Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Eksodonsia dilakukan untuk menghilangkan gigi yang menimbulkan penyakit dan bila
dan tindakan eksodonsia itu memmbulkan hal-hal yang merugikan baik selama eksodonsia
itu berlangsung maupun setelah selesai dilakukan eksodonsia maka yang dihadapi adalah
suatu komplikasi eksodonsia. Komplikasi eksodonsia meliputi beberapa hal, yaitu: 1) Fraktur
akar gigi; 2) Alveolalgia; 3) Perdarahan; 4) Fistula Oro-Antral; 5) Sinkop dan Syok; 6)
Dislokasi Mandibula; 7) Kasus Komplikasi Eksodonsia Lain adalah:
1. Malignansi Oral
2. Fraktur Rahang
3. Gigi terdorong ke dalani rongga Submandibular
4. Peradangan Akut (Flehmon)
1. Fraktur Akar Gigi
Pada prakteknya eksodonsia dapat dilakukan dengan mudah tetapi ada yang menemui
kesukaran karena hambatan dan keadaan gigi, akar gigi, atau jaringan pendukung gigi yang
berkaitan. Eksodonsia yang dipaksakan dapat membawa akibat frakyut mahkota gigi atau
bagian akar gigi yang meninggalkan sisa akar di dalam soket gigi. sisa akar yang tersisa itu
akan menambah waktu eksodonsia. Pada prinsipnya, sisa akar yang tertinggal seluruhnya
harus diambil segera terutama bila gigi yang bersangkutan berasal dari gigi yang telah
terinfeksi.
Ada beberapa keadaan ftaktur gigi yang telah terinfeksi:
1). Mahkota gigi diatas gans gusi;
2). Akar gigi setinggi garis gusi;
3). Akar gigi di bawah garis gusi, dalam hal ini ada yang setengah panjang akar gigi
atau sepertiga panjang akar gigi.
Untuk mengambil sisa akar yang tertinggal di dalam soket, harus dipilih teknik
pengambilan yang paling tepat dengan tujuan mencapai hasil eksodonsia atromatika yang
akan mendukung proses penyembuhan luka. Teknik pengambilan sisa akar gigi yang masih
tersisa, kepadatan jaringan pendukung sekeliling akar gigi, posisi akar gigi terhadap sinus
maksilans dan kanalis mandibularis.
Rencana Pengambilan Sisa Akar Gigi
Sebelum mulai mengambil sisa akar gigi yang tertinggal di dalam soket maka perlu
dipikirkan apakah pengambilan sisa akarfgigi akan menggunakan teknik tertutup (closed
method atau intra-alveolar operation) atau membutuhkan teknik terbuka (open method atau
open flap operation) ada teknik khusus yang diperlukan untuk maksud itu? Perlukah
dilakukan pengambilan akar gigi mellaui odontektomi?
Sisa akar gigi yang tertinggal dalam alveolus dapat berasal dari:
a). Sisa akar yang terjadi oleh karena perluasan proses karies. Dalam hal ini mungkin
sisa akar gigi masih dalam keadaan panjang atau pendek dan dalam waktu yang lama
berada dalam alveolus. Keadaan sisa akar gigi yang demikian ini bukan sebagai akibat
aksodonsia secara langsung. Struktur akar gigi akan menjadi rapuh oleh proses karies dan
mudah fraktur bila dipegang dengan forsep gigi.
Kadang-kadang dijumpai sisa akar gigi yang tertinggal pada posisi terlentang di bagian
permukaan soket gigi. Tubuh akan memandang akar gigi itu sebagai suatu benda asing dan
berusaha untuk membuangnya keluar dan tubuh sedikit demi sedikit sampai pada suatu saat
mencapai permukaan soket gigi.
b). Sisa akar gigi yang telah lama tinggal di dalam alveolus dan berasal dari kegagalan
ekstraksi gigi oleh operator terdahulu;
c). Sisa akar gigi terjadi pada saat ekstraksi gigi.
6). Kelainan tulang pendukung gigi yang akan diekstraksi. kelainan tulang sekitar gigi
yang akan diekstraksi, mungkin disebabkan oleh beberapa faktor penyebab, yaitu:
a). Radang tulang yang disebut Infective Osteitis
b). Gigi yang akan diektraksi dalam keadaan terpisah jauh dari gigi tetangga karena
gigi tetangga yang terdekat telah diekstraksi beberapa tahun sebelumnya. Beban kunyah
harus dipikul gigi itu sendiri yang seharusnya dipikul bersama dengan gigi tetangganya dan
akibatnya teijadi kepadatan tulang yang berlebth sekitar gigi yang akan diekstraksi.
c). Gigi-gigi yang menjadi abutment atau pilar suatu jembatan gigi atau menjadi suatu
pegangan removable prosthesis secara kronis akan menyebabkan tulang penyokong gigi
tersebut memadat.
d). Makanan sehari-hari yang keras secara kronis merangsang klasifikasi tulang
pendukung gigi.
e). Kebiasaan mengunyah tembakau atau kebiasaan mengunyah permen karet dpat
pula menjadi sebab kalsifikasi tulang penyokong gigi.
f). Gingivitis bonis yang nngan menimbulkan periostitis (peradangan periosteum) dan
dapat berakibat terjadi eksostosis tulang korteks di sebelah gigi tersebut.
7). Gerakan ekstraksi gigi yang salah arah yaitu tanpa mengindahkan arah sumbu
panjang gigi.
8). Menggerakkan gigi yang akan diekstraksi ke satu arah saja dengan kekuatan yang
melebihi batas kekuatan struktur gigi tersebut.
Prinsip bahwa sisa akar yang tertinggal harus diambil dengan segera terutama bila gigi
itu dalam keadaan infeksi, tujuan utamanya ialah untuk menghilangkan fokus infeksi.
Mungkin gigi yang akan diekstraksi itu berasal dan gigi yang tidak infeksi tetapi pada saat
ekstraksi akar gigi itu akan terinfeksi yaitu yang berasal dan kuman-kuman mulut yang
masuk kedalam saluran akar gigi atau oleh proses dekomposisi jaringan saluran akar. Sisa
akar yang tertinggal clapat menjadi irirtan mekanis dan thpat menimbulkan reaksi
peradangan pada jaringan sekitarnya yang dapat menimbulkan neralgia yang .ukar
ditemukan sebab-sebabnya dalam diagnosis.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa sisa akar gigi sehat dapat ditinggalkan saja
dengan harapan sisa akar tersebut akan terdorong ke permukaan soket karena dianggap
sebagai benda asing oleh tubuh. Penulis memahami pendapat itu namun hanya pada
keadaan tertentu misalnya bila berhadapan dengan sinus maksilaris, kanalis mandibulans.
