Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
HIV/AIDS
I.
Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan retrovirus bersifat limfotropik
khas yang menginfeksi sel sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau
merusak sel darah putih spesifik yang disebut limfosit T helper atau limfosit
pembawa faktor T4 (CD4). Virus ini diklasifikasikan dalam famili Retroviridae,
subfamili Lentiviridae, genus Lentivirus. Selama infeksi berlangsung, sistem
kekebalan tubuh menjadi lemah dan orang menjadi lebih rentan terhadap infeksi.
Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan
indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS (Acquired
Imunnodeficiency Syndrome).
AIDS merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan
oleh
menurunnya kekebalan tubuh akibat virus HIV. Sebagian besar orang yang terkena
HIV, bila tidak mendapat pengobatan, akan menunjukkan tanda - tanda AIDS dalam
waktu 8 - 10 tahun. A IDS diidentifikasi berdasarkan beberapa infeksi tertentu yang
dikelompokkan
menjadi 4 tahapan stadium klinis, dimana pada stadium penyakit HIV yang paling
terakhir (stadium IV) digunakan sebagai indikator AIDS. Sebagian besar keadaan ini
merupakan infeksi oportunistik yang apabila diderita oleh orang yang sehat, infeksi
tersebut dapat diobati.
Epidemiologi
Laporan UNAIDS-WHO menunjukkan bahwa AIDS telah merenggut lebih dari
25 juta jiwa sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 1981. Pada tahun 2009, jumlah
odha diperkirakan mencapai 33,3 juta orang, dengan sebagian besar penderitanya
adalah usia produktif , 15,9 juta penderita adalah perempuan dan 2,5 juta adalah anakanak. Dengan jumlah kasus baru HIV sebanyak 2.6 juta jiwa. Dari jumlah kasus baru
tersebut, sekitar 370 ribu di antaranya terjadi pada anak-anak. Pada tahun yang sama,
lebih dari dua juta orang meninggal karena AIDS. (WHO,2010 )
1
Rate kumulatif nasional kasus AIDS per 100.000 penduduk hingga akhir
Desember 2008 adalah sebesar 7,12 per 100.000 penduduk (dengan jumlah penduduk
Indonesia 227.132.350 jiwa berdasarkan data BPS tahun 2005). Proporsi kasus yang
dilaporkan meninggal sebesar 20,89%. Lima infeksi oportunistik terbanyak yang
dilaporkan adalah TBC sebanyak 8.986 kasus, diare kronis 4.542 kasus, kandidiasis
orofaringeal 4.479 kasus, dermatitis generalisata 1.146 kasus, dan limfadenopati
generalisata sebanyak 603 kasus.
II.
Etiologi
AIDS disebabkan oleh infeksi HIV. HIV adalah suatu virus RNA berbentuk sferis
yang termasuk retrovirus dari famili Lentivirus. (Gambar 1). Strukturnya tersusun atas
beberapa lapisan dimana lapisan terluar (envelop) berupa glikoprotein gp120 yang
melekat pada glikoprotein gp41. Selubung glikoprotein ini berafinitas tinggi terhadap
molekul CD4 pada permukaan T-helper lymphosit dan monosit atau makrofag.
Lapisan kedua di bagian dalam terdiri dari protein p17. Inti HIV dibentuk oleh protein
p24. Di dalam inti ini terdapat dua rantai RNA dan enzim transkriptase reverse
(reverse transcriptase enzyme).
Gambar 1: struktur virus HIV-1
Ada dua tipe HIV yang dikenal yakni HIV-1 dan HIV-2. Epidemi HIV global
terutama disebabkan oleh HIV-1 sedangkan tipe HIV-2 tidak terlalu luas
penyebarannya. Tipe yang terakhir ini hanya terdapat di Afrika Barat dan beberapa
negara Eropa yang berhubungan erat dengan Afrika Barat.
III.
Cara Penularan
2
Infeksi HIV terjadi melalui tiga jalur transmisi utama yakni transmisi melalui
mukosa genital (hubungan seksual) transmisi langsung ke peredaran darah melalui
jarum suntik yang terkontaminasi atau melalui komponen darah yang terkontaminasi,
dan transmisi vertikal dari ibu ke janin. CDC pernah melaporkan adanya penularan
HIV pada petugas kesehatan.
Tabel 1 : Risiko penularan HIV dari cairan tubuh
Risiko tinggi
Darah, serum
Semen
Sputum
Sekresi vagina
IV.
