Vous êtes sur la page 1sur 30

Bab 2

Tinjauan Pustaka
2.1 Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang di lakukan ( Mustika,2011 ) mengenai
hubungan pengaruh PDB dan Jumlah Penduduk Terhadap
Kemisikinan Di indonesia dengan menggunakan metode regresi
linear berganda menjadia acuan dalam menentukan indikator
kemiskinan. Pada penelitian yang di lakukan oleh peneliti
sebelumnya dapat di tarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan
bermakna antara pertumbuhan penduduk , jumlah penduduk, dan
tingkat pengangguran terhadap Kemiskinan dan yang paling
dominan memiliki keterkaitan dengan kemiskinan adalah PDB dan
variabel jumlah penduduk.
Spatial Correlation and demography. Exploring Indias
demographic patterns oleh (Oliveau, 1995). Penelitian terdahulu ini
memiliki persamaan pada perhitungan guna pencarian pola dan
ditampilkan

dalam

pemetaan.

Pada

penelitian

terdahulu

menggunakan Fungsi Morans I, fungsi tersebut berguna pula dalam


pencarian Hotspot dengan angka autokorelasi spasial dari +1 dan -1.
Berbeda

dengan

metode

perhitungan

pada

penelitian

ini

menggunakan fungsi Gi* statistik dari Getis dan Ord, nilai


autokorelasi spasial Gi* statistik rentang +2 dan -2. Untuk mengolah
nilai pola wilayah dengan Indikator autokorelasi spasial, penelitian
terdahulu menggunakan tools khusus untuk pengolahan data
geografi seperti ArcGIS dari ESRI, GeoDa, sedangkan pada

10

pemodelan yang sedang dirancang melakukan proses perhitungan


menggunakan tools statistik R studio yang bersifat Open Source.

2.2 Kemiskinan
Menurut Sen dalam Bloom dan Canning, (2001) bahwa
seseorang dikatakan miskin bila mengalami "capability deprivation"
dimana seseorang tersebut mengalami kekurangan kebebasan yang
substantif. Menurut Bloom dan Canning, kebebasan substantif ini
memiliki dua sisi: kesempatan dan rasa aman. Kesempatan
membutuhkan

pendidikan

dan

keamanan

membutuhkan

kesehatan.Menurut World Bank, dalam definisi kemiskinan adalah:


"The denial of choice and opportunities most basic for human
development to lead a long healthy, creative life and enjoy a decent
standard ofliving freedom, self esteem and the respect of other".
Dari definisi tersebut diperoleh pengertian bahwa kemiskinan itu
merupakan kondisi dimana seseorang tidak dapat menikmati segala
macam pilihan dan kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan
dasarnya seperti tidak dapat memenuhi kesehatan, standar hidup
layak, kebebasan, harga diri, dan rasadihormati seperti orang lain.
Pengertian kemiskinan dalam arti luas adalah keterbatasan
yang disandang oleh seseorang, sebuah keluarga, sebuah komunitas,
atau bahkan sebuah negara yang menyebabkan ketidaknyamanan
dalam kehidupan, terancamnya penegakan hak dan keadilan,
terancamnya posisi tawar (bargaining) dalam pergaulan dunia,
hilangnya generasi, serta suramnya masa depan bangsa dan negara.
Negara-negara maju yang lebih menekankan pada kualitas hidup
yang dinyatakan dengan perubahan lingkungan hidup melihat bahwa

11

laju pertumbuhan industri tidak

mengurangi bahkan justru

menambah tingkat polusi udara dan air, mempercepat penyusutan


sumber daya alam, dan mengurangi kualitas lingkungan. Sementara
untuk negara-negara yang sedang berkembang, pertumbuhan
ekonomi yang relatif tinggi pada tahun 1960 sedikit sekali
pengaruhnya dalam mengurangi tingkat kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat mencerminkan
keberhasilan pembangunan pada wilayah tersebut. Apabila suatu
wilayah dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonominya maka
wilayah tersebut dapat dikatakan sudah mampu melaksanankan
pembangunan ekonomi dengan baik. Akan tetapi yang masih
menjadi masalah dalam pembangunan ekonomi ini adalah apakah
pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu wilayah sudah merata
diseluruh lapisan masyarakat. Harapan pertumbuhan ekonomi yang
tinggi akan dapat meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat
Ketika pendapatan perkapita meningkat dan merata maka
kesejahteraan masyarakat akan tercipta dan ketimpangan akan
berkurang. Ada teori yang mengatakan bahwa ada trade off antara
ketidakmeratan dan pertumbuhan. Namun kenyataan membuktikan
ketidakmerataan di Negara Sedang Berkembang (NSB) dalam
dekade belakangan ini ternyata berkaitan dengan pertumbuhan
rendah, sehingga di banyak NSB tidak ada trade off antara
pertumbuhan dan ketidakmerataan (Kuncoro, 2006).
Kemiskinan (poverty) merupakan masalah yang dihadapi
oleh seluruh negara, terutama di negara berkembang seperti
Indonesia.

Hal

ini

dikarenakan

kemiskinan

itu

bersifat

multidimensional artinya karena kebutuhan manusia itu bermacam-

12

macam, maka kemiskinan pun memiliki banyak aspek primer yang


berupa miskin akan aset, organisasi sosial politik, pengetahuan, dan
keterampilan serta aspek sekunder yang berupa miskin akan jaringan
sosial, sumber-sumber keuangan, dan informasi. Dimensi-dimensi
kemiskinan tersebut termanifestasikan dalam bentuk kekurangan
gizi, air, perumahan yang sehat, perawatan kesehatan yang kurang
baik,

dan

tingkat

pendidikan

yang

rendah.

Selain

itu,

dimensidimensi kemiskinan saling berkaitan baik secara langsung


maupun tidak langsung. Hal ini berarti kemajuan atau kemunduran
pada salah satu aspek dapat mempengaruhi kemajuan atau
kemunduran aspek lainnya. Dan aspek lain dari kemiskinan ini
adalah bahwa yang miskin itu manusianya baik secara individual
maupun kolektif (Simatupang dan Dermoredjo, 2003).
Pola kemiskinan ada empat yaitu, Pertama adalah persistent
poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun. Pola
kedua adalah cyclical poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti
pola siklus ekonomi secara keseluruhan. Pola ketiga adalah seasonal
poverty, yaitu kemiskinan musiman seperti dijumpai pada kasus
nelayan dan petani tanaman pangan. Pola keempat adalah accidental
poverty, yaitu kemiskinan karena terjadinya bencana alam atau
dampak

dari

suatu

kebijakan

tertentu

yang

menyebabkan

menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.


Secara ekonomi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat
kekurangan sumber daya yang dapat digunakan memenuhi
kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan sekelompok
orang. Secara politik, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat akses
terhadap kekuasaan yang mempunyai pengertian tentang sistem

13

politik yang dapat menentukan kemampuan sekelompok orang


dalam menjangkau dan menggunakan sumber daya. Secara sosial
psikologi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan jaringan
dan

struktur

sosial

yang

mendukung

dalam

mendapatkan

kesempatan peningkatan produktivitas.


Ukuran

kemiskinan

menurut

Nurkse,1953

dalam

Kuncoro,(1997) secara sederhana dan yang umum digunakan dapat


dibedakan menjadi tiga,yaitu:
1. Kemiskinan Absolut
Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil
pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup
untuk

menentukan kebutuhan

dasar

hidupnya.

Konsep

ini

dimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapatan minimum yang


cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan, pakaian,
dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup. Kesulitan
utama dalam konsep kemiskinan absolut adalah menentukan
komposisi dan tingkat kebutuhan minimum karena kedua hal
tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh adat kebiasaan saja, tetapi
juga iklim, tingkat kemajuan suatu negara, dan faktor-faktor
ekonomi lainnya. Walaupun demikian, untuk dapat hidup layak,
seseorang membutuhkan barang-barang dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan fisik dan sosialnya.
2. Kemiskinan Relatif
Seseorang termasuk golongan miskin relatif apabila telah
dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, tetapi masih jauh lebih
rendah dibandingkan dengan keadaan masyarakat sekitarnya.
Berdasarkan konsep ini, garis kemiskinan akan mengalami

14

perubahan bila tingkat hidup masyarakat berubah sehingga konsep


kemiskinan ini bersifat dinamis atau akan selalu ada. Oleh karena
itu, kemiskinan dapat dari aspek ketimpangan sosial yang berarti
semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan
atas dan golongan bawah, maka akan semakin besar pula jumlah
penduduk yang dapat dikategorikan selalu miskin.
3. Kemiskinan Kultural
Seseorang termasuk golongan miskin kultural apabila sikap
orang atau sekelompok masyarakat tersebut tidak mau berusaha
memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak
lain yang membantunya atau dengan kata lain seseorang tersebut
miskin karena sikapnya sendiri yaitu pemalas dan tidak mau
memperbaiki kondisinya.
Penyebab kemiskinan jika dipandang dari sisi ekonomi,
Pertama, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola
kepemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi pendapatan
yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya yang
terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua kemiskinan muncul akibat
perbedaan

dalam

kualitas

sumberdaya

manusia.

Kualitas

sumberdaya manusia yang rendah berarti produktifitanya rendah,


yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas
sumberdaya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang
kurang beruntung, adanya diskriminasi atau keturunan.ketiga
kemiskinan muncul karena perbedaan akses dalam modal muncul
akibat perbedaan dalam kualitas sumberdaya manusia. Kualitas
sumberdaya manusia yang rendah berarti produktifitanya rendah,
yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas

15

sumberdaya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang


kurang beruntung, adanya diskriminasi atau keturunan.ketiga
kemiskinan muncul karena perbedaan akses dalam modal.(menurut
sharp dalam Kuncoro,2001).
2.3 Tolak Ukur Kemiskinan
Garis kemiskinan adalah suatu ukuran yang menyatakan
besarnya pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum
makanan dan kebutuhan non makanan, atau standar yang
menyatakan batas seseorang dikatakan miskin bila dipandang dari
sudut konsumsi. Garis kemiskinan yang digunakan setiap negara
berbeda-beda, sehingga tidak ada satu garis kemiskinan yang
berlaku umum. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan lokasi
dan standar kebutuhan hidup.
Menurut Badan Pusat Statistik ( 2010 ), penduduk miskin
adalah penduduk yang memiliki rata rata pengeluaran per kapita
per bulan di bawah garis kemiskinan. Penetapan perhitungan garis
kemiskinan dalam masyrakat yang berpenghasilan di bawah Rp.
7.057 per orang per hari. Penetapan Rp. 7.057 per orang per hari
tersebut berasal dari perhitungan garis kemiskinan yang mencakup
kebutuhan makanan dan non makanan. Untuk kebutuhan minuman
makanan di setarakan dengan 2.100 kilokalori per kapita per hari.
Garis kemiskinan non makanan adalah kebutuhan minuman untuk
perumahan (luas lantai bangunan, penggunaan air bersih, dan
fasilitas tempat pembuangan air besar); pendidikan (angka melek
huruf, wajib belajar 9 tahun, dan angka putus sekolah); dan
kesehatan (rendahnya konsumsi makanan bergizi, kurangnya sarana

16

kesehatan serta keadaan sanitasi dan lingkungan yang tidak


memadai).
Menurut World Bank menetapkan standar kemiskinan
berdasarkan pendapatan per kapita. Penduduk yang pendapatan per
kapitanya kurang dari sepertiga rata-rata pendapatan perkapita
nasional. Dalam konteks tersebut, maka ukuran kemiskinan menurut
World Bank adalah USD $2 per orang per hari.
Ukuran kemiskinan dipertimbangkan berdasarkan pada
norma pilihan dimana norma tersebut sangat penting terutama dalam
hal pengukuran didasarkan konsumsi (consumption based poverty
line). Oleh sebab itu, menurut Kuncoro (1997) garis kemiskinan
yang didasarkan pada konsumsi terdiri dari dua elemen, yaitu:
1. Pengeluaran yang diperlukan untuk memberi standar gizi
minimum dan kebutuhan mendasar lainnya.
2. Jumlah

kebutuhan

yang

sangat

bervariasi

yang

mencerminkan biaya partisipasi dalam kehidupan sehari-hari.


Garis kemiskinan dibedakan menurut tempat dan waktu, jadi
setiap daerah baik di desa maupun di kota mamiliki nilai yang
berbeda-beda dan biasanya nilai ini bertambah pada norma tertentu,
pilihan norma tersebut sangat penting terutama dalam hal
pengukuran kemiskinan. Batas garis kemiskinan dibedakan antara
desa dan kota. Perbedaan ini sangat signifikan antara di desa dan di
kota, hal ini disebabkan pada perbedaan dan kompleksitas di desa
dan di kota. terutama dalam hal pengukuran kemiskinan. Batas garis
kemiskinan dibedakan antara desa dan kota. Perbedaan ini sangat
signifikan antara di desa dan di kota, hal ini disebabkan pada
perbedaan dan kompleksitas di desa dan di kota.

17

2.4 Faktor Faktor Penyebab Kemiskinan


Sharp

(1966)

mencoba

mengidentifikasi

penyebab

kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi :


1. Secara

mikro,

ketidaksamaan

kemiskinan
pola

muncul

kepemilikan

karena

adanya

sumberdaya

yang

menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk


miskin hanya memiliki sumberdaya dalam jumlah terbatas
dan kualitasnya rendah.
2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas
sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang
rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya
upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia
ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang
beruntung, adanya diskriminasi, atau karena keturunan.
3. Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal.

2.5 Teori Lingkaran Kemiskinan


Ketiga penyebab kemiskinan diatas bermuara pada teori
lingkaran kemiskinan (vicious circle of poverty). Yang dimaksud
lingkaran kemiskinan adalah suatu lingkaran suatu rangkaian yang
saling mempengaruhi satu sama lain secara sedemikian rupa,
sehingga menimbulkan suatu keadaan dimana suatu negara akan
tetap miskin dan akan banyak mengalami kesukaran untuk mencapai
tingkat pembangunan yang lebih baik. Adanya keterbelakangan,
ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan
rendahnya produktifitas. Rendahnya produktifitas mengakibatkan
rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan

18

akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi, baik


invetasi manusia maupun investasi kapital. Rendahnya investasi
berakibat pada keterbelakangan dan seterusnya. Logika berpikir ini
dikemukakan oleh (Nurkse 1953), yang mengatakan a poor
country is a poor because it is poor (negara miskin itu miskin
karena dia miskin).
Menurut Nurkse ada dua lingkaran perangkap kemiskinan,
yaitu dari segi penawaran (supply) dimana tingkat pendapatan
masyarakat yang rendah yang diakibatkan oleh tingkat produktivitas
yang rendah menyebabkan kemampuan masyarakat untuk menabung
rendah. Kemampuan untuk menabung rendah, menyebabkan tingkat
pembentukan modal yang rendah, tingkat pembentukan modal
(investasi) yang rendah menyebabkan kekurangan modal, dan
dengan demikian tingkat produktivitasnya juga rendah dan
seterusnya. Dari segi permintaan (demand), di negara-negara yang
miskin perangsang untuk menanamkan modal adalah sangat rendah,
karena luas pasar untuk berbagai jenis barang adanya terbatas, hal
ini disebabkan oleh karena pendapatan masyarakat sangat rendah.
Pendapatan masyarakat sangat rendah karena tingkat produktivitas
yang rendah, sebagai wujud dari tingkatan pembentukan modal yang
terbatas di masa lalu. Pembentukan modal yang terbatas disebabkan
kekurangan perangsang untuk menanamkan modal dan seterusnya.
Gambar Lingkaran Kemiskinan yang Tidak Berujung
Pangkal dari Nurske

19

Gambar 2. 1 Lingkaran Kemiskinan (suryana, 2000)

2.6 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)


PDRB adalah nilai bersih barang dan jasa-jasa akhir yang
dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam
periode (Sasana, 2006).
PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah
mengelola sumber saya alam yang dimilikinya. Oleh karena itu
besaran PDRB yang dihasilkan oleh masing-masing daerah sangat
bergantung kepada potensi sumber daya alam dan faktor produksi
Daerah tersebut. Adanya keterbatasan dalam penyediaan faktorfaktor tersebut menyebabkan besaran PDRB bervariasi antar daerah.
Di dalam perekonomian suatu negara, masing-masing sektor
tergantung pada sektor yang lain, satu dengan yang lain saling
memerlukan baik dalam tenaga, bahan mentah maupun hasil
akhirnya. Sektor industri memerlukan bahan mentah dari sektor
pertanian dan pertambangan, hasil sektor industri dibutuhkan oleh
sektor pertanian dan jasa-jasa.
Menurut Badan Pusat Statistik (2008) angka PDRB dapat
diperoleh melalui tiga pendekatan yaitu pendekatan produksi,

20

pendekatan

pendapatan

dan

pendekatan

pengeluaran

yang

selanjutnya dijelaskan sebagai berikut :


1. Menurut Pendekatan Produksi
PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh berbagai unit produksi yang berada di suatu
wilayah/provinsi dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).
Unit-unit

produksi

tersebut

dalam

penyajiannya

dikelompokkan menjadi 9 sektor atau lapangan usaha yaitu;


Pertanian,

Pertambangan

dan

Penggalian,

Industri

Pengolahan, Listrik, Gas dan Air Bersih, Bangunan,


Perdagangan, Hotel dan Restoran, Pengangkutan dan
Komunikasi,

Jasa

Keuangan,

Persewaan

dan

Jasa

Perusahaan, Jasa-jasa.
2. Menurut Pendekatan Pendapatan
PDRB merupakan balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor
produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu
wilayah dalam waktu tertentu. Balas jasa faktor produksi
adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan
keuntungan; sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak
langsung lainnya. Dalam definisi ini PDRB mencangkup
juga penyusutan neto. Jumlah semua komponen pendapatan
per sektor disebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. Oleh
karena itu PDRB merupakan jumlah dari nilai tambah bruto
seluruh sektor.
3. Menurut Pendekatan Pengeluaran
PDRB adalah penjumlahan semua komponen permintaan
akhir yaitu:

21

a. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta


yang tidak mencari untung.
b. Konsumsi pemerintah
c. Pembentukan modal tetap domestik bruto
d. Perubahan Stok
e. Exspor neto

2.7 Indeks Pembangunan Manusia ( IPM )


Ukuran pembangunan yang digunakan selama ini, yaitu
PDB-dalam konteks nasional dan PDRB-dalam konteks regional,
hanya mampu memotret pembangunan ekonomi saja. Untuk itu
dibutuhkan suatu indikator yang lebih komprehensif, yang mampu
menangkap tidak saja perkembangan ekonomi akan tetapi juga
perkembangan

aspek

sosial

dan

kesejahteraan

manusia.

Pembangunan manusia memiliki banyak dimensi. Menurut Badan


Pusat Statistik (2007), Indeks pembangunan manusia (IPM)
merupakan ukuran capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah
komponen dasar kualitas hidup. IPM menggambarkan beberapa
komponen, yaitu capaian umur panjang dan sehat yang mewakili
bidang kesehatan; angka melek huruf, partisipasi sekolah dan ratarata lamanya bersekolah mengukur kinerja pembangunan bidang
pendidikan; dan kemampuan daya beli masyarakat terhadap
sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya
pengeluaran per kapita.
Penghitungan IPM sebagai indikator pembangunan manusia
memiliki tujuan penting, diantaranya:

22

Membangun indikator yang mengukur dimensi dasar


pembangunan

manusia

dan

perluasan

kebebasan

memilih.
-

Memanfaatkan sejumlah indikator untuk menjaga ukuran


tersebut sederhana.

Membentuk

satu

indeks

komposit

dari

pada

menggunakan sejumlah indeks dasar.


-

Menciptakan suatu ukuran yang mencakup aspek sosial


dan ekonomi.

Indeks tersebut merupakan indeks dasar yang tersusun dari


dimensi berikut ini :
-

Umur panjang dan kehidupan yang sehat, dengan


indikator angka harapan hidup;

Pengetahuan, yang diukur dengan angka melek huruf dan


kombinasi dari angka partisipasi sekolah untuk tingkat
dasar, menengah dan tinggi; dan

Standar hidup yang layak, dengan indikator PDRB per


kapita dalam bentuk Purchasing Power Parity (PPP).

Beberapa tahapan dalam penghitungan IPM dapat dijelaskan


sebagai berikut (IPM Jateng 2007):
Tahap pertama penghitungan IPM adalah menghitung indeks

masing-masing komponen IPM (harapan hidup, pengetahuan


dan standar hidup layak)
Indeks (Xi) = (Xi Xmin) / (Xmaks Xmin)

(2.1)

Dimana :
Xi
1,2,3

: indikator komponen pembangunan manusia ke-i, i =

23

Xmin : nilai minimum


Xi Xmaks : nilai maksimum Xi
Tahap kedua penghitungan IPM adalah menghitung rata-rata

dari masing-masing indeks Xi.


IPM = (indeks X1 + indeks X2 + indeks X3) / 3

(2.2)

Dimana :
X1 : indeks angka harapan hidup
X2 : indeks tingkat pendidikan
X3 : indeks standar hidup layak.
Tahap ketiga adalah menghitung Reduksi Shortfall, yang
digunakan untuk mengukur kecepatan perkembangan nilai
IPM dalam suatu kurun waktu tertentu.
r = { (IPMt+n IPMt) / (IPM ideal IPMt) }1/n

(2.3)

Dimana :
IPMt : IPM pada tahun t
IPMt+n : IPM pada tahun t+n
IPM ideal : 100

Konsep Pembangunan Manusia yang dikembangkan oleh


Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menetapkan peringkat
kinerja pembangunan manusia pada skala 0,0 100,0 dengan
katagori sebagai berikut :
-

Tinggi

: IPM lebih dari 80,0

Menengah Atas

: IPM antara 66,0 79,9

Menengah Bawah : IPM antara 50,0 65.9

Rendah

: IPM kurang dari 50,0

24

2.8 Pengangguran
Dalam standar pengertian yang sudah ditentukan secara
internasional, yang dimaksudkan dengan pengangguran adalah
seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja yang
secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah
tertentu,

tetapi

tidak

dapat

memperoleh

pekerjaan

yang

diinginkannya (Sadono Sukirno, 2000).


Oleh

sebab

itu,

menurut

Sadono

Sukirno

(2000)

pengangguran biasanya dibedakan atas 3 jenis berdasarkan keadaan


yang menyebabkannya, antara lain:
1. Pengangguran friksional, yaitu pengangguran yang
disebabkan oleh tindakan seseorang pekerja untuk
meninggalkan kerjanya dan mencari kerja yang lebih
baik atau sesuai dengan keinginannya.
2. Pengangguran struktural, yaitu pengangguran yang
disebabkan oleh adanya perubahan struktur dalam
perekonomian.
3. Pengangguran konjungtur, yaitu pengangguran yang
disebabkan oleh kelebihan pengangguran alamiah dan
berlaku sebagai akibat pengurangan dalam permintaan
agregat.
Menurut Edgar O. Edwards (dalam Lincolin Arsyad, 1999),
untuk

mengelompokkan

masing-masing

pengangguran

perlu

diperhatikan dimensi-dimensi sebagai berikut:


1. Waktu (banyak diantara mereka yang bekerja ingin
bekerja lebih lama, misal jam kerjanya per hari, per
minggu, atau per bulan).

25

2. Intensitas pekerjaan (yang berkaitan dengan kesehatan


dan gizi makanan).
3. Produktivitas

(kurangnya

produktivitas

seringkali

disebabkan oleh kurangnya sumberdaya-sumberdaya


komplementer untuk melakukan pekerjaan).
Berdasarkan hal-hal diatas Edwards memberikan bentukbentuk pengangguran adalah:
1. Pengangguran terbuka (open unemployment), adalah
mereka yang mampu dan seringkali sangat ingin bekerja
tetapi tidak tersedia pekerjaan yang cocok untuk mereka.
2. Setengah pengangguran (under unemployment), adalah
mereka yang secara nominal bekerja penuh namun
produktivitasnya rendah sehingga pengurangan dalam
jam kerjanya tidak mempunyai arti atas produksi secara
keseluruhan.
3. Tenaga kerja yang lemah (impaired), adalah mereka yang
mungkin bekerja penuh tetapi intensitasnya lemah karena
kurang gizi atau penyakitan.
4. Tenaga kerja yang tidak produktif, adalah mereka yang
mampu bekerja secara produktif tetapi tidak bisa
menghasilkan sesuatu yang baik.
Salah satu faktor penting yang menentukan kemakmuran
masyarakat adalah tingkat pendapatan. Pendapatan masyarakat
mencapai maksimum apabila tingkat penggunaan tenaga kerja penuh
dapat terwujudkan, sehingga apabila tidak bekerja atau menganggur
maka akan mengurangi pendapatan dan hal ini akan mengurangi

26

tingkat kemakmuran yang mereka capai dan dapat menimbulkan


buruknya kesejahteraan masyarakat (Sadono Sukirno, 2004).
Jumlah pengangguran menurut BPS (2008) adalah jumlah
orang yang masuk dalam angkatan kerja (usia 15 tahun ke atas) yang
sedang mencari pekaerjaan dan belum mendapatkannya. Orang yang
tidak sedang mencari kerja cantohnya, seperti ibu rumah tangga,
siswa sekolah SMP, SMA, mahasiswa perguruan tinggi, dan lain
sebagainya yang karena sesuatu hal tidak/belum membutuhkan
pekerjaan.
2.9 Jumlah Penduduk
Menurut Maier (di kutip dari Kuncoro,1997) jumlah
penduduk dalam pembangunan ekonomi suatu daerah merupakan
permasalahan mendasar. Karena pertumbuhan penduduk yang tidak
terkendali

dapat

mengakibatkan

tidak

tercapainya

tujuan

pembangunan ekonomi yaitu kesejahteraan rakyat serta menekan


angka kemiskinan. Ada dua pandangan yang berbeda mengenai
pengaruh penduduk pada pembangunan. Pertama, adalah pandangan
pesimistis yang berpendapat bahwa penduduk (pertumbuhan
penduduk yang pesat) dapat menghantarkan dan mendorong
pengurasan

sumberdaya,

lingkungan,

kehancuran

memunculkan

kekurangan
ekologis,

masalah-masalah

tabungan,

yang

sosial,

kerusakan

kemudian

seperti

dapat

kemiskinan,

keterbelakangan dan kelaparan (Ehrlich, 1981).


Kedua adalah pandangan optimis yang berpendapat bahwa
penduduk adalah asset yang memungkinkan untuk mendorong
pengembangan ekonomi dan prolosi inovasi teknologi dan
institusional (Simon dikutip dalam Thomas,et al.,2001: 1985-1986).

27

Sehingga dapat mendorong perbaikan kondisi sosial. Di kalangan


para pakar pembangunan telah ada konsensus bahwa laju
pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak hanya berdampak buruk
terhadap supply bahan pangan, namun juga semakin membuat
kendala bagi pengembangan tabungan, cadangan devisa, dan
sumberdaya manusia.
Menurut Todaro (2000) bahwa besarnya jumlah penduduk
berpengaruh positif terhadap kemiskinan. Hal itu dibuktikan dalam
perhitungan indek Foster Greer Thorbecke (FGT), yang mana
apabila jumlah penduduk bertambah maka kemiskinan juga akan
semakin meningkat.
Menurut Hermanto dan Dwi (2007) dalam penelitiannya
tentang pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan
dengan metode panel data mengimplikasikan bahwa jumlah
penduduk berhubungan positif dengan kemiskinan.

2.10

Pemodelan
Pemodelan

matematis

digunakan

untuk

mempelajari

dinamika suatu sistem yang memiliki kompleksitas tinggi dalam


berbagai bidang seperti biologi, kimia, fisika, kedokteran, ekonomi
dan sebagainya. Dalam bidang epidemiologi, pemodelan digunakan
untuk mengetahui pola persebaran penyakit yang diidentifikasi
melalui kontak fisik di sepanjang mobilitas individu antar lokasi
spesifik. Secara kuantitas, individu yang telah terinfeksi dapat
disimulasikan secara grafis menggunakan data sensus, data pola
perubahan tata guna lahan dan data mobilitas penduduk (Eubank,
2004). Bentuk penerapan lainnya adalah simulasi penularan penyakit

28

yang disebarkan oleh hewan, seperti penyakit tangan, kaki dan mulut
(Harvey dkk, 2007). Saat ini pemanfaatan model matematis dan
analisis statistik dalam epidemiologi difokuskan untuk membuat
prediksi faktor faktor yang menjadi parameter terhadap transmisi
penyakit dalam populasi (vektor maupun manusia)(Maiti dkk, 2004).
Model matematis persebaran penyakit yang memiliki
validitas dan akurasi tinggi merupakan konsep dasar untuk
memahami

dampak

penyakit

dan

menyusun

strategi

pengendaliannya. Dalam perumusan strategi pengendalian, model


harus

sudah

memiliki

parameter

kunci

seperti

struktur

sosiodemografi dalam populasi, konektivitas individu dalam


populasi dan struktur geografi dimana populasi berada(Barthelemy,
2005). Pemodelan epidemiologi terdiri dari tiga kategori, pertama
berbasis persamaan (model analisis), kedua berbasis agen (populasi
direpresentasikan sebagai suatu sistem yang dapat berinteraksi) dan
ketiga berbasis jaringan (interaksi sosial didasarkan pada teori
jaringan)( Skvortsov,2007).
Pemodelan

epidemiologi

berbasis

persamaan

(model

analisis) diawali dengan munculnya model SIR (Susceptible,


Infectious, Recovered). Model ini digunakan untuk menentukan
apakah seseorang dalam suatu populasi berada dalam fase rentan,
terinfeksi atau penyembuhan/mortalitas. Model SIR digunakan
untuk menghitung jumlah teoritis individu yang terinfeksi dan
seberapa cepat terjadi penularan dalam suatu populasi yang tertutup
(Johnson,2009).

29

2.11 Data Spasial


Data spasial mempunyai pengertian sebagai suatu data yang
mengacu pada posisi, obyek dan hubungan di antaranya dalam ruang
bumi. Data spasial merupakan salah satu item dari informasi, dimana
di dalamnya terdapat informasi mengenai bumi termasuk permukaan
bumi, di bawah permukaan bumi, perairan, kelautan dan bawah
atmosfir (Rajabidfard, 2000).
Karakteristik utama dari data spasial adalah bagaimana
mengumpulkan data dan memeliharanya untuk kepentingan. Selain
itu juga ditujukan sebagai salah satu elemen yang kritis dalam
melaksanakan pembangunan sosial ekonomi secara berkelanjutan
dan pengelolaan lingkungan. Berdasarkan perkiraan hampir lebih
dari 80% informasi mengenai bumi berhubungan dengan informasi
spasial (Wulan, 2002).

2.12 Analisis Data Spasial


Konsep

statistikal

banyak

didiskusikan

untuk

mengaplikasikan data spasial dengan teknik lebih utama yang sudah


dikembangkan untuk mengeksplorasi hubungan spasial. Analisis
data spasial dimulai dengan melihat pada titik pola dan dua teknik
yang digunakan untuk memeriksa yaitu analisis kuadrat (quadrat
analysis) dan analisis tetangga terdekat (nearest neighbor analysis)
(Moran, 1950).
Tetangga terdekat (nearest neighbor analysis) menyediakan
teknik analisis pola titik. Analisis tetangga terdekat difokuskan pada
jarak antara titik-titik daripada kepadatan titik-titik pada wilayah
studi untuk menentukan apakah titik yang diobservasi mengelompok

30

(clustered), acak (random) atau menyebar (dispersed). Jarak dij


antara tiap pasang dari titik i dan j pada sebuah pola titik dihitung
menggunakan teori Pitagoras. Tiap point i = 1,2,3,, n, titik
tetangga paling dekat ditentukan yaitu min j dij. Mean atau rata-rata
dari observasi tetangga terdekat,

. Statistik ini tidak dapat

digunakan untuk menggabungkan pola titik peta karena pengukuran


di unit sama dengan peta. Sebuah pengujian statitstik bernilai negatif
mengindikasikan sebuah mean jarak tetangga terdekat lebih kecil
dari yang diharapkan pada distribusi acak dan berisi dengan sebuah
pengelompokan titik-titik (Clark dan Evans, 1954).
2.13Peta
Peta adalah salah satu bentuk dokumen yang memuat
informasi tentang hubungan spasial unsur-unsur yang ada di muka
bumi, yang menggambarkan dunia nyata di atas suatu bidang datar
dalam bentuk symbol-simbol dan skala-skala tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya secara matematis (Kaneko,
1995).
Peta digital adalah suatu peta tematik yang disimpan dalam
format digital. Berbeda dengan format analog (hardcopy), peta
digital dapat diproses lebih lanjut dengan cepat, misalnya
penambahan dan koreksi data, dan kompilasi peta.
Adapun persyaratan-persyaratan geometrik yang harus
dipenuhi oleh suatu peta sehingga menjadi peta yang ideal adalah:
1. Jarak antara titik-titik

31

Jarak antara titik-titik yang terletak di atas peta harus sesuai


dengan

jarak

aslinya

di

permukaan

bumi

(dengan

memperhatikan faktor skala tertentu).


2. Luas
Luas suatu unsur yang direpresentasikan di atas peta harus
sesuai

dengan

luas

sebenarnya

(juga

dengan

mempertimbangkan skalanya).
3. Sudut atau arah
Sudut atau arah suatu garis yang direpresentasikan di atas
peta harus sesuai dengan arah yang sebenarnya (seperti di
permukaan bumi).
4. Bentuk
Bentuk suatu unsur yang direpresentasikan di atas peta harus
sesuai dengan bentuk yang sebenarnya (juga dengan
mempertimbangkan faktor skalanya).

Pada kenyataannya di lapangan merupakan hal yang tidak


mungkin menggambarkan sebuah peta yang dapat memenuhi semua
kriteria di atas, karena permukaan bumi itu sebenarnya melengkung.
Sehingga pada saat melakukan proyeksi dari bentuk permukaan
bumi yang melengkung tersebut ke dalam bidang datar (kertas) akan
terjadi distorsi. Oleh karena itu maka akan ada kriteria yang tidak
terpenuhi, prioritas kriteria dalam melakukan

proyeksi peta

tergantung dari penggunaan peta tersebut di lapangan, misalnya


untuk

peta

yang

digunakan

untuk

perencanaan

jaringan

telekomunikasi maka yang akan jadi prioritas peta ideal adalah


kriteria jarak dan titik, sedangkan pada peta lokasi sarana pelayanan

32

kesehatan yang akan digunakan adalah kriteria sudut dan arah


(Kurnianto, 2009).
2.14 Gi * statistik
Data spasial yang berkembang secara besar dan modern
dengan kemampuan untuk visualisasi dan manipulasi di Sistem
Informasi Geografis (SIG), menciptakan permintaan sebuah teknik
baru untuk analisis data spasial pada eksplorasi dan sebuah
penerimaan (Anselin & Getis, 1992). Statistik lokal yang berpusat
pada asosiasi pola spasial local (hotspot), untuk mendeteksi hotspot
pengukuran dengan statistik lokal memiliki kuantitas variasi pada
autokorelasi spasial daripada global (Tobler, 1965).
Hotspot (titik panas) adalah suatu kondisi yang mengindikasi
suatu wilayah membentuk clustering atau pengelompokan di sebuah
distribusi spasial. Hotspot secara sederhana dideteksi dengan cara
mengamati suatu lokasi dengan fenomena melimpah/besar. Dalam
ekologi, hotspot sering dideteksi di puncak global secara spasial,
dimana sebuah nilai pada observasi disatukan dengan semua nilainilai data set. Hubungan data spasial penting dan arti dari lokal
spasial yaitu, menggabungkan nilai observasi dengan lokasi-lokasi
sekitar/tetangga dari letak yang diobservasi. Mendeteksi hotspot
adalah langkah awal untuk mengetahui proses untuk membangkitkan
kejadian dari pola spasial (Getis & Boots, 1978).
Hotspot diberikan pada lokasi dengan banyak atau beragam
kasus dalam daerah observasi, sebut saja wilayah yang paling
beragam. Umumnya, metode lokal spasial lebih efektif untuk
mendeteksi hotspot

ketika

area

studinya

luas dan proses

33

membangunnya

tidak

berubah-rubah

atau

tetap.

