Vous êtes sur la page 1sur 36

REFERAT

Skizofrenia

PEMBIMBING : dr. Prasilla Darwin, SpKJ

Oleh:
Prya Chairullah 1102010222

Departemen Ilmu Penyakit Jiwa RSIJ Bunga Rampai


Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
2015

BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu gangguan jiwa yang merupakan permasalahan kesehatan di seluruh dunia
adalah skizofrenia. Para pakar kesehatan jiwa menyatakan bahwa semakin modern dan
indsutrial suatu masyarakat, semakin besar pula stressor psikososialnya, yang pada gilirannya
menyebabkan orang jatuh sakit karena tidak mampu mengatasinya. Salah satu penyakit itu
adalah gangguan jiwa skizofrenia.
Gangguan jiwa merupakan gangguan pada pikiran, perasaan, atau perilaku yang
mengakibatkan penderitaan dan terganggunya fungsi sehari-hari. Skizofrenia adalah
sekelompok gangguan psikotik dengan distorsi khas proses pikir, kadang-kadang mempunyai
perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham yang
kadang-kadang aneh, gangguan persepsi, afek abnormal yang terpadu dengan situasi nyata
atau sebenarnya, dan autisme. Meskipun demikian, kesadaran yang jernih dan kapasitas
intelektual biasanya tidak terganggu.
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1% penduduk
di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul
pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Onset pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun
dan pada perempuan antara 25-35 tahun. Prognosis biasanya lebih buruk pada laki-laki bila
dibandingkan dengan perempuan. Onset setelah umur 40 tahun jarang terjadi.1

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, shizein yang berarti terpisah atau
pecah, dan phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif, dan perilaku. Secara umum, gejala skizofrenia dapat
dibagi menjadi tiga golongan, yaitu gejala positif, gejala negatif, dan gangguan dalam
hubungan interpersonal.
Skizofrenia adalah diagnosis kejiwaan yang menggambarkan gangguan mental
dengan karakter abnormalitas dalam persepsi atau gangguan mengenai realitas. Abnormalitas
persepsi dapat berupa gangguan komunikasi sosial yang nyata. Sering terjadi pada dewasa
muda, ditegakkan melalui pengalaman pasien dan dilakukan observasi tingkah laku, serta
tidak dibutuhkan adanya pemeriksaan laboratorium.
Berdasarkan PPDGJ III, skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi
penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh
genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang
fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
(inappropriate) atau tumpul (blunted), kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan
kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu
dapat berkembang kemudian.
Skizofrenia merupakan suatu gangguan psikotik yang kronik, sering mereda, namun
hilang timbul dengan manifestasi klinis yang amat luas variasinya. Menurut Eugen Bleuler,
skizofrenia adalah suatu gambaran jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau
disharmoni atara proses pikir, perasaan, dan perbuatan.

B. Etiologi
Tidak ada jalur etiologi tunggal yang telah diketahui menjadi penyebab skizofrenia.
Penyakit ini mungkin mewakili sekelompok heterogen gangguan yang mempunyai gejalagejala serupa. Secara genetik, sekurang-kurangnya beberapa individu penderita skizofrenia
mempunyai kerentanan genetik herediter. Penelitian Computed Tomography (CT) otak dan
penelitian post mortem mengungkapkan perbedaan-perbedaan otak penderita skizofrenia dari
otak normal walau pun belum ditemukan pola yang konsisten. Penelitian aliran darah,
glukografi, dan Brain Electrical Activity Mapping (BEAM) mengungkapkan turunnya
aktivitas

lobus

frontal

pada

beberapa

individu

penderita

skizofrenia.

