Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
ABSTRAK
Penyakit autoimun disebut juga dengan istilah autoimunitas, yaitu reaksi sistem
kekebalan (imun) terhadap antigen jaringan sendiri (autoantigen). Respon
autoimun dapat atau tidak dapat menimbulkan penyakit autoimun. Penyakit ini
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik endogen maupun eksogen.
Manifestasi kerusakan pada organ tubuh inang sangat beragam, mulai dari
menyerang satu organ sampai yang bersifat multi organ dan terjadi melalui
mekanisme yang beragam pula..
PENDAHULUAN
Sistem imun (kekebalan) biasanya merupakan suatu mekanisme reaksi
efektor terhadap antigen dari lingkungan dengan tujuan untuk mengeliminir atau
memusnahkan agen asing atau substansi yang masuk ke dalam tubuh (Husband
1995). Sifat utama dari sistem imun adalah kemampuannya untuk mengenal dan
memberikan respon terhadap antigen asing, tetapi tidak terhadap antigen sendiri
(self-nonself discrimination). Hal ini timbul karena adanya proses seleksi positif
dan negatif dalam kelenjar thymus. Tapi berbagai kasus klinik yang terjadi
menunjukkan bahwa sistem imun tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Hal ini sering kali dikaitkan dengan istilah respon autoimun atau penyakit
autoimun.
Istilah respon autoimun merujuk pada ditemukannya autoantibodi
(antibodi terhadap komponen tubuh sendiri) yang diarahkan pada antigen self atau
reaktivitas limfosit tersensitisasi terhadap antigen self. Kejadian ini disebut juga
dengan istilah autoimunitas, yaitu reaksi sistem imun terhadap antigen jaringan
1. FAKTOR GENETIK
Berbagai penelitian membuktikan bahwa dasar dari autoimunitas adalah
predisposisi genetik. Penyakit autoimun lebih sering terjadi pada kembar
monozygote ( berasal dari satu sel telur) bila dibandingkan dengan kembar
dizygote (berasal dari dua sel telur) (Davidson dan Diamond 2001). Hubungan
genetik dengan predisposisi penyakit autoimun yang paling jelas adalah
hubungannya dengan Major Histocompatability Complex (MHC), karena penyakit
autoimun adalah penyakit yang bergantung pada sel T sedangkan seluruh respon
imun yang diperantarai sel T berkaitan erat atau bergantung pada MHC.
Kresno (2001) menjelaskan mekanisme hubungan penyakit autoimun
dengan pewarisan sekuen-sekuen MHC tertentu, di antaranya :
1. Struktur molekul MHC dapat menentukan klon limfosit yang mana yang
diseleksi negatif selama maturasi. Misalnya bila molekul MHC dalam thymus
seseorang tidak dapat mengikat antigen sendiri dengan afinitas tinggi, sel T
immature yang reaktif dengan antigen tersebut dapat terhindar dari seleksi
negatif dan berkembang menjadi sel yang imunokompeten.
2. Molekul MHC kelas II dapat mempengaruhi aktivasi sel T regulator yang
dalam keadaan normal mencegah autoimunitas. Pada kasus insulin dependent
diabetes melitus (IDDM), terdapat haplotip MHC kelas II sebagai faktor
predisposisi. Sel T yang menyebabkan kerusakan mungkin spesifik untuk self
peptide yang dipresentasikan dengan molekul HLA-DQ yang tidak memiliki
asam aspartat, sedangkan komplek HLA-DQ yang memiliki aspartat, spesifik
dengan sel T yang mencegah kerusakan. ]
3. Gen yang diasosiasikan dengan penyakit mungkin saja bukan alel HLA tetapi
suatu gen yang terletak dalam komplek HLA.
4. Kemiripan antara antigen mikroba dengan molekul self-MHC dapat
mengakibatkan reaksi autoimunitas setelah infeksi oleh mikroba bersangkutan.