Patogenesis
Limfosit CD4+ (sel T helper atau Th) merupakan target utama infeksi HIV karena
virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+
berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting sehingga bila
terjadi kehilangan fungsi tersebut maka dapat menyebabkan gangguan imun yang
progresif.
Infeksi HIV terjadi melalui molekul CD4 yang merupakan reseptor utama HIV
dengan bantuan ko-reseptor kemokin pada sel T atau monosit, atau melalui kompleks
molekul adhesi pada sel dendrit. Kompleks molekul adhesi ini dikenal sebagai
dendritic-cell specific intercellular adhesion molecule-grabbing nonintegrin (DCSIGN). Antigen gp120 yang berada pada permukaan HIV akan berikatan dengan CD4
serta ko-reseptor kemokin CXCR4 dan CCR5, dan dengan mediasi antigen gp41
virus, akan terjadi fusi dan internalisasi HIV. Di dalam sel CD4, sampul HIV akan
terbuka dan RNA yang muncul akan membuat salinan DNA dengan bantuan enzim
transkriptase reversi. Selanjutnya salinan DNA ini akan berintegrasi dengan DNA
pejamu dengan bantuan enzim integrase. DNA virus yang terintegrasi ini disebut
sebagai provirus. Setelah terjadi integrasi, provirus ini akan melakukan transkripsi
3
dengan bantuan enzim polimerasi sel host menjadi mRNA untuk selanjutnya
mengadakan transkripsi dengan protein-protein struktur sampai terbentuk protein.
mRNA akan memproduksi semua protein virus. Genomik RNA dan protein virus ini
akan membentuk partikel virus yang nantinya akan menempel pada bagian luar sel.
Melalui proses budding pada permukaan membran sel, virion akan dikeluarkan dari
sel inang dalam keadaan matang. Sebagian besar replikasi HIV terjadi di kelenjar
getah bening, bukan di peredaran darah tepi. Siklus replikasi virus HIV digambarkan
secara ringkas melalui gambar 2.
akan dikenal oleh sistem imun yang dapat membentuk antibodi netralisasi terhadap
HIV. Namun, aktivitas netralisasi antibodi tersebut tidak dapat mematikan virus dan
hanya berlangsung dalam masa yang pendek. Sedangkan respon imun selular yang
terjadi berupa reaksi cepat sel CTL (sel T sitolitik yang sebagian besar adalah sel T
CD8). Walaupun jumlah dan aktivitas sel T CD8 ini tinggi tapi ternyata tidak dapat
menahan terus laju replikasi HIV.
V.
Manifestasi Klinis
Dari semua orang yang terinfeksi HIV, lebih dari separuh akan menunjukkan
gejala infeksi primer yang timbul beberapa hari setelah infeksi dan berlangsung
selama 2-6 minggu. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan,
pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk dan gejala-gejala ini
akan membaik dengan atau tanpa pengobatan. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi
HIV asimtomatik (tanpa gejala) yang berlangsung selama 8-10 tahun. Tetapi ada
sekelompok kecil orang yang perjalanan penyakitnya amat cepat, dapat hanya sekitar
2 tahun, dan ada pula perjalanannya lambat (non-progessor). Sejalan dengan
memburuknya kekebalan tubuh, odha mulai menampakkan gejala-gejala akibat
infeksi oportunistik seperti berat badan menurun, demam lama, rasa lemah,
pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur, herpes dan lainlainnya.
Mukokutan
Limfadenopati
Neurologi
Gejala
Demam
Nyeri otot
Nyeri sendi
Rasa lemah
Ruam kulit
Ulkus di mulut
Nyeri kepala
Kekerapan (%)
90
54
70
12
74
32
5
Saluran cerna
12
32
12
VI.
Diagnosis
Anamnesis
Dari Anamnesis, perlu digali factor resiko HIV AIDS, Berikut ini mencantumkan,
daftar tilik riwayat penyakit pasien dengan tersangaka ODHA (table 3 dan table 4).
Laki-laki yang berhubungan seks dengan sesama laki-laki (LSL) dan transgender (waria)
T
Tabel 4: Daftar tilik riwayat pasien
Pemeriksaan Fisik
Daftar tilik pemeriksaan fisik pada pasien dengan kecurigaan infeksi HIV
dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5 : Daftar tilik pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Penunjang
Untuk
memastikan
diagnosis
terinfeksi
HIV, dilakukan
dengan
PCR untuk menentukan viral load, dan tes hitung jumlah limfosit Sedangkan
untuk kepentingan surveilans, diagnosis HIV ditegakkan apabila terdapat infeksi
oportunistik atau limfosit CD4+ kurang dari 200 sel/mm3 (Tabel 6).
