Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Atresia bilier merupakan penyakit hati yang ditandai dengan obstruksi dan
fibro-obliterasi progresif saluran bilier ekstrahepatik. Sampai saat ini penyebab
atresia bilier belum diketahui. Kejadian atresia bilier dilaporkan antara 1:8000
sampai 1:18000 kelahiran hidup.1,2 Atresia bilier merupakan penyebab penyakit
hati terminal yang merupakan indikasi utama transplantasi hati pada anak. Gejala
awal atresia bilier seringkali sulit dibedakan dengan ikterus neonatorum fisiologis,
sehingga diagnosis dan tata laksana menjadi terlambat. Penyebab lain
keterlambatan diagnosis adalah adanya beberapa diagnosis banding sebagai
penyebab hiperbilirubinemia direk yang memerlukan waktu untuk penegakan
diagnosis.1
Kelainan ini merupakan salah satu penyebab utama kolestasis yang harus
segera mendapat terapi bedah bahkan transplantasi hati pada kebanyakan bayi
baru lahir. Jika tidak segera dibedah, maka sirosis bilier sekunder dapat terjadi.
Pasien dengan Atresia Bilier dapat dibagi menjadi 2 kelompok yakni, Atresia
Bilier terisolasi (Tipe perinatal) yang terjadi pada 65-60% pasien, namun menurut
Hassan dan William, presentasenya dapat mencapai 85-90% pasien (bukti atresia
diketahui pada minggu ke 2-8 pasca lahir), dan pasien yang mengalami situs
inversus atau polysplenia/asplenia dengan atau tanpa kelainan kongenital lainnya
(Tipe Janin), yang terjadi pada 10-35% kasus (bukti atresia diketahui < 2 minggu
pasca lahir). Atresia Bilier adalah alasan paling umum untuk transplantasi hati
pada anak-anak di Amerika Serikat dan sebagian besar dunia Barat.2,4
Gambar 1. Tipe atresia bilier. Tipe I obliterasi segmental duktus biliaris komunis;
tipe II obliterasi segmental duktus hepatikus; tipe III obliterasi seluruh duktus
biliaris sampai ke tingkat porta hepatis.4
Kelainan patologi sistem bilier ekstrahepatik berbeda-beda pada setiap
pasien. Namun jika disederhanakan, maka kelainan patologis itu dapat
diklasifikasikan berdasarkan lokasi atresia yang sering ditemukan:(1)
-
Tipe 1
Tipe II
Type III
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian dari Atresia Bilier (AB) di USA sekitar 1:15.000 kelahiran,
dan didominasi oleh pasien berjenis kelamin wanita.7 Dan didunia angka kejadian
Atresia Bilier tertinggi di Asia, dengan perbandingan bayi-bayi di negara Cina
lebih banyak dibandingkan Bayi di Negara Jepang.2 Dari segi gender, Atresia
Bilier lebih sering ditemukan pada anak perempuan. Dan dari segi usia, lebih
sering ditemukan pada bayi-bayi baru lahir dengan rentang usia kurang dari 8
minggu.2 Insidens tinggi juga ditemukan pada pasien dengan ras kulit hitam yang
dapat mencapai 2 kali lipat insidens bayi ras kulit putih.3
Di Kings College Hospital England antara tahun 1970-1990, atresia bilier
377 (34,7%), hepatitis neonatal 331 (30,5%), -1 antitripsin defisiensi 189
(17,4%), hepatitis lain 94 (8,7%), sindroma Alagille 61 (5,6%), kista duktus
koledokus 34 (3,1%).3
Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun
1999-2004 dari 19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal
kolestasis. Neonatal hepatitis 68 (70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus
koledukus 5 (5,2%), kista hati 1 (1,04%), dan sindroma inspissated-bile 1
(1,04%).3
B. Anatomi dan fisiologi sistem bilier
Sistem bilier ekstrahepatik dibentuk oleh:
1. Vesica Fellea
Adalah organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml
empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Panjang kandung
empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap yang disebabkan
warna cairan empedu yang dikandungnya. Terdiri atas fundus, corpus dan
-
collum.10
Fundus vesica fellea berproyeksi didepan dinding abdomen terdapat pada
perpotongan dari arcus costalis dextra (cartilago ke-9) dilateralnya ada m.