AKIBAT
Overexpression
Underexpression
Underexpression
Overexpression
Overexpression
Overexpression
Overexpression
Overexpression
Overexpression
Overexpression
in skin
Underexpression
Overexpression
Underexpression
STAT-3
STAT-4
Transforming growth factor
Transforming growth
receptor in T cells
factor
Underexpression
Limfosit
Normal
Dihancurkan oleh
Limfosit normal
Limfosit
Normal
Mutan negatif
Secara antigenik
(klon terlarang)
kerusakan
jaringan,
serangkaian
reaksi
autoreaktif
tertentu
yang
menganggu
procainamide-hydroxylamine
(PAHA)
seleksi
yang
positif
dapat
thymosit,
misalnya
menyebabkan
penyakit
autoimun yang diinduksi oleh obat (drug induced autoimmunity) dengan gejala
klinik mirip lupus (Kresno 2001).
SEL LIMFOID
limforetikuler
misalnya jaringan lensa mata, sistem
saraf pusat, thiroid dan testes,
EMBRIONIK
EMBRIONIK
Permukaan
tidak dikenali
sebagai self. Antigen-antigen ini tidak mempunyai kesempatan
antigen
antigenkontak
terasing dengan sistem limforetikuler. Pada kehidupan kemudian,
mengadakan
Pengenalan dan toleransi
yang dirangsang
terjadinya
pemaparan melalui trauma atau infeksi dari antigen
jaringan
terasing ini terhadap
oleh antigen permukaan
Proses autoimun
ditimbulkan
Limfosit
Defisiensi
Imunoglobulin
Mutan negatif
secara antigenik
10
11
(TCR-) untuk antigen yang tidak terdapat dalam tyhmus akan berkembang
menjadi sel T matang dan masuk dalam peredaran perifer dan berada dalam
keadaan anergi. Demikian juga yang terjadi pada sel B, dimana sel-sel yang
mempunyai afinitas tinggi terhadap self antigen akan dimusnahkan di sumsum
tulang, dan sel B dengan afinitas rendah akan masuk ke darah tepi dalam keadaan
anergi atau indiferen. Keadaan ini akan terganggu akibat berbagai hal, beberapa
diantaranya adalah :
a. Aktivasi dan kelainan pada sel autoreaktif
Presentasi autoantigen oleh sel-sel APC yang tidak menampilkan
molekul
ko-stimulator
akan menginduksi
b. Aktivasi sel B
Sel B autoreaktif dapat terhindar dari proses pemusnahan di sumsum
tulang melalui mekanisme receptor editing. Receptor editing
dimaksudkan untuk mengubah struktur reseptor sehingga reseptor itu
menunjukkan spesifisitas yang berbeda dan tidak lagi bereaksi dengan
self antigen. Tetapi mekanisme editing ini dapat terganggu antara lain
apabila mekanisme rekombinasi reseptor sel B ini hiperaktif. Mutasi
somatik reseptor ini lebih banyak terjadi pada VH dibandingkan VL.
12
e. Pembentukan idiotip-anti-idiotip.
13
Reaksi autoimun dapat terjadi bila epitop pada antigen, misalnya virus
kebetulan menunjukkan struktur yang sama dengan idiotip pada
reseptor sel T atau B. Hal yang sama juga dapat terjadi bila idiotip
pada
antibodi
yang
pembentukannya
dirangsang
oleh
virus,
g. Stimulasi nonimunogenik
Berbagai produk yang berasal dari mikroba, misalnya lipopolisakarida,
enzim proteolitik dan juga bebagai virus seperti virus Epstein Barr
(EBV) dapat merangsang limfosit untuk membentuk antibodi
poliklonal secara langsung tanpa memerlukan bantuan sel T penolong.
Stimulasi ini terjadi oleh interaksi langsungdengan sel B atau dengan
cara menginduksi sel T atau makrofag untuk mensekresi faktor-faktor
non spesifik sehingga sel B terangsang untuk membentuk antibodi.
