Vous êtes sur la page 1sur 24

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DAN


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELOMPOK PEKERJA
Tanggal 28 Desember 2015 s/d 05 Maret 2016

Oleh :
Bernadino Oktavianus Manembu, S. Kep
NIM. I4B111209

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2015

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELOMPOK PEKERJA

Oleh :
Bernadino Oktavianus Manembu, S. Kep
NIM. I4B111209

Banjarbaru, Januari 2016


Mengetahui,

Pembimbing Akademik

Pembimbing Lahan

Herawati, S. Kep., Ns., M. Kep.


NIP. 19791205 200604 2 002

Laraswati, S.Kep, Ns
NIP. 19720425 199503 2 001

LAPORAN PENDAHULUAN
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
1. KONSEP TEORI
A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran
beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja beserta
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental,
maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakitpenyakit/gangguangangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan
dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum. Keselamatan kerja
sama dengan Hygiene Perusahaan.Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut:
Sasarannya adalah manusia dan bersifat medis (Sumakmur, 1988). Keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa
maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka
menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan
pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang
lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah,
permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah
kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga mengatur
syarat-syarat

keselamatan

kerja

dimulai

dari

perencanaan,

pembuatan,

pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan,


pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi
yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.

B. Tujuan K3
Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan
produktif. Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut (Rachman, 1990) :
1. Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam
keadaan sehat dan selamat.

2. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya


hambatan.
C. Ruang Lingkup K3
Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja
dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya, baik fisik maupun psikis dalam
hal cara/metode kerja. Proses kerja dan kondisi yang bertujuan untuk
(Sumarlin, 2012):
1.

Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan


kerja masyarakat pekerja di semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik
fisik, mental, maupun kesejahteraan sosialnya

2.

Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada


masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh keadaan kondisi lingkungan
kerjanya.

3.

Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi


pekerja di dalam pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan
oleh factor-faktor yang membahayakan kesehatan

4.

Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu


lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis
pekerjanya

D. Sebab-sebab Kecelakaan
Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari teknik
keselamatan. Diantara kondisi yang kurang aman salah satunya adalah
pencahayaan, ventilasi yang memasukkan debu dan gas, layout yang berbahaya
ditempatkan dekat dengan pekerja, pelindung mesin yang tak sebanding, peralatan
yang rusak, peralatan pelindung yang tak mencukupi, seperti helm dan gudang
yang kurang baik.Tindakan yang kurang aman seperti kegagalan menggunakan

peralatan keselamatan, mengoperasikan pelindung mesin mengoperasikan tanpa


izin atasan, memakai kecepatan penuh, menambah daya dan lain-lain.
Dari hasil analisa kebanyakan kecelakaan biasanya terjadi karena mereka
lalai ataupun kondisi kerja yang kurang aman, tidak hanya satu saja. Keselamatan
dapat dilaksanakan sedini mungkin, tetapi untuk tingkat efektivitas maksimum,
pekerja harus dilatih, menggunakan peralatan keselamatan.
F. Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan
merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja,
beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada
pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat
kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila
terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa
penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan
produktivitas kerja.
a)

Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum
memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40%
masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35%
kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak
memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang
optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada
sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang
mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya
mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan

b)

kecelakaan kerja.
Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis
beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada
laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja
yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat
terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut

memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja
yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja
tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat
menimbulkan stres.
c)

Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi
kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident),
Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational
Disease & Work Related Diseases).
Lingkungan Kerja dan Penyakit akibat Kerja yang Ditimbulkan
Penyakit akibat kerja dan/ atau berhubungan dengan pekerjaan dapat
disebabkan oleh pemajanan di lingkungan kerja. Dewasa ini terdapat
kesenjangan antara pengetahuan ilmiah tentang bagaimana bahaya-bahaya
kesehatan berperan dengan usaha-usaha untuk mencegahnya. Misalnya, antara
penyakit yang sudah jelas penularannya (melalui darah dan pemakaian jarum
suntik yang berulang-ulang) atau perlindungan bagi para pekerja rumah sakit
yang belum memadai dengan kemungkinan terpajan melalui kontak langsung.
Untuk mengatasi permasalahan ini maka langkah awal yang penting adalah
pengenalan atau identifikasi bahaya yang bisa timbul dan dievaluasi,
kemudian dilakukan pengendalian. Untuk mengantisipasi dan mengetahui
kemungkinan bahaya di lingkungan kerja ditempuh tiga langkah utama
sebagai berikut.
Pengendalian lingkungan kerja. Pengenalan lingkungan kerja ini
biasanya dilakukan dengan cara melihat dan mengenal (walk through
inspection), dan ini merupakan langkah dasar yang pertama kali dilakukan

dalam upaya kesehatan kerja.