Status

hiperdopaminergik yang khas untuk traktus mesolimbik (area tegmentalis ventralis di otak
tengah ke berbagai struktur limbic) menjadi penjelasan patofisiologis yang paling luas
diterima untuk skizofrenia.
Semua tanda dan gejala skizofrenia telah ditemukan pada orang-orang bukan penderita
skizofrenia akibat lesi system syaraf pusat atau akibat gangguan fisik lainnya. Gejala dan
tanda psikotik tidak satu pun khas pada semua penderita skizofrenia. Hal ini menyebabkan
sulitnya menegakkan diagnosis pasti untuk gangguan skizofrenia. Keputusan klinis diambil
berdasarkan sebagian pada :
1. Tanda dan gejala yang ada
2. Rriwayat psikiatri
3. Setelah menyingkirkan semua etiologi organic yang nyata seperti keracunan dan putus obat
akut.
Penyebab skizofrenia dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Model Diatesis-stres
Suatu model untuk integrasi faktor biologis dan faktor psikososial dan lingkungan
yang merupakan model diatesis. Model ini mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki
suatu kerentanan spesifik (diatesis) ada kemungkinan lingkungan akan menimbulkan stres.
Pada model diatesis-stres yang paling umum maka diatesis atau stres dapat berupa biologis
atau lingkungan atau keduanya.
Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis (sebagai
contohnya, situasi keluarga yang penuh ketegangan atau kematian orang terdekat).

Dasar biologikal dari diatesis selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh epigenetik
seperti penyalahgunaan obat, stress psikososial , dan trauma.6
2. Faktor Neurobiologi
Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya kerusakan
pada bagian otak tertentu. Namun sampai kini belum diketahui bagaimana hubungan antara
kerusakan pada bagian otak tertentu dengan munculnya simptom skizofrenia.
Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat seseorang
menjadi patologis, yaitu sitem limbik, korteks frontal, cerebellum dan ganglia basalis.
Keempat area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi pada satu area mungkin
melibatkan proses patologis primer pada area yang lain. Dua hal yang menjadi sasaran
penelitian adalah waktu dimana kerusakan neuropatologis muncul pada otak, dan interaksi
antara kerusakan tersebut dengan stressor lingkungan dan sosial. 11
3. Faktor Biologi
Komplikasi kelahiran
Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami
skizofrenia, hipoksia perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap skizofrenia.
Infeksi
Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah dilaporkan
pada orang orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa terpapar infeksi virus
pada trimester kedua kehamilan akan meningkatkan seseorang menjadi skizofrenia.
Hipotesis Dopamin
Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap gejala
skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun antipikal menyekat reseptor
dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem dopaminergik maka gejala
psikotik diredakan. Berdasarkan pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala gejala
skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas sistem dopaminergik. 11

Hipotesis Serotonin
Rumusan yang paling sederhana dari hipotesis dopamin untuk skizofrenia
menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan karena terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik.
Teori tersebut timbul dari dua pengamatan. Pertama, Clozapine, dinyatakan mempunyai
khasiat dan potensi anti psikotik serta berhubungan dengan kemampuannya untuk bertidak
sebagai antagonis reseptor dopaminergik tipe 2 (D2). Kedua, obat-obatan yang meningkatkan
dopaminergik, yang paling jelas adalah amfetamin, yang merupakan salah satu
psikotomimetik.
Hipotesis tersebut memiliki dua masalah. Pertama, antagonis dopamin efektif dalam
mengobati hampir semua pasien psikotik dan pasien yang teragitasi berat, tidak tergantung
pada diagnosis. Dengan demikian tidak mungkin menyimpulkan bahwa terjadi hiperaktivitas
dopaminergik. Sebagai contohnya antagonis dopamin digunakan juga untuk mengobati mania
akut. Kedua, beberapa data elektrofisiologis menyatakan bahwa neuron dopaminergik
mungkin meningkatkan kecepatan pembakarannya sebagai respon dari pemaparan jangka
panjang dengan obat anti psikotik. Data tersebut menyatakan bahwa abnormalitas awal pada
pasien ini mungkin melibatkan keadaan hipodominergik. 11
Struktur Otak
Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan ganglia
basalis. Otak pada penderita skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang normal,
ventrikel terlihat melebar, penurunan massa abu abu dan beberapa area terjadi peningkatan
maupun penurunan aktifitas metabolik. Pemeriksaan mikroskopis dan jaringan otak
ditemukan sedikit perubahan dalam distribusi sel otak yang timbul pada masa prenatal karena
tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada trauma otak setelah lahir.
Genetika
Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari
populasi umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat pertama
seperti orang tua, kakak laki laki ataupun perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat yang
mempunyai hubungan derajat ke dua seperti paman, bibi, kakek / nenek dan sepupu
dikatakan lebih sering dibandingkan populasi umum. Kembar identik 40% sampai 65%