Tabel 6. Anjuran pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan pada
odha
Tes antibodi terhadap HIV (AI);
Tes Hitung jumlah sel T CD4 T (AI);
HIV RNA plasma (viral load) (AI);
Pemeriksaan darah perifer lengkap, profil kimia, SGOT, SGPT, BUN dan kreatinin, urinalisis, tes
mantux, serologi hepatitis A, B, dan C, anti-Toxoplasma gondii IgG, dan pemeriksaan Pap-smear
pada perempuan (AIII);
Pemeriksaan kadar gula darah puasa dan profil lipid pada pasien dengan risiko penyakit
kardiovaskular dan sebagai penilaian awal sebelum inisasi kombinasi terapi (AIII);
Pemeriksaan anti HIV dilakukan setelah dilakukan konseling pra-tes dan biasanya
dilakukan jika ada riwayat perilaku risiko (terutama hubungan seks yang tidak
aman atau penggunaan narkotika suntikan). Tes HIV juga dapat ditawarkan pada
mereka dengan infeksi menular seksual, hamil, mengalami tuberkulosis aktif,
serta gejala dan tanda yang mengarah adanya infeksi HIV. Hasil pemeriksaan
pada akhirnya akan diberitahukan, untuk itu, konseling pasca tes juga diperlukan.
Jadi, pemeriksaan HIV sebaiknya dilakukan dengan memenuhi 3C yakni
confidential (rahasia), disertai dengan counselling (konseling), dan hanya
dilakukan
dengan
informed
consent.
Tes
penyaring
standar
anti-HIV
menggunakan metode ELISA yang memiliki sensitivitas tinggi (> 99%). Jika
pemeriksaan penyaring ini menyatakan hasil yang reaktif, maka pemeriksaan
dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi untuk memastikan adanya
infeksi oleh HIV.
Alogaritma pemeriksaan HIV
VII.
Stadium Klinis
WHO membagi HIV/AIDS menjadi empat stadium klinis yakni stadium I
(asimtomatik), stadium II (sakit ringan), stadium III (sakit sedang), dan stadium IV
(sakit berat atau AIDS), Bersama dengan hasil pemeriksaan jumlah sel T CD4,
stadium klinis ini dapat dijadikan sebagai panduan untuk memulai terapi profilaksis
infeksi oportunistik dan memulai atau mengubah terapi ARV.
Perjalan klinik infeksi HIV telah ditemukan beberapa klasifikasi yaitu :
a.
Infeksi Akut : CD4 : 750 1000
Gejala infeksi akut biasanya timbul sedudah masa inkubasi selama 1-3 bulan.
Gejala yang timbul umumnya seperti influenza, demam, atralgia, anereksia,
malaise, gejala kulit (bercak-bercak merah, urtikarta), gejala syaraf (sakit
kepada, nyeri retrobulber, gangguan kognitif danapektif), gangguan gas
trointestinal (nausea, diare). Pada fase ini penyakit tersebut sangat menular
karena terjadi viremia. Gejala tersebut diatas merupakan reaksi tubuh terhadap
masuknya unis yang berlangsung kira-kira 1-2 minggu.
b. Infeksi Kronis Asimtomatik : CD4 > 500/ml
10
2)
Dicurigai AIDS pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala mayor dan satu
gejala minor dan tidak ada sebab-sebab imunosupresi yang lain seperti
kanker,malnutrisi berat atau pemakaian kortikosteroid yang lama.
1. Gejala Mayor
Penurunan berat badan lebih dari 10%
Diare kronik lebih dari satu bulan
Demam lebih dari satu bulan
2. Gejala Minor
Batuk lebih dari satu bulan
Dermatitis preuritik umum
Herpes zoster recurrens
11
Kandidias orofaring
Limfadenopati generalisata
Herpes simplek diseminata yang kronik progresif
Stadium klinis HIV
Stadium 1 Asimptomatik
Tidak ada penurunan berat badan
Tidak ada gejala atau hanya : Limfadenopati Generalisata Persisten
Stadium 2 Sakit ringan
Penurunan BB 5-10%
ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitis
Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
Luka di sekitar bibir (keilitis angularis)
Ulkus mulut berulang
Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo -PPE)
Dermatitis seboroik
Infeksi jamur kuku
Stadium 3 Sakit sedang
Penurunan berat badan > 10%
Diare, Demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1 bulan
Kandidosis oral atau vaginal
Oral hairy leukoplakia
TB Paru dalam 1 tahun terakhir
Infeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll)
TB limfadenopati
Gingivitis/Periodontitis ulseratif nekrotikan akut
Anemia (Hb <8 g%), netropenia (<5000/ml), trombositopeni kronis
(<50.000/ml)
Stadium 4 Sakit berat (AIDS)
Sindroma wasting HIV
Pneumonia pnemosistis*, Pnemoni bakterial yang berat berulang
Herpes Simpleks ulseratif lebih dari satu bulan.
