Vous êtes sur la page 1sur 17

Mata Kuliah

Filsafat Islam
Buku yang dianjurkan
1.Flsafat Islam
Prof Dr. Hasyimsyah Nasution
Penerbit Gaya Media Pratama,
Jakarta

2.Sejarah Filsafat islam


Prof Dr. Mustofa Hasan M.Ag
Penerbit Pustaka Setia
Bandung

Filsafat Islam
KULIAH 8 (Tambahan Bahan Kuliah)
Filsafat Islam Al Ghazali

Al Ghazali dipuja dan dikecam


Kemunculan Imam Al-Ghazali dalam
pertarungan pemikiran di dunia Islam
boleh dikatakan kontroversial, di mana
sekian banyak pemikir memuja beliau,
namun tak kurang pula yang mengkritik
dan mengecamnya. Al-Ghazali adalah
lautan yang terbentang luas, Al-Ghazali
bagaikan Al-Syafi'i kedua, Hujjatul
Islam, dan maha guru dari para guru.
3

Pujian kepada Al Ghazali


pujian-pujian yang dilontarkan oleh para pengagumnya
dari kalangan ulama terdahulu seperti Ibn Hajar, Ibn
Katsir, Imam Muhammad ibn Yahya dan lain-lain. Dari
kalangan ulama kontemporer, Abul Hasan Ali Al-Nadawi,
seorang ulama besar asal India mengatakan, "Al-Ghazali
adalah seorang pemikir yang cemerlang, cendekiawan
yang agung serta tokoh reformasi yang telah berusaha
membangun kembali konstruksi baru bidang pemikiran
dalam dunia Islam".
Selain Al-Nadawi, banyak lagi ulama dan intelektual
kontemporer sebagai pengagum Al-Ghazali, antara lain
adalah Mushtafa Al-Maraghi (mantan Syaikh Al-Azhar),
Abul A'la Al-Maududi dan Ahmad Fuad Ahwani.
4

Hujatan kepada Al Ghazali


Dari sekian banyak pengagum dan
pembela Al-Ghazali, tidak sedikit pula
pengkritik dan pengecamnya dari
dulu hingga sekarang. Yang sangat
keras mengecam Al-Ghazali dari
kalangan ulama dahulu antara lain
Abu Bakar Al-Maliki, Ibn Shalah, Ibn
Jauzi dan banyak lagi yang lainnya.
5

Hujatan kepada Al Ghazali


Adapun dari kalangan intelektual kontemporer yang
sangat keras mengecam beliau adalah dari kelompok
rasionalis Islam, kaum Mu'tazilah dan terutama dari
para ahli filsafat Islam. Dalam pandangan mereka,
Al-Ghazali telah melakukan kesalahan besar
terhadap perjalanan sejarah Islam karena dalam
memberikan solusi terhadap problematika umat,
lebih cenderung mengajak mereka untuk
memasuki jalan tasawuf yang mengabaikan
kehidupan dunia dan menghambat kemajuan
masyarakat karena tenggelam dalam mencari
kebahagiaan yang bersifat pribadi dan
individualistis.
6

Hujatan kepada Al Ghazali


Lebih dari itu, ahli filsafat Islam berpendapat
bahwa pemikiran Al-Ghazali menjadi
starting point dari kemunduran peradaban
Islam. Yaitu berawal dari diluncurkannya suatu
karyanya yang spekta-kuler pada abad XIV
Masehi yang berjudul Tahafut al-Falasifah.
Karya ini dianggap tidak hanya menghancurkan
filsafat metafisika, akan tetapi juga turut andil
melemahkan umat Islam dalam mengadakan
riset dan penemuan baru di bidang natural
science atau ilmu pengetahuan alam.
7

Gambaran Kondisi Masyarakat


pada saat Al Ghazali (1)
Kondisi Masyarakat Sebelum Al-Ghazali Sebelum
kelahiran Al-Ghazali pada pertengahan abad XI,
mayoritas masyarakat Islam sedang gandrung
mendalami filsafat Yunani sehingga pemikiran
filsafat tersebar ke seantero wilayah Islam yang
terjadi antara ulama dan intelektual Islam.
Walaupun pada waktu itu banyak terdapat ulama
fiqh dan hadits, namun mereka tidak mampu
menghadapi masyarakat rasionalis yang kuat
yang bersandar kepada logika dalam memahami
agama.
8

Gambaran Kondisi Masyarakat


pada saat Al Ghazali (2)
Kondisi masyarakat pada masa ini tidak hanya sekedar
bodoh terhadap ajaran agama, dan hampir taklid buta
terhadap ajaran filsafat Yunani.
Bahkan sampai-sampai mereka mempercayai ajaran
filsafat tersebut sama dengan kepercayaan mereka
terhadap agama, sehingga seolah-olah ajaran filsafat itu
datang dari Allah SWT.
Tatkala pemahaman filsafat ini semakin menebal di kalangan masyarakat Islam - yang boleh kita sebut sebagai
sebuah tesa - maka kemudian muncullah antitesanya,
yaitu golongan pengikut salaf yang menyeru kepada
kemurnian Al-Qur'an dan Sunnah serta mengimani nashnash syariat apa adanya.
9