Collum akan melanjutkan diri sebagai ductus cysticus, juga memiliki tonjolan
seperti kantung yang disebut Hartmanns pouch. Ductus cysticus kemudian
12 lipatan,
III.
IIa
Penjelasan
Atresia (sebagian atau
total)
duktus
bilier
komunis,
segmen
proksimal paten.
Obliterasi duktus
hepatikus
komunis
(duktus bilier
komunis,
duktus
cystikus, dan
kandung
empedu
semuanya
normal)
Gambar
IIb
Obliterasi duktus
bilierkomunis,
duktus
hepatikus
komunis,
duktus
cystikus.
Kandung
empedu
normal.
III
IV.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi Atresia bilier juga belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan
menandakan telah terjadi suatu infeksi dan/atau gangguan agen toksik yang
mengakibatkan terputusnya duktus biliaris.2
Pada tipe III, varian histopatologis yang sering ditemukan, sisa jaringan
fibrosis mengakibatkan sumbatan total pada sekurang-kurangnya satu bagian
sistem bilier ekstrahepatik. Duktus intrahepatik, yang memanjang hingga ke porta
hepatis, pada awalnya paten hingga beberapa minggu pertama kehidupan tetapi
dapat rusak secara progresif oleh karena serangan agen yang sama dengan yang
merusak ductus ekstrahepatik maupun akibat efek racun empedu yang tertahan
lama dalam ductus ekstrahepatik.2
Peradangan aktif dan progresif yang terjadi pada pengrusakan sistem bilier
dalam penyakit Atresia Bilier merupakan suatu lesi dapatan yang tidak melibatkan
satu faktor etiologik saja. Namun agen infeksius dianggap lebih memungkinkan
menjadi penyebab utamanya, terutama pada kelainan atresia yang terisolasi.
Beberapa penelitian terbaru telah mengidentifikasi peningkatan titer antibodi
terhadap retrovirus tipe 3 pada pasien - pasien yang mengalami atresia.
Peningkatan itu terjadi pula pada rotavirus dan sitomegalovirus.2
V.
DIAGNOSIS
A. GAMBARAN KLINIS
- Anamnesis
Gambaran klinis bayi yang mengalami Atresia Bilier sangat mirip dengan
kolestasis, tanpa dilihat dari etiologinya . Gejala utamanya antara lain ikterus
yang bisa muncul segera atau beberapa minggu setelah lahir, urin yang
menyerupai teh pekat dan feses warna dempul. Pada kebanyakan kasus,
Atresia Bilier ditemukan pada bayi yang aterm, meskipun insidens yang
lebih tinggi lagi ditemukan pada yang BBLR (bayi berat lahir rendah). Pada
kebanyakan kasus, feses akolik tidak ditemukan pada minggu pertama
kehidupan. Tapi beberapa minggu setelahnya. Nafsu makan, pertumbuhan
dan pertambahan berat badan biasanya normal.2,4,9
10
- Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisik tidak dapat mengidentifikasi semua kasus Atresia Bilier.
Tidak
ada
temuan
patognomonik
yang
dapat
digunakan
untuk
maka kita dapat mencurigai telah terjadi sirosis dengan hipertensi portal.
- Ikterus yang memanjang pada neonatus, lebih dari 2 minggu
- Pada pasien dengan sindrom asplenia, dapat ditemukan garis tengah hepar
-
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
Serum bilirubin (total dan direk): hiperbilirubinemia terkonjugasi,
didefinisikan sebagai peningkatan bilirubin terkonjugasi lebih dari 2 mg/dL
atau lebih dari 20% total bilirubin.10
Bayi dengan Atresia Bilier menunjukkan peningkatan moderat pada
bilirubin total, yang biasanya antara 6-12 mg/dl, dengan fraksi terkonjugasi
mencapai 50-60% dari total bilirubin serum.2
Memeriksa kadar alkaline phosphatase (AP), 5' nucleotidase, gammaglutamyl transpeptidase (GGTP), serum aminotransferases dan serum asam
empedu. Pada semua tes ini, terjadi peningkatan baik dalam hal sensitivitas
maupun spesifitas. Sayangnya, tidak ada satu pun pemeriksaan biokimia yang
dapat membedakan secara akurat antara Atresia Bilier dengan penyebab
kolestasis lain pada neonatus.2
11
kerusakan hepatoseluler.2
Kadar aminotransferase tidak terlalu menolong dalam menegakkan
diagnosis secara khusus, meskipun peningkatan kadar alanine transferase
(>800 IU/L) mengindikasikan kerusakan hepatoseluler yang signifikan dan
lebih konsisten pada kondisi sindrom hepatitis neonatus.2,4
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
anomali sistem
12
Gambar 2. Tampak bayangan echo inhomogen pada tekstur hepar, dan dinding
yang jelas pada common bile duct (CBD) (panah)6
13
Gambar 4 : HSS pada pasien dengan Atresia Bilier yang menunjukkan tidak
adanya ekskresi marker ke usus dalam 24 jam.
