Vous êtes sur la page 1sur 9

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN

KEPERAWATAN HIPERTENSI PULMONAL APLIKASI


NANDA NIC NOC
septiawanputratanjung.blogspot.co.id /2015/10/laporan-pendahuluan-dan-asuhan.html
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1
Defenisi
Hypertensi Pulmonary atau yang biasa disebut Hipertensi Paru merupakan kondisi yang tidak terlihat
secara klinis sampai pada tahap lanjut kemajuan penyakitnya. Penyakit ini ditandai dengan
peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan sesak nafas,
pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas. Berdasar penyebabnya hipertensi pulmonal dapat
menjadi penyakit berat yang ditandai dengan penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas dan
gagal jantung kanan. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Dr Ernst von Romberg pada tahun
1891.
Awalnya PH diklasifikasikan menjadi hipertensi
pulmonal idiopatik (IPAH, atau hipertensi
pulmonal primer) dan Hipertensi pulmonal
sekunder.
a. Hipertensi pulmonal Primer
Merupakan hipertensi pulmonal yang tidak
diketahui penyebabnya. Keadaan ini paling
sering terjadi pada usia 20 tahun sampai 40
tahun. Dan biasanya fatal dalam 5 tahun
diagnosis. Hipertensi pulmonal primer lebih
sering didapatkan pada perempuan dengan
perbandingan 2:1, angka kejadian pertahun
sekitar 2-3 kasus per 1 juta penduduk, dengan
mean survival dari awitan penyakit sampai
timbulnya gejala sekitar 2-3 tahun.

b. Hipertensi Pulmonal Sekunder


Merupakan bentuk yang lebih umum dan diakibatkan oleh penyakit paru atau jantung yang diderita
oleh klien. Penyebab yang paling umum dari hipertensi pulmonal sekunder adalah konstriksi arteri
pulmonar akibat hipoksia karena penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), obesitas, inhalasi asap dan
kelainan neuromuskular.
2
Etiologi
a.
Hipertensi pulmonal pasif
Agar darah dapat mengalir melalui paru dan kemudian masuk ke dalam vena pulmonalis, maka tekan
dalam arteri pulmonalis harus lebih tinggi daripada vena pulmonalis. Dengan demikian, maka setiap
kenaikan tekanan dalam vena pulmonalis seperti pada stenosis mitral, insufisiensi mitral dan ventrikel
kiri yang hipertrofi akan menyebabkan peningkatan tekanan dalam arteri pulmonalis pula.
b.
Hipertensi pulmonal reaktif
Sebagai reaksi akibat peningkatan dalam vena pulmonalis maka pada beberapa penderita terjadi
vasokonstriksi arteriol pulmonal yang aktif. Vasokonstriksi ini menyebabkan resistensi terhadap
pengaliran darah melalui paru bertambah besar dan tekanan dalam arteri pulmonalis meningkat, misal
pada penderita dengan stenosis mitral yang berat dan kadang-kadang pada penderita dengan
insufisiensi mitral atau dengan gagal jantung kiri. Faktor penyebab ini dihubungkan pula dengan faktor