berpeluang menderita skizofrenia sedangkan kembar dizigotik 12%. Anak dan kedua orang
tua yang skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua 12%. 11
Faktor Psikososial
1 Teori Tentang Individu Pasien
- Teori Psikoanalitik
Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi perkembangan, yang
muncul lebih awal daripada gangguan neurosis. Jika neurosis merupakan konflik antara id
dan ego, maka psikosis merupakan konflik antara ego dan dunia luar. Menurut Freud,
kerusakan ego (ego defect) memberikan kontribusi terhadap munculnya simptom skizofrenia.
Disintegrasi ego yang terjadi pada pasien skizofrenia merepresentasikan waktu dimana ego
belum atau masih baru terbentuk. Konflik intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa
awal serta kerusakan ego yang mungkin merupakan hasil dari relasi obyek yang buruk turut
memperparah symptom skizofrenia. Hal utama dari teori Freud tentang skizofrenia adalah
dekateksis obyek dan regresi sebagai respon terhadap frustasi dan konflik dengan orang lain.
Harry Stack Sullivan mengatakan bahwa gangguan skizofrenia disebabkan oleh kesulitan
interpersonal yangyang terjadi sebelumnya, terutama yang berhubungan dengan apa yang
disebutnya

pengasuhan

ibu

yang

salah,

yaitu

cemas

berlebihan.

Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia, kerusakan ego


mempengaruhi interprestasi terhadap realitas dan kontrol terhadap dorongan dari dalam,
seperti seks dan agresi. Gangguan tersebut terjadi akibat distorsi dalam hubungan timbal
balik ibu dan anak. Berbagai simptom dalam skizofrenia memiliki makna simbolis bagi
masing-masing pasien. Misalnya fantasi tentang hari kiamat mungkin mengindikasikan
persepsi individu bahwa dunia dalamnya telah hancur. Halusinasi mungkin merupakan
substitusi dari ketidakmampuan pasien untuk menghadapi realitas yang obyektif dan mungkin
juga merepresentasikan ketakutan atau harapan terdalam yang dimilikinya.
- Teori Psikodinamik
Berbeda dengan model yang kompleks dari Freud, pandangan psikodinamik
setelahnya lebih mementingkan hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus. Hambatan
dalam membatasi stimulus menyebabkan kesulitan dalam setiap fase perkembangan selama
masa kanak-kanak dan mengakibatkan stress dalam hubungan interpersonal.

Menurut pendekatan psikodinamik, simptom positif diasosiasikan dengan onset akut


sebagai respon terhadap faktor pemicu/pencetus, dan erat kaitannya dengan adanya konflik.
Simptom negatif berkaitan erat dengan faktor biologis, dan karakteristiknya adalah absennya
perilaku/fungsi tertentu. Sedangkan gangguan dalam hubungan interpersonal mungkin timbul
akibat konflik intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan dengan kerusakan ego yang
mendasar. Tanpa memandang model teoritisnya, semua pendekatan psikodinamik dibangun
berdasarkan pemikiran bahwa symptom-simptom psikotik memiliki makna dalam
skizofrenia. Misalnya waham kebesaran pada pasien mungkin timbul setelah harga dirinya
terluka. Selain itu, menurut pendekatan ini, hubungan dengan manusia dianggap merupakan
hal yang menakutkan bagi pengidap skizofrenia.
- Teori Belajar
Menurut teori ini, orang menjadi skizofrenia karena pada masa kanak-kanak ia belajar
pada model yang buruk. Ia mempelajari reaksi dan cara pikir yang tidak rasional dengan
meniru dari orangtuanya, yang sebenarnya juga memiliki masalah emosional.
2. Teori Tentang Keluarga
Beberapa pasien skizofrenia-sebagaimana orang yang mengalami nonpsikiatrikberasal dari keluarga dengan disfungsi, yaitu perilaku keluarga yang patologis, yang secara
signifikan meningkatkan stress emosional yang harus dihadapi oleh pasien skizofrenia.
Antara lain:
- Double Bind
Konsep yang dikembangkan oleh Gregory Bateson untuk menjelaskan keadaan
keluarga dimana anak menerima pesan yang bertolak belakang dari orangtua berkaitan
dengan perilaku, sikap maupun perasaannya. Akibatnya anak menjadi bingung menentukan
mana pesan yang benar, sehingga kemudian ia menarik diri kedalam keadaan psikotik untuk
melarikan diri dari rasa konfliknya itu.
- Schims and Skewed Families
Menurut Theodore Lidz, pada pola pertama, dimana terdapat perpecahan yang jelas
antara orangtua, salah satu orang tua akan menjadi sangat dekat dengan anak yang berbeda
jenis kelaminnya. Sedangkan pada pola keluarga skewed, terjadi hubungan yang tidak