Bila keadaan memungkinkan untuk mengambil sisa akar itu penulis menyarankan untuk
mengambil sisa akar gigi tersebut sampai bersih.
Makin pendek sisa akar yang akan diambil makin sempit pandangan daerah operasi
yang dihadapi makin sukar pengambilan sisa akar itu. Untuk menghindari hal tersebut maka
penulis berprinsip pada:
Universitas Gadjah Mada
a) Selama ekstraksi gigi sedapat mungkin hindari fraktur akar dengan perencanaan
teknik ekstraksi gigi yang matang;
b) Bila fraktur akar titik dapat dihindari, rencanakan agar bagian akar gigi yang
tertinggal sepanjang mungkin dan berstruktur kuat sehingga mudah pengambilannya;
c). Jangan tinggalkan sisa akar gigi sedikitpun dalam soket gigi;
1975). Pada pengambilan sisa akar gigi yang tertinggal di dalam soket gigi ada beberapa
pedoman pokok yang perlu diperhatikan ialah:
1). Bila sisa akar tersebut dapat terambil dengan menggunakan forsep akar gigi,
lakukan pengambilan sisa akar tersebut dengan alat itu; 2). Bila sisa akar-akar tersebut tidak
dapat tercakup oleh paruh forsep maka langkah berikutnya adalah:
2.1) Pengambilan sisa akar gigi dilakukan dengan cara tertutup (Closed Method atau
Intra Alveolar Operation) yaitu cara pengambilan sisa akar gigi dengan atau tanpa
mengurangi
jaringan
tulang
sekitarnya
tanpa
membuka
lapisan
(flap)
jaringan
mukoperiostealnya; bila dengan cara ini operator menemui keadaan hambatan ekstraksi
(eksementosis, ankilosis) maka tulang yang terdapat di sekitar akar gigi tersebut dikurangi
dengan menggunakan bur tulang tipe fisura nomer 3-4. Ektraksi gigi dengan cara
mengurangi atau mengambil bagian tulang disekitarnya disebut odontektomi. Bila
odontektomi tak dilakukan ektraksi gigi tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
elevator meskipun harus dihadapi banyak hambatan dan akhirnya akan membutuhkan waktu
ekstraksi yang panjang;
2.2) Pengambilan sisa akar dengan cara terbuka (open method atau open flap
operation) yaitu pengambilan gigi atau sisa akar gigi dengan membuka lapisan jaringan
mukoperiosteal dan biasanya diikuti dengan odontektomi.
2. Alveolalgia
Alveolalgia yang juga disebut dry socket yaitu keadaan soket gigi pascaekstraksi yang
ditandai dengan keadaan soket gigi yang kosong tidak diisi jendalan darah, infeksi terbatas
yang disertai jaringan nekrotis dan rasa sakit.
Patogenesis
Bourgoyne berpendapat bahwa sebab utama alveolalgia atau dry socket ini ialah ada
gangguan nutrisi di daerah alveolus yang bersangkutan yang berasal dan kerusakan vasa
darah pokok yang member makanan kepada soket gigi bersangkutan.
Simtoma
Novitsky melukiskan simtoma alveolalgia sebagai berikut ini. Beberapa hari setelah
ekstraksi gigi, tepi gusi membulat kasar, membengkak, warna merah kebirubiruan, tulang
alveolus tidak ditutupi jaringan baru, terdapat rasa sakit dan penyembuhan terhambat.
Pandangan Ilmu Bedah Mulut adalah keadaan alveolus gigi sudah dapat dikatakan
menderita dry socket bila pasca ekstraksi gigi alveolus gigi yang bersangkutan tidak terisi
jendalan darah, atau jendalan darah yang sudah terjadi rusak atau lepas dari soket gigi.
Etiologi
Universitas Gadjah Mada
Perawatan Alveolalgia
Banyak cara untuk merawat alveolalgia, diantaranya adalah cara berikut ini:
(1).
Cara
Bourgoyne.
Pertama-tama
soket
gigi
antibaktensidal misalnya metaphen, merthiolet, iodine dll terutama pada bagian yang
tennfeksi. Tulang alveolus yang runcing harus segera dihaluskan. Keringkan kemudian
dengan kapas yang steril dan kering. Kain kasa yang telah diberi yodoform dicelupkan pada
minyak cengkeh lalu dimasukkan dalam soket gigi tanpa tekanan dan jangan menutup soket
terlalu kuat. Biarkan kain kasa tinggal dalam soket selama 24 jam sampai penderita kembali
untuk mengganti kain kasa itu diberi obat methylen blue sulfa; dressing ini dibiarkan sampai
2 kali 24 jam dan kalau perlu diganti dengan kain kasa yang dibasahi dengan minyak
cengkeh.
Universitas Gadjah Mada
3. Perdarahan
Dalam hal ini yang dimaksud dengan perdarahan adalah perdarahan dari sudut ilmu
bedah mulut. Perdarahan lain yang dikenal yaitu yang berasal dari penyakit kelainan darah
(blood dyscrasia). Perdarahan yang berasal dan keadaan patologis perlu juga diketahui.
Menurut Bourgoyne perdarahan adalah suatu keadaan, bukan suatu penyakit. Secara
umum perdarahan adalah keadaan darah keluar dan pembuluh darah. Tindakan bedah
termasuk eksodonsia selalu mengait pada perdarahan karena pembuluh darah terpotong
dan lumen pembuluh darah terbuka dan darah keluar. Keadaan yang berbeda teijadi pada
beberapa kasus perdarahan dan pendenta berpenyakit sistemik (misalnya kelainan elemen
darah seperti hemofihi, lekemia), perdarahan terjadi elemen darah yang mendukung
penjendalan darah tidak ada, atau karena pembulub darah sangat rapuh dan mudah pecah.
Dalam keadaan normal keparahan perdarahan tergantung pada ukuran dan sifat
lumen pembuluh darah. Perdarahan dapat berasal dan pembuluh darah vena, arteria,
kapiler. Untuk membedakan asal ketiga perdarahan itu maka seorang operator secara ganis
besar harus mengetahui sifat histologis pembuluh darah arteri, vena, dan kapiler yang
sangat berguna untuk menentukan asal perdarahan itu terutama saat menggunakan
hemostat agar tidak melukainya.
