut hingga sulit untuk digerakan, tanpa
membengkak, nyeri seperti ditusuk, nyeri juga dirasakan hingga kepangkal paha
dan punggung. Nyeri dirasakan berpindah-pindah. Tanpa disertai demam. Selain
itu didapatkan 2 minggu yang lalu pasien sakit ISPA hingga mondok ke rumah
16
sakit. Pada pasien ini didapatkan kriteria Jones yaitu 1 manifestasi mayor yaitu
poliartritis dan 2 manifestasi minor yaitu riwayat demam 5 hari yang lalu dan
arthralgia dengan peninggian fase akut yaitu LED meningkat. Tetapi pada pasien
ini tidak dilakukan pemeriksaan biakan streptokokus untuk menguatkan diagnosis
demam reumatik.
Terapi yang sudah dilakukan di RS adalah Inf. RL 14 tetes/menit makro +
sohobion 1 amp, Inj. Etason 1 mg / 8 jam, Inj. Biocef 350 mg / 8 jam, Imunos syr
1x1 cth, Aspirin tab. 500 mg 2x1 tab. Terapi cairan berupa infus diberikan untuk
mengganti cairan tubuh yang hilang. Sohobion merupakan vitamin neurotropik
seperti vitamin B1, vitamin B6, dan vitamin B12 yang berfungsi untuk mengatasi
capek, pegal, kram, dan kesemutan. Pemberian biocef atau cefotaxim sebagai
antibiotik bertujuan untuk mengatasi infeksi penyebab demam reumatik.
Pemberian injeksi etason diberikan sebagai anti inflamasi yang disebabkan oleh
bakteri penyebab demam reumatik. Imunos adalah golongan suplemen gizi untuk
merangsang sistem kekebalan tubuh selama infeksi akut dan kronis. Aspirin atau
asam asetilsalisilat (asetosal) adalah sejenis obat turunan dari salisilat yang sering
digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa sakit atau nyeri minor),
antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi (peradangan).
17
BAB IV
Daftar Pustaka
1. Loebis, et all. 2008. Artritis Reumatoid Juvenil. Divisi Alergi Immunologi
Departemen Pediatrik. USU. Medan.
2. Siregar, Afif, A,. 2008. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik
Permasalahan Indonesia. Pidato Pengukuhan Fakultas Kedokteran. USU.
Medan.
3. Teddy, et all. 2006. Demam Reumatik. http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110vksh247.htm.
4. Aly, Ashraf. 2008. Rheumatic Fever. Core Concepts of Pediatrics University
of Texas.
5. Linda Vorvick. 2010. Rheumatic fever. University of Washington School of
Medicine.
USA.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003940.htm.
6. Arief, et all. 2001. Factors affecting school performance in children with
rheumatic heart disease. Department of Child Health, Medical School
University of Indonesia, Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta.
7. Wilson, Price, 2005. Fisiologi Sistem Kardiovaskular. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit, Buku I, Edisi 6, EGC, Jakarta.
8. Steven J Parrillo, DO, FACOEP, FACEP. 2007. eMedicine Rheumatic
Fever . http://www.emedicine.com/emerg/topic509.htm.
9. Thomas,
et
all.
2012.
Pediatric
Rheumatic
Fever.
http://emedicine.medscape.com /article/1007946-overview.
10. Steven J Parrillo. 2012. Rheumatic Fever in Emergency Medicine.
http://emedicine.medscape.com/article/808945-overview.
18