seimbang antara anak dengan salah satu orangtua yang melibatkan perebutan kekuasaan
antara kedua orangtua, dan menghasilkan dominasi dari salah satu orang tua.
- Pseudomutual and Pseudohostile Families
Dijelaskan oleh Lyman Wynne, beberapa keluarga men-suppress ekspresi emosi
dengan menggunakan komunikasi verbal yang pseudomutual atau pseudohostile secara
konsisten. Pada keluarga tersebut terdapat pola komunikasi yang unik, yang mungkin tidak
sesuai dan menimbulkan masalah jika anak berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
- Ekspresi Emosi
Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap kritis, kejam dan sangat
ingin ikut campur urusan pasien skizofrenia. Banyak penelitian menunjukkan keluarga
dengan ekspresi emosi yang tinggi (dalam hal apa yang dikatakan maupun maksud perkataan)
meningkatkan tingkat relapse pada pasien skizofrenia

3. Teori Sosial
Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak berpengaruh
dalam menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada data pendukung, namun penekanan saat ini
adalah dalam mengetahui pengaruhnya terhadap waktu timbulnya onset dan keparahan
penyakit. 7
C. GAMBARAN KLINIS
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal,
fase aktif dan fase residual. Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non spesifik
yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik
menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi
penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan perubahan ini akan
mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan
orang ini tidak seperti yang dulu. Semakin lama fase prodromal semakin buruk
prognosisnya. Pada fase aktif gejala positif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku
katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua individu
datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala gejala tersebut dapat
hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan. Fase aktif akan diikuti
9

oleh fase residual dimana gejala gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif /
psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas,
penderita skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan,
mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial). 8
Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok menurut Bleuler, yaitu primer
dan sekunder.
Gejala-gejala primer :
1. Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, isi pikiran).
Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang terganggu
terutama ialah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum selesai diutarakan, sudah timbul ide
lain. Atau terdapat pemindahan maksud, umpamanya maksudnya tani tetapi dikatakan
sawah.
Tidak jarang juga digunakan arti simbolik, seperti dikatakan merah bila
dimaksudkan berani. Atau terdapat clang association oleh karena pikiran sering tidak
mempunyai tujuan tertentu, umpamanya piring-miring. Semua ini menyebabkan jalan pikiran
pada skizofrenia sukar atau tidak dapat diikuti dan dimengerti. Hal ini dinamakan
inkoherensi. Jalan pikiran mudah dibelokkan dan hal ini menambah inkoherensinya.
Seorang dengan skizofrenia juga kecenderungan untuk menyamakan hal-hal,
umpamanya seorang perawat dimarahi dan dipukuli, kemudian seorang lain yang ada
disampingnya juga dimarahi dan dipukuli.
Kadang-kadang pikiran seakan berhenti, tidak timbul ide lagi. Keadaan ini dinamakan
blocking, biasanya berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadang-kadang sampai beberapa
hari.
Ada penderita yang mengatakan bahwa seperti ada sesuatu yang lain didalamnya yang
berpikir, timbul ide-ide yang tidak dikehendaki: tekanan pikiran atau pressure of thoughts.
Bila suatu ide berulang-ulang timbul dan diutarakan olehnya dinamakan preseverasi atau
stereotipi pikiran.
Pikiran melayang (flight of ideas) lebih sering inkoherensi. Pada inkoherensi sering
tidak ada hubungan antara emosi dan pikiran, pada pikiran melayang selalu ada efori. Pada
10

