Vous êtes sur la page 1sur 27

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PSIKOSOSIAL (KECEMASAN)

Asuhan keperawatan

Oleh :
OLEH
NI KADEK YULLY LEONI
P0712001345
3.2 REGULER

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2015

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PSIKOSOSIAL


I.

TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Menurut frued dalam Vedebeck, (2008), ansietas alamiah seseorang sebagai
stimulus untuk perilaku. Ia menjelaskan mekanisme pertahanan sebagai upaya manusia
untuk mengendalikan kesadaran terhadap ansietas. Misalnya, jika seseorang memiliki
pikiran dan perasaan yang tidak tepat sehingga meningkatkan ansietas, ia merepresikan
pikiran dan perasaan tersebutKata ansietas berasal dari bahasa latin, angere yang berarti
tercekik atau tercekat. Gangguan ansietas adalah keadaan tegang yang berlebihan atau
tidak pada tempatnya yang ditandai oleh perasaan khawatir, tidak menentu atau takut
(Maramis, 2009).
Menurut Lynn S.Bickley (2009) kecemasan merupakan reaksi yang sering terjadi
pada keadaan sakit, pengobatan, dan sistem perawatan kesehatan itu sendiri, bagi
sebagian klien kecemasan merupakan saringan terhadap persepsi dan reaksi mereka, bagi
sebagian lainnya kecemasan dapat menjadi bagian dari sakit yang dideritanya.
Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekawatiran yang timbul
karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian
besar tidak diketahui dan berasal dari intra psikis (DepKes RI, 2005).
Kecemasan dapat didefininisikan suatu keadaan perasaan keprihatinan, rasa
gelisah, ketidak tentuan, atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual
yang tidak diketahui atau dikenal (Stuart and Sundeens, 2006).
Berdasarkan definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kecemasan adalah
perasaan yang tidak menyenangkan, tidak enak, khawatir dan gelisah. Keadaan emosi ini
tanpa objek yang spesifik, dialami secara subjektif dipacu oleh ketidaktahuan yang
didahului oleh pengalaman baru, dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal.
Kecemasan mungkin hadir pada beberapa tingkat dalam kehidupan setiap individu,
tetapi derajat dan frekuensi dengan yang memanifestasikan berbeda secara luas. Respon
masing-masing

individu

memiliki

kecemasan

berbeda.

Tepi

emosional

yang

memprovokasi kecemasan untuk merangsang kreativitas atau kemampuan pemecahan


masalah, yang lainnya dapat menjadi bergerak ke tingkat patologis. Perasaan umumnya
dikategorikan menjadi empat tingkat untuk tujuan pengobatan: ringan, sedang, berat, dan
panik. Perawat dapat menemukan klien cemas di mana saja di rumah sakit atau lingkup
masyarakat. adapun Teori kecemasan dapat dikelompokan sebagai berikut:

a.

Teori Psikoanalitik
Menurut frued dalam Vedebeck, (2008), ansietas alamiah seseorang sebagai
stimulus untuk perilaku. Ia menjelaskan mekanisme pertahanan sebagai upaya
manusia untuk mengendalikan kesadaran terhadap ansietas. Misalnya, jika
seseorang memiliki pikiran dan perasaan yang tidak tepat sehingga meningkatkan
ansietas, ia merepresikan pikiran dan perasaan tersebut. Represi adalah proses
penyimpanan impuls yang tidak tepat kedalam bawah sadar sehingga impuls
tersebut tidak dapat diingat kembali. Bayangkan seseorang menempatkan suatu
masalah kedalam kotak, mengikat tutupnya dengan tali menyimpan kotak tersebut
dibelakang kloset, simpul tali pada kotak represi ini dapat terlepas pada suatu
waktu kemudian masalah muncul kembali sehingga mengganggu perilaku, pikiran,
mimpi, perasaan, dan kebutuhan orang tersebut. Karena perilaku memiliki makna,
gejala-gejala ansietas menandakan represi yang tidak lengkap. Individu yang
mengalami gangguan ansietas diyakini menggunakan secara berlebihan salah satu
atau pola tertentu dari beberapa mekanisme pertahanan, yang menempatkan
individu tersebut pada salah satu tahap perkembangan psikoseksual freud.
Menurut freud dalam Sulistiawati, (2005), kecemasan timbul akibat reaksi
psikologis individu terahadap ketidakmampuan mencapai orgasme dalam hubungan
seksual. Energi seksual yang tidak terekspresikan akan mengakibatkan rasa cemas,
kecemasan dapat timbul secara otomatis akibat dari stimulus interna dan eksterna
yang berlebihan. Akibat dari stimulus interna dan eksterna yang berlebihan sehingga
melampaui kemampuan individu untuk menanganinya. Ada 2 tipe kecemasan yaitu
kecemasan primer dan kecemasan sekunder:
1) Kecemasan Primer
Kejadian traumatik yang diawali saat bayi akibat adanya stimulasi tibatiba dan trauma pada saat persalinan, kemudian berlanjut dengan
kemungkinan

tidak

tercapainya

rasa

puas

akibat

kelaparan

atau

kehausan.Penyebab kecemasan primer adalah keadaan ketegangan atau


2)

dorongan yang diakibatkan oleh faktor eksternal.