Evaluasi lingkungan kerja. Merupakan tahap penilaian karakteristik dan
besarnya potensi-potensi bahaya yang mungkin timbul, sehingga dapat

dijadikan alat untuk menentukan prioritas dalam mengatasi permasalahan.


Pengendalian lingkungan kerja. Dimaksudkan untuk mengurangi atau
menghilangkan pemajanan terhadap zat atau bahan yang berbahaya di

lingkungan kerja. Kedua tahapan sebelumnya, pengenalan dan evaluasi,


tidak dapat menjamin sebuah lingkungan kerja yang sehat. Jadi hanya
dapat dicapai dengan teknologi pengendalian yang adekuat untuk
mencegah efek kesehatan yang merugikan di kalangan para pekerja.
o Pengendalian lingkungan (environmental control measures)
Desain dan tata letak yang adekuat.
Penghilangan atau pengurangan bahan berbahaya pada sumbernya.
Pengendalian perorangan (personal control measures)
Penggunaan alat pelindung perorangan merupakan alternative lain untuk
melindungi pekerja dari bahaya kesehatan. Namun alat pelindung perorangan
harus sesuai dan adekuat. Pembatasan waktu selama pekerja terpajan zat
tertentu yang berbahaya dapat menurunkan resiko terkenanya bahaya
kesehatan di lingkungan kerja. Kebersihan perorangan dan pakaiannya
merupakan hal yang penting terutama untuk pekerja yangdalam pekerjaannya
berhubungan dengan kimia serta partikel lain.
Tujuan Penerapan Kesehatan Kerja
Secara umum, tujuan keperawatan kesehatan kerja adalah menciptakan
tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai
berikut (Rachman,1990)
Agar tenaga kesehatan dan setiap orang yang berada di tempat kerja
selalu dalam keadaan sehat dan selamat.
Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancer tanpa
adanya hambatan.
Kecelakaan Kerja
Menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03/MEN/1998
tentang tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan bahwa yang
dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki
dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau
harta benda.
Penyebab Kecelakaan Kerja
Secara umum, dua penyebab terjadinya kecelakaan kerja adalah penyebab
dasar (basic causes) dan penyebab langsung (immediate causes).
o Penyebab dasar

Factor manusia atau pribadi, antara lain karena kurangnya kemampuan


fisik, mental dan psikologis; kurang taau lemahnya pengetahuan dan
keterampilan; stress dan motivasi yang tidak cukup atau salah.
Factor kerja atau lingkungan, antara lain karena ketidakkecukupan
kemampuan
(engineering),

kepemimpinan
pembelian

dan/atau

atau

pengawasan,

pengadaan

barang,

rekayasa
perawatan

(maintenance), alat-alat, perlengkapan, dan barang-barang atau bahanbahan, standard-standar kerja, serta berbagai penyalahgunaan yang
terjadi di lingkungan kerja.
o Penyebab langsung
Kondisi berbahaya (kondisi yang tidak standard-unsafe condition),
yaitu tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan misalnya peralatan
pengaman, pelindung, atau rintangan yang tidak memadai atau tidak
memenuhi syarat; bahan dan peralatan yang rusak; terlalu sesak atau
sempit; system-sistem tanda peringatan yang kurang memadai;
bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan; kerapian atau tata letak (house
keeping) yang buruk; lingkungan berbahaya atau beracun (gas, debu,
asap, uap, dan lainnya); bising; paparan radiasi; serta ventilasi dan
penerangan yang kurang (B. Sugeng, 2003).
Tindakan berbahaya (tindakan yang tidak standard-unsafe act), yaitu
tingkah laku, tindak tanduk, atau perbuatan yang akan menyebabkan
kecelakaan misalnya mengoperasikan alat tanpa wewenang; gagal
untuk member peringatan dan pengamanan; bekerja dengan kecepatan
yang salah; menyebabkan alat-alat keselamatan tak berfungsi;
memindahkan alat-alat keselamatan; menggunakan alat yang rusak;
menggunakan alat dengan cara yang salah; serta kegagalan memakai
alat pelindung atau keselamatan diri secara benar (B. Sugeng, 2003).
Penyakit Akibat Kerja
Menurut