Menunut Archer (1975) pada semua tindakan bedah bila ingin mencapai basil yang
baik diperlukan usaha untuk menghentikan perdarahan yang terjadi (hemostatis). Pada
daerah bedah tertentu usaha hemostatis menemui bambatan5 misalnya pada daerah yang
terus-menerus secara tetap terkena troma selama berbicara dan penelanan shingga di
daerah bedah tidak ada kesempatan untuk istirahat sebagai yang dipersyaratkan dalam
ligasi suatu pembuluh darah. Luka ekstraksi tidak dapat ditutup sebagaimana seharusnya
penutupan luka bedah. Soket gigi pasca ekstraksi gigi mengalami perdarahan rembesan
(oozing) dan luka ekstraksi hanya dapat ditutup secara penutupan luka setengah terbuka
(semi-open closure). Untung secara alami ada mekanisme menghentikan perdarahan
dengan mekanisme untuk mengontrol perdarahan itu. Apabila mekanisme mi terganggu atau
bekerja tidak baik karena suatu penyakit sitemik maka bukan hemostatis yang akan terjadi
melainkan suatu perdarahan.
Sebab Perdarahan
Menurut Archer (1975) sebab perdarahan yang abnormal dapat mekanis atau
biokimiawi. Perdarahan mekams yaitu perdarahan yang berasal dari berbagai ukuran
pembuluh darah yang terluka yang tak dapat berhenti karena jendalan darah tidak dapat
terbentuk atau karena jendalan darah yang sudah jadi pecah atau lepas dan ujung pembuluh
darah yang terbuka. mi mungkin disebabkan, misalnya karena ukuran pembuluh darah dan
kecepatan darah (vena dan arten), atau karena jumlah pembuluh darah kecil dan/atau troma
pasca-operatif yang diterimanya (kapiler), dll. Sebagai contoh adalah perdarahan dan
ekstraksi gigi, insisi jaringan lunak, laserasi jaringan lunak, troma tuiang rahang, hematoma
karena alat suntik menusuk pembuluh darah arteri atau berasal dan troma pukulan, dll.
Perdarahan biokimiawi adalah abnormaiitas eiemen darah atau sistem vaskular yang
menghambat pembentukan jendalan darah dan organisasi darah normal. Perdarahan
biokimiawi ditemui pada hemofihia, gangguan hepar, dan kelainan darah, hipertensi dan
iiifeksi jaringan seperti padapyorrhoe alveolaris.
Pada perawatan kasus perdarahan, operator dihadapkan dengan kedua masalah yaitu
a) pre-operatif operator telah melihat ada kecenderungan perdarahan pada penderita.
Semua penderita pre-operatif harus dievaluasi untuk kecenderungan perdarahan. Rowayat
perdarahan berlebihan saat ekstraksi gigi sebeiumnya harus sudah diwaspadai operator
namun belum periu mencatat penderita sebagai seorang bleeder. B) penderita yang
dilihatnya untuk pertamakali ketika seseorang telah mengerjakan operasi dan sedang
menghathpi bahaya akibat perdarahan itu.
Berdasar masalah itu pendenta yang dicungai sebagai seorang bleeder harus
menjalani uji darah.
Penderita hemofili memberi nwayat yang khas yang menyangkut faktor keturunan
keluarga dan nwayat kesehatan yang lampau. Juga terdapat riwayat gangguan waktu
penjendalan darah (proglonged coagulation time). Penyandang perdarahan (bleeder) yang
idiopatik tidak hanya mempunyai riwayat perdarahan dalam keluarga yang dihubungkan
dengan hanya anggota keluarga laki-laki saja (misalnya dengan kematian diantara laki-laki
dalam keluarga sehubungan dengan perdarahan yang berlebihan), juga tidak hanya ada
gangguan waktu penjethian darah.
Universitas Gadjah Mada
Perdarahan jaringan lunak bila mungkin pembuluh darah diikat (ligasi) atau dijahit pada
pembuluh darah yang pokok.
Perdarahan tulang bila mungkin pembuluh darah harus digilas atau tekan dengan kain
kasa, semen bedah (surgical cement). Untuk mengkontrol perdarahan digunakan gelfoam
atau semacamnya.
Bila
perdarahan
persisten
terutama
ada
oozing
kepiler
yang
deras
harus
muskulus
10
untuk menekan dinding soket gigi ke posisi semula. Soket gigi yang telah melebar akibat
manipulasi gerak ekstraksi gigi akan mengakibatkan jaringan mukoperiostealnya tetap dalam
keadaan menegang. Pada keadaan itu pembuluh darah akan membuka dan akan
mengganggu proses penjethian darah. Bila pada tulang alveolar terdapat fraktur, mugkin
substansia spongiosa tetap dalam keadaan terbuka yang dapat berakibat mudah terjadi
perdarahan pasca-ekstraksi gigi. Untuk menghindani perdarahan seperti di atas maka perlu
a) menekan dinding tulang alveolus soket gigi segera setelah ekstraksi gigi selesai; b)
meraba tulang alveolar untuk mencari tempat yang runcing yang dapat mengakibatkan
komplikasi dan kemudian diatas lobang alveolus diletakkan tampon untuk kemudian
dianjurkan digigit selama 1 jam.
Perawatan perdarahan pasca ekstraksi gigi dengan menggunakan asam tanik dan
adrenalin khlorida.
Bila terjadi komplikasi laserasi gingiva maka dilakukan jahitan dulu tetapi soket jangan
sampai tertutup sama sekali. Jangan sekali-kali memasukkan pack kedalam soket gigi,
karena bila pack telah penuh darah akan menyebabkan gingiva koyak kembali.
Kain kasa dibasahi dengan 10% asam tanik (tannic acid). Mekanisme kerja sama
dengan yang ada pada penggunaan adrenalina khlorida 1: 1000.
Pengalaman Bourgoyne. Tepung asam tanik diletakkan di seutas benang kain kasa
dan benang digulung sehingga tepung asam tamk akan melekat di dalamnya. Gulungan kain
kasa menjadi 3 kali lubang alveolus. Dengan alat medicine dropper teteskan adrenalin
khlorida di atas gulungan benang, segera gulungan tadi akan mengecil. Masukan gulungan
benang secara pada ke dalam soket yang sebelumnya telah dibersihkan dan sisa-sisa
makanan atau gumpalan darah. Kemudian di atas soket diletakkan tampon kain kasa
beberapa menit digigit penderita. Lalu kain kasa diambil dan asam tanik adrenalin yang ada
ditinggal dalam alveolus selama 24 jam.
Sesudah 24 jam, kain kasa diambilkan lalu dengan minyak cengkeh ulas luka itu
secara berhati-hati. Sesudah itu di dalam soket tak perlu dibenkan pack lagi. Asam tanik
bekerja menghentikan perdarahan di dalam tulang sedang adrenalin di jaringan lunak.
Ecchymosis
Ekimosis adalah suatu keadaan diskolonsasi fasial yang bergerak dan warna merah
muda sampai warna ungu kebiruan, dan umumnya terjadi pasca prosedur bedah.
Perdarahan mi biasanya dalam bentuk oozing.