14
empedu, saluran kistik, saluran empedu umum, dan saluran hepatik umum
divisualisasikan. Saluran empedu extrahepatic, kecuali kandung empedu,
tidak digambarkan. MRCP memiliki akurasi 98%, sensitivitas 100% dan
spesifisitas 96%, untuk diagnosis atresia bilier sebagai penyebab ikterus
kolestasi.
Gambar 6. Pada Atresia Bilier tipe 1, pada MRC (A) tampak ductuli
intrahepatic yang hipoplastic (white arrows), yang dapat terlihat pada
cholangiography.
Cholangiography Intraoperatif
Pemeriksaan ini secara definitif dapat menunjukan kelainan
anatomis traktus biliaris. Kolangiografi intraoperatif dilakukan ketika biopsi
15
dalam mengevaluasi
kolestasis
neonatus. Tingkat
yang menyebutkan bahwa Atresia Bilier dapat terjadi karena faktor ontogenik
dan dapatan, namun tidak ada temuan histologis kualitatif yang dapat
16
menunjukkan
karakteristik
perbedaan
keduanya.
Spesimen
bedah
laparatomi
eksplorasi
dan
kolangiografi
intraoperatif.
PENATALAKSANAAN
Terapi medikamentosa
1) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam
empedu ( asam itokolat), dengan memberikan :
- Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis per oral. Fenobarbital
akan merangsang enzim glukoronil transferase ( untuk mengubah
bilirubin indirek menjadi bilirubin direk ); enzim sitokrom P-450
( untuk oksigenasi toksin), enzim na+ K+ ATPase ( menginduksi
aliran empedu).
17
Konsultasi
Evaluasi kolestasis neonatal dapat dilakukan di pelayanan kesehatan
primer dengan bergantung pada rehabilitasi temuan laboratorium. Tes nonbedah dan eksplorasi bedah lainnya hanya dapat dilakukan di pusat
pelayanan kesehatan yang berpengalaman menangani kelainan seperti ini.
Dokter umum tidak boleh menunda diagnosis atresia bilier. Bila ditemukan
bayi yang dicurigai menderita icterus obstruktif, maka haus segera di rujuk
ke dokter subspesialis.2
Terapi Bedah
Bila semua pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis
atresia bilier hasilnya meragukan, maka Fitzgerald menganjurkan
laparatomi eksplorasi pada keadaan sebagai berikut:
Bila feses tetap akolik dengan bilirubin direk> 4 mg/dl atau terus
meningkat, meskipun telah diberikan fenobarbital atau telah dilakukan
uji prednison selama 5 hari.
18
19
KOMPLIKASI
Kolangitis
Hipertensi portal
Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal
Keganasan7
PROGNOSIS
Sebelum ditemukan transplantasi hati sebagai terapi pilihan pada anak
dengan penyakit hati stadium akhir, angka kelangsungan hidup jangka panjang
pada anak penderita Atresia Bilier yang telah mengalami portoenterostomy
adalah 47-60% dalam 5 tahun dan 25-35% dalam 10 tahun. Keberhasilan
operasi portoenteromtomy dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain :
- Umur pada waktu dioperasi, lebih awal lebih baik. Bila operasi
dilakukan pada usia <8 minggu maka angka keberhasilannya 71,86%,
sedangkan bila operasi dilakukan pada usia >8 minggu maka angka
keberhasilannya hanya 34,43%
- Gambaran anatomi duktus biliaris ekstra hepatik
- Ukuran duktus biliaris daerah ekstra hepatik
- Ada tidaknya cirrhosis hepatis
- Adanya kolangitis
- Kemungkinan dapat dilakukannya transplantasi hati
Sepertiga dari semua pasien yang telah melakukan
operasi
BAB III
KESIMPULAN
-
Atresia bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau
keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran
20
DAFTAR PUSTAKA
21
22