Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
EDI SUSANTO
P1702808059
II B
1. PENGERTIAN
CA Cavum Nasi adalah kanker yang menyerang rongga hidung.
Tumor ganas hidung dan tumor ganas sinus paranosalis tidak dapat dipisahkan
karena keduanya saling mempengaruhi.
2. ETIOLOGI
Penyebab dari ca cavum nasi belum diketahui secara pasti, tetapi ada
beberapa kemungkinan besar, diantaranya adalah:
1. Perokok berat, fistula oroantal, rhinitis atrofi, pecandu alkolhol.
2. Infeksi kronik hidung dan sinus paranosal.
3. Kontak dengan debu kayu pada pekerja mebel (faktor iritasi kronis dari
debu dan kayu).
4. Kontak dengan bahan industri, seperti nikel, krom, isopropanolol.
5. Thorium dioksida yang dipakai sebagai cairan kontras pada pemeriksaan
rontgen.
6. Sinositis maksila kronis.
3. PATOFISIOLOGI
Benda asing (asap rokok, nikotin, debu kayu, nikel, krom dll) masuk
kedalam rongga hidung terjadi secara terus-menerus dan dalam waktu yang
lama sehingga menyebabkan terbentuknya massa, perubahan struktur dan
mukosa hidung sehingga menimbulkan obstruksi rongga hidung yang dapat
mengenai septum nasi (devormitas kavum, septum nasi, trauma kavum/septum
nasi, hamatom septum dan perforasi septum) atau pertumbuhan baru seperti
polip hidung, papiloma, inversi dan tumor beligna/maligna). Sebagai
tambahan, berbagai sebab lain menyebabkan obstruksi saluran pernafasan
hidung (hipertrofi adenoid, benda asing, atresia, koana, jaringan parut intra
nasal, dan kolaps).
Massa adalah kavum nasi ini menyebabkan edema pada mukosa
hidung akibat gangguan aliran limfe dan vena serta membentuk masa polipoid
pada cavum nasi. Tumor ini menginvasi kearah atas sampai kedalam fosa
kranialis dan kearah lateral sampai ke dalam orbita.
4. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala Ca Cavum nasi, tergantung pada tempat asal tumor
dan arah serta luas penyebarannya.
1. Tumor sinus maksila dan meluas ke medial.
Tanda dan gejalanya:
-
Hidung tersumbat
Epistaksis
Hidung tersumbat
Anomsia
Beringus
Gangguan oklusif
Diplopia
Proptosis
Tuli saraf
Paresis fasialis
Hemiplegia
Hiperparestesia
5. KOMPLIKASI
-
6. PATHWAY
7. PENATALAKSANAAN
Yang terpenting dalam penatalaksanaan tumor menurut Nurbaiti
(Iskandar dkk (1989) adalah:
1. Menegakkan diagnosa dengan biopsi dan pemeriksaan histopatologi.
2. Menentukan batas-batas tumor dengan pemeriksaan radiologis.
3. Merencanakan terapi yang dibuat berdasarkan diagnosis histopatologi dan
stadium tumor.
Kebanyakan pakar berpendapat bahwa satu macam cara pengobatan
saja hasilnya buruk, sehingga mereka menganjurkan cara terapi kombinasi
antara operasi, radioterapi dan kemoterapi. Di bagian THT FKUI/RSCM
pengobatan tumor ganas hidung dan sinus paranasal adalah kombinasi operasi
dan radiasi, kecuali untuk pasien yang sudah Inoperable atau menolak
tindakan operasi. Untuk pasien ini diberikan radioterapi sesudah dibuatkan
antrostomi.
Radioterapi dapat dilakukan sebelum/sesudah operasi. Masing-masing
mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Untuk tumor yang sangat besar,
radioterapi dilakukan lebih dulu untuk mengecilkan tumornya dan mengurangi
pembuluh darah sehingga operasi akan lebih mudah. Tetapi bila telah
dilakukan radiasi dulu sesudah selesai, banyak pasien yang kemudian tidak
kembali untuk operasi karena merasa tumornya sudah mengecil. Atau ada
yang tidak mau operasi karena efek samping radioterapi yang berkepanjangan.
Sekarang lebih disukai radiasi pasca operasi karena sekaligus dimaksudkan
untuk memberantas mikro metastasis yang terjadi atau bila masih ada bisa
tumor yang tidak terangkut pada waktu operasi. Luas operasi tergantung pada
sampai dimana batas tumornya. Bila tumor disinus maksila dan infrastruktur
dilakukan maksilektomi radikal, yaitu mengangkat seluruh isi rongga sinus
maksila, ginggivo-alveolaris dan palatum clurum. Bila tumor sudah meluas ke
nasofaring dan fosa plerigo palatina dianggap sudah Inoperable dan hanya
diberikan penyinaran saja.
Untuk penanganan tumor ganas hidung dan sinus diperlukan kerjasama
yang baik antar berbagai disiplin ilmu yaitu ahli bedah THT, ahli radiologi,
ahli bedah mata, ahli bedah saraf, ahli bedah plastik dan dokter gigi.