Ekimosis dapat teijadi pula pada pasca ekstraksi gigi yang umumnya disebabkan oleh
keadaan benikut:
11
a). perdarahan di bawah mukosa karena troma: saat membuat lapisan mukopenosteal
akstraksi gigi; tindakan bedah ini menyangkut daerah yang sangat luas, atau saat
menghaluskan tulang alveolar dengan alat (trimming).
b). ada tendensi perdarahan pada diri penderita juga sangat menentukan terjadi
ekimosis. Misalnya pada penderita hemofihi, atau pada pendenita yang memang mudah
mengalami perdarahan meskipun dan troma yang kecil.
Diskolonisasi berasal dan pemecahan senyawa organik komipeks hemoglobin.
Perawatan Ekimosis. Perawatan hangat thiam segala bentuk, atau pijat (massage),
dapat dilakukan di daerah ekimosis setelah perdarahan oozing berhenti.
Pada penderita yang bertndensi perdarahan maka setelah operasi selesai harus
segera melakukan perawatan dingin agar perdarahan yang ada dapat segera berhenti. Pada
penderita dengan kasus hemofihi, perawatan bethh harus dilakukan di rumah sakit karena
membutubkan perawatan yang sangat khusus.
Perawatan ditujukan pada stimulasi pembentukan pembuluh limfe baru untuk
membangun drainage limfatik.
Sebenarnya diskolonsasi ekimosis dapat menghilang sendiri dalam beberapa hari
meskipun tanpa perawatan apapun. Biasanya penderita tidak memberikan keluhan apapun.
12
(d)Elevator saat digunakan ekstraksi gigi dapat tergelincir dan melukai daerah jaringan
lunak dan membentuk luka yang dalam dan perdarahan yang parah. Kecelakaan ini dapat
berakibat kematian pendenta seperti yang pemah dijumpai Archer (1975).
Hematoma. Hematoma adalah suatu masa darah yang menyerupai bentuk tumor
(Archer, 1975). Hematoma ini terbentuk cepat dari suatu perdarahan dan darah berefusi ke
dalam jaringan.
Penyebab hematoma. Pembuluh darah tertusuk jarum suntik saat menjalankan
anestesi lokal. Troma tusukan jarum dapat mengenai arten yang berada di bawah lapisan
mukoperiosteal, atau di dalam processus alveolaris. Umumnya darah yang terkumpul di
sela-sela jaringan akan diasorbsi secara lambat tetapi juga terdapat kemungkinan terinfeksi
dan berubah menjadi keadaan supurasi.
Di daerah ekstraksi gigi molar mandibula ketiga sering terjadi perdarahan yang masuk
ke janingan sekitarnya tetapi tidak sampai teralokasikan; perdarahan ini menjadi suatu
edema yang meluas dan darah akan tersedak semua jaringan di sisi yang bersangkutan.
Darah yang terdesak itu akan berjalan memalui dan diantara rongga fasial.
Hematoma sering terjadi saat penyuntikan anestesi blok tuberositas. Secara cepat
akan terjadi pembengkakan masa darah yang diperkirakan pembuluh yang terkena troma
adalah dan pleksus venosus Ptengoideus namun ada yang berpendapat bahwa yang
terkena troma adalah arteri yang ada di daerah itu. Pendapat yang terakhir ini di dasari dan
pembengkakan masa darah ini terjadi begitu cepatnya sebingga sering membawa penderita
dalam ketakutan.
Perawatan hematoma
(a)ada yang menganjurkan aspirasi darah yang tergenang. Jalan ini banyak menemui
kegagalan;
(b)Archer (1975) menganjurkan perawatan sebagai berikut:
(1) istirahatkan penderita, dalam waktu 24 jam berikan aplikasi kompres dingin pada
daerah pembengkakan dengan maksud agar perdarahan berkurang atau berhenti;
(2) bila perdarahan telah diyakini berhenti lalu berikan aplikasi hangat di daerah itu
dengan maksud terjadi absorbsi darah yang terkumpul;
(3) bila hematoma berasal dari perdarahan arterial sebagai akibat perdarahan lapisan
mukoperiosteal, maka temukan dulu lokasi arteri yang mengalami perdarahan dan segera
meligasi arteri itu untuk menghentikan perdarahan.
(4) Bila perdarahan berasal dari processus alveolaris, usahakan untuk menghentikan
perdarahan itu dengan jalan menekan pembuluh darah tulang sehingga lumen pernbuluh
darah yang terbuka dengan lilin-tulang.
13
4. Fistula Oro-Antral
Arti harafiah suatu fistula adalah pipa atau saluran yang sempit). Fistula oroantral
adalah saluran yang menghubungkan rongga mulut dan rongga sinus maksilaris. Fistula mi
dapat dibentuk oleh penutupan lubang yang tidak sempurna dan suatu lesi (misalnya abses,
luka, proses penyakit). Pada bagian ini yang akan dibicarakan adalah fistula oroantral yang
berasal dari luka akibat ekstraksi gigi posterior maksila, dan perawatannya.
Anatomi. Sinus maksilans pada orang dewasa terletak pada korpus maksila dan
merupakan rongga paranasal yang terbesar. Pada awal pembentukan sinus maksilaris
terlihat Pada saat bayi lahir sebagai suatu tonjolan kecil dan meatus nasalis medialis yang
kemudian
berkembang
di
dalam
bagian cancellous
(spongeus)
tulang maksila.
14
maxillare accesorium, yang terutama menghubungkan dengan meatus nasalis medialis dan
merupakan tempat yang lebih menguntungkan bagi kepentingan drainage.
Beberapa hal yang harus diketajui dilihat dan sudut Kedokteran Gigi bahwa sinus
maksilans merupakan rongga udara yang ada pada daerah korpus maksila adalah:
a) hampir 65% infeksi sinus berasal dan infeksi gigi
b) letak sinus maksilans berdekatan dengan akar gigi maksila posterior memungkinkan
penluasan infeksi dari gigi ke dalam sinus, juga mungkin terjadi suatu komplikasi ekstraksi
gigi seperti akar gigiterdorong masuk ke clalam rongga sinus atau terjadi fistula oro antral.
Posisi akar gigi terhadap sinus maksilaris menurut Bougoyne adalah pada
umumnyajarak antara dinding dasar sinus maksilans dengan akar-akar gigi posterior maksila
berkisar antara 10-20 mm. Menurut Kruger (1984) ketebalan dinding sinus maksilaris tidak
selalu sama, terutama atau dan dasar sinus. Ketebalan dinding sinus bervanasi dan 2-5 mm
Pada atap dan pada dasarnya antara 2-3 mm. Pada daerah tak bergigi ketebalan dinding
sinus antara 5-10 mm. Selanjutnya Kruger mengatakan Pada keadaan dinding posterior
sinus ditembus maka akan tejadi lubang sebagai jalan masuk ke dalam fosa infra-temporale,
dan setiap prosedur bedah yang dilakukan di tempat itu harus seksama karena keberadaan
pembuluh darah yang besar seperti arteria dan vena maksilaris.