inkoherensi biasanya jalan pikiran tidak dapat diikuti sama sekali, pada pikiran melayang ide
timbul sangat cepat, tetapi masih dapat diikuti, masih bertujuan.
2. Gangguan afek dan emosi
Gangguan ini pada skizofrenia mungkin berupa :

Kedangkalan afek dan emosi (emotional blunting), misalnya penderita menjadi


acuh tak acuh terhadap hal-hal penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan

keluarganya dan masa depannya. Perasaan halus sudah hilang.


Parathimi : apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada

penderita timbul rasa sedih atau marah.


Paramimi : penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis. Parathimi
dan paramimi bersama-sama dalam bahasa Inggris dinamakan incongruity of affect

dalam bahasa Belanda hal ini dinamakan inadequat.


Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan,
umpamanya sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari, tetapi
mulutnya tertawa. Semua ini merupakan gangguan afek dan emosi yang khas untuk

skizofrenia. Gangguan afek dan emosi lain adalah :


Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti penderita yang

sedang bermain sandiwara.


Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk melakukan
hubungan emosi yang baik (emotional rapport). Karena itu sering kita tidak dapat

merasakan perasaan penderita.


Karena terpecah belahnya kepribadian, maka dua hal yang berlawanan mungkin
terdapat bersama-sama, umpamanya mencintai dan membenci satu orang yang sama ;
atau menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama. Ini dinamakan ambivalensi
pada afek.

3. Gangguan kemauan
Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan. Mereka tidak
dapat mengambil keputusan., tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan. Mereka selalu
memberikan alasan, meskipun alasan itu tidak jelas atau tepat, umpamanya bila ditanyai
mengapa tidak maju dengan pekerjaan atau mengapa tiduran terus. Atau mereka menganggap
hal itu biasa saja dan tidak perlu diterangkan.

11

Kadang-kadang penderita melamun berhari-hari lamanya bahkan berbulan-bulan. Perilaku


demikian erat hubungannya dengan otisme dan stupor katatonik.
Negativisme : sikap atau perbuatan yang negative atau berlawanan terhadap suatu
permintaan.
Ambivalensi kemauan : menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu yang sama,
umpamanya mau makan dan tidak mau makan; atau tangan diulurkan untuk berjabat tangan,
tetapi belum sampai tangannya sudah ditarik kembali; hendak masuk kedalam ruangan, tetapi
sewaktu melewati pintu ia mundur, maju mundur. Jadi sebelum suatu perbuatan selesai sudah
timbul dorongan yang berlawanan.
Otomatisme : penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain atau tenaga dari
luar, sehingga ia melakukan sesuatu secara otomatis.
4. Gejala psikomotor
Juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan perbuatan. Kelompok gejala
ini oleh Bleuler dimasukkan dalam kelompok gejala skizofrenia yang sekunder sebab
didapati juga pada penyakit lain.
Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila gangguan
hanya ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang luwes atau yang agak
kaku. Penderita dalam keadaan stupor tidak menunjukkan pergerakan sama sekali. Stupor ini
dapat berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan dan kadang-kadang bertahun-tahun lamanya
pada skizofrenia yang menahun. Mungkin penderita mutistik. Mutisme dapat disebabkan oleh
waham, ada sesuatu yang melarang ia bicara. Mungkin juga oleh karena sikapnya yang
negativistik atau karena hubungan penderita dengan dunia luar sudah hilang sama sekali
hingga ia tidak ingin mengatakan apa-apa lagi.
Sebaliknya tidak jarang penderita dalam keadaan katatonik menunjukkan hiperkinesa,
ia terus bergerak saja, maka keadaan ini dinamakan logorea. Kadang-kadang penderita
menggunakan atau membuat kata-kata yang baru: neologisme.
Berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau sikap disebut stereotipi; umpamanya
menarik-narik rambutnya, atau tiap kali mau menyuap nasi mengetok piring dulu beberapa
kali. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stereotipi
pembicaraan dinamakan verbigerasi, kata atau kalimat diulang-ulangi. Mannerisme adalah
12