Sedangkan

autokorelasi spasial adalah sebuah gagasan yang membuat semua


berkaitan dan segala yang dekat lebih banyak daripada yang jauh
(Tobler, 1965).
Pengukuran asosiasi spasial berdasarkan definisi dari sebuah
tetangga tiap lokasi dari observasi dari sebuah jarak. Metode Gi*
statistik z(Gi) dari Getis dan Ord merupakan metode yang
membantu mencari lokasi panas (hotspot), titik panas ini berguna
dalam menentukan nilai dari tetangga-tetangga yang berdekatan
dengan titik panas tersebut. Penentuan indikator suatu wilayah
dikatakan ekstrim tinggi hingga sangat rendah bergantung dari nilai
z(Gi), dimana z(Gi) > 2 artinya ada hubungan lokal nilai positif
signifikan, sedangkan apabila z(Gi) < -2 mengindikasikan bahwa
nilai keterkaitan sangat kecil/rendah (Getis dan Ord, 1992).
Penggunaan metode Gi * Statistik ini di pilih karena dengan metode
ini user atau pemakai dapat menentukan daerah rawan kemiskinanan
yang paling tinggi di bandingkan dengan daerah lainya dengan
mudah karena telah di kelompokkan per wilayah data.
Pada penelitian ini yang di jadikan titik awal adalah
Sukoharjo (xi), dimana daerah ini memiliki keragaman dan jumlah
data yang tinggi. Selain itu di hitung dengan metode queen move
didapat hasil Sukoharjo memiliki nilai rata rata yang mendekati
dari keragaman kasus Indeks pembangunanan manusia tahun 2005.

34

A
X
B

Gambar 2. 2 Metode Queen Move

Dimana ,
X

: Titik awal yang kita tentukan

A,B,C : Tetangga di sekitar titik X


Rumus Metode Queen Move
Q

Wij
n

Dimana :
Q

: Rata rata dari Queen Move

Wij : Jumlah data pada titik awal dan daerah sekitarnya


n

: Jumlah daerah titik awal dan daerah sekitarnya


Tetangga pada Gi*Statistik adalah daerah-daerah yang

dikelompokkan berdasarkan titik awal sebagai titik pusatnya. Ada 2


jenis tetangga pada Gi*Statistik yaitu tetangga per region dari titik
awal dan tetangga dari luar daerah perhitungan atau tetangga
berdasarkan letak geografis (xj). Tetangga yang digunakan pada
perhitungan kali ini menggunakan jumlah kabupaten yang ada di
Provinsi Jawa Tengah.
Sedangkan tetangga (xj) yang berada diantara wilayah studi
yang di hitung berdasarkan letak geografis yang berdekatan dengan
titik awal yang telah di tentukan. Provinsi Jawa Tengah di kelilingi
oleh Provinsi Jawa Barat (26 kabupaten dan kota), Provinsi Jawa

35

Timur (38 kabupaten dan kota) dan Daerah Istemewa Jogjakarta ( 5


kabupaten dan kota), sehingga jumlah kabupaten yang mengelilingi
Provinsi Jawa Tengah 69 kabupaten dan kota. Jika menggunakan
peritungan menggunakan Gi * stat menjadi 104 kabupaten dan kota
karena titik wilayah atau titik awal dihitung untuk menentukan nilai
n ( jumlah wilayah studi keseluruhan berdasarkan letak geografis).
Tetangga yang berdekatan dengan Klego dibagi menjadi 6
bagian terdekat yang dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.1 Penentuan Tetangga di Provinsi Jawa Tengah

No

Tetangga

Meliputi

Jumlah

Jumlah

Terdekat

Kelurahan

Tetangga

Tetangga
Dari
Tetangga

1.

Sukoharjo,wonogir 6

i,
klaten,karanganyar
, surakarta (kota)
2.

II

Sragen, magelang, 11

17

semarang, salatiga
(kota), grobogan
3.

III

Blora,pati,kudus,d

21

38

26

64

emak,semarang
(kota),kendal,tema
nggung,purworejo,
wonosobo,
magelang (kota)
4.

IV

Rembang,jepara,

36

batang,banjarnegar
a, kebumen
5.

Cilacap,

31

95

banyumas,purbalin
gga,pekalongan,pe
kalongan (kota)
6.

VI

Pemalang,brebes

33

128

7.

VII

Tegal , tegal ( kota 35

163

Jumlah tetangga pertama di dapat dari jumlah tetangga dari


Sukoharjo sebagai titik awal yang memiliki jumlah tetangga
termasuk klego yakni ada 6 kabupaten dan kota. Kemudian pada
jumlah tetangga kedua adalah 11 kabupaten dan kota dengan jumlah
tetangga dari tetangga 17 kabupaten dan kota ( Jumlah tetangga
pertama ditambahkan dengan jumlah tetangga kedua ). Begitu
dengan jumlah tetangga dengan tetangga tetangga selanjutnya.
Adapun Rumus fungsi Gi * statistik dari Getis dan Ord,

wi j wij

x
x
i

s2

( sumber : Scrucca, Luca, 2005 )

37

Dimana,
z(Gi)

w (d ) x
ij

:nilai Gi*statistik
j

:Jumlah data per region atau tetangga dari tetangga

:Rata-rata seluruh kasus pada wilayah studi.

wi

:Jumlah tetangga antara wilayah studi dengan tetangga


terdekatnya

s2

:variance / .perbedaan antar i (sites)

:Jumlah tetangga yang berdekatan dengan studi area


(letak geografis)

38

Vous aimerez peut-être aussi