Di bawah dasar sinus maksilanis terdapat gigi-gigi posterior (desiduilpermanen atau
keduanya). Sening akar gigi premolar atau molar maksila.permanen meluas ke dalam sinus.
Pada anak dan bayi dasar sinus selalu lebih tinggi daripada dasar hidung sehingga drainage
lebih baik dapat diperoleh segera dari operasi jendela (window operation). Sebaliknya Pada
orang dewasa dasar sinus lebih rendah daripada dasar hisung.
Kedudukan akar gigi maksila posterior terhadap sinus maksilaris menurut Archer
(1961) ada dua keadaan, yaitu: (a) Sinus Approximity(SA) yang berarti terdapat pendekatan
sinus, apeks akar gigi posterior maksila berjarak 2 mm atau kurang terhadap dinding dasar
sinus; (b) No Sinus Approximity (NSA) yang berarti tidak terdapat pendekatan sinus, jarak
apeks akar gigi posterior maksila lebih besar dari 2 mm terhadap sinus maksilaris.
Dalam sinus terdapat sekresi mukus yang bersifat bakterisidal dan baktenstatik
(penghambat) maka sinus maksflaris seperti sinus-sinus yang lain, tidak dimasuki
mikroorgarnsme yang berasal dan udara. Sel-sel kuboid yang bersilia membantu dalam
menggerakkan nanah atau skresi yang berlebthan menuju ostium maksilare ke hidung. Pada
keadaan normal silia-silia tersebut bergerak seperti gelombang tetapi pada suatu ketika,
gerakan itu dapat berhenti; akibatnya suatu keadaan patologis mudah terjadi misalnya
sinusitis akuta, kronika atau kroms dengan eksaserbasi yang akut.
15
1). Sebagai komplikasi eksodonsia gigi maksila posterior, misalnya: (a) penggunaan
elevator yang salah dalam pengambilan akar gigi atau gigi dapat mendorong akar gigi/gigi ke
atas masuk sinus; (b) elevator terpeleset dalam penggunaannya dan membuat lubang pada
dinding dasar sinus; (C) rongga sinus sedemikian meluas sampai daerah akar gigi sehingga
ekstraksi gigi yang berdekatan dengan sinus meninggalkan lubang besar; (d) Granulomata
periapikalis meluas atau keadaan patologis (misalnya infeksi kronis) pada daerah periapikal
menyebabkan tulang dinding dasar sinus menjadi tipis; (e) dinding sinus terbuka saat
melakukan odontektomi gigi impaksi atau gigi kamnus maksila yang mengerupsi; (f)
ekstraksi gigi yang berakibat fraktur processus alveolaris dengan melibatkan segmen yang
besar yang bensi gigi-gigi dan dinding sinus;
2). Enukleasi kista maksila yang besar yang berbatasan dengan dinding antrum.
Pemeriksaan fistula oro-antral. Untuk membuktikan terjadi suatu fistula oroantral clapat
dilakukan melalui uji hidung dengan cara sebagai berikut: (1) Hidung penderita ditutup rapat
dengan menekan kedua sisi daun hidung erat-erat; (2) Instruksikan penderita untuk
menghembuskan udara keluar melalui hidung yang saat itu masih dalam keadaan tertutup;
(3) letakkan kaca mulut menghadap lubang soket gigi yang dicungai ada fistula oro-antral;
(4) Bila kaca mulut menjadi buram berarti ada pengembunan uap air. Dasar keija uji hidung
mi adalah bahwa ada uclara rongga hidung tertekan di dalam rongga hidung mencari jalan
keluar dan masuk ke dalam rongga sinus melalui ostium maksilare lalu keluar melalui fistula
ke dalam rongga mulut, udara itu mengembun di atas kaca mulut.
Gigi atau Akar Gigi Masuk ke dalam Sinus Maksilaris.
Untuk menghindari akar gigi premolar dan molar maksila saat ekstraksi terdorong
masuk ke dalam sinus maksilaris maka gigi itu sebelumnya harus dengan seksama diamati,
terutama bila ekstraksi gigi itu tidak disertai dengan gambar Rontgen gigi yang bersangkutan
(Archer, 1961). Perhatikan bahwa saat ekstraski: (1) jangan sekali-kali memberi tekanan
pada ujung fragmen akar gigi dengan memakai elevator ke arah apikal; (2) medan operasi
harus dapat dilihat dengan jelas; (3) jangan bekerja membuta dalam medan operasi yang
penuh darah.
Penggunaan gambar Rontgen sebelum ekstraksi gigi posterior maksila sangat berguna
terutama dalam menentukan posisi akar gigi di dalam rongga sinus atau untuk mengetahui
keadaan sinus approximizy suatu gigi.
Archer (1961) menyebutkan bahwa akar gigi-gigi yang berhubungan erat dengan sinus
maksilans dengan urutan yang paling dekat dengan dasar dinding sinus yaitu akar gigi molar
maksila pertama, molar maksila kedua, premolar maksila kedua, dan molar maksila ketiga,
premolar maksila pertama (jarang), kaninus (lebihjarang).
16
Bila saat pengambilan akar gigi terdorong masuk ke dalam sinus maksilans maka akar
gigi itu harus segera diambil untuk menghindari infeksi sinus maksilans yang tidak
diharapkan.
Tehnik Pengambilan Akar Gigi
Gigi atau akar gigi yang mask ke dalam rongga sinus maksilaris selalu akan berada di
dinding dasar sinus sesuai dengan hukum gravitasi. lJsaha untuk mengambil gigi atau akar
gigi dan dalam sinus selalu harus didasan pemikiran bahwa (a) lokasi gigi atau akar gigi
tersebut selalu ada di dasar sinus; (b) pendekatan rongga sinus melalui lubang fistula
menghadapi beberapa kendala yaitu:
pengambilan gigi atau akar gigi sukar dikerjakan karena melalui jalan sempit
sehingga tidak mudah dicapai alat-alat,
penerangan ke dalam rongga sinus tak akan mampu mencapai dasar sinus
operasi dengan pendekatan melalui fistula yang terjadi, yang akan memperbesar
lubang fistula semula.
Dengan dasar di atas maka pengambilan gigi atau akar di dalam sinus maksilans Iebih
mudah bila dilakukan melalui pendekatan dan dinding lateral, Untuk maksud ini harus
dipahami dahulu operasi Caldwell-Luc.