Menurut R. Pracy dkk (1989), Radioterapi merupakan pilihan pertama
untuk mengobati penderita. Pasien harus diperiksa ulang setiap bulan bila ada
tanda kekambuhan segera dilakukan eksisi dinding lateral hidung melalui
rinotomi lateral.
Pilihan pengobatan yang kedua adlah dengan cara operasi pada saat
radioterapi banyak secret dan pengelupasan jaringan dalam ruang antrum, oleh
karena itu penting sekali membuat jalan untuk drainase sebelum radioterapi
mulai dilakukan. Dua bulan kemudian baru dilakukan operasi pada tepi
alveolar cavum nasi yang terdapat Ca dan dinding medial antrum dibuang
sehingga terbentuk suatu rongga besar. Maksud operasi ini adalah membuang
sebanyak mungkin sisa tumor dan mempermudah melihat dengan jelas
kedalam rongga hidung.
Penderita dilakukan pemeriksaan ulang setiap bulan selama 2 tahun
pertama, kemudian tiap 3 bulan sekali. Bila perlu dapat dilakukan
maksilektomi total bial terdapat pembesaran pada kelenjar leher maka harus
dilakukan diseksi leher radikal.
Sulit bernapas
Hidung tersumbat
Epistaksis
Tanyakan adanya rasa gaal/keluhan gigi goyah, nyeri pada gigi atas,
pembengkakan, dan laserasi didaerah palatum.
b. Data obyektif
-
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan sangat teliti.
1) Inspeksi
-
Periksa
adanya
tanda-tanda
peradangan/gangguan
nervus
infraorbitalis.
-
2) Palpasi
Perhatikan dan palpasi rahang atas, alveolus dan palatum.
d. Pemeriksaan penunjang
1) Rontgen
Menurut nurbaiti iskandar dkk (1999), pemeriksaan rontgen sinus
paranasal ada 4 macam posisi yang perlu untuk mendaoatkan hasil
yang baik yaitu:
10
6) Radiologi
Pada pemeriksaan sinar x, foto sinus paranasal menunjukan gambaran
gelap pada antrum dengan destruksi pada salah satu dindingnya.
B. DIGANOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan perkembangan
penyakitnya.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas oleh masa, sekret dan perdarahan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan
penurunan pemasukan oral dan peningkatan metabolisme tumor.
4. Gangguan harga diri b.d efek samping kemoterapi atau radioterapi.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penyakit kanker dan pengobatannya serta perawatan post operasi.
6. Resiko tinggi perdarahan b.d trauma tindakan operasi.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d perkembangan penyakitnya.
Kriteria hasil: nyeri terkontrol pada tingkat yang dapat ditoleransi pasien.
Intervensi:
-
11
2. Ketidak efektifan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas, oleh masa, sekret
dan perdarahan.
Kriteria hasil: jalan nafas bersih dan efektif.
Intervensi:
-
Dorong pasien untuk makan diit tinggi kalori kaya nutrien dengan
masukan cairan adekuat.
Rasional: kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga
cairan (untuk menghilangkan produksi sisa)
12
Kriteria
hasil:
mulai
mengembangkan
mekanisme
koping
untuk
masalah
tentang
efek
Dorong
diskusi
tentang/pecahkan
Berikan informasi yang jelas dan akurat dalam cara yang nyata tetapi
sensitif.
Ras: membantu penilaian diagnosis kanker dan memberikan informasi
yang diperlukan.
13
Pantau perdarahan
1) Darah yang banyak pada balutan hidung.
2) Muntah darah segar.
3) Menelan berulang (gunakan penlight untuk memeriksa adanya
darah yang mengalir ditenggorokan)
4) Denyut nadi cepat.
Rasional: memantau adanya komplikasi penyakit lebih lanjut dan
menentukan intervensi selanjutnya.
pantau infeksi
1) demam
2) peningkatan jumlah sel darah putih.
Rasional: memantau/mengetahui adanya tanda-tanda infeksi.
14
15
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (1997). Diagnosa keperawatan: buku saku. Edisi 6.
Jakarta: EGC.
Cody, D. Thane R. (1991). Penyakit telinga, hidung dan tenggorokan.
Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilynn E. (1999). Rencana asuhan keperawatan: pedoman
perencanaan dan pendokumentasian perawat pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC
Iskandar, Nurbaiti, dkk. (1989). Tumor: telinga hidung tenggorok diagnosa
dan penatalaksanaan. Jakarta: FKUI.
Mansjoer, Arif. (1999). Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jilid I. Jakarta:
Media Aesculapius.
Long, Barbara C. (1999). Perawatan medikal bedah (suatu pendekatan
proses keperawatan). Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan.
R. Pracy, dkk. (1989). Pelajaran ringkas telinga, hidung dan tenggorok.
Jakarta: PT Gramedia.
14
F. PATHWAY KEPERAWATAN
Benda asing ( asap rokok, nikotin, debu kayu, nikel, krom, dll )
Rongga hidung
Terbentuknya massa
Menginvasi ke arah atas sampai
Nyeri
Gangguan
harga diri
Kemoterapi / radioterapi
Operasi / pembedahan
Ketidakefektifan
bersihan jalan napas
Resiko tinggi
perdarahan
Kurang pengetahuan
15
16