familial.
c.
Aliran darah dalam paru yang meningkat
Peningkatan aliran darah paru yang sedang, bila disertai dengan dilatasi pembuluh darah paru dan
terbukanya lubang saluran yang sebelumnya telah menutup, maka dapat berlangsung tanpa terjadi
peningkatan tekanan dalam arteri pulmonalis. Kalau aliran darah itu lebih besar misalnya sampai lebih
3 kali yang normal, maka akan diperlukan tekanan yang lebih besar dalam paru agar pengaliran darah
dapat berlangsung.
d.
Vaskularisasi paru yang berkurang
Bila dua pertiga atau lebih dari vaskularisasi paru mengalami obliterasi maka diperlukan peningkatan
tekanan dalam arteri pulmonalis supaya tetap ada aliran yang adekuat, misalnya pada kelainan
dengan embolus paru yang berulang-ulang sehingga menyumbat arteri dan arteriol dalam paru. Pada
penyakit paru yang luas seperti enfisema, fibrosis pada paru yang luas dan pada hipertensi pulmonal
idiopatik.
3
Manifestasi Klinis.
Sesak nafas yang timbul secara bertahap , ntuk meningkatkan secara bertahap atau mendadak nafas
dan kebutuhan udara bagi tubuh, pasien mengalami nafas pendek dan haus udara. Terjadi
hiperventalasi (napas cepat dan dalam) , kelemahan, batuk tidak produktif, Pasien mengeluh
berkunang-kunang, telinganya mendenging atau sering pingsan. Munculnya memar-memar
menunjukkan episode sinkop. Wajah pasien merah panas dan merasa lemah lesu , kemudian terjadi
edema perifer yaitu pembengkakan pada tungkai terutama tumit dan kaki , terutama pada pagi hari
dan sore hari mengalami perbaikan.
Pada pasien Hipertensi pulmonal, juga terjadi k elainan hepatomegali karena peningkatan kerja
jantung kanan untuk memompakan darah ke paru melalui resistensi arteri pulmonal yang meningkat,
sehingga terjadi hipertrofi dan dilatasi dari ventrikel kanan . Karena pada hipertensi pulmonal, curah
jantung berkurang maka terjadi penimbunan darah yang abnormal dalam ventrikel kanan sehingga
kemungkinan untuk mengalami gagal jantung kanan dapat terjadi setiap saat. Kelelahan, dispnoe,
angina pektoris, kejang dan sinkop merupakan gejala yang umumnya ditemukan. Edema biasanya
terlihat pada keadaan yang lanjut, sedangkan hemoptisis terjadi akibat adanya infark atau robeknya
pembuluh darah yang abnormal dalam paru. Pada pemeriksaan fisis ditemukan anggota gerak yang
dingin, sianosis perifer, nadi dengan amplitudo yang kecil, tekanan vena jugularis meningkat, aktivitas
daerah jantung kanan bertambah, komponen pulmonal bunyi jantung II mengeras, terdengar pula
pulmonary ejection click dan bising sistolik ejeksi, bising pansistolitik pada daerah tricuspid, bising
mid-diastolik pada sisi tulang sternum sebelah kiri dan terdapatnya irama derap atrium pada daerah
tricuspid.
4
Patofisiologi
Hipertensi pulmonal dapat menyebabkan pengerasan pembuluh darah pada dan di dalam paru.
Hal ini memperberat kerja jantung dalam memompa darah ke paru. Lama-kelamaan pembuluh darah
yang terkena akan menjadi kaku dan menebal hal ini akan menyebabkan tekanan dalam pembuluh
darah meningkat dan aliran darah juga terganggu. Hal ini akan menyebabkan bilik jantung kanan
membesar sehingga menyebabkan suplai darah dari jantung ke paru berkurang sehigga terjadi suatu
keadaan yang disebut dengan gagal jantung kanan. Sejalan dengan hal tersebut maka aliran darah ke
jantung kiri juga menurun sehingga darah membawa kandungan oksigen yang kurang dari normal
untuk mencukupi kebutuhan tubuh terutama pada saat melakukan aktivitas
5
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Non Invasif
Pertama kali mencurigai klinis hipertensi pulmonal, harus melakukan pemeriksaan konfirmasi dan
pemeriksaan untuk mengeklusi tipe lain penyebab hipertensi pulmonal,di samping untuk menentukan
beratnya atau prognosis.Baru-baru ini suatu konsensus merekomendasikan pemeriksaan untuk
hipertensi pulmonal.
1) Ekokardiograf
Pada pasien yang secara klinis dicurigai hipertensi pulmonal, untuk diagnosis sebaiknya dilakukan
ekokardiografi. Ekokardiografi dapat mendeteksi kelainan katup, disfungsi ventrikel kiri, shunt jantung.
Untuk menilai tekanan sistolik ventrikel kanan dengan ekokardiografi harus ada regurgitasi trikuspid.