Prosedur pengambilan gigi/akar gigi/benda asing dan dalam sinus maksilaris dilalui
dnegan 2 tahapan, yaitu (1) Membuat jendela pembukaan pada dinding sinus, yang
dianjurkan menggunakan operasi Caldwell-Luc dan (2) mengambil gigi/akar gigi, benda
asing dan dalam sinus.
(1) Operasi CaldwelI-Luc
Menurut Kruger (1974) operasi Caidwell-Luc mempunyai beberapa indikasi, yaitu:
(1) pengambilan fragmen gigi atau akar gigi dalam sinus. Operasi Caldwell-Luc ini
akan menghilangkan prosedur operasi buta dan memberi kemudahan pengambilan benda
asing.
(2) Troma maksila bila dinding sinus maksilaris remuk kepencet atau bila dinding dasar
orbita remuk dan jatuh ke arah sinus. Tipe luka troma ini sangat baik dikoreksi melalui
operasi CaIdwell-Luc.
(3) Manajemen hematoma antrum dengan perdarahan aktif melalui hidung. Darah
dapat dievakuasi dan lokasi perdarahan lebih mudah ditemukan. perdarahan dihentikan
dengan jalan pack epinefrin atau hemostatik.
(4) Pada kasus sinusitis maksilaris kromka yang disertai dnegan degenerasi polipoid
mukosanya.
Universitas Gadjah Mada
17
Catatan
18
(a) menurut Kruger (1974) jarang diperlukan pengambilan seluruh mukosa sinus
maksilans secara radikal, tetapi bila memang diperlukan dapat dilakukan dengan
menggunakan alat penosteal elevator dan kuret.
(b) Anestesi pipi dan gigi-gigi dapat diikuti komplikasi perlukaan pada nerbus
infraorbitalis atau syarafgigi-gigi saat menatah tulang maksila.
(C) Pembengkakan pipi pasca operasi biasa terjadi namun dalam beberapa hari akan
menghilang.
(2) Pengambilan Gigi/Akar Gigi/Benda Asing
Menentukan lokasi akar gigi di dalam sinus maksilaris dengan menggunakan gambar
Rontgen. Jangan mengambil akar gigi tersebut tanpa menggunakan bantuan gambar
Rontgen kecuali bila akar gigi tersebut dapat terlihat dnegan jelas. Untuk mendapat
kepastian letak akar gigi dalam sinus maka sering dibutuhkan beberapa gambar Rontgen.
Juga hams diingat, bahwa kadang-kadang meskipun akar gigi telah tidak nampak di dalam
soket gigi mungkin belum menembus membran sinus tetapi masih terletak dibawah
membran dan tidak di dalam rongga sinus.
Sepertiga ujung akar mesio-bukal maksila pertama fraktur saat ektraksi gigi dan pada
saat usaha untuk mengambilnya, akar tersebut terdorong masuk ke dalam rongga sinus
maksilaris. Melalui gambar Rontgen dapat dilihat akar gigi masih berada di dekat ujung soket
gigi.
Insisi untuk membuat lapisan mukoperiosteal bukal yang berbentuk trapezium yang
lebar agar medan operasi nampak jelas.
Tulang processus alveolaris yang menutup soket sebelah bukal dibuka dengan bur
tulang/chisel, dan juga tulang intra-radikular agar operator melihat jelas daerah operasi yang
akan memudahkan pengambilan akar gigi dan untuk memudahkan penutupan fistula oroantral. Pengambilan tulang dilakukan dengan menggunakan ujung pemotong tulang
(Rongeur).
Lubang kedalam sinus maksilaris diperlebar sampai melalui mukosa sinus dengan
menggunakan currete yang kecil dan lurus. Pada umumnya akar dapat tertangkap dalam
sendok currete dan dapat ditank ke luar sinus atau paling tidak dapat posisi akar itu
dibetulkan kembali dl dalam soket gigi lagi sehingga dapat terambil dengan apicalfragment
forceps.
Cara pengambilan akar gigi yang berada didalam sinus dengan keadaan posisi di
dekat ujung soket gigi dapat dikerjakan dnegan membentuk suatu jerat (sloop) kawat yang
kecil tetapi kuat. Tindakan itu dilakukan setelah akar gii yang akan diambil tersebut tidak
berhasil terambil dengan currete.
19
20
jaringan patogen atau polip yang ada di daerah tersebut dibuang dengan menggunakan
currete. Tulang korteks sebelah bukal dan lingual dikurangi dnegan memakai Rongeur tulang
kemdian janngan lunak dijahit kembali pada posisi semula. Sepon diletakkan di atas luka
dan penderita diinstruksikan untuk menggigitnya.
Penderita diinstruksikan segera dikinm ke ahli Telinga Hidung dan Tenggorokan untuk
mendapatkan drainage dengan membuat jendela di bawah inferior turbinate ke sinus
maksilaris.
Pada kasus-kasus umumnya fistula sinus maksilaris akan tetap tertutup dan dengan
demikian operasi radikal sinus maksilans dapat terhindarkan. Tetapi, pada beberapa kasus
radikal operasi sinus maksilaris harus dilakukan meskipun telah dibuat drainage melalui
hidung (nasal window) dan fistula oral kedalam sinus maksilans menutup. Pada kasus itu
dimana penutupan asalnya terbuka, pelaksanaan operasi radikal dilakukan oleh ahli H.T.T
sedang ahli bedah mulut mengerjakan penutupan fistulanya yaitu dengan menghilangi
epithel daerah fistula merefleksikan flap buccal sehingga bebas bergerak, mengendorkan
flap palatal dan mengurang ketinggian.
Kain kasa atau lempengan Tantalum diletakkan diatas lubang fistula dengan maksud
memberi kekuatan bagi lapisanjanngan lunak itu.
Perawatan Fistula Lama (Long-standing Fistula)
Apabila fistula yang dihadapi adalah dan tipe long-standing fistula, berarti fistula
tersebut telah dilapisi oleh suatu epitel dimana epitel tersebut akan
menghambat perlekatanjanngan pada perawatan penutupan fistula oro-antral. Epitel itu
keluar dan antrum sepanjang fistula dan masuk ke dalam janingan epitel rongga mulut.
Agar didapat penlekatan janngan yang sempurna maka epitel hams dibuang (eksisi).
Cara:
1. Eksisi semua epitel yang telah terjadi di sepanjang fistula dan di atas lubang fistula
yang ada di dalam rongga mulut.
2. Lubang fistula harus ditutup dengan lapisan mukoperiosteal yang dijahit dengan
mukosa di atas tulang yang sehat, jadi bukan diatas lubang fistula seperti biasanya.
Lapisan yang dipergunakan untuk menutup lubang fistula hams mempunyai banyak
pembuluh darah.