Peraturan

Menteri

Tenaga

Kerja

RI

nomor

PER-

01/MEN/1981tentang kewajiban melapor penyakit akibat kerja bahwa yang


dimaksud dengan penyakit akibat kerja (PAK) adalah setiap penyakit yang

disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Beberapa cirri penyakit


akibat kerja adalah dipengaruhi oleh populasi kerja. Beberapa cirri penyakit
akibat kerja adalah dipengaruhi oleh populasi pekerja; disebabkan oleh
penyebab yang spesifik; ditentukan oleh pemajanan di tempat kerja; ada atau
tidaknya kompensasi. Contohnya adalah keracunan timbale (Pb), asbestosis,
dan silikosis (B. Sugeng, 2003).
Jenis penyakit akibat kerja
Dalam peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi nomor : PER01/MEN/1981 dicantumkan 30 jenis penyakit, sedangkan pada keputusan
Presiden RI Nomor 22/1993 tentang penyakit yang timbul karena Hubungan
Kerja memuat jenis penyakit yang sama dengan tambahan penyakit yang
disebabkan bahan kimia lainnya termasuk bahan obat. Jenis-jenis penyakit
akibat kerja tersebut adalah berikut ini.
o Pneumoconiosis disebabkan oleh debu mineral pembentukan jaringan
parut (silikosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkulosis yang
silikosisnya merupakan factor utama penyebab cacat atau kematian.
o Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkopulmoner) yang disebabkan
oleh debu logam keras
o Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkopulmoner) atau byssinosis
yang disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep ( serat yang diperoleh dari
batang tanaman cannabis sativa ), dan sisal (serat yang diperoleh dari
tumbuhan Agave sisalan, biasanya dibuat tali).
o Asma akibat keraj yang disebabkan oleh penyebab dan zat perangsang
yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan.
o Alveolitis allergika yang disebabkan oleh factor dari luar sebagai akibat
penghirupan debu organic.
o Penyakit yang disebabkan oleh berilium (Be) atau persenyawaannya yang
beracun
o Penyakit yang disebabkan oleh cadmium (Cd) atau persenyawaannya yang
beracun.
o Penyakit yang disebabkan oleh fosforus (P) atau persenyawaannnya yang
beracun

o Penyakit yang disebabkan oleh kromium (Cr) atau persenyawaannnya


yang beracun
o Penyakit yang disebabkan oleh mangan (Mn) atau persenyawaannnya
yang beracun
o Penyakit yang disebabkan oleh arsenic (As) atau persenyawaannnya yang
beracun
o Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau merkurium (Hg) atau
persenyawaannnya yang beracun
o Penyakit yang disebabkan oleh timbel atau plumbum (Pb) atau
persenyawaannnya yang beracun
o Penyakit yang disebabkan oleh flourin (F) atau persenyawaannnya yang
beracun
o Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida
o Penyakit yang disebabkan oleh derivate halogen dari persenyawaan
hidrokarbon alifatik atau aromatic yang beracun.
o Penyakit yang disebabkan oleh benzene atau homolognya yang beracun.
o Penyakit yang disebabkan oleh derivate nitro dan amina dari benzene atau
homolognya yang beracun.
o Penyakit yang disebabkan oleh nitrologliserin atau ester asam nitrat
lainnya.
o Penyakit yang disebabkan oleh alcohol, glikol, atau keton.
o Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau
keracunan seperti karbon monoksida, hydrogen sianida, hydrogen sulfide
atau derivatnya yang beracun, amoniak, seng, braso dan nikel.
o Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan
o Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot,
urat, tulang persendian, dan pembuluh darah tepi atau saraf tepi).
o Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan
tinggi.
o Penyakit yang disebabkan olehradiasi elektromagnetik dan radiasi yang
mengion.
o Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisik, kimiawi,
atau biologis.
o Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen,
minyak mineral, antrasena, atau persenyawaan, produk, dan residu dari
zat-zat tersebut.

o Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh abses.


o Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang
didapat dalam suatu pekerjaan yang dimiliki risiko kontaminasi khusus.
o Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah, panas, radiasi,
atau kelembapan udara yang tinggi.
o Penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia lainnya termasuk bahan obat.
Diagnosis spesifik penyakit akibat kerja
Secara teknis penegakan diagnosi dilakukan dengan cara berikut ini
(B.Sugeng. 2003).
Anamnesis (wawancara ) meliputi identitas, riwayat kesehatan, riwayat

penyakit dan keluhan yang dialami saat ini.


Riwayat pekerjan (kunci awal diagnosis)
Sejak pertama kali bekerja.
Kapan, bialamana, apa yang dikerjakan, bahan yang digunakan,
jenis bahan yang ada, kejadian sama dengah pekerja lain,
pemakaian alat pelindung diri, cara melakukan pekerjaaan,
pekerjaan lain yang dilakukan, kegemaran (hobi), dan kebiasaan

lian (merokok, alcohol).


Sesuai tingkat pengetahuan, pemahaman pekerjaan.
Membadingkan gejala penyakit sewaktu bekerja dan dalam keadaan tidak
bekerja.
Pada saat bekerja maka gejala timbul atau menjadi lebih berat,
tetapi pada saat tidak bekerja atau istirahat maka gejala berkurang

atau hilang.
Perhatikan juga kemungkinan pemanjaan di luar temapt kerja.
Informasi tentang ini dapat ditanyakan dalam anamnesis atau dari

data penyakit di perusahaan.


Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan catatan
Tanda dan gejala yang muncul mungkin tidak spesifik.
Pemeriksaan laboratorium penunjang membantu diagnostic klinis.
Dugaan adanya penyakit akibat kerja dilakukan juga melalui
pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis.
Pemeriksaan laboratorium khusus atau pemeriksaan biomedis
Seperti pemeriksaan spirometri dan rotgen paru (pnemokoniosispembacaan standar ILO).

Pemeriksaan audiometri.
Pemeriksaan hasil metabolit dalam darah dan urine.
Pemeriksaan atau pengujian lingkungan kerja atau data hygiene
perusahaan yang memerlukan :
Kerja sama dengan tenaga ahli hygiene perusahaan.
Kemampuan mengevaluasi factor fsisik dan kimia berdasarkan

daya yang ada.


Pengenalan secara langsung system kerja, intensitas, dan lama

pemajanan.
Konsultasi keahlian medis dan keahlian lain
Sering kali penyakit akibat kerja ditentukan setelah ada diagnosis
klinis, kemudian dicari factor penyebabnya di tempat kerja, atau

melalui pengamatan )penelitian) yang relative lebih lama.


Dokter spesialis lainnya, ahli toksikologi, dan dokter penasihat
9kaitan dengan kompensasi).

Penerapan konsep lima tingkatan pencegahan pada penyakit akibat


kerja
Berikut ini adalah penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit
(five leved of prevention diseases ) pada penyakit akibat kerja.
Peningkatan kesehatan (health promotion). Misalnya : pendidikan
kesehatan, meningkatan gizi yang baik, pengembangan kepribadian,
perusahaan yang sehat dan memadai, rekreasi, lingkunga kerja yang
memedai, penyuluhan perkawinan dan pendidikan seksual, konsultasi

tentang keturunan dan pemeriksaan kesehatan periodic.


Perlindungan khusus (specific protection). Misalnya : imunisasi, hygiene
perorangan, sanitasi lingkungan, serta proteksi terhadap bahaya dan

kecelakaan kerja.
Diagnosis (deteksi) dini dan pengobatan tepat (early diagnosis and
prompt treatmen ). Misalnya : diagnosis dini setiap keluhan dan
pengobatan segera serta pembatasan titik-titik lemah untuk mencegah
terjadinya komplikasi.

Membatasi kemungkinan cacat ( disability limitation). Misalnya :


memeriksa dan mengobati tenaga kerja secara komprehensif ,mengobati

tenaga kerja secara sempurna ,dan pendidikan kesehatan.


Pemulihan kesehatan (rehabilitation). Misalnya : rehabilitasi dan
memperkerjakan kembali para pekerja yang menderita cacat.sedapat
mungkin perusahaan mencoba menempatkan karyawan-karyawan cacat di
jabatan-jabatan yang sesuai.

G. Tinjauan Tentang Tenaga Kesehatan


1. Pengertian Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3,
S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan
khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hanya mereka yang
mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan
tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya.
Tenaga kesehatan berperan sebagai perencana, penggerak dan sekaligus
pelaksana pembangunan kesehatan sehingga tanpa tersedianya tenaga dalam
jumlah dan jenis yang sesuai, maka pembangunan kesehatan tidak akan dapat
berjalan secara optimal. Kebijakan tentang pendayagunaan tenaga kesehatan
sangat dipengaruhi oleh kebijakan kebijakan sektor lain, seperti: kebijakan sektor
pendidikan, kebijakan sektor ketenagakerjaan, sektor keuangan dan peraturan
kepegawaian.

Kebijakan

sektor

kesehatan

yang

berpengaruh

terhadap

pendayagunaan tenaga kesehatan antara lain: kebijakan tentang arah dan strategi
pembangunan kesehatan, kebijakan tentang pelayanan kesehatan, kebijakan
tentang pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, dan kebijakan tentang
pembiayaan kesehatan.
Selain dari pada itu, beberapa faktor makro yang berpengaruh terhadap
pendayagunaan tenaga kesehatan, yaitu: desentralisasi, globalisasi, menguatnya
komersialisasi pelayanan kesehatan, teknologi kesehatan dan informasi. Oleh

karena itu, kebijakan pendayagunaan tenaga kesehatan harus memperhatikan


semua faktor di atas.
1) Jenis Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3,
S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan
khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang
membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang
mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan
tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya.
Jenis tenaga kesehatan terdiri dari : perawat, perawat gigi, bidan,
fisioterapis, refraksionis optisien, radiographer, apoteker, asisten apoteker,analis
farmasi, dokter umum, dokter gigi, dokter spesialis, dokter gigi spesialis,
akupunkturis, terapis wicara dan, okupasi terapis.

2) Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani Korban Kecelakaan Kerja


Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling berkaitan. Pekerja
yang menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja cenderung lebih
mudah mengalami kecelakaan kerja. Di era globalisasi ini kita harus mengikuti
trend yang ada di negara maju. Dalam hal penanganan kesehatan pekerja, kitapun
harus mengikuti standar internasional agar industri kita tetap dapat ikut bersaing
di pasar global.
Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah sakit pekerja
akan menjadi pelengkap dan akan menjadi pusat rujukan khususnya untuk kasuskasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Diharapkan di setiap kawasan industri
akan berdiri rumah sakit pekerja sehingga hampir semua pekerja mempunyai
akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif. Setelah itu
perlu adanya rumah sakit pekerja sebagai pusat rujukan nasional. Sudah barang

tentu hal ini juga harus didukung dengan meluluskan spesialis kedokteran okupasi
yang lebih banyak lagi. Kelemahan dan kekurangan dalam pendirian rumah sakit
pekerja dapat diperbaiki kemudian dan jika ada penyimpangan dari misi utama
berdirinya rumah sakit tersebut harus kita kritisi bersama.
Kecelakaan kerja adalah salah satu dari sekian banyak masalah di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menyebabkan kerugian jiwa dan
materi.

Salah

satu

upaya

dalam

perlindungan

tenaga

kerja

adalah

menyelenggarakan P3K di perusahaan sesuai dengan UU dan peraturan


Pemerintah yang berlaku. Penyelenggaraan P3K untuk menanggulangi kecelakaan
yang terjadi di tempat kerja. P3K yang dimaksud harus dikelola oleh tenaga
kesehatan yang professional.
Yang menjadi dasar pengadaan P3K di tempat kerja adalah UU No. 1
Tahun 1970 tentang keselamatan kerja; kewajiban manajemen dalam pemberian
P3K, UU No.13 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan, Peraturan Mentri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi No.03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja ;
tugas pokok meliputi P3K dan Peraturan Mentri Tenaga Kerja No. 05/Men/1995
tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Fungsi dan Tugas Perawat Dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Fungsi dan tugas perawat dalam usaha keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) di industry adalah sebagai berikut (nasrul effendi,1998).
a. Fungsi perawat
Mengkaji masalah kesehatan
Menyusun rencana asuhan keperawatan pekerja
Melaksanakan pelayanan kesehatan dan keperawatan terhadap
pekerja
Melakukan penilaian terhadap asuhan keperawatan yang telah
dilakukan.
b. Tugas perawat
Mengawasi lingkungan pekerja
Memelihara fasilitas kesehatan perusahaan
Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan pekerja

Membantu melakukan penilaian terhadap keadaan kesehatan


pekerja
Merencanakan dan melaksanakan kunjungan rumah dan perawatan
di rumah kepada pekerja dan keluarga pekerja yang mempunyai
masalah kesehatan
Ikut berperan dalam penyelenggaraan pendidikan K3 terhadap
pekerja
Ikut berperan dalam usaha keselamatan kerja
Memberikan pendidikan kesehatan mengenai KB terhadap pekerja
dan keluarganya
Membantu usaha penyelidikan kesehatan pekerja
Mengoordinasi dan mengawasi pelaksaan K3
2. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)
Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu upaya untuk
menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition)
kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis
pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang
sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya.
Diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja
secara cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan
melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi :
1. Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum
seseorang calon/pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai
melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh
gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon
pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang
akan ditugaskan kepadanya. Anamnese umum Pemerikasaan kesehatan awal ini
meliputi: anamnese pekerjaan, penyakit yang pernah diderita, alrergi , imunisasi
yang pernah didapat, pemeriksaan badan, pemeriksaan laboratorium rutin
pemeriksaan tertentu (tuberkulin test dan psiko test)

2. Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara


berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko
kesehatan yang dihadapi. Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan
umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan
ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang
dihadapi dalam pekerjaan.
3. Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus
diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada
keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor
kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern laboratorium kesehatan,
dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus memberi panutan pada
masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif.

H. Prilaku Hidup Bersih dan Sehat di Tempat Kerja


Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat merupakan hal yang
diinginkan dan menjadi hak asasi setiap pekerja, karena itu menjadi kewajiban
semua pihak untuk ikut memelihara, menjaga dan memper-tahankan kesehatan
pekerja agar tetap sehat dan produktif dengan melaksanakan pembinaan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Tempat Kerja. Beberapa faktor penyebab yang
mempengaruhi kesehatan akan dapat dikontrol bila setiap pekerja selalu
berperilaku hidup bersih dan sehat dan bekerja di lingkungan yang sehat.
PHBS di Tempat Kerja adalah upaya untuk member-dayakan para pekerja
agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta
berperan aktif dalam mewujudkan Tempat Kerja Sehat. Tujuan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat di Tempat Kerja yaitu :

Mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat di tempat kerja.

Meningkatkan produktivitas kerja.

Menciptakan lingkungan kerja yang sehat.

Menurunkan angka absensi tenaga kerja.

Menurunkan angka penyakit akibat kerja dan lingkungan kerja.

Memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan kerja dan


masyarakat.

1. Indikator PHBS di Tempat Kerja


Semua PHBS diharapkan dilakukan di tempat kerja. Namun demikian,
tempat kerja telah masuk kategori Tempat Kerja Sehat, bila masyarakat
pekerja di tempat kerja :
1. Tidak merokok di tempat kerja
2.

Membeli dan mengkonsumsi makanan dari tempat kerja.

3.

Melakukan olahraga secara teratur/aktivitas fisik

4.

Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum makan dan
sesudah buang air besar dan buang air kecil

5.

Memberantas jentik nyamuk di tempat kerja.

6.

Menggunakan air bersih.

7.

Menggunakan jamban saat buang air kecil dan besar.

8.

Membuang sampah pada tempatnya. Menggunakan Alat Pelindung


Diri (APD) sesuai jenis pekerjaan.

2. Manfaat PHBS di Tempat Kerja Bagi Pekerja:

Setiap pekerja meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit.

Produktivitas pekerja meningkat yang berdampak pada peningkatan


penghasilan pekerja dan ekonomi keluarga.

Pengeluaran biaya rumah tangga hanya ditujukan untuk peningkatan


taraf hidup bukan untuk biaya pengobatan.

Bagi Masyarakat:

Tetap mempunyai lingkungan yang sehat walaupun berada di sekitar


tempat kerja.

Dapat mencontoh perilaku hidup bersih dan sehat yang diterapkan


oleh tempat kerja setempat.

Bagi Tempat Kerja :

Meningkatnya produktivitas kerja pekerja yang berdampak positif


terhadap pencapaian target dan tujuan.

Menurunnya biaya kesehatan yang harus dikeluarkan.

Meningkatnya citra tempat kerja yang positif.

Bagi Pemeinerintah Provinsi dan Kahupaten/Kota :

Peningkatan Tempat Kerja Sehat menunjukkan kinerja dan citra


pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang baik.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dapat dialihkan untuk


peningkatan kesehatan bukan untuk menanggulangi masalah
kesehatan.

Dapat dijadikan pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam pembinaan


PHBS di Rumah Tangga.

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan komunitas merupakan suatu proses tindakan
untuk mengenal komunitas. Mengidentifikasi faktor positif dan negative yang
berbenturan dengan masalah kesehatan dari masyarakat hingga sumber daya yang
dimiliki komunitas dengan tujuan merancang strategi promosi kesehatan. Pada
tahap pengkajian ini perlu didahului dengan sosialisasi program perawatan
kesehatan komunitas serta program apa saja yang akan dikerjakan bersamasama
dalam komunitas tersebut.
Pengkajian dilakukan dengan teknik survey atau sensus terhadap tiap
responden / tiap keluarga, kemudain hasil pengkajian tersebut dituangkan kedalam
tiap-tiap dimensi diatas dalam bentuk pengklasifikasian data/tabulasi data
sehingga akan terlihat bagaimana distribusi datanya.
Pada tahap pengkajian ini terdapat beberapa kegiatan yaitu mulai dari
pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, perumusan atau penentuan
masalah perioritas. Kumpulan individu/keluarga di komunitas merupakan Core
dari asuhan keperawatan komunitas. Demografi, populasi, nilai- nilai, keyakinan
dan riwayat individu termasuk riwayat kesehatannya, serta dipengaruhi pula oleh
delapan sub sistem: fisik dan lingkungan perumahan, pendidikan, keselamatan
dan transportasi, politik dan kebijakan pemerintah, kesehatan dan pelayanan
sosial, komunikasi, ekonomi dan rekreasi.
Yang perlu dikaji pada kelompok atau komunitas adalah :
1. Core atau inti: data demografi kelompok atau komunitas yang terdiri: umur,
pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, agama, nilai-nilai, keyakinan serta riwayat
timbulnya kelompok atau komunitas.
2. Delapan subsistem yang mempengaruhi komunitas (Betty Neuman) :
a. Perumahan: Rumah yang dihuni oleh penduduk, penerangan, sirkulasi dan
kepadatan.
b. Pendidikan: Apakah ada sarana pendidikan yang dapat digunakan untuk
meningkatkan pengetahuan
c. Keamanan dan keselamatan di lingkungan tempat tinggal: Apakah tidak
menimbulkan stress.

d. Politik dan kebijakan pemerintah terkait dengan kesehatan: Apakah cukup


menunjang sehingga memudahkan komunitas mendapat pelayanan di berbagai
bidang termasuk kesehatan.
e. Pelayanan kesehatan yang tersedia untuk melakukan deteksi dini gangguan atau
merawat atau memantau apabila gangguan sudah terjadi.
f. Sistem komunikasi: Sarana komunikasi apa saja yang dapat dimanfaatkan di
komunitas tersebut untuk meningkatkan pengetahuan terkait dengan gangguan
nutrisi misalnya televisi, radio, Koran atau leaflet yang diberikan kepada
komunitas.
g.

Ekonomi: Tingkat sosial ekonomi komunitas secara keseluruhan apakah sesuai


dengan UMR (Upah Minimum Regional), dibawah UMR atau diatas UMR
sehingga upaya pelayanan kesehatan yang diberikan dapat terjangkau, misalnya
anjuran untuk konsumsi jenis makanan sesuai status ekonomi tersebut.

h. Rekreasi: Apakah tersedia sarananya, kapan saja dibuka, dan apakah biayanya
terjangkau oleh komunitas. Rekreasi ini hendaknya dapat digunakan komunitas
untuk mengurangi stress.
1. Diagnosa Keperawatan

Setelah dilakukan pengkajian yang sesuai dengan data-data yang dicari,


maka kemudian dikelompokkan dan dianalisa seberapa besar stressor yang
mengancam masyarakat dan seberapa berat reaksi yang timbul pada masyarakat
tersebut. Berdasarkan hal tersebut diatas dapat disusun diagnose keperawatan
1.

komunitas.
Merumuskan diagnosa keperawatan komunitas memerlukan pemikiran yang

kritis dalam mengambil keputusan


2. Ini sebuah tantangan dan tugas utama
3. Komplet dan validnya diagnosa akan berdampak pada tahap selanjutnya dari
proses keperawatan dan dasar dari perencanaan program kesehatan
C. Intervensi
Tahap ketiga dari proses keperawatan merupakan tindakan menetapkan
apa yang harus dilakukan untuk membantu sasaran dalam upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Langkah pertama dalam tahap perencanaan
adalah menetapkan tujuan dan sasaran kegiatan untuk mengatasi masalah yang

telah ditetapkan sesuai dengan diagnosis keperawatan. Dalam menentukan tahap


berikutnya yaitu rencana pelaksanaan kegiatan maka ada dua faktor yang
mempengaruhi dan dipertimbangkan dalam menyusun rencana tersebut yaitu sifat
masalah dan sumber/potensi masyarakat seperti dana, sarana, tenaga yang
tersedia.
D. Implementasi
Perawat bertanggung jawab untuk melaksanakan tindakan yang telah
direncanakan yang sifatnya:
1. Bantuan dalam upaya mengatasi masalah-masalah.
2. Mendidik komunitasi tentang perilaku sehat.
3. Sebagai advokat komunitas, untuk sekaligus menfasilitasi terpenuhinya kebutuhan
komunitas.
Pada kegiatan praktik keperawatan komunitas berfokus pada tingkat
pencegahan, yaitu:
1. Pencegahan primer yaitu pencegahan sebelum sakit dan difokuskan pada populasi
sehat, mencakup pada kegiatan kesehatan secara umum serta perlindungan khusus
terhadap penyakit, contoh: imunisasi, penyuluhan gizi, simulasi dan bimbingan
dini dalam kesehatan keluarga.
2. Pencegahan sekunder yaitu kegiatan yang dilakukan pada saat terjadinya
perubahan derajat kesehatan masyarakat clan ditemukan masalah kesehatan.
Pencegahan sekunder ini menekankan pada diagnosa dini dan tindakan untuk
mnghambat proses penyakit, Contoh: Mengkaji keterbelakangan tumbuh
kembang anak, memotivasi keluarga untuk melakukan penieriksaan kesehatan
seperti mata, gigi, telinga, dll.
3. Pencegahan tertier yaitu kegiatan yang menekankan pengembalian individu pada
tingkat berfungsinya secara optimal dari ketidakmampuan keluarga, Contoh:
Membantu keluarga yang mempunyai anak dengan resiko gangguan kurang gizi
untuk melakukan pemeriksaan secara teratur ke Posyandu.
E. Evaluasi

Evaluasi dilakukan dengan konsep evaluasi struktur, proses, hasil.


Fokus:
1. Relevansi antara kenyataan dengan target
2. Perkembangan/ kemajuan proses, kesesuaian dg perencanaan, peran pelaksana,
fasilitas dan jumlah peserta
3. Efisiensi biaya, bagaimana mencari sumber dana

4. Efisiensi kerja, apakah tujuan tercapai, apakah masyarakat puas.

Proses Evaluasi:
1. Menilai respon verbal dan nonverbal
2. Mencatat adanya kasus baru yg dirujuk ke RS

DAFTAR PUSTAKA
1. Anderson, E.T., and McFarlane, J.(2000). Community as partner: Theory and
practice in nursing, 3rd.ed, Philadelpia: Lippincott
2. Allender, J.A., and Spradley, B.W.(2001). Community health nursing :
Concepts and practice, 4th.ed, Philadelpia: Lippincott
3. Clark, M.J.(1999). Nursing in the community: Dimensions of community health
nursing, Standford, Connecticut: Appleton & Lange
4. George B. Julia , Nursing Theories- The base for professional Nursing
Practice , 3rd ed. Norwalk, Appleton and Lange.
5. Hidayat Aziz Halimul. 2004. Pengantar Konsep Keperawatan Dasar.
Salemba Medika : Jakarta.
6. Mubarak, Iqbal Wahit. 2009. Pengantar dan Teori Ilmu Keperawatan
Komunitas 1. Cv Sagung Seto : Jakarta.

7. Poerwanto, Helena dan Syaifullah. 2005 Hukum Perburuhan Bidang


Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: BadanPenerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia.
8. Suryandono, Widodo. Jaminan Sosial. 2005Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Hukum Universitas Indonesia.

Vous aimerez peut-être aussi