Bila pada pasien dengan hipertensi pulmonal tidak ada regurgitasi trikuspid untuk menilai tekanan
ventrikel kanan secara kuantitatif, dapat dipakai nilai kualitatif. Tanda-tanda kualitatif tersebut yaitu
pembesaran atrium dan ventrikel kanan serta septum yang cembung atau rata. Adanya efusi perikard
menunjukkan beratnya penyakit dan prognosis yang kurang baik.
2) Tes berjalan 6 menit
Pemeriksaan yang sederhana dan tidak mahal untuk keterbatasan fungsional klien hipertensi
pulmonal adalah dengan tes ketahanan berlajan 6 menit (6WT). Ini digunakan sebagai pengukur
kapasitas fungsional klien dengan sakit jantung, memiliki prognostik yang signifikan dan telah
digunakan secara luas dalam penelitian untuk evaluasi klien hipertensi pulmonal yang diterapi. 6WT
tidak memerlukan ahli dalam penilaian.
3) Tes fungsi paru
Pengukuran kaasitas vital paksa (FVC) saat istirahat, volume ekspirasi paksa 1 detik (FEV1), ventilasi
volunter maksimum (MW), kapasitas difusi karbon monoksida, volume alveolar efektif, dan kapasitas
paru total adalah komponen penting dalam pemeriksaan Hhipertensi pulmonal, yang dapat
mengidentifikasi secara significan obstruksi saluran atau defek mekanik sebagai faktor kontribusi
hipertensi pulmonal. Tes fungsi paru juga secara kuantitatif menilai gangguan mekanik sehubungan
dengan penurunan volume paru pada HP.
4) Radiografi Torak (Ro Torak)
Khas parenkim paru pada hipertensi pulmonal bersih. Foto torak dapat membantu diagnosis atau
membantu menemukan penyakit lain yang mendasari hipertensi pulmonal. Gambaran khas foto toraks
pada hipertensi pulmonal ditemukan bayangan hilar, bayangan arteri pulmonalis dan pada foto toraks
lateral pembesaran ventrikel kanan.
5) Elektrokardiografi
Gambaran tipikal EKG pada klien HP sering menunjukkan pembesaran atrium dan ventrikel kanan,
terkadang dapat memperkirakan tekanan arteri pulmonal, strain ventrikel kanan ,dan pergeseran
aksis ke kanan, yang juga memliki nilai prognostik. Elektrokardiogram menunjukkan perubahan
hipertrofi ventrikel kanan (panah panjang) dengan regangan pada pasien dengan hipertensi pulmonal
primer. Deviasi sumbu kanan (pendek panah), peningkatan amplitudo gelombang P pada lead II
(panah hitam), dan tidak lengkap blok cabang berkas kanan (panah putih) yang sangat spesifik tetapi
tidak memiliki kepekaan untuk mendeteksi hipertrofi ventrikel kanan.
6) CT Scan Resolusi Tinggi
CT Scan dilakukan hanya untuk membedakan apakah termasuk hipertensi pulmonal primer atau
hipertensi pulmonal sekunder. Tanpa zat kontras untuk menilai parenkim paru seperti bronkiektasi,
emfisema, atau penyakit interstisial. Dengan zat kontras untuk mendeteksi dan melihat penyakit
tromboemboli paru.
b. Pemeriksaan Invasif
1) Kateterisasi jantung
Kateterisasi jantung dapat mengukur dengan tepat tekanan di ventrikel kanan dan mengukur resistensi
pembuluh darah di paru. Tes vasodilator dengan obat kerja singkat (seperti : adenosin, inhalasi nitric
oxide atau epoprosteno) dapat dilakukan selama kateterisasi, respons vasolidatif positif bila
didapatkan penurunan tekanan arteri pumonalis dan resistensi vaskular paru sedikitnya 20% dari
tekanan awal.
2) Tes vasodilator
Vasoreaktivitas adalah suatu bagian penting untuk evaluasi klien hipertensi pulmonal, klien yang
respon dengan vasodilator terbukti memperbaiki survival dengan mengunakan blok kanal kalsium
(CCB) jangka panjang. Definisi respon adalah penurunan rata-rata tekanan arteri pulmonal < 10
mmHg dengan penignkatan kardiak output. Tujuan primer tes vasodilator adalah untuk menentukan
apakah klien bisa diterapi dengan CCB oradenganzl.
3) Biopsi paru
Jarang dilakukan karena riskan pada klien hipertensi pulmonal, biopsi paru di indikasikan bila klien
yang diduga hipertensi pulmonal primer dengan pemeriksaan standar tidak kuat untuk diagnosis
definitif
6
Penatalaksanaan