stereotipi yang tertentu pada skizofrenia, yang dapat dilihat dalam bentuk grimas pada
mukanya atau keanehan berjalan dan gaya.
Gejala katalepsi ialah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang lama.
Fleksibilitas cerea: bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti pada lilin.
Negativisme : menentang atau justru melakukan yang berlawanan dengan apa yang disuruh.
Otomatisme komando (command automatism) sebetulnya merupakan lawan dari
negativisme : semua perintah dituruti secara otomatis, bagaimana ganjilpun.Termasuk dalam
gangguan ini adalah echolalia (penderita meniru kata-kata yang diucapkan orang lain) dan
ekophraksia (penderita meniru perbuatan atau pergerakan orang lain).
Gejala-gejala sekunder :
1. Waham
Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre. Tetapi
penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya adalah fakta dan tidak dapat
diubah oleh siapapun. Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang bertentangan,
umpamanya penderita berwaham bahwa ia raja, tetapi ia bermain-main dengan air ludahnya
dan mau disuruh melakukan pekerjaan kasar. Mayer gross membagi waham dalam dua
kelompok yaitu waham primer dan waham sekunder, waham sistematis atau tafsiran yang
bersifat waham (delutional interpretations).
Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari luar.
Menurur Mayer-Gross hal ini hampir patognomonis buat skizofrenia. Umpamanya istrinya
sedang berbuat serong sebab ia melihat seekor cicak berjalan dan berhenti dua kali, atau
seorang penderita berkata dunia akan kiamat sebab ia melihat seekor anjing mengangkat
kaki terhadap sebatang pohin untuk kencing.
Waham sekunder biasanya logis kedengarannya dapat diikuti dan merupakan cara bagi
penderita untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain. Waham dinamakan menurut
isinya :waham kebesaran atau ekspansif, waham nihilistik, waham kejaran, waham sindiran,
waham dosa, dan sebagainya.

13

2. Halusinasi
Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini merupakan
gejala yang hampir tidak dijumpai dalam keadaan lain. Paling sering pada keadaan
skizofrenia ialah halusinasi (oditif atau akustik) dalam bentuk suara manusia, bunyi barangbarang atau siulan. Kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman (olfaktorik), halusinasi cita
rasa (gustatorik) atau halusinasi singgungan (taktil). Umpamanya penderita mencium
kembang kemanapun ia pergi, atau ada orang yang menyinarinya dengan alat rahasia atau ia
merqasa ada racun dalammakanannya Halusinasi penglihatan agak jarang pada skizofrenia
lebih sering pada psikosa akut yang berhubungan dengan sindroma otak organik bila terdapat
maka biasanya pada stadium permulaan misalnya penderita melihat cahaya yang berwarna
atau muka orang yang menakutkan. 10
Pada skizofrenia sering dilihat otisme : penderita kehilangan hubungan dengan dunia luar ia
seakan-akan hidup dengan dunianya sendiri tidak menghiraukan apa yang terjadi di
sekitarnya. Oleh Bleuler depersonalisasi, double personality dan otisme digolongkan sebagai
gejala primer. Tetapi ada yang mengatakan bahwa otisme terjadi karena sangat terganggunya
afek dan kemauan.
Skizofrenia dapat mempengaruhi cara berpikir, perasaan dan tingkah laku. Gejala skizofrenia
dalam tiga kategori sebagai berikut :
Gejala positif
- Delusi/waham, yaitu keyakinan yang tidak masuk akal. Contohnya berpikir bahwa dia
selalu diawasi lewat televisi, berkeyakinan bahwa dia orang terkenal, berkeyakinan bahwa
radio atau televisi memberi pesan-pesan tertentu, memiliki keyakinan agama yang berlebihan.
- Halusinasi, yaitu mendengar, melihat, merasakan, mencium sesuatu yang sebenarnya tidak
ada. Sebagian penderita, mendengar suara/ bisikan bersifat menghibur atau tidak
menakutkan. Sedangkan yanng lainnya mungkin menganggap suara/bisikan tersebut bersifat
negatif/ buruk atau memberikan perintah tertentu.
- Pikiran paranoid, yaitu kecurigaan yang berlebihan. Contohnya merasa ada seseorang yang
berkomplot melawan, mencoba mencelakai atau mengikuti, percaya ada makhluk asing yang
mengikuti dan yakin dirinya diculik/ dibawa ke planet lain.

