Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Defenisi
Sinusitis adalah : merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman atau virus
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari, bahkan
dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. Sinusitis
umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Bila mengenai
beberapa sinus disebut multisinus, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut
pansinusitis
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh
rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya adalah selesma (common cold)
yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.
Etiologi
a. Rinogen
Obstruksi dari ostium Sinus
(maksilaris/paranasalis) yang disebabkan oleh :
b. Dentogen
Penjalaran infeksidari gigi geraham atas
Kuman penyebab :
-
Streptococcus pneumoniae
Hamophilus influenza
Steptococcus viridans
Staphylococcus aureus
Branchamella catarhatis
Manifestasi Klinis
a.
Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat,m nyeri tekan, ingus mengalir ke
nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan bercampur darah.
b.
Gejala : Sekret kental di hidung dan nasofaring, nyeri di antara dua mata, dan pusing.
c.
Gejala : Demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari, tetapi berkurang setelah sore hari, sekret
kental dan penciuman berkurang.
d.
Gejala : Nyeri di bola mata, sakit kepala, dan terdapat sekret di nasofaring
e.
Sinusitis Kronis
Gejala : Flu yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang berbau,selalu terdapat ingus di
tenggorok, terdapat gejala di organ lain misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis, batuk
kering, dan sering demam.
Anatomi Fisiologi
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena bentuknya
sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu
sinus maksila,sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan
hasil pneumatisasi tulang tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus
mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan
perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus
maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus
etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai
pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian posterosuperior rongga hidung. Sinus sinus ini
umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.
.
5
Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar
(mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat
yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara
pernafasan.
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang
berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya
terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula
serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-bakterial dan biasanya sembuh dalam
beberapa hari tanpa pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya
dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut
bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia
dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang
terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau
pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi.
Perubahan patologik yang terjadi dalam mukosa dan dinding tulang sinus saat berlangsungnya
peradangan supuratif ialah seperti yang biasa terjadi dalam rongga yang dilapisi mukus.
Ada 4 tipe yang berbeda dari infeksi hidung sinus: kongestif akut, purulen akut, purulen kronik, dan
hiperplastik kronik.
Penyakit sinus supuratif kronik dapat diklasifikasikan secara mikroskopik sebagai 1) edematous, 2)
granular dan infiltrasi, 3) fibrous, dan 4) campuran dari beberapa atau semua bentuk ini. Sering terjadi
perubahan jaringan penunjang, dengan penebalan di lapisan subepitel. Penebalan ini di dalam
struktur seluler terdiri dari timbunan sel-sel spiral, bulat, bentuk bintang, plasmosit, eosinofil, dan
pigmen.
Perubahan yang terjadi dalam jaringan dapat disusun seperti di bawah ini, yang menunjukan
perubahan patologik pada umumnya secara berurutan:
1.
Jaringan submukosa diinfiltrasi oleh serum, sedangkan permukaannya kering. Leukosit juga
mengisi rongga jaringan submukosa.
2.
Kapiler berdilatasi, dan mukosa sangat menebal dan merah akibat edem dan pembengkakan
struktur subepitel. Pada stadium ini biasanya tidak ada kelainan epitel.
3.
Setelah beberapa jam atau sehari dua hari, serum dan leukosit keluar melalui epitel yang
melapisi mukosa, kemudian bercampur dengan bakteri, debris epitel, dan mukus. Pada beberapa
kasus, perdarahan kapiler terjadi, dan darah bercampur sekret. Sekret yang mula-mula encer dan
sedikit kemudian menjadi kental dan banyak, karena terjadi koagulasi fibrin dari serum.
4.
Pada banyak kasus, resolusi dengan absorpsi eksudat dan berhentinya pengeluaran leukosit
memakan waktu 10-14 hari.
5.
Akan tetapi pada kasus lain, peradangan berlangsung dari tipe kongesti ke tipe purulen, leukosit
dikeluarkan dalam jumlah yang besar sekali. Resolusi masih mungkin, meskipun tidak selalu terjadi,
karena perubahan jaringan belum menetap. Kecuali proses segera berhenti, perubahan jaringan akan
menjadi permanen, maka terjadi keadaan kronis. Tulang dibawahnya dapat memperlihatkan tanda
oeteitis dan akan diganti dengan nekrosis tulang.
Perluasan infeksi dari sinus ke bagian lain dapat terjadi: 1) melalui suatu tromboflebitis dari vena yang
perforasi; 2) perluasan langsung melalui bagian sinus yang ulserasi atau nekrotik; 3) dengan terjadinya
defek; dan 4) melalui jalur vaskuler dalam bentuk bakteremia.
Pada sinusitis kronik, perubahan permukaan mirip dengan peradangan akut supuratif yang mengenai
mukosa dan jaringan tulang lainnya. Bentuk permukaan mukosa dapat granular, berjonjot-jonjot,
penonjolan seperti jamur, penebalan seperti bantal, dan lain-lain. Pada kasus lama terdapat
penebalan hiperplastik. Mukosa dapat rusak pada beberapa tempat akibat ulserasi, sehingga tampak
tulang yang licin dan telanjang, atau dapat menjadi lunak atau kasar akibat karies. Pada beberapa
kasus, didapati nekrosis dan sekuestrasi tulang, atau mungkin ini telah diabsorpsi. Pemeriksaan
mikroskop pda bagian mukosa kadang-kadang memperlihatkan hilangnya epitel dan kelenjar, yang
digantikan oleh jaringan ikat. Ulserasi pada mukosa sering dikelilingi oleh jaringan granulasi, terutama
jika ada nekrosis tulang. Jaringan granulasi dapat meluas ke periosteum, sehingga mempersatukan
tulang dengan mukosa. Jika hal ini terjadi, bagian superfisial tulang diabsorpsi sehingga menjadi
kasar. Osteofit, atau kepingan atau lempengan tulang, yang terjadi akibat eksudasi plastik, kadangkadang terbentuk di permukaan tulang.
Pemeriksaan penunjang
a. Rinoskopi anterior :
1) Mukosa merah
2) Mukosa bengkak
3) Mukopus di meatus medius.
b. Rinoskopi postorior
1) mukopus nasofaring.
2) Nyeri tekan pipi yang sakit.
c. Transiluminasi : kesuraman pada ssisi yang sakit.
d. X Foto sinus paranasalis
1) Kesuraman
2) Gambaran airfluidlevel
3) Penebalan mukosa
7
a.
Penatalaksanaan
Drainage
Medical :
Dekongestan lokal : efedrin 1%(dewasa) %(anak)
Dekongestan oral :Psedo efedrin 3 X 60 mg
Surgikal : irigasi sinus maksilaris.
b.
ampisilin 4 X 500 mg
amoksilin 3 x 500 mg
Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet
Diksisiklin 100 mg/hari.
c.
Simtomatik
1.
Pengkajian
d.
Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
e. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin
ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
f.
Riwayat spikososial
Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping
-
selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
-
klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsepdiri menurun
-
Pola sensorik
daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen ,
serous, mukopurulen).
h.
Pemeriksaan fisik
2.
Diagnosa
a.
b.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya secret yang mengental.
c. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafsu makan
menurun.
3.
No
Intervensi
Diagnosa
Noc
Nic
Pain Level,
Pain Management
Pain control,
Comfort level
Kriteria Hasil :
Mampu mengontrol
nyeri
Mampu mengenali
nyeri (skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
a.
Respiratory status :
Ventilation
b.
Respiratory status :
Airway patency
c.
Aspiration Control
kriteria hasil :
a. Mendemonstrasika
b. batuk efektif dan
c. suara nafas yang
bersih,tidak ada sianosis
dan dyspneu
Gangguan pemenuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan nafsu
makan menurun
Berikan O2
e.
Mampu mengidentifikasikan
dan mencegah faktor
yang penyebab.
Saturasi O2 dalam
g. batas normal
a.
Nutritional status:
Adequacy of nutrient
b. Nutritional Status :
food and Fluid Intake
c.
Weight Control
Kriteria hasil
a. Albumin serum
c. Hematokrit
d. Hemoglobin
e. Total iron binding
f.
capacity
g. Jumlah limfosit
C. Daftar Pustaka
2.
d. Menunjukkan
jalan nafas yang paten
f.
Soepardi, E, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Edisi 6.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.
Herlman, T. Heather.2012. NANDA International Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta : EGC
Damayanti dan Endang, Sinus Paranasal, dalam : Efiaty, Nurbaiti, editor. Buku
Ajar Ilmu
Kedokteran THT Kepala dan Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI, Jakarta 2002, 115 119.