a.
Pengobatan
Pengobatan hipertensi pulmonal bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi jantung kiri dengan
menggunakan obat-obatan seperti : diuretik, beta-bloker dan ACE inhibitor atau dengan cara
memperbaiki katup jantung mitral atau katup aorta (pembuluh darah utama). Pada hipertensi pulmonal
pengobatan dengan perubahan pola hidup, diuretik, antikoagulan dan terapi oksigen merupakan suatu
terapi yang lazim dilakukan, tetapi berdasar dari penelitian terapi tersebut belum pernah dinyatakan
bermanfaat dalam mengatasi penyakit tersebut.
b.
Obat-obatan vasoaktif
Obat-obat vasoaktif yang digunakan pada saat ini antara lain adalah antagonis reseptor endotelial,
PDE-5 inhibitor dan derivat prostasiklin. Obat-obat tersebut bertujuan untuk mengurangi tekanan
dalam pembuluh darah paru. Sildenafil adalah obat golongan PDE-5 inhibitor yang mendapat
persetujuan dari FDA pada tahun 2005 untuk mengatasi hipertensi pulmonal
c.
Terapi bedah
Pembedahan sekat antar serambi jantung (atrial septostomy) yang dapat menghubungkan antara
serambi kanan dan serambi kiri dapat mengurangi tekanan pada jantung kanan tetapi kerugian dari
terapi ini dapat mengurangi kadar oksigen dalam darah (hipoksia). Transplantasi paru dapat
menyembuhkan hipertensi pulmonal namun komplikasi terapi ini cukup banyak dan angka harapan
hidupnya kurang lebih selama 5 tahun.
d.
Transplantasi paru-paru
Hipertensi pulmonal primer biasanya progresif dan akhirnya berakibat fatal. Tranplantasi paru adalah
suatu pilihan pada beberapa pasien lebih muda dari 65 tahun yang memiliki hipertensi pulmonal yang
tidak merespon manajemen medis. Menurut AS tahun 1997 transplantasi laporan registri, 24 penerima
transplantasi paru-paru dengan hipertensi pulmonal primer memiliki tingkat ketahanan hidup dari 73
persen pada satu tahun, 55 persen di tiga tahun dan 45 persen pada lima tahun. Pengurangan
langsung tekanan arteri paru-paru dikaitkan dengan perbaikan dalam fungsi ventrikel kanan.
Kambuhnya hipertensi pulmonal primer setelah transplantasi paru-paru belum dilaporkan
B.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS CA PARU
1.
Pengkajian
a. Identitas
Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/ suku, warga Negara, bahasa yang
digunakan, dan penanggung jawab yang meliputi nama, alamat, dan hubungan dengan klien.
b. Keluhan utama
Dispnea, nyeri dada substernal
c. Riwayat kesehatan sekarang
Sering tidak menunjukkan gejala yang spesifik. Dispnea saat aktivitas, fatique dan sinkop.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Gagal jantung kiri, HIV, peny autoimun, sirosis hati, anemia sel sabit, peny bawaan, peny tiroid,
PPOK, peny paru intertisial, sleep apnea, emfisema
e. Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan surve umum dan pengkajian neurologi menunjukkan manifestasi kerusakan organ.

Otak sakit kepala, mual, muntah, epistaksis, kesemutan pada ekstremitas, enchepalopati,
hipertensis ( mengantuk, kejang atau koma)

Mata retinopati ( hanya dapat dideteksi dengan penggunaan oftalmuskop, yang akan
menunjukkan hemoragie retinal dan eksudat dengan papiledema), penglihatan kabur

Jantung gagal jantung (dispnea pada pergerakan tenaga, takhikardia)

Ginjal penurunan keluaran urine dalam hubungannya dengan pemasukan cairan, penambahan
berat badan tiba-tiba, dan edema.
f. Review of Sistem pada klien hipertensi pulmonal

Pernafasan B1 (breath)
Sesak nafas yang timbul secara bertahap
Kelemahan
Batuk tidak produktif
Gejala yang jarang timbul adalah hemoptisis

Nyeri (pada hipertensi pulmonal akut)

Kardiovaskular B2 (blood)
Tekanan dalam pembuluh darah meningkat dan aliran darah terganggu
Gagal jantung kanan
Oksigen yang kurang dari normal
Edema perifer (pembengkakan pada tungkai terutama tumit dan kaki)
Distensi vena jugularis
Hepatomegali