Gambaran Kondisi Masyarakat


pada saat Al Ghazali (3)
Dari pertarungan sengit antara tesa dan antitesa ini,
muncullah kelompok yang menganggap dirinya sebagai
penengah yang disebut sintesa, yaitu golongan Asy'ariyah
yang dipelopori oleh Imam Abu Hasan Al-Asy'ariy sebagai
pencetus dan Imam Al-Ghazali sebagai pembelanya.
Abu Hasan Al-Asy'ary muncul untuk meluruskan kembali
ajaran agama yang telah banyak terselewengkan dan
bercampur baur dengan ajaran filsafat.
Akan tetapi, walaupun beliau mempunyai kemampuan
yang cukup tinggi di bidang keilmuan, belum cukup
mamapu menundukkan kaum rasionalis, dan
menghancurkan ajaran filsafat Yunani yang telah tersebar
luas di tengah masyarakat Islam.
10

Ilmu Kalam menurut Al Ghazali


Al-Ghazali mempunyai sikap tersendiri dalam pendekatan memahami ilmu kalam, di mana beliau menentang
keras orang-orang yang memahami Al-Qur'an dan Sunnah dengan menggunakan metodologi yang dipengaruhi
filsafat Yunani yang telah tersebar luas di tengah
masyarakat Islam ketika itu.
Menurut al Ghazali, para mutakallimin pada waktu itu
telah gagal dalam memberikan pemahaman akidah
secara benar kepada masyarakat luas, karena para
mutakallimin itu banyak menggunakan istilah asing yang
sangat sulit dipahami oleh kebanyakan orang. Untuk itu
Al-Ghazali memberikan beberapa alternatif baru dalam
pendekatan memahami ilmu kalam.
11

Pengelompokan para filsuf


menurut Al Ghazali
Menurut pendapat Al-Ghazali, ahli filsafat itu terbagi
kepada tiga golongan, yaitu:

Al-Dahriyyuun. Yaitu golongan yang meng-ingkari


kebenaran bahwa Allah sebagai pencipta dan pengatur
alam, serta meyakini bahwa alam ini kekal selama-lamanya.
Al-Thabi'iyun. Mereka merupakan golong-an yang
memfokuskan diri dalam pengkajian terhadap awal mula
kejadian alam, he-wan dan tumbuhan. Golongan ini
mengingkari adanya hari akhirat dan perkara-perkara gaib
seperti surga, neraka, malaikat dan lain-lain.
Al-Ilahiyun. Pelopor golongan ini adalah Socrates, Plato dan
Aristoteles. Golongan ini mempunyai pengaruh besar dalam
masyarakat Islam ketika itu, khususnya paham Aristoteles
yang disebar luaskan oleh Al-Farabi dan Ibnu Sina.
12

Perbendaan pandangan tentang


filsafat

Sikap Al-Ghazali terhadap filsafat secara keseluruhan, tergambar dalam


polemik Al-Ghazali terhadap para filosof secara umum, dan terhadap filsuf
Ibnu Sina dan Al-Farabi dalam 20 masalah.
Di antaranya adalah:
Al-Ghazali menyerang dalil-dalil filsafat tentang qadimnya alam. Al
Ghazali berpendapat bahwa alam berasal dari tidak ada menjadi ada
karena diciptakan oleh Allah SWT.
Al-Ghazali mengkritik pendapat kaum filsafat tentang kepastian akan
keabadian alam. Beliau berpendapat bahwa soal keabadian alam
terserah kepada Allah semata.
Al-Ghazali menghantam pendapat kaum filsafat bahwa Tuhan hanya
mengetahui hal-hal kully (universal) saja dan tidak mengetahui
masalah-masalah juz'iy (terperinci).
Al-Ghazali juga menentang pendapat kaum filsafat, bahwa segala
sesuatu terjadi dengan kepastian hukum sebab akibat semata, Bagi
beliau segala peristiwa yang serupa dengan hukum sebab akibat itu
hanyalah kebiasaan (adat) semata-mata.
13

5 Azaz obyektivitas ilmiyah


menurut Al Ghazali
Dalam hal ini Al-Ghozali antara lain meletakkan lima asas dalam mencapai
obyektifitas ilmiah yang tidak dapat diingkari oleh semua pihak, yaitu sebagai
berikut:
Al Badahah al hissiyah. Contohnya, alam dibagi ke-pada dua, yaitu jauhar dan
'aradh. Jika kita mengatakan kepada ahli filsafat bahwa alam adalah hadits
(baru), mereka akan menyangkal hal itu. Akan tetapi dengan adanya pembagian
ini, mereka tidak dapat mengingkarinya.
Al-Badahah al-aqliyyah. Contohnya, kita mengatakan bahwa bapak pasti lebih
tua dari pada anak. Hal ini tidak dapat dipungkiri oleh siapa-pun.
Al-i'timad 'ala al-tawaatur. Contohnya, siapapun tidak dapat mengingkari
kebenaran berita yang dibawa oleh mayoritas manusia yang tidak mungkin
berlaku kesepakatan untuk berbohong.
Al-dalil al sam'i aw al-nash al-syar'i. Yaitu meyakini secara penuh dalil-dalil yang
bersifat sam'i dan nash-nash syari'at yang langsung datang dari Allah. Kaidah ini
hanya bisa digunakan bagi orang-orang yang sudah beriman.
Al-i'timad 'ala qodhiyah hia min musallamat khashmah. Contohnya, kita
mengguna-kan perkara yang sudah di-sepakati oleh musuh, sehingga tidak ada
jalan untuk lari bagi mereka dari kesepakatan tersebut.
14

Tasawuf (1)
Dalam bidang tasawuf Al- Ghazali berusaha meletakkan
kembali posisi tasawuf ke tempat yang benar menurut
syari'at Islam. Al-Ghazali membersihkan ajaran tasawuf
dari pengaruh faham-faham asing yang masuk
mengotori kemurnian ajaran Islam, seperti wihdatul
wujud, ittihad dan al-hulul. Pada saat itu banyak yang
beranggapan bahwa seorang ahli tasawuf yang tidak
beri'tikad dangan faham di atas, maka sebenarnya tidak
pantas diberi gelar sebagai ahli tasawuf Islam. Sehingga
sebagian orientalis Barat terpengaruh dengan pendapat
ini. Contoh-nya Nicholson, ia berpendapat, "Al-Ghazali
tidak termasuk dalam golongan ahli tasawuf Islam,
karena ia tidak beri'tikad dengan wihdat al-wujud".
15

Tasawuf (2)
Dalam usaha pembersihannya tersebut, Al Ghazali
mengawali kitabnya Ihya 'Ulumiddin dengan pembahasan
faraidh al-Diniyah, kemudian diikuti dengan pembahasan
Nawafil dan selanjutnya baru diikuti dengan cara-cara yang
sepatutnya diikuti untuk sampai ke martabat yang
sempurna.
Ada sepuluh kaidah utama yang diletakkan Al-Ghazali
dalam ilmu tasawuf yaitu niat yang betul, melakukan amal
secara ittiba' bukan ibtida', ikhlas, tidak bertentangan
dengan syara', tidak mengulur ulur amal baik, tawadhu',
takut dan berharap, senantiasa berdzikir, senantiasa
mengintrospeksi diri, dan bersungguh-sungguh
mempelajari hal-hal yang perlu dilakukan secara lahir dan
batin.
16

Masalah Zat dan Sifat Allah

Al Ghazali membatasi diri dari pembahasan tentang Dzat Tuhan dengan


mengemukakan hadits Nabi Muhammad saw. yang melarang manusia
memikirkan dzat Allah SWT. Dari itu, beliau menegaskan bahwa akal menusia
tidak akan sampai mencapai dzat itu. Cukup bagi manusia hanya mengetahui
sifat aflnya saja. Sedangkan dalam membahas sifat Tuhan, Al Ghazali
cenderung mengikuti para mutakallimn dari madzhab Asyari. Beliau
menetapkan adanya sifat dzat yang diistilahkan dengan sifat salbiyyah (sifat
yang menafikan sesuatu yang tidak sesuai dengan kesempurnaan dzat Allah
SWT). Sifat salbiyyah ini ada lima, yaitu: Qidm (tidak berpemulaan), Baq`
(kekal), Mukhlafah li Al Hawdits (berlainan dengan yang baru), Qiymuh Bi
Nafsih (berdiri sendiri) dan Wahdniyyah (esa).
Sifat-sifat ini menafikan kesempurnaan makhluk dan menetapkan kesempurnaan
Allah SWT. Selain sifat salbiyyah, adapula sifat mani (sifat-sifat yang melekat
pada dzat Allah SWT.) Dia bukanlah dzatnya dan adanya sifat ini bersamaan
dengan adanya Allah SWT. dan tidak dapat dipisahkan dari dzatnya. Sifat mani
ada tujuh yaitu: Qudrah (Maha Kuasa), Iradah (Maha Berkehendak), Ilmu (Maha
Mengetahui), Sama (Maha Mendengar), Bashar (Maha Melihat), Kalam (Maha
Berbicara) dan Hayat (Maha Hidup).

17

Vous aimerez peut-être aussi