3. Sekresi antral harus dikeluarkan melalui lubang hidung yaitu dengan membuat
jendela dibawah permukaan dan ostium antral. Bila belum cukup baik, lakuan
membuat jendela di bawah inferior turbinate.
4. Pergunakan pengobatan antibiotika dan pasca operatif.
Di bawah ini akan dibicarakan kasus sederhana yang penulis jumpai dalam
perawatanlubang kecil fistula oro-antral tetapi telah lama terjadi.
Universitas Gadjah Mada
21
22
Pada keadaan mendesak apabila pendenta masih dapat diberikan minum, melalui
mulut dapat disuapkarm sendok demi sendok kopi panas sebagai pengganti obat stimulan
karena kopi juga mengandung kafein.
Pertahankan kedudukan penderita dengan posisi terbaring sampai penderita benarbenar siuman. Perhatikan terus pulsus penderita, pernafasannya, dan tekanan darah diukur
secara periodik.
Apabila dalam anamnesis operator telah mengetahui penderita mempunyai riwayat
pernah mengalami sinkop setelah menerima suntikan anestesi atau thiam pemenksaan fisik
operator mengetahui (obyektif) ada gejala predisposisi penderita mudah mengalami sinkop
maka dianjurkan agar penderita sebelum menerima suntikan anestesi posisi duduknya diatur
pada posisi setengah terbaring (semireclimng position) atau posisi terbang (recumbent shock
position).
Seldin menganjurkan agar penderita yang sedang mengalami sinkop, dirawat seerti
berikut:
(1) Saat masih dalam posisi duduk kepala penderita didorong ke muka sehingga badan
terbungkuk sampai posisi kepala penderita berada di antara kedua kakinya yang
terbuka lebar. Badan penderita dipertahankan pada posisi tersebut untuk beberapa
saat dengan bantuan tekanan tangan operator. Dengan demikian darah yang berada
pada sistem venosa visera (splanchnic) tertekan sehingga akan mengalir ke kepala.
(2) Selain dengan cara tersebut, penulis juga menggunakan bantuan aromatik alcohol
70% sebagai pengganti amomak, yaitu dengan meneteskan 1 atau 2 tetes alcohol
70% di atas lubang hidung. Oleh athnya rangsangan alcohol yang sangat
menyengat, pada umumnya panderita akan sangat bereaksi dan pada saat itu yang
paling baik untuk menjaga penderita tetap siuman sampai penyembuhan yang
sempurna.
Syok
Syok dapat didefimsikan sebagai suatu keadaan klinis yang menunjukkan ada
reduksi pada sirkulasi darah perifer atau rerata aliran thrah perifer yang bermakna.
Menurut Kruger (1984) ada tiga tipe syok:
1. Primer atau nerogenik. Sinkop termasuk pada tipe ini.
2. Jantung dan sistem sarafpusat (Cardiac and central nervous system).
3. Hipovolemik.
Syok yang termasuk dalam tipe ini adalah syok yang disebabkab oleh trauma,
pendarahan, tindakan bedah atau luka terbakar. Pada syok tipe ini darah berkurang
akibat terjadi suatu perdaraban, plasma hilang plasma oleh proses ekstravasasi ke
dalam jaringan yang terluka atau dehidrasi. Tipe hipovolemik ini bersifat reversible
artinya
apabila
terapi
segera
dilakukan
untuk
mengembalikan
volume
darah
23
intravaskuler. Bila tidak dilakukan, maka tejadi rantaian reaksi dan jantung, pembuluh
darah, dan gangguan fisiologis lainnya, dan syok menjadi irreversible dan berakibat
kematian penderita.
Gejala-gejala syok adalah kulit pucat, dingan lembab oleh keringat, membrana
mukosa bibir, kuku, ujung jan tangan dan kaki dan telingan kebirubiruan, muka tak
berekspresi, mata menunjukan pandangan yang sayutanpa tujuan dan pupil dilatasi lebar
dan bereaksi sangat lemah; pulsus sangat lemah tetapi cepat, dan kadang-kadang
intermittent; respirasi dangkal dan cepat tetapi tidak teratur dan kadang-kadang diselingi
dengan suara keluhan, temperatur badan dibawah normal; kesadaran mungkin masih ada
meskipun menunjukkan apatis.
Perawatan pada syok hipovolemik menyangkut beberapa hal yang penting:
1. Restorasi darah!cairan darah yang hilang.
2. Kontrol pendarahan.
3. Membenkan oksigen 100%
4. Menghilangkan rasa sakit.
Syok lebih mudah untuk dicegah daripada merawatnya. Bila dijumpai rasa sakit yang
hebat, secara intravenosa diberikan suntikan narkotika (biasanya morfin) tetapi jangan
diberikan secara intramuskular atau subkutan. Pertahankan panas tubuh dengan temperatur
kamar yang normal.
Perhatikan : Jangan membungkus penderita dengan selimut, air hangat atau
semacamnya.
Penderita diletakkan pada keadaan syok agar sirkulasi darah pada organ penting
dapat dipertahankan. Kembalikan cairan tubuh yang hilang. Pada semua kasus syok pulsus
dan tekanan thrah selalu diukur karena penting untuk menjadi pegangan yang terpercaya
untuk mengetahui keadaan syok (berat/ringan) tersebut.
Archer (1975) menambahkan human albumin dalam penyembuhan syok. Pada
hakekatnya darah atau cairan tubuh yang Kilang paling baik duganti dengandarah pula tetapi
kalau tidak mkencukupi dapat ditambahkan dekstrose 5% dalam larutan salin, diberikan
secara intravenosa.
Segera setelah penderita menunjukkan penyembuhan maka pemberian dekstrose
dihentikan, karena dengan pemberiandekstrose terlalu banyak atau terlalu cepat akan
mengakibatkan gangguan jantung yang serius.
Hipoksemia ditanggukangi denga jalan pembenan oksigan 100% sehingga meskipun
volume darah and cardiac output rendah, darah yang mengalir masih membawa oksigen
banyak yang penting untuk vitalitas sel-sel jaringan terutama pada organ penting.
Anestesi lokal thpat merangsang dan kadang-kadang menekan sisten saraf pusat
atau tempat lain dan sistem tersebut. Bila penekana tersebut pada pusatnya maka dapat
Universitas Gadjah Mada
24
mengakibatkan fainting, koma, dan hilang kesadaran; sedangkan bila pusat pernafasan dan
jantung yang ditekan, maka syok dan hambatan pernafasan aka terjadi (Seldin, 1947).
Gangguan toksik oleh penyuntukan prokain adrenalin mengakibatkan penderita
kejang-kejang, yang harus ditanggulangi dengan menyuntikkan sodium pentotal 5%
sebanyak 2-4 cc secara intravenosa.