Persyarafan B3 (brain)
Pusing

Perkemihan B4 (bladder)
Normal

Pencernaan B5 (bowel)
Normal

Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
Penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas
Kelemahan
2.
Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada hipertensi pulmonal antara lain:
a. Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan jaringan paru
b. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan paru
c. Kelebihan volume cairan b.d edema perifer
3.
Intervensi
NO

DIAGNOSA

NOC

NIC

Gangguan
pertukaran
gas b/d
kerusakan
jaringan paru

NOC :
v Respiratory Status : Gas exchange
v Respiratory Status : ventilation
v Vital Sign Status
Kriteria Hasil :
v Mendemonstrasikan peningkatan
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
v Memelihara kebersihan paru paru dan
bebas dari tanda tanda distress
pernafasan
v Mendemonstrasikan batuk efektif dan
suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed lips)
v Tanda tanda vital dalam rentang
normal

NIC

Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw thrust bila
perlu
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
Pasang mayo bila perlu
Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
Lakukan suction pada mayo
Berika bronkodilator bial perlu
Monitor respirasi dan status
O2

Respiratory monitoring
Monitor rata rata,
kedalaman, irama dan usaha
respirasi
Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes, biot
Catat lokasi trakea
Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak adanya
ventilasi dan suara tambahan
Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles dan
ronkhi pada jalan napas utama
Uskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui hasilnya

Nyeri
berhubungan
dengan
kerusakan
jaringan paru

NOC :
Pain Level,
Pain control,
Comfort level
Kriteria Hasil :
Mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal

NIC :
Pain Management
Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non farmakologi
dan inter personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV,
IM untuk pengobatan nyeri secara
teratur
Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek samping)

kelebihan
volume
cairan b/d
edema
periver

NOC :
Electrolit and acid base balance
Fluid balance
Hydration
Kriteria Hasil:
Terbebas dari edema, efusi,
anaskara
Bunyi nafas bersih, tidak ada
dyspneu/ortopneu
Terbebas dari distensi vena jugularis,
reflek hepatojugular (+)
Memelihara tekanan vena sentral,
tekanan kapiler paru, output jantung dan
vital sign dalam batas normal

NIC :
Fluid management

Timbang popok/pembalut
jika diperlukan

Pertahankan catatan intake


dan output yang akurat

Pasang urin kateter jika


diperlukan

Monitor hasil lAb yang


sesuai dengan retensi cairan (BUN ,
Hmt , osmolalitas urin )

Monitor status hemodinamik


termasuk CVP, MAP, PAP, dan
PCWP

Monitor vital sign

Monitor indikasi retensi /


kelebihan cairan (cracles, CVP ,
edema, distensi vena leher, asites)

Kaji lokasi dan luas edema

Monitor masukan makanan


/ cairan dan hitung intake kalori
harian

Berikan diuretik sesuai


interuksi

Batasi masukan cairan


pada keadaan hiponatrermi dilusi
dengan serum Na < 130 mEq/l

Kolaborasi dokter jika tanda


cairan berlebih muncul memburuk
Fluid Monitoring

Tentukan riwayat jumlah


dan tipe intake cairan dan eliminaSi

Tentukan kemungkinan
faktor resiko dari ketidak
seimbangan cairan (Hipertermia,
terapi diuretik, kelainan renal, gagal
jantung, diaporesis, disfungsi hati,
dll )

Monitor berat badan

Monitor serum dan elektrolit


urine

Monitor serum dan


osmilalitas urine

Monitor BP, HR, dan RR

Monitor tekanan darah


orthostatik dan perubahan irama
jantung

Monitor adanya distensi


leher, rinchi, eodem perifer dan
penambahan BB

Monitor tanda dan gejala


dari odema

Beri obat yang dapat


meningkatkan output urin

Jangan Lupa Baca artikel lainya juga :D tentang laporan pendahulan dan askep aplikasi nada nic noc..
Laporan Pendahuluan dan Askep CHRONIC KIDNEY DISEASE aplikasi nanda nic noc
Laporan Pendahuluan dan Askep CONGESTIVE HEART FAILURE ( CHF ) aplikasi nanda nic
noc

Vous aimerez peut-être aussi