Kandidosis esophageal
TB Extraparu*
Sarkoma kaposi
Retinitis CMV*
Abses otak Toksoplasmosis*
Encefalopati HIV
Meningitis Kriptokokus*
12
XI.
Penatalaksanaan
Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas beberapa jenis, yaitu:
a
infeksi
HIV/AIDS,
seperti
jamur, tuberkulosis,
hepatitis,
Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih
baik dan pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial dan
dukungan agama serta juga tidur yang cukup dan perlu menjaga kebersihan.
Dengan pengobatan yang lengkap tersebut, angka kematian dapat ditekan,
harapan hidup lebih baik dan kejadian infeksi oportunistik amat berkurang.
Stadium
Bila tersedia pemeriksaan CD4
Klinis
Jika
tidak
pemeriksaan CD4
tersedia
13
1
2
WHO merekomendasikan penggunaan obat ARV lini pertama berupa kombinasi 2 NRTI
dan 1 NNRTI. Obat ARV lini pertama di Indonesia yang termasuk NRTI adalah AZT,
lamivudin (3TC) dan stavudin (d4T). Sedangkan yang termasuk NNRTI adalah nevirapin
(NVP) dan efavirenz (EFZ). ( Depkes RI, 2007) Adapun terapi kombinasi untuk
HIV/AIDS seperti berikut :
14
Di Indonesia, pilihan utama kombinasi obat ARV lini pertama adalah AZT + 3TC +
NVP. Pemantauan hemoglobin dianjurkan pada pemberian AZT karena dapat
menimbulkan anemia. Pada kondisi ini, kombinasi alternatif yang bisa digunakan adalah
d4T + 3TC + NVP. Namun AZT lebih disukai daripada stavudin (d4T) oleh karena
adanya efek toksik d4T seperti lipodistrofi, asidosis laktat, dan neuropati perifer.
Kombinasi AZT + 3TC + EFZ dapat digunakan bila NVP tidak dapat digunakan. Namun,
perlu kehati-hatian pada perempuan hamil karena EFZ tidak boleh diberikan.
Pilihan obat ARV yang tidak dianjurkan :
15
16
X.
Infeksi Oportunistik
Infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi yang timbul akibat penurunan
kekebalan tubuh. Infeksi ini dapat timbul karena mikroba (bakteri, jamur, virus)
yang berasal dari luar tubuh, maupun yang sudah ada dalam tubuh manusia
namun dalam keadaan normal terkendali oleh kekebalan tubuh.
Hubungan antara infeksi oportunistik dengan jumlah CD4
17
BAB II
LAPORAN KASUS
I.
II.
IDENTITAS PASIEN
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Alamat
Status
Pekerjaan
Masuk Rumah Sakit
Keluar Rumah Sakit
: Tn. B
: 30 Tahun
: Laki-laki
: Kalideres
: Menikah
: Buruh Pabrik
: 12 Agustus 2015
: 19 Agustus 2015
ANAMNESA
Keluhan Utama
Nyeri menelan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sulit menelan dan nyeri menelan sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan demam sejak 2 minggu yang
lalu. Demam hilang timbul. Pasien mengeluhkan tidak bisa buang air besar sejak 2
minggu yang lalu juga nyeri pada perutnya, namun pasien bisa buang angin dengan
lancar.
Pasien tidak mengeluhkan mual dan muntah, namun intake makanan sulit masuk
karena nyeri menelan, akan tetapi pasien merasa penuh pada perutnya. Pasien merasa
lebih kurus sejak beberapa bulan belakangan, hal ini juga dibenarkan oleh pasien.
Pasien tidak mengeluhkan gangguan pada proses berkemihnya. Pasien juga tidak
mengeluhkan adanya batuk ataupun sesak.