14

Gejala negatif
- Motivasi rendah (low motivation). Penderita akan kehilangan ketertarikan pada semua
aspek kehidupan. Energinya terkuras sehingga mengalami kesulitan melakukan hal-hal biasa
dilakukan, misalnya bangun tidur dan membersihkan rumah.
- Menarik diri dari masyarakat (social withdrawal). Penderita akan kehilangan ketertarikan
untuk berteman, lebih suka menghabiskan waktu sendirian dan merasa terisolasi.
Gejala kognitif
- Mengalami problema dengan perhatian dan ingatan. Pikiran mudah kacau sehingga tidak
bisa mendengarkan musik/ menonton televisi lebih dari beberapa menit. sulit mengingat
sesuatu, seperti daftar belanjaan.
- Tidak dapat berkosentrasi, sehingga sulit membaca, menonton televisi dari awal hingga
selesai, sulit mengingat/ mempelajari sesuatu yang baru.
- Miskin perbendaharaan kata dan proses berpikir yang lambat. Misalnya saat mengatakan
sesuatu dan lupa apa yang telah diucapkan, perlu usaha keras untuk melakukannya. 7
D. Jenis Jenis Skizofrenia
a. Tipe paranoid
Skizofrenia tipe ini ditandai dengan preokupasi terhadap satu atau lebih waham atau
halusinasi auditorik yang sering serta tidak adanya perilaku spesifik yang sugestif untuk
tipe hebrefrenik atau katatonik. Secara klasik, skizofrenia tipe paranoid terutama ditandai
dengan adanya waham kejar atau kebesaran. Pasien skizofrenia paranoid biasanya
mengalami episode pertama penyakit pada usia yang lebih tua dibanding pasien
skizofrenia hebefrenik dan katatonik. Pasien yang skizofrenianya terjadi pada akhir usia
20-an atau 30-an biasanya telah memiliki kehidupan sosial yang mapan yang dapat
membantu mengatasi penyakitnya, dan sumber ego pasien paranoid cenderung lebih
besar dibanding pasien skizofrenia hebefrenik atau katatonik. Pasien skizofrenia paranoid
menunjukkna regresi kemampuan mental, respons emosional, dan perilaku yang lebih
ringan dibandingkan pasien skizofrenia tipe lain. Pasien skizofrenia paranoid biasanya
tegang, mudah curiga, berjaga-jaga, berhati-hati, dan terkadang bersikap bermusuhan
atau agresif, namun mereka kadang-kadang dapat mengendalikan diri mereka secara

15

adekuat pada situasi sosial. Inteligensi mereka dalam area yang tidak dipengaruhi
psikosisnya cenderung tetap utuh.
b. Tipe disorganized
Skizofrenia tipe disorganized (sebelumnya disebut hebefrenik) ditandai dengan regresi
nyata ke perilaku primitif, tak terinhibisi, dan kacau serta dengan tidak adanya gejala
yang memenuhi kriteria tipe katatonik. Onset subtipe ini biasanya dini, sebelum usia 25
tahun. Pasien hebefrenik biasanya aktif namun dalam sikap yang nonkonstruktif dan tak
bertujuan. Gangguan pikir menonjol dan kontal dengan realitas buruk. Penampilan
pribadi dan perilaku sosial berantakan, respons emosional mereka tidak sesuai dan tawa
mereka sering meledak tanpa alasan jelas. Seