Vous êtes sur la page 1sur 10

Nama Peserta: dr.

Rahmah Fitri Utami


Nama Wahana: RSU Aminah Kota Blitar
Topik: Hipertensi
Tanggal (kasus): 21 April 2015
Nama Pasien: Tn. M
Tanggal Presentasi :

No. RM
: 036597
Nama Pendamping :
dr. Rubi Anto C.

dr. Prima Isnaeni


Tempat Presentasi : Ruang Rapat RSU Aminah Kota Blitar
Objektif Presentasi: Management Hipertensi berdasarkan JNC VIII
Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Tinjauan Pustaka

Diagnostik

Manajemen

Masalah

Istimewa

Neonatus

Bayi

Anak

Remaja

Dewasa

Lansia

Kasus

Audit

Bumil
Bahan bahasan:

Tinjauan pustaka

Cara membahas:

Diskusi

Data pasien:

Riset

Presentasi dan diskusi

Email

Pos

Tn. M, 80 tahun, laki-laki,


No. RM: 036597

Kademangan

Nama Klinik: RSU Aminah Kota Blitar

Telp:

Terdaftar sejak: 2014

Deskripsi: Laki-laki, 80 tahun. Datang dengan keluhan nyeri kepala berdenyut menjalar hin
lalu.
Tujuan: Management Hipertensi
Data utama untuk bahan diskusi:
1.

Diagnosis/Gambaran klinis: Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, pasien mengelu
hari yang lalu, tekanan darah 160/110

2.

Riwayat Pengobatan: belum diberikaan obat apapun

3.

Riwayat kesehatan/Penyakit: Riwayat tekanan darah tinggi sejak 3 tahun yang lalu namun tida

4.

Riwayat keluarga: Ayah dan kakak pasien mengalami tekanan darah tinggi

5.

Riwayat pekerjaan: Pensiunan PNS

6.

Lain-lain: Pasien adalah seorang perokok yang menghabiskan rokok 5 batang per harinya dan

Daftar Pustaka:

1. Fisher Nomi, Williams Gordon. Hypertensive Vascular Diease. Harrison Tinsley R, editor. Ha

United Nations of America: McGraw-Hill. 2005. P.1463-80


2. Schwartz Gary L. Hypertension. Habermann Thomas, Ghosh K. Amit, editors. Mayo Clinic Inte

Scientific Press and Informa Healthcare USA, INC. 2008. P 429-64


3. Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatm
and Human Services. August. 2004
4. Camm AJ, BUnce N. Cardiovascular Disease. Kumar Parveen, Clark Micheal, editors. Kumar

Saunders Elsevier. 2005. p.798-804


5. Kowalak Jenifer, Cardiovascular System. Kowalak Jenifer, Cavallini Mario, editors. Handboo

2001.p.120-4
6. Hafrialdi. Antihipertensi. Gunawan Gan Sulistia, editor. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakar
Kedokteran Indonesia. 2007. h.341-60
Hasil Pembelajaran:
Management Hipertensi

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subjektif :
Laki-laki, 80 tahun datang dengan keluhan nyeri kepala berdenyut
menjalar hingga tengkuk dan kedua bahu sejak 2 hari yang lalu.
Riwayat tekanan darah tinggi sejak 3 tahun yang lalu namun tidak terkontrol
Riwayat pengobatan: pasien belum minum obat apapun pada saat keluhan ini
dirasakan
Riwayat keluarga : ayah dan kakak pasien mengalami hipertensi, riwayat DM (-)
2. Objektif :
Dari pemeriksaan fisik didapatkan:
a. KU

: Baik

b.
c.
d.
e.

: 160/110 mmHg
: 80 kali/menit
: 20 kali/menit
: 36,4 0 C

Tekanan darah
Nadi
Nafas
Suhu

f. Kepala
g. THT
h. Mata

: dalam batas normal


: tonsil tidak ada kelainan
: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil

isokor
i. Thorak :
1) Inspeksi : simetris (+), retraksi subkostae (-), gerakan napas
simetris
2) Palpasi : gerakan napas simetris
3) Perkusi : sonor +/+, batas jantung normal
4) Paru : bronkovesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/5) Jantung : irama teratur, bising (-)
j. Abdomen
1) Inspeksi

: distensi (-)

2) Auskultasi : bising usus (+) normal


3) Perkusi

: timpani

4) Palpasi

: supel, nyeri tekan epigastik (-), hepar lien tidak teraba

k. Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler baik, oedem (-)

3. Assesment :
Anamnesis diperoleh informasi bahwa pasien datang ke Poliklinik Umum
RSU Aminah Kota Blitar dengan keluhan nyeri kepala berdenyut menjalar
hingga tengkuk dan kedua bahu sejak 2 hari yang lalu. Pasien sebelumnya
memang memiliki riwayat tekanan darah tinggi sejak 3 tahun yang lalu namun
tidak terkontrol. Pasien juga memiliki riwayat keluarga yang memiliki tekanan
darah tinggi yaitu ayah dan kakaknya.
Dari pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 160/110 mmHg.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis pasien dapat didiagnosa hipertensi
stage II, dimana pasien memang telah memilki riwayat penyakit hipertensi
sebelumnya namun tidak berobat secara teratur.
Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang sering ditemukan pada
Negara berkembang. Secara umum, hipertensi tidak bergejala, mudah dideteksi,
biasanya mudah diobati dan sering menyebabkan komplikasi kematian bila tidak
ditangani.
Saat ini untuk orang dewasa, hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan

tekanan darah sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih tinggi dan atau
peningkatan tekanan darah diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih tinggi.
Hipertensi dibagi menjadi dua tingkatan baik bersadarkan sistolik maupun
diastolik darah (Tabel 1). Tekanan darah sistolik antara 120 dan 139mm Hg atau
tekanan darah diastolik antara 80 dan 89 mm Hg dikategorikan prehipertensi.
Orang dengan prehipertensi memiliki peningkatan risiko penyakit kardiovaskular
dan perkembangan hipertensi dari waktu ke waktu dibandingkan dengan orang
dengan tekanan darah normal.

Tekanan darah meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Tekanan darah


sistolik meningkat sepanjang hidup, tetapi tekanan darah diastolik cenderung
stabil pada usia dekade kelima. Dengan demikian, baik insiden dan prevalensi
hipertensi meningkat dengan bertambahnya usia, dan hipertensi sistolik terisolasi
menjadi subtipe yang paling umum pada orang tua. Untuk orang setengah baya
dengan tekanan darah normal yang hidup sampai usia 85 tahun, masa residual
risiko mengembangkan hipertensi adalah 90%.
Selain usia, faktor-faktor lain yang terkait dengan peningkatan risiko
hipertensi yang tidak dapat diubah (nonreversible) termasuk ras Afrika Amerika
atau memiliki riwayat keluarga hipertensi. Faktor yang dapat diubah (reversible)
termasuk memiliki tekanan darah dalam rentang prehipertensi, kelebihan berat
badan, memiliki gaya hidup yang kurang gerak, diet mengkomsumsi tinggi
natrium- rendah kalium, asupan alkohol yang berlebih.
Secara umum, hipertensi tidak bergejala. Namun beberapa tanda dan gejala
dapat terjadi pada pasien hipertensi, yaitu:
a. Peningkatan tekanan darah pada pembacaan setidaknya dua kali berturut-turut
setelah penyaringan awal
b. Nyeri kepala oksipital (kemungkinan memburuk pada di pagi hari sebagai
akibat dari peningkatan tekanan intrakranial); mual dan muntah juga dapat

terjadi
c. Epistaksis yang mungkin karena keterlibatan vaskular
d. Bruits (yang dapat didengar melalui aorta perut atau karotis, arteri ginjal, dan
femoralis) disebabkan oleh stenosis atau aneurisma
e. Pusing, kebingungan, dan kelelahan yang disebabkan oleh perfusi jaringan
menurun karena vasokonstriksi pembuluh darah
f. Penglihatan kabur sebagai akibat dari kerusakan retina
g. Nokturia disebabkan oleh peningkatan aliran darah ke ginjal dan peningkatan
filtrasi glomerular
h. Edema yang disebabkan oleh peningkatan tekanan kapiler.
Beberapa pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis:
a. Pengukuran tekanan darah yang berulang akan sangat bermanfaat
b. Unrinalisis dapat menunjukkan adanya protein, sel darah merah atau sel darah
putih, pada penyakit ginjal: adanya katekolamin yang dihubungkan dengan
pheochromasitoma, atau glukosa yang menunjukkan adanya dibetes.
c. Pengujian laboratorium dapat mengungkapkan adanya peningkatan nitrogen
urea dan kadar kreatinin serum dari penyakit ginjal, atau hipokalemia
menunjukkan disfungsi adrenal (hiperaldosteronisme primer).
d. Hitung darah lengkap dapat mengungkapkan penyebab hipertensi misalnya
polisitemia dan anemia.
e. Excretory urography dapat mengungkapkan adanya atrofi ginjal yang
mengarah ke penyakit ginjal kronik. Satu ginjal lebih kecil dari ginjal
sebelahnya menunjukkan penyakit ginjal unilateral.
f. Elektrocardiografi (EKG) dapat menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri
atau iskemik jantung.
g. Foto X-ray dada dapat menunjukkan kardiomegali
h. Echokardiografi dapat mengungkapkan adanya hipertrofi ventrikel kiri.
Pasien dengan tekanan diastolik 90 mmHg atau tekanan sistolik 140
mmHg harus ditangani. Perubahan gaya hidup dapat menurunkan tekanan darah
dan harus digalakkan untuk semua orang dengan prehipertensi. Modifikasi
mungkin cukup sebagai terapi awal untuk beberapa orang dengan hipertensi
stadium 1. Perlu terapi tambahan bagi mereka dengan hipertensi yang lebih
parah.
Dalam lebih dari 50% dari orang dengan tahap 1 hipertensi, tekanan darah
dapat dikontrol dengan terapi obat tunggal. Faktor penting untuk pertimbangkan
ketika memilih obat untuk terapi awal adalah khasiat sebagai monoterapi, rute
eliminasi, interaksi obat, efek samping, dan biaya. Pemilihan obat yang tepat

adalah penting untuk menjaga kepatuhan jangka panjang.


Pengobatan monoterapi meliputi diuretik tiazid, beta-bloker, calcium
channel blockers (CCB),ACE-inhibitors (ACEIs) dan Angiotensi Receptor
Blockers (ARBs). Kombinasi dosis rendah juga dapat digunakan untuk terapi
awal. Tiazid sebaiknya diberikan sebagai terapi awal pasien hipertensi tanpa
komplikasi yang tidak memiliki pilihan yang jelas untuk jenis lain.
Obat kelas lain dipertimbangan untuk diberikan apabila diuretik tidak
efektif atau ada kontraindikasi atau dengan pengaturan obat lain yang memiki
alternative pada kondisi tertentu (misalnya ACEIs pada pasien hipertensi dengan
gagal jantung kongestif). Antagonis alfa yang bekerja sentral (clonidin,
methyldopa, guanabenz dan guanfacine) dan vasodilator (hydralazine dan
mnoxidil) dapat dipertimbangkan dalam kondisi pseudotolasnsi. Pseudotoleransi
adalah stimulasi reflex dari sistem rennin-angiotensin-aldosteron atay sistem
saraf simpatis yang menyebabkan retensi cairan, peningkatan resistensi vascular,
atau peningkatan curah jantung dengan hilangnya kemanjuran dengan
penggunaan jangka panjang. Oleh karena itu sejumlah obat tidak diberikan
sendiri. Obat efek sentral (-agonist cocok ketika diberikan dengan diuretic,
vasodilator paling baik diberikan sebagai obat ketiga dalam kombinasi diuretic
dan adrenergik inhibitor. Adapula obat yang lebih baik pada sejumlah umur dan
ras tertentu (diuretik dan CCB lebih efektif pada ras Afro-Amerika dan pasien
usia: beta-bloker , ACEI dan ARB lebih efektif pada pasien kulit putih dan dan
pasien yang lebih muda. Dengan terapi kombinasi, memastikan obat bekerja
kombinasi dan dua obat dari kelas yang sama tidak boleh diberikan. Biasanya,
salah satu obat kombinasi adalah diuretik kelemahan dan impotensi. Impotensi
merupakan efek sampiang yang paling berpotensi pada semua obat anti
hipertensi.
Dikenal ada 2 kelompok obat lini pertama yang lazim digunakan untuk
pengobatan awal hipertensi yang itu diuretic, beta-bloker, ACE-inhbitor, ARB
dan antagonis kalsium. Pada JNC-VII, penyekat reseptor alfa adrenergik tidak
dimasukkan dalam lini pertama.

Berikut ini pembagian obat lini pertama hipertensi:


a. Diuretik
Diuretik bekerja dengan meningkatkan ekskresi natrium, air dan
klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler.
Penelitian-penelitian

besar

membuktikan

bahwa

efek

proteksi

kardiovaskuler diuretic belum dikalahkan oleh obat lain sehingga diuretic


dianjurkan untuk sebagian besar kasus hipertensi ringan dan sedang. Bahkan
bila menggunakan kombinasi dua atau lebih antihipertensi, maka salah
satunya adalah diuretik.
Sampai sekarang diuretik golongan tiazid merupakan obat utama
dalam terapi hipertensi. Sebagian penelitian besar membuktikan bahwa
diuretik terbukti paling efektif dalam menurunkan risiko kardiovaskuler.
Diuretik bekerja dengan menghambat transport bersama Na-Cl di
tubulus distal ginjal, sehingga ekskresi Na+ dan Cl- meningkat.Beberapa
obat golongan diuretic antara lain hidroklorotiazid, bendroflumetiazid,
klorotiazid dan diuretik lain yang memiliki gugus aryl-sulfonamida.

Pemberian obat tersebut sebanyak 1x sehari.


b. Beta bloker
Beta-bloker bekerja dengan (1) menurunkan frekuensi denyut jantung
dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung, (2)
hambatan sekresi rennin di sel jungstaglomeruler ginjal dengan akibat
penurunan kadar angiotensin II, (3) efek sentral yang mempengaruhi
aktivitas baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adrenergik perifer dan
oeningkatan sintesis prostasiklin.
Dari berbagai beta-bloker, atenolol merupakan obat yang sering
dipilih. Dosis lazim 50-100 mg per oral sehari. Metoprolol diberikan dua
kali sehari dengan dosis 50-100 mg. Labetolol diberikan dua kali sehari
maksimal 300 mg, dam karvedilol sekali sehari maksimal 50 mg.
c. Angiotensin Converting Enzym (ACE) inhibitor dan Angiotensin Reseptor
Blocker (ARB)
ACE-inhibitor bekerja dengan menghambat perubahan angiotensin I
menjadi angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi
aldosteron. Pada gagal jantung kongestif, ACEI mengurangi beban jantung
dan akan memperbaiki keadaan pasien.
ACEI dibedakan atas dua kelompok yaitu: 1) yang bekerja langsung,
contohnya Captopril dosis 25-100 mg 2-3x sehari dan lisinopril 10-40 mg 1x
sehari. 2) Prodrug, contohnya enalapril, kuinapril, perindopril, ramipril,
silazapril, benazepril, fosinopril dan lain-lain.
ARB bekerja dengan memblok reseptor AT 1 sehingga terjadi
vasokontriksi, sekresi aldosteron, rangsangan saraf simpatis, stimulasi
jantung, efek renal serta efek jangka panjang berupa hipertrofi otot polos
pembuluh darah dan miokard. Obat ARB seperti Losartan 25-100 mg 1-2x
sehari, valsartan, irberstan, telmisartan dan candesartan 1x sehari.
d. Antagonis Kalsium
Antagonis kalsium meghambat influx kalsium pada sel otot polos
pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium
terutama

menimbulkan

relaksasi

arteriol,

sedangkan

vena

kurang

dipengaruhi. Penurunan resistensi perifer ini sering diikuti oleh reflek


takikardia

dan

vasokontriksi,

terutama

menggunakan

golongan

dihidropiridin kerja pendek (nifedipin). Dossi nifedipin 3-4x sehari tab 100
mg. Sedangkan diltiazem 80-180 mg 3x sehari dan verapamil 80-320 mg 23x sehari tidak menimbulkan takikardia karena efek kronotropik negative
langsung pada jantung. Bila reflex takikardia kurang baik, seperti pada orang
tua, maka pemberian antagonis kalsium dapat menimbulkan hipotensi yang
berlebihan.
4. Plan
Diagnosis : Berdasarkan keluhan dan pemeriksaan fisik, didapatkan diagnosis
pasien Hipertensi Stage II.
Pengobatan : Tatalaksana terhadap hipertensi secara umum dapat dibedakan
menjadi

tatalaksana

farmakologis

dan

non

farmakologis.

Tatalaksana

farmakologis pasien diberikan obat-obatan berupa antihipertensi. Penurunan


tekanan darah dapat dilaksanakan dalan waktu jam sampai hari. Obat obatan
antihipertensi yang diberikan dan dianjurkan oleh JNC 7 dapat berupa golongan
diuretik, beta bloker, CCB, ACE, dan ARB. Masing-masing antihipertensi
memiliki efektivitas dan keamanan dalam pengobatan hipertensi. Sedangkan
terapi non farmakologis dapat berupa menurunkan asupan garam, menurunkan
berat badan berlebih, serta latihan fisik.
Pada pasien ini diberikan terapi farmakologis berupa

tab. Amlidopin 5 mg 1 x 1
tab. Captopril 25 mg 2 x 1

Pendidikan: dilakukan kepada pasien dan keluarganya untuk membantu proses


penyembuhan dan pemulihan. Selain itu memberikan informasi terkait evaluasi lanjutan
dan pengaturan dosis obat sampai target tekanan darah tercapai. Namun juga meminta
pasien untuk tetap menjaga pola hidup sehat untuk membantu menurunkan tekanan
darah dan menjaga tekanan darah bila sudah mencapai target.

Konsultasi: Dijelaskan pula mengenai pentingnya melakukan konsultasi dengan


spesialis Mata dan Jantung. Konsultasi ini merupakan upaya untuk mengevaluasi adanya

faktor-faktor resiko kardiovaskular lainnya, menentukan ada tidaknya kerusakan target


organ akibat tekanan darah tinggi, dan mencari adanya penyakit penyerta yang dapat
mempengaruhi prognosis. Konsultasi Spesialis Mata dapat dilakukan pemeriksaan
funduskopi. Pada pasien dengan hipertensi berat dapat terjadi retinopati hipertensi
dimana terjadi kelainan-kelainan retina dan pembuluh darah retina akibat tekanan darah
yang tinggi. Sedangkan konsultasi spesialis jantung di lakukan karena jantung
merupakan salah satu kerusakan organ target yang sering dijumpai pada hipertensi.
Apabila ditemukan kerusakan organ target, terutama jantung dan pembuluh darah, hal
ini akan memperburuk prognosis pasien.

Vous aimerez peut-être aussi