Pasien tidak pernah memiliki tato pada tubuhnya, tidak ada riwayat penggunaan
jarum suntik secara bersamaan, tidak pernah mendapatkan donor darah. Pasien biasa
melakukan kegiatan di luar rumah saat di luar jam kerjanya. Riwayat seks bebas tidak
diketahui.
Satu bulan yang lalu, pasien pernah melakukan pemeriksaan ke bagian THT dan
mendapatkan obat untuk gangguan nyeri menelannya, tetapi pasien lupa nama
obatnya. Pasien pun mengaku pernah dirawat sebelumnya di rumah sakit dengan
keluhan yang sama kurang lebih 2 bulan yang lalu. Pasien pernah melakukan
pemeriksaan foto rontgen dada dan tidak ditemukan kelainan pada hasilnya.
18
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Keadaan sakit
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
RR
Suhu
Keadaan Spesifik
Kepala
Normocephal, rambut hitam distribusi merata dan tidak mudah rontok. Tidak terdapat
kemerahan pada wajah serta tidak ada edema
Mata
Eksopthalmus dan endopthalmus (-/-), edema palpebral (-/-), conjunctiva palpebral
anemis (+/+), sclera ikterik (-/-) pupil isokhor, refleks cahaya langsung dan tidak
langsung (+/+) normal, pergerakan bola mata baik.
Hidung
Septum deviasi (-), hiperemis (-), epistaksis (-/-), pernapasan cuping hidung (-)
rhinore (-/-), rhinoragi (-/-).
19
Telinga
Meatus akustikus normal (+/+), serumen (+/+), nyeri tekan processus mastoideus
(-/-), membran timpani intak.
Mulut
Mukosa bibir pucat (+), lidah deviasi (-), candidiasis oral (+), caries dentis (-), tonsil
T2/T2, gusi berdarah (-), atropi papil lidah (-).
Leher
Pembesaran KGB (-)
JVP 2 cmH2O
Thorax
Paru-paru
Inspeksi
: statis dan dinamis bentuk dada simetris kanan sama dengan kiri,
tidak terlihat massa, tidak terdapat pelebaran pembuluh darah vena,
tidak terdapat sikatrik, ptechie, ataupun pelebaran sela iga.
Palpasi
: Fremitus taktil dan vocal kanan sama dengan kiri, tidak teraba
massa
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, batas paru hati pada ICS 4 Line Mid
Clavicula Dextra, peranjakan paru (+)
Auskultasi : Vesikuler sama pada kedua lapang paru, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Abdomen
Inspeksi
Genital
Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
21
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Rontgen Thorax :
Tidak ditemukan TB paru
Dalam batas normal
Darah rutin pada tanggal 12 Agustus 2015
LAB
Hasil
Darah rutin
WBC
12.31
RBC
3.2
HGB
9
HCT
27.3
MCV
85.3
MCH
28
MCHC
32.8
RDW
13.5
PLT
403
Neutrophil
93.6
Limfosit
3.3
Monosit
1.6
Eosinophil
0.5
Basofil
0.2
Luc
0.9
Kimia Klinik
GDS
141
Tes serologi HIV tanggal 14 Agustus 2015
Pemeriksaan
Hasil
HIV AB (antibody)
28.95
HIV Rapid
Reaktif
Nilai Normal
(5.2-12.4) 10e3/L
(4.2-6.1) 10e6/ L
(12-18) g/dL
(37-52) %
(80-99) fL
(27-31) pg
(33-37) g/dL
(11.5-14.5) %
(150-450) 10e3/L
(40-74) %
(19-48) %
(3.4-7) %
(0-7) %
(0-1.5) %
(0-4) %
<200 mg/dL
Metode
ELFA
Kualitatif
Nilai Normal
<0.25
Non Reaktif
Hasil
1
Metode
Flowcytometri
Nilai Normal
400-1800
Satuan
c/L
22
V.
RESUME
Pasien laki-laki 30 tahun dengan keluhan disfagia, demam, nyeri perut, konstipasi dan
perut terasa penuh, serta penurunan berat badan. Konjungtiva anemis, kandidiasis
oral, tonsil T2/T2. Nyeri tekan at region epigastrium dan hipokondrium sinistra,
perkusi redup at region umbilikal, lumbal dextra, hypogastrium, dan iliaca dextra. Hb
9, hasil test serologi antibody HIV 28.95 dan rapid HIV reaktif, hasil test CD4 1.