Hilangnya kesadaran dapat disebabkan oleh keadaan toksisitas obat anestesi yaitu
bila menekan pada korteks serebri. Untuk menanggulangi hal ini maka dapat dikerjakan
tahap-tahap perawatan sinkop atau syok dengan memberikan pula suntikan Sodium
Pentobarbital intravenosa atau intramuskular paling banyak antara 50 - 100mg.
Alergi terhadap suatu obat anestesi dapat dirawat dengan pemberian Benadryl
secara intravenosa dengan dosis antara 20 - 50mg, atau disuntik dengan epinefrin
(adrenalin) denga dosis antara 0,3 - 0,5mg secara intramuskular.
Bila korteks serebri terkena stimulasi karena terjadi kelebihan dosis pemakaian suatu
obat anestesi maka penderita senng mengalami konvulsi; keadaan kejangkejangtersebut
dapat dirawat dengan suntikan succinycholin chloride dengan dosis antara 20 - 50mg secara
intravenosa.
Ringkasan/ Kesimpulan
Sinkop dan syok sangat penting untuk diketahui dokter gigi praktek. Sinkop masih
berhubungan erat dengan syok sehingga pertolongan harus segera diberikan sedini mungkin
pada keadaan sinkop. Kasus-kasus sinkop lebih banyak ditemui dalam praktek daripada
kasus-kasus syok.
Meskipun demikian para dokter gigi harus bersiaga menghadapi suatu kasus darurat
(emergency dentistry cases) dengan menyediakan obat-obat sebagai berikut:
1.
Oksigen 100% siap dalam tabung oksigen untuk ganguan pemafasan dan
jantung.
2.
3.
4.
Dislokasi mandibula adalah setiap variasi dari posisi normal facies articularis suatu
persendian
Kruger (1984) menggambarkan dislokasi mandibula sebagai berikut. Selama gerak
membuka mulut dapat teijadi keadaan dislokasi atau luksasi sendi temporo mandibulare
karena kapsula dan ligamentum temporo mandibulare dalam keadaan cukup kendoruntuk
Universitas Gadjah Mada
25
menggerakkan kondilus ke suatu titik di sebelah anterior eminentia articularis. Lalu otot-otot
berkontraksi, mengejang dan mengunci kondilus pada posisi ini. Akibat keadaan ini
penderita tidak dapat menutup rahang ke posisi oklusi normal.
Dislokasi mandibula dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral; dapat pula
terjadi secara spontan saat penderita membuka mulut terlalu lebar, misalnya pada saat
seseorang menguap, selama dilakukan ekstrasi gigi, atau saat penderita menerima suntikan
anestesi lokal.
Bourgoyne membagi dislokasi mandibula menjadi 6 tipe, yaitu:
1. Mandibula superior.
2. Mandibula posterior.
3. Mandibula medial.
4. Mandibula lateral.
5. Mandibula inferior.
6. Mandibula anterior.
Dan keenam tipe diatas, yang paling banyak dijumpai adalah dislokasi mandibula
anterior. Pada umumnya dislokasi superior, posterior dan medial disertai dengan fraktur
tulang. Tidak demikian pada dislokasi lateral, inferior dan arterior.
Dislokasi mandibula yang terjadi sebagai akibat ekstraksi gigi yang paling sering
adalah dan tipe anterior oleh sebab itu akan diuraikan di bawah ini.
Dislokasi Mandibula anterior
Penyebab:
1. Tindakan ekstrasi gigi sethng dilakukan.
2. Penderita menguap.
3. Membuka mulut terlalu lebar pada pemasangan alat anestesi umum.
4. Tertawa.
Dislokasi anterior tersebut dapat pula disertai suatu fraktur tulang, tetapi keadaan itu
jarang dijumpai. Ketika mulut dibuka, fasies anterior superior kaput kondilus terdesak ke
muka berkontak dengan fasies inferior-distal eminensia artikularis. Apabila pada saat itu
datang suatu tekanan, misalnya pada saat mulut dibuka terlalu lebar, kondilus terdesak ke
muka lereng eminensia. Pada waktu itu terjadi kontraksi otot-otot penutup rahangsehingga
kondilus terkunci di situ dan processus coronoideus terkunci di bawah processus
zygomaticus. Rasa sakit yang timbul menyebabkan otot yang telah berkontraksi akan
bertambah kuat kontraksinya. Oleh sebab itu usaha perawatan dislokasi ini sering
mengalami kesukaran. Usaha ini disebut reduksi. Pada umumnya rasa sakit yang timbul itu
berasal dari ligamentum yang tertarik dengan paksa.
Diagnosis.
Universitas Gadjah Mada
26
Perawatan.
Reduksi dislokasi mandibula anterior adalah sebagai berikut.
1. Penderita didudukkan pada kursi gigi lalu kursi gigi diatur sampai pada kedudukan kursi
gigi yang paling rendah.
2. Kedua ibu jari tangan operator dibalut dengan handuk/kainkasa yang dimaksudkan
sebagai pelindung terhadap gigitan yang terjadi tiba-tiba saat mandibula mengatup
kembali pada posisi semula.
3. Kedua ibu jari tangan dimasukkan ke dalam rongga mulut penderita untuk memegang
gigi-gigi mandibula posterior di kedua sisi, dan keempatjan operator lainnya memegang
dagu penderita (lihat gambar dibawah).
4. Mandibula ditekan ke bawah pada gigi-gigi posterior dan tekan keatas pada dagu disertai
tekkanan dorongan keseluruhan bagian mandibula ke belakang.
5. Posisi operator, adalah berdiri di muka menghadap penderita. Pada umumnya prosedur
ini mudah dijalankan tetapi kadang-kadang dijumpai keadaan yang sukar yaitu apabila
terdapat hambatan dan kekejangan otot-otot penutup mulut. Pada kasus terakhir
tersebut, maka diperlukan tindakan mengendorkan otot
penutup mulut
untuk
27
28
DAFTAR PUSTAKA
Archer, H.W., 1975, Oral and Maxillofacial Surgery, 5th ed., W.B. Saunders, University Book
Publishing Co. Taipei Taiwan, The Republic of China.
Kruger, G.O., 1989, Oral and Maxillofacial Surgery., 6th ed., The CV. Mosby Co., Saint Louis
Toronto
Peterson, L.J., 1998, Oral and Maxillofacial Surgery., 3rd ed., Mosby-Year Book Inc., Saint
Louis.
Thoma, K.H., 1969, Oral Surgery, 5th ed., The CV. Mosby Co. Saint Louis
Thoma, K.H., and Gold man,H.M., 1960, Oral Pathology, 5th ed., The CV. Mosby Co., Saint
Louis.
29