6. FAKTOR LINGKUNGAN
14
MEKANISME PENYAKIT
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, bahwa sebab terjadinya respon
autoimun bermacam-macam. Walaupun belum ada bukti-bukti yang memastikan
patogenesis penyakit autoimun, tetapi diduga kerusakan terjadi dengan beberapa
mekanisme. Secara umum dikenal tiga mekanisme yang penting, yaitu :
15
menyebabkan
terjadinya
kerusakan
sel-sel
mukosa
lambung
16
17
menghambat
pengikatan
acetylcholine
dan
merusak
reseptornya,
18
19
20
21
MHC-antigen
oleh
sel-sel
sistem
imun
secara
tidak
tepat
a. Tiroiditis Hashimoto
Gambaran klinik tiroiditis Hashimoto bermacam-macam, mungkin
dijumpai pembesaran kelenjar dan kelainan fungsi berupa eutiroid, hipotiroid
atau hipertiroid. Walaupun autoantibodi tampaknya mempunyai peran penting
dalam menimbulkan penyakit, tetapi keadaan patologik terutama disebabkan
oleh respon imun selular (Kresno 2001). Pada keadaan ini terjadi peningkatan
aktivitas sel T sitotoksik dan produksi limfokin oleh limfosit T. Besar
kemungkinan bahwa autoantibodi dibentuk karena adanya kerusakan sel
akibat respon imun selular. Limfosit T sendiri tidak bersifat sitotoksik
terhadap kelenjar tiroid, diduga disini berperan sitotoksisitas dengan bantuan
antibodi (ADCC). Antibodi atau kompleks autoantigen-autoantibodi melekat
pada sel folikular dan sel selanjutnya dirusak oleh sel NK.
22
b. Tirotoksikosis Graves
Penyakit Graves dikenal juga sebagai toxic goiter atau exophtalmic goiter
timbul sebagai akibat produksi antibodi yang merangsang tiroid. Salah satu
antibodi terhadap reseptor permukaan sel tiroid yang telah dikenal antara lain
long acting thyroid stimulator (LATS) atau thyroid stimulating antibody
(TSAb). Beberapa jenis TSAb dapat bereaksi dengan reseptor TSH yang
terdapat pada permukaan kelenjar tiroid. Interaksi antara TSAb dengan
reseptor TSH menyebabkan produksi hormon tiroid melalui sistem adenilate
cyclase.
TSAb-IgG yang berasal dari wanita hamil penderita penyakit Graves
dapat melewati placenta dan dapat menyebabkan hipertiroiditi pada neonatus.
Ada dugaan bahwa pembesaran kelenjar tiroid disebabkan reaksi antara
antibodi dengan reseptor pertumbuhan (growth receptor), meyebabkan sel
berploriferasi yang dinyatakan dengan hiperaktivitas metabolik.
23
pembentukan
B-cell-groeth-factor
(BCGF)
dan
B-cell-
24
Kerusakan sel
Aktivasi poliklonal
DNA
Membran basal
glomerulus
Sel endotel
(podosit) anti-DNA
Kompleks
DNA/anti-DNA
25
Faktor lain yang dapat memicu SLE adalah infeksi bakterial atau virus
yang dapat merangsang aktivitas makrofag dan monosit, serta penggunaan
obat yang dapat mengikat DNA, misalnya isoniazid.
26
berbagai
mediator,
diantaranya
plasminogen,
IL-1
dan
PENUTUP
Secara umum, beberapa prinsip terapi yang mungkin dilakukan untuk
mengatasi penyakit autoimun antara lain : mengubah ambang aktivasi imun,
merangsang respon antigen spesifk, rekonstitusi sistem imun dengan stem sel
autolog atau alogenik dan melindungi organ target. Interaksi antara kostimulasi,
27
dilakukan
secara
kombinasi
dengan
pemberian
sitokin
ataupun
penghambatan kostimulator.
Transplantasi stem sel dengan stem sel autolog atau alogenik mungkin
dapat dilakukan pada penderita SLE, RA, schleroderma dan multiple sclerosis,
dengan harapan dapat memperbaiki homeostasis melalui pengaturan sel. Namun,
sampai saat ini, efisiensi dan keamanan cara ini belum diketahui secara pasti. Oleh
karena itu, studi lebih lanjut tentang penyakit autoimun perlu dilanjutkan untuk
mendapatkan strategi yang tepat dalam terapi setiap penyakit autoimun.
28
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus 2001. Mechanisms of autoimmune
immuno.path.cam.ac.uk [26-11-2002].
pathology.
http://www-