23
BAB III
ANALISA KASUS
I.
DAFTAR MASALAH
1. HIV/AIDS
2. Infeksi oportunistik pada HIV
3. Anemia
II.
PENGKAJIAN
1. HIV/AIDS
Atas dasar ditemukannya sindrom wasting HIV, yaitu penurunan berat
badan, demam, serta mudah lelah lebih dari 30 hari. Adanya konstipasi
selama kurang lebih 14 hari, kandidiasis oral, dan Hb 9 g/dL.
Dengan suspect HIV/AIDS.
Planning diagnosis
Darah rutin : menilai kadar Hb, Leukosit, Trombosit, karena
HIV/AIDS dapat menyebabkan terjadinya anemia, neutropenia,
dan trombositopenia.
Rapid test dan Serologi test HIV
Tes hematologi CD4
Terapi Farmakologi
Resusitasi cairan
Untuk memperbaiki keadaan umum, mencegah terjadinya
syok, serta untuk memasukkan obat. Dapat menggunakan
aminofluid per 8 jam.
Antipiretik
Untuk menurunkan demam yang terjadi pada pasien, Dapat
menggunakan paracetamol
Antijamur
Untuk mengobati kandidiasis oral, serta mencegah terjadinya
perburukan akibat kandidiasis oral tersebut. Dapat
menggunakan Nistatin drop dan Flukonazol.
Antibiotik
Sebagai terapi empiris untuk suspek tonsillitis, dapat
menggunakan ceftriakson
Analgesik
Untuk mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien, dapat
menggunakan ketorolac
Pencahar
24
25
IV.
PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad malam
Jantung
Abdomen
27
28
Abdomen
S : nyeri menelan (-), panas badan (-), BAB tidak bisa (+), kentut (+),
mual (+), muntah (-), nyeri perut (+), BAK lancar, lidah dan
rongga mulut kotor berwarna putih (-)
O : Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Composmentis
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi
: 100 kali/menit
Pernapasan
: 20 kali/menit
Suhu
: 37,2oC
Kepala
: Konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik -/Leher
: KGB tidak teraba membesar
Paru
: Vesikuler kanan sama dengan kiri, ronki -/-,
wheezing -/Jantung
: BJ 1 dan 2 reguler, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen
: Datar, Nyeri tekan (+) at region epigastrium
dan hipokondrium sinistra, redup at region
umbilikal, lumbal dextra, hypogastrium, dan
iliaca dextra. Bising usus (+)
Extremitas
: akral hangat, edema (-)
A : Candidiasis orofaring et causa HIV/AIDS
P : Aminofluid / 8 jam
Nistatin drop 4x1 cc, kumur-kumur dan telan
Flukonazol 1x200 mg IV
Ceftriakson 1x2 g IV
Ketorolac 2x1 IV
Paracetamol 3x1 IV
Omeprazol 1x1 IV
Pemeriksaan
Hasil
Metode
Nilai Normal
Satuan
CD4
1
Flowcytometri
400-1800
c/L
Abdomen
31
DAFTAR PUSTAKA
Fauci AS, Lane HC. Human Immunodeficiency Virus Disease: AIDS and related
disorders. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hause SL, Jameson JL.
editors. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th ed. The United States of
America: McGraw-Hill
Kelompok Studi Khusus AIDS FKUI. In: Yunihastuti E, Djauzi S, Djoerban Z, editors.
Infeksi oportunistik pada AIDS. Jakarta: Balai Penerbit FKUI 2005.
Laporan statistik HIV/AIDS di Indonesia. 2009 [cited 2009 March 10]. Available at url:
http://www.aidsindonesia.or.id
Lan,
Virginia
M.
Human
Immunodeficiency
Virus
(HIV)
and
Acquired
Merati TP, Djauzi S. Respon imun infeksi HIV. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006
Mustikawati DE. Epidemiologi dan pengendalian HIV/AIDS. In: Akib AA, Munasir Z,
Windiastuti E, Endyarni B, Muktiarti D, editors. HIV infection in infants and children in
Indonesia: current challenges in management. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan
Anak FKUI-RSCM 2009
10 Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral. Panduan Tatalaksana Klinis Infeksi HIV pada
orang Dewasa dan Remaja edisi ke-2, Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2007
32
11 Prof. Dr. Sofyan Ismael, Sp. A (K). Antiretroviral. Pedoman nasional pelayanan
kedokteran. Tatalaksanan hiv/aids. 2011. Hal 47-67.
33