Kecemasan Sekunder
Sejalan dengan peningkatan ego dan usia, frued melihat ada 2 jenis
kecemasan lain akibat konflik emosi diantara dua elemen kepribadian yaitu id
dan superego. Frued menjelaskan bila terjadi kecemasan maka posisi ego
sebagai pengembang id dan superego berada pada kondisi bahaya.
Dalam pandangan psikoanalitik ansietas adalah konflik emosional yang

terjadi antara dua elemen kepribadian id dan superego. Id mewakili dorongan

insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati


nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego atau
aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan, dan fungsi
b.

ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya. (Stuart & Sundeen, 1998)
Teori Interpersonal
Menurut Vedebeck,(2008) berpendapat bahwa ansietas timbul dari masalahmasalah

dalam

hubungan

interpersonal.

Pemberi

keperawatan

dapat

mengkomunikasikan ansietas kepada bayi atau anak melalui caranya mengasuh


yang tidak adekuat, gugup ketika menggendong atau memegang anak, dan pesan
yang berubah.
Cara mengkomunikasikan ansietas dari individu yang satu kepada individu
yang lain disebut empati. Ansietas yang ditunjukkan oleh bayi atau anak dapat
mengakibatkan disfungsi, misalnya kegagalan untuk mencapai tugas perkembangan
yang sesuai dengan usia. Pada individu dewasa, ansietas muncul dari kebutuhan
individu tersebut untuk menyesuaikan diri dengan norma dan nilai kelompok
budayanya. Semakin tinggi ansietas, semakin rendah kemampuan untuk
mengkomunikasikan dan menyelesaikan masalah dan semakin besar pula
kesempatan untuk terjadi gangguan ansietas.
Menurut Sulivan dalam Sulistiawati,

(2005),mengemukakan bahwa

kecemasan timbul akibat ketidak mampuan untuk berhubungan interpersonal dan


sebagai akibat penolakan. Kecemasan bisa dirasakan bila individu mempunyai
kepekaan lingkungan. Kecemasan pertama kali ditentukan oleh hubungan ibu dan
anak pada awal kehidupannya, bayi berespon seolah-olah ia dan ibunya adalah satu
unit. Dengan bertambahnya usia, anak melihat ketidaknyamanan yang timbul akibat
tindakan sendiri dan diyakini bahwa ibunya setuju atau tidak setuju dengan perilaku
itu.
Adanya trauma seperti perpisahan dengan orang berarti atau kehilangan dapat
menyebabkan kecemasan pada individu. Kecemasan yang timbul pada masa
berikutnya muncul pada saat individu mempersepsikan bahwa ia akan kehilangan
orang yang dicintainya. Harga diri seseoarang merupakan faktor penting yang
berhubungan dengan kecemasan .Orang yang mempunyai predisposisi mengalami
kecemasan adalah orang yang mudah terancam, mempunyai opini negatif terhadap
dirinya atau meragukan kemampuannya.(Susilawati, 2005)
Menurut pandangan interpersonal ansietas timbul dari perasaan takut terhadap
tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan
dengan

perkembangan

trauma,

seperti

perpisahan

dan

kehilangan

yang

menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri rendah terutama mudah
c.

mengalami perkembangan ansietas yang berat. (Stuart & Sundeen, 1998)


Teori Perilaku
Ahli teori perilaku memandang ansietas sebagai suatu yang dipelajari
melalui pengalaman iindividu.Sebaliknya, perilaku dapat diubah atau dibuang
melalui pengalaman baru. Ahli teori perilaku percaya bahwa individu dapat
memodifikasi

perilaku

maladaptif

tanpa

memahami

penyebab

perilaku

tersebut.Mereka menyatakan bahwa perilaku yang mengganggu, yang berkembang


dan mengganggu kehidupan individu dapat ditiadakan atau dibuang melalui
pengalaman berulang yang dipandu oleh seoarang ahli terapi terlatih. (Vedebeck,
2008)
Teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan merupakan hasil frustasi
akibat berbagai hal yang mempengaruhi individu dalam mencapai tujuan yang
diinginkan misalnya memperoleh pekerjaan, berkeluarga, kesuksesak dalam
sekolah. Perilaku merupakan hasil belajar dari pengalaman yang pernah dialami.
Kecemasan dapat juga muncul melalui konflik antara dua pilihan yang
saling berlawanan dan individu harus memilih salah satu. Konflik menimbulkan
kecemasan dan kecemasan akan meningkatkan persepsi terhadap konflikdengan
timbulnya perasaan ketidakberdayaan. Konflik muncul dai dua kecenderungan yaitu
approach dan avoidance. Approachmerupakan kecenderungan untuk melakukan
atau menggerakkan sesuatu. Avoidance adalah kebalikannya yaitu tidak melakukan
atau menggerakkan sesuatu melalui sesuatu.(Susilawati, 2005)
Menurut pandangan perilaku ansietas merupakanproduk frustasi yaitu segala
sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Pakar perilaku lain menganggap ansietas sebagai suatu dorongan untuk
belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. Pakar
tentang pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan
dininya dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan llebih sering menunjukkan
d.

ansietas pada kehidupan selanjutnya. (Stuart & Sundeen, 1998)


Teori Keluarga
Studi pada keluarga dan epidemiologi memperlihatkan bahwa kecemasan selalu
ada pada tiap-tiap keluarga dalam berbagai bentuk dan sifatnya heterogen.
(Susilawati, 2005).Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas
merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam
gangguan ansietas dan antara gangguan ansietas dengan depresi.(Stuart & Sundeen,
1998:).

e.

Teori Biologik
Otak memiliki reseptor khusus terhadap benzodiazepin, reseptor tersebut
berfungsi membantu regulasi kecemasan. Regulasi tersebut berhubungan dengan
aktivitas neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol
aktivitas

neuron

dibagian

otak

yang

bertanggung

jawab

menghasilkan

kecemasan.Bila GABA bersentuhan dengan sinaps dan berikatan dengan reseptor


GABA pada membran post-sinaps akan membuka saluran/pintu reseptor sehingga
terjadi perpindahan ion. Perubahan ini akan mengakibatkan eksitasi sel dan
memperlambat aktivitas sel. Teori ini mmenjelaskan bahwa individu yang sering
mengalami kecemasan mempunyai masalah dengan prosesneurotransmiter ini.
Mekanisme koping juga dapat terganggu karena pengaruh toksik, defisiensi nutrisi,
menurunnya suplai darah, perubahan hormon dan sebab fisik lainnya. Kelelahan
dapat meningkatkan iritabilitas dan perasaan cemas.(Susilawati, 2005)
Kecemasan dan gangguannya dapat muncul dalam berbagai tanda dan gejala fisik
dan psikologik seperti gemetar, rasa goyah, nyeri punggung dan kepala, ketegangan otot,
napas pendek, mudah lelah, sering kaget, hiperaktivitas autonomik seperti wajah merah
dan pucat, berkeringat, tangan rasa dingin, diare, mulut kering, sering kencing, rasa
takut, sulit konsentrasi, insomnia, libido turun, rasa mengganjal di tenggorok, rasa mual
di perut dan sebagainya. Gejala utama dari depresi adalah efek depresif, kehilangan
minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan
mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) serta menurunnya
aktivitas. Beberapa gejala lainnya dari depresi adalah:
1.

konsentrasi dan perhatian berkurang;

2.

harga diri dan kepercayaan diri berkurang;

3.

gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna;

4.

pandangan masa depan yang suram dan pesimistis;

5.

gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri;

6.

tidur terganggu;

7.

nafsu makan berkurang.


Keadaan cemas biasanya disertai dan diikuti dengan gejala depresi. Untuk diagnosis

dibutuhkan penentuan kreteria yang tepat antara berat ringannya gejala, penyebab serta
kelangsungan dari gejala apakah sementara atau menetap. Pada gangguan cemas lainnya
biasanya depresi adalah bentuk akhir bila penderita tidak dapat menyelesaikan masalah
yang dihadapi. Pada cemas menyeluruh depresi biasanya bersifat sementara dan lebih

ringan gejalanya dibanding kecemasan, gangguan penyesuaian memiliki gejala yang jelas
berkaitan erat dengan stres kehidupan.
Tingkat kecemasan.
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan,
yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik
individu melakukan koping terhadap ansietas. Menurut Peplau (Videbeck, 2008) ada
empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
a. Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan
perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan
perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan
melindungi diri sendiri.
1) Respons fisik
a)
b)
c)
d)
e)

Ketegangan otot ringan


Sadar akan lingkungan
Rileks atau sedikit gelisah
Penuh perhatian
Rajin

2) Respon kognitif
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Lapang persepsi luas


Terlihat tenang, percaya diri
Perasaan gagal sedikit
Waspada dan memperhatikan banyak hal
Mempertimbangkan informasi
Tingkat pembelajaran optimal

3) Respons emosional
a) Perilaku otomatis
b) Sedikit tidak sadar
c) Aktivitas menyendiri
d) Terstimulasi
e) Tenang
b. Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benarbenar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi. Menurut Videbeck (2008), respons
dari ansietas sedang adalah sebagai berikut :
1) Respon fisik :
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Ketegangan otot sedang


Tanda-tanda vital meningkat
Pupil dilatasi, mulai berkeringat
Sering mondar-mandir, memukul tangan
Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
Kewaspadaan dan ketegangan meningkat

g) Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung


2) Respons kognitif
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Lapang persepsi menurun


Tidak perhatian secara selektif
Fokus terhadap stimulus meningkat
Rentang perhatian menurun
Penyelesaian masalah menurun
Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan

3) Respons emosional
a) Tidak nyaman
b) Mudah tersinggung
c) Kepercayaan diri goyah
d) Tidak sabar
e) Gembira
c. Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan
respons takut dan distress. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah
sebagai berikut :
1) Respons fisik
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)

Ketegangan otot berat


Hiperventilasi
Kontak mata buruk
Pengeluaran keringat meningkat
Bicara cepat, nada suara tinggi
Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
Rahang menegang, mengertakan gigi
Mondar-mandir, berteriak
Meremas tangan, gemetar

2) Respons kognitif
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)

Lapang persepsi terbatas


Proses berpikir terpecah-pecah
Sulit berpikir
Penyelesaian masalah buruk
Tidak mampu mempertimbangkan informasi
Hanya memerhatikan ancaman
Preokupasi dengan pikiran sendiri
Egosentris

3) Respons emosional
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)

Sangat cemas
Agitasi
Takut
Bingung
Merasa tidak adekuat
Menarik diri
Penyangkalan

h) Ingin bebas
d. Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya
kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Menurut
Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :
1) Respons fisik
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)

Flight, fight, atau freeze


Ketegangan otot sangat berat
Agitasi motorik kasar
Pupil dilatasi
Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
Tidak dapat tidur
Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
Wajah menyeringai, mulut ternganga

2) Respons kognitif
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)

Persepsi sangat sempit


Pikiran tidak logis, terganggu
Kepribadian kacau
Tidak dapat menyelesaikan masalah
Fokus pada pikiran sendiri
Tidak rasional
Sulit memahami stimulus eksternal
Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi

3) Respon emosional
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)

Merasa terbebani
Merasa tidak mampu, tidak berdaya
Lepas kendali
Mengamuk, putus asa
Marah, sangat takut
Mengharapkan hasil yang buruk
Kaget, takut
Lelah

Selain itu, tingkat kecemasan sebagai berikut:


1. Kecemasan ringan.
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan
seseorang menjadi waspada dan menghasilkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat
memotivasi bekpar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.
2. Kecemasan sedang.
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif
namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Dengan kata lain, lapang persepsi
terhadap lingkungan menurun. Individu lebih memfokuskan pada hal yang penting
saat itu dan mengesampingkan hal lain.

3. Kecemasan berat.
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk
memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berfikir pada hal
lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut
memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada satu area lain.
4. Tingkat panik dari kecemasan.
Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dari orang yang mengalami panik tidak
mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan
disorganisasi kepribadian. Dengan panik, terjadi peningkatan aktifitas motorik,
menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang
menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak
sejalan dengan kehidupan, dan juga berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat
terjadi kelelahan yang sangat, bahkan kematian. Pada tingkat ini individu sudah tidak
dapat mengontrol diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa lagi walaupun sudah
diberi pengarahan.

B. RENTANG RESPON KECEMASAN

Respon Adaptif
Antisipasi

Ringan

Respon Maladaptif
Sedang

Berat

Panik

Gambar 1. Rentang Respon Kecemasan (Stuart & Sundeen, 2006).


C. ETIOLOGI / PENYEBAB
Menurut Sylvia D.Elvira (2008 : 11) adalah sebagai berikut :
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kecemasan , antara lain faktor
organ biologi, faktor psikoedukatif. Faktor organ biologi adalah ketidakseimbangan
zat kimia pada otak yang disebut neurotransmitter yang disebabkan karena kurangnya
oksigen. Faktor psikoedukatif adalah faktor faktor psikologi yang berpengaruh
terhadap perkembangan kepribadian seseorang, baik hal yang menentramkan,
menyenangkan dan menyedihkan.
1. Faktor Predisposisi

Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat


menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam
kehidupan tersebut dapat berupa :
a.
Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan
berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau
situasional.
b. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan
baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan
dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
c.
Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu
berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
d. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil
e.

keputusan yang berdampak terhadap ego.


Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan
ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri

individu.
f.
Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress
akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami
karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
g. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons
individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
h. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang
mengandung

benzodizepin,

karena

benzodiazepine

dapat

menekan

neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol


aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.
2. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi
kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
a.
Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam
integritas fisik yang meliputi :
1) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem
imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya :
hamil).
2) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan
bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak
adekuatnya tempat tinggal.
b. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.

1) Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di


rumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai
ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
2) Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

D. TANDA DAN GEJALA KECEMASAN


1. Respons fisik :
a. Kardiovaskular
: palpitasi, jantung bedebar, tekanan darah meninggi,
denyut nadi cepat
b. Pernafasan
: napas cepat, napas pendek, tekanan pada dada napas
dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, terengah-engah
c. Neuromuskular
: refleks meningkat, insomnia, tremor, gelisah, wajah
tegang, kelemahan umum, kaki goyah, gerakan yang janggal
d. Gastrointestinal
: anoreksia, diare/konstipasi, mual, rasa tidak nyaman pd
abdomen
e. Traktur urinarius
f. Kulit

: sering berkemih dan tidak dapat menahan kencing


: wajah kemerahan, berkeringat, gatal, rasa panas

pada kulit
2. Respons Kognitif :
Lapang persepsi menyempit, tidak mampu menerima rangsang luar, berfokus
pada apa yang menjadi perhatiannya
3. Respons Perilaku :
Gerakan tersentak-sentak, bicara berlebihan dan cepat, perasaan tidakaman
4. Respons Emosi :
Menyesal, iritabel, kesedihan mendalam, takut, gugup, sukacita berlebihan,
ketidakberdayaan meningkat secara menetap, ketidakpastian, kekhawatiran
meningkat, fokus pada diri sendiri, perasaan tidak adekuat, ketakutan, distressed,
khawatir, prihatin
E. PENATALAKSANAAN KECEMASAN
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan terapi
memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik
(somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti
pada uraian berikut :
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :

a.

Makan makanan yang berigizi dan seimbang

b.

Tidur yang cukup

c.

Olahraga yang teratur

d.

Tidak merokok dan tidak minum minuman keras

2. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic),
yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl,
meprobamate dan alprazolam.
3. Terapi somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau
akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhankeluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada
organ tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain:
a. Psikoterapi suportif
b. Psikoterapi re-edukatif
c. Psikoterapi re-konstruktif
d. Psikoterapi kognitif
e. Psikoterapi psikodinamik
f. Psikoterapi keluarga
5. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan
kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan
yang merupakan stressor psikososial.
II.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Faktor Predisposisi.
Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal ansietas :
a. Teori Psikoanalitik
Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen
kepribadian, ID dan superego. ID mewakili dorongan insting dan impuls
primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang
dan dikendalikan oleh norma- norma budaya seseorang. Ego atau Aku,
berfungsi menengahi hambatan dari dua elemen yang bertentangan dan
fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
b. Teori Interpersonal.

Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dari
hubungan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan,
trauma seperti perpisahan dan kehilangan sehingga menimbulkan kelemahan
spesifik. Orang dengan harga diri rendah mudah mengalami perkembangan
ansietas yang berat.
c. Teori Perilaku.
Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu
kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Daftar
tentang pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam
kehidupan dininya dihadapkan pada ketakutan yng berlebihan lebih sering
menunjukkan ansietas pada kehidupan selanjutnya.
d. Kajian Keluarga.
Menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa ditemui
dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan
antara gangguan ansietas dengan depresi.
e. Kajian Biologis.
Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus benzodiazepine.
Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas penghambat dalam
aminobutirik. Gamma neuroregulator (GABA) juga mungkin memainkan
peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas
sebagaimana halnya endorfin. Selain itu telah dibuktikan kesehatan umum
seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap ansietas.
Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya
menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.
2. Faktor Presipitasi.
Stressor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal. Stressor
pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori :
a. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis
yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktifitas
b.

hidup sehari- hari.


Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas,
harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.

3. Perilaku.
Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologi dan
perilaku dan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme

koping dalam upaya melawan kecemasan. Intensietas perilaku akan meningkat


sejalan dengan peningkatan tingkat kecemasan.
Sistem Tubuh
Kardiovaskuler

Respons

Palpitasi.

Jantung berdebar.

Tekanan darah meningkat dan denyut nadi


menurun.

Rasa mau pingsan dan pada akhirnya pingsan.


Napas epat.

Pernapasan dangkal.

Rasa tertekan pada dada.

Pembengkakan pada tenggorokan.

Rasa tercekik.

Terengah-engah.
Peningkatan reflek.

Reaksi kejutan.

Insomnia.

Ketakutan.

Gelisah.

Wajah tegang.

Kelemahan secara umum.

Gerakan lambat.

Gerakan yang janggal.


Kehilangan nafsu makan.

Menolak makan.

Perasaan dangkal.

Rasa tidak nyaman pada abdominal.

Rasa terbakar pada jantung.

Nausea.

Perkemihan

Diare.
Tidak dapat menahan kencing.

Kulit

Sering kencing.
Rasa terbakar pada mukosa.

Berkeringat banyak pada telapak tangan.

Gatal-gatal.

Pernafasan

Neuromuskular

Gastrointestinal

Perasaan panas atau dingin pada kulit.

Muka pucat dan bekeringat diseluruh tubuh.


Tabel 1. Respon Fisiologis Terhadap Ansietas.
Sistem
Perilaku

Kognitif

Afektif

Respons

Gelisah.

Ketegangan fisik.

Tremor.

Gugup.

Bicara cepat.

Tidak ada koordinasi.

Kecenderungan untuk celaka.

Menarik diri.

Menghindar.

Terhambat melakukan aktifitas.


Gangguan perhatian.

Konsentrasi hilang.

Pelupa.

Salah tafsir.

Adanya bloking pada pikiran.

Menurunnya lahan persepsi.

Kreatif dan produktif menurun.

Bingung.

Khawatir yang berlebihan.

Hilang menilai objektifitas.

Takut akan kehilangan kendali.

Takut yang berlebihan.


Mudah terganggu.

Tidak sabar.

Gelisah.

Tegang.

Nerveus.

Ketakutan.

Alarm.

Tremor.

Gugup.


Gelisah.
Tabel 2. Respon Perilaku Kognitif.
4. Sumber Koping.
Individu dapat mengalami stress dan ansietas dengan menggerakkan sumber
koping tersebut di lingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal
ekonomok, kemampuan penyelesaian masalah, dukungan sosial dan keyakinan
budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang
menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.
5. Mekanisme Koping.
Ketika mengalami ansietas individu menggunakan berbagai mekanisme
koping untuk mencoba mengatasinya dan ketidakmampuan mengatasi ansietas
secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis.
Ansietas tingkat ringan sering ditanggulangi tanpa yang serius.
Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan 2 jenis mekanisme koping:
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang disadari dan
berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realitis tuntutan
situasi stress.
b. Mekanisme pertahanan ego, membantu mengatasi ansietas ringan dan
sedang, tetapi jika berlangsung pada tingkat sadar dan melibatkan
penipuan diri dan distorsi realitas, maka mekanisme ini dapat
merupakan respon maladaptif terhadap stress.
Sebuah sumber menjelaskan bahwa Ada dua mekanisme koping yang
dikategorikan untuk mengatasi ansietas :
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas (Task Oriented Reaction).
Merupakan pemecahan masalah secara sadar digunakan untuk
menanggulangi ancaman stressor yang ada secara realistis, yaitu :
1) Perilaku menyerang (agresif).
Biasanya digunakan individu untuk mengatasi rintangan agar
memenuhi kebutuhan.
2) Perilaku menarik diri.
Digunakan untuk menghilangkan sumber ancaman baik secara
fisik maupun secara psikologis.
3) Perilaku kompromi.
Digunakan untuk mengubah tujuan-tujuan yang akan dilakukan
atau mmengorbankan kebutuhan personal untuk mencapai
tujuan.

b. Mekanisme pertahanan ego (Ego Oriented Reaction).


Mekanisme pertahanan Ego membantu mengatasi ansietas ringan
maupun sedang yang digunakan untuk melindungi diri dan dilakukan
secara tidak sadar untuk mempertahankan ketidakseimbangan.
Adapun mekanisme pertahanan Ego adalah :
1) Kompensasi.
Adalah proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra diri
dengan secara tegas menonjolkan keistimewaan/kelebihan yang
dimilikinya.
2) Penyangkalan (Denial).
Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan mengingkari
realitas tersebut. Mekanisme pertahanan ini paling sederhana dan
primitif.
3) Pemindahan (Displacemen).
Pengalihan emosi yag semula ditujukan pada seseorang/benda
tertentu yang biasanya netral atau kurang mengancam terhadap
dirinya.
4) Disosiasi
Pemisahan dari setiap proses mental atau prilaku dari kesadaran
atau identitasnya.
5) Identifikasi (Identification).
Proses dimana seseorang mencoba menjadi orang yang ia kagumi
dengan mengambil/menirukan pikiran-pikiran,prilaku dan selera
orang tersebut.
6) Intelektualisasi (Intelektualization).
Penggunaan logika dan alasan yang berlebihan untuk memghindari
pengalaman yang mengganggu perasaannya.
7) Introjeksi (Intrijection).
Mengikuti norma-norma dari luar sehingga ego tidak lagi
terganggu oleh ancaman dari luar (pembentukan superego)
8) Fiksasi.
Berhenti pada tingkat perkembangan salah satu aspek tertentu
(emosi atau tingkah laku atau pikiran)s ehingga perkembangan
selanjutnya terhalang.
9) Proyeksi.
Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri kepada orang
lain terutama keinginan. Perasaan emosional dan motivasi tidak
dapat ditoleransi.

10) Rasionalisasi.
Memberi keterangan bahwa sikap/tingkah lakunya menurut alasan
yang seolah-olah rasional, sehingga tidak menjatuhkan harga diri.
11) Reaksi formasi.
Bertingkah laku yang berlebihan yang langsung bertentangan
dengan keinginan-keinginan,perasaan yang sebenarnya.
12) Regressi.
Kembali ketingkat perkembangan terdahulu (tingkah laku yang
primitif), contoh; bila keinginan terhambat menjadi marah,
merusak, melempar barang, meraung, dsb.
13) Represi.
Secara tidak sadar mengesampingkan pikiran, impuls, atau ingatan
yang menyakitkan atau bertentangan, merupakan pertahanan ego
yang primer yang cenderung diperkuat oleh mekanisme ego yang
lainnya.
14) Acting Out.
Langsung mencetuskan perasaan bila keinginannya terhalang.
15) Sublimasi.
Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami halangan dalam
penyalurannya secara normal.
16) Supresi.
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan
tetapi

sebetulnya

merupakan

analog

represi

yang

disadari;pengesampingan yang disengaja tentang suatu bahan dari


kesadaran seseorang;kadang-kadang dapat mengarah pada represif
berikutnya.
17) Undoing.
Tindakan/perilaku atau komunikasi yang menghapuskan sebagian
dari tindakan/perilaku atau komunikasi sebelumnya merupakan
mekanisme pertahanan primitif.
B. DIAGNOSA
Adapun diagnosa yang biasanya muncul pada kecemasan adalah :
1.

Penyelesaian kerusakan.

2.

Kecemasan.

3.

Pola napas tidak efektif.

4.

Koping individu tidak efektif.

5.

Diam.

6.

Gangguan pembagian bidang energi.

7.

Ketakutan.

8.

Inkontinensial.

9.

Stres.

10.

Cedera resiko terhadap......

11.

Perubahan nutrisi.

12.

Respon pasca trauma.

13.

Ketidakberdayaan.

14.

Gangguan harga diri.

15.

Gangguan pola tidur.

16.

Isolasi sosial.

17.

Perubahan proses berfikir.

18.

Gangguan eliminasi urine.


C. RENCANA KEPERAWATAN

Dx

Hari /

Perencanaan
Kriteria Evaluasi

Kep
Ansi

Tanggal
Kamis,
10

TUM :

etas

September

Klien tidak merasa interaksi,

(Kec

2015

cemas lagi .

emas

Pk.

an)

WITA

Tujuan

Setelah 1 X 15 menit

13.00
TUK 1 :
Klien

dapat

percaya

saling percaya
dengan menerapkan

tanda

prinsip komunikasi

percaya

1) Wajah

cerah,

tersenyum
saling

1. Bina hubungan

menunjukkan tandakepada perawat:

membina
hubungan

klien

Intervensi

2) Mau berkenalan
3) Ada kontak mata

terapeutik.
2. Sapa klien dengan
ramah baik verbal
maupun nonverbal
3. Perkenalkan diri
secara sopan
4. Tanyakan nama
lengkap klien dan
nama panggilan
yang di sukai klien
5. Jelaskan tujuan
pertemuan

6. Jujur dan menepati


janji
7. Tunjukkan sikap
empati dan
menerima klien apa
adanya

1. Bina
TUK 2 : klien Setelah

1 X 15

dapat

menit

interaksi,

mempertahankan

klien

dapat

kontak mata dan mengungkapkan


klien

dapat rasa

cemasnya

mengenal

dengan cara :

ansietasnya

1)

Melakukan
kontak mata

2) Bersedia
menceritakan
perasaannya
secara jujur
3) Wajah tenang
4) Bersedia
menceritakan
perasaan
5) Bersedia
mengungkapkan
masalahnya

hubungan

saling

percaya

salam

terapeutik,

perkenalan
jelaskan

diri,
tujuan,

lingkungan

yang

terapeutik, kontrak
yang jelas.
2. Dorong

dan

beri

kesempatan

klien

untuk
mengungkapkan
perasaannya.
3. Dengarkan
ungkapan

klien

dengan empati.
4. Beri reinforcement
yang

positif

kemampuan

atas
klien

mengungkapkan
perasannya.
5. Beri

pengetahuan

terhadap
mengenai
penyakitnya

pasien

1. Bina
TUK

3:

klien

hubungan

Setelah

1 X 15

saling

dapat

menit

pasien

salam

mengurangi rasa

mampu

cemas

mengurangi

rasa

jelaskan

mengetahui cara-

cemasnya

dan

lingkungan

cara mengurangi

mengetahui cara-

cemasnya.

cara

dan

dengan criteria :
tetap

kontak mata
2) Pasien

mampu

mengatakan
kecemasannya
3) Bisa
mempraktekkan
cara
nya.

diri,
tujuan,
yang

terapeutik, kontrak
yang jelas.
2. Dorong

klien

mengungkapkan
apa yang dilakukan
jika cemas terjadi
3. Dorong
pasien
mengungkapkan
caranya

untuk

mengurangi
kecemasannya
4. Dengarkan
ungkapan

menanggulangi

terapeutik,

perkenalan

menguranginya
1) pasien

percaya

klien

dengan empati.
5. Motivasi klien agar
mempertahankan
kontak mata saat
berbicara
1. Bina
saling
salam

TUK 4 : Klien Setelah

diberikan

hubungan
percaya

terapeutik,

perkenalan

diri,

dapat menggunakan asuhan keperawatan

jelaskan

teknik relaksasi

selama 1 x 15 menit

lingkungan

dalam 1 x pertemuan

terapeutik, kontrak

diharapkan
relaksasi
digunakan
kriteria :

teknik
dapat
dengan

yang jelas.
2. Ajarkan
teknik
untuk

tujuan,
yang

klien
relaksasi

1. Cemas

dapat

berkurang
2. Pasien
dapat
melakukan

meningkatkan
control

dan

rasa

percaya diri
3. Dorong klien untuk

teknik relaksasi

menggunakan

dengan benar.

relaksasi

dalam

menurunkan tingkat
ansietas
1. Bina
saling
TUK 5 : Klien
mendapat
dukungan keluarga
mengontrol tingkat
kecemasan

Setelah

diberikan

hubungan
percaya

salam

terapeutik,

asuhan keperawatan

perkenalan

selama 1 x 15 menit

jelaskan

dalam 1x pertemuan

lingkungan

diharapkan

terapeutik, kontrak

dapat

klien
dukungan

keluarga

dalam

mengontrol perilaku
kekerasan

dengan

apa

Keluarga klien

dapat menyebutkan :

yang

kepada
yang

dilakukan
keluarganya

kriteria hasil:
1.

tujuan,

yang jelas.
2. Tanyakan
klien

diri,

pasien

saat

mengalami

kecemasan.

Cara merawat klien


yang

mengalami

kecemasan

dan

mengungkapkan
rasa

puas

dalam

merawat klien

1. Bina
saling

TUK 6 : Klien
dapat menggunakan
obat dengan benar (
sesuai dengan

Setelah

diberikan

asuhan keperawatan
selama 1 x 15 menit
dalam 1x pertemuan

salam

hubungan
percaya

terapeutik,

perkenalan
jelaskan
lingkungan

diri,
tujuan,
yang

program )

diharapkan
penggunaan
dilakukan
benar

terapeutik, kontrak
obat
dengan
sesuai

programnya dengan
Klien

dapat

menyebut kan obat


obat yang di
minum

kepada

klien apakah klien


mengetahui

obat

yang di minumnya.
3. Tanyakan kepada

kriteria hasil:
1.

yang jelas.
2. Tanyakan

dan

kegunaanya

klien

apa

yang

dilakukan klien jika


obat tidak diberikan
saat

waktunya

minum obat
4. Berikan pujian jika

(jenis
,waktu,dosis,dan

pasien mengetahui

efek.

dengan

2.

Klien

dapat

benar

pemberian obat

minum obat sesuai


program
pengobatan
3.

Klien meminta

obat saat waktunya


minum obat

D. IMPLEMENTASI
Merupakan tahap pelaksanaan rencana tindakan yang telah ditentukan dengan
maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal dalam pelaksanaan
disesuaikan dengan rencana keperawatan dan kondisi pasien.
E. EVALUASI
Merupakan proses berkelanjutan untuk menilai aspek dari tindakan yang dilakukan
secara terus menerus terhadap respon pasien evaluasi adalah hasil yang dilihat dan
perkembangan persepsi pasien pertumbuhan perbandingan perilakunya dengan
kepribadian yang sehat.
Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP:
S: respon subyektif pasien terhadap keperawatan yang telah dilaksanakan

O: respon objektif pasien terhadapa keperawatan yang dilaksanakan


A: analisa ulang atas data subyektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masih
tetap atau masuk giliran baru.
P: Perencanaan untuk tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respom pasien.
Hasil yang diharapkan setelah melakukan intervensi pada pasien dengan
ansietas/cemas yaitu :
a. Pasien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
b. Pasien mengetahui atau mengenal ansietasnya
c. Pasien dapat mengontrol cemas dengan relaksasi nafas dalam.

DAFTAR PUSTAKA

Bickley, Lynn S. 2009. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan Bates. Jakarta:
EGC
Hawari, D. 2008. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta : Balai

Penerbit FKUI.

Elvira, Sylvia D. 2008. Gangguan Panik. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI


Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1. Jakarta : Penerbit
Aesculapius.
Maramis, Willy F. and Maramis Albert A.2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya:
Airlangga UniversityPress.
Nurjannah, I. 2004. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa Manajemen, Proses
Keperawatan dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien. Yogyakarta : Penerbit
MocoMedia.
Stuart, G.W. Sundden, S.J. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Jakarta : EGC.
Videbeck, Sheila L.2008.Buku Ajar Keprawatan Jiwa.Jakarta : EGC.

Bangli,

September 2015
Mahasiswa

NI SAYU LIANA PUTRI


NIM. P07120013051

Mengetahui
Pembimbing Praktek

NI WAYAN DILI K, Amd. Kep


NIP. 197810092006042015

Mengetahui
Pembimbing Akademik

I GEDE WIJANEGARA, SKM,M. Fis


NIP. 195805201979101001

Bangli,

September 2015

Mahasiswa

NI SAYU LIANA PUTRI


NIM. P07120013051

Mengetahui
Pembimbing Praktek

NI WAYAN DILI K, Amd. Kep


NIP. 197810092006042015

Mengetahui
Pembimbing Akademik

I GEDE WIJANEGARA, SKM,M. Fis


NIP. 195805201979101001

Vous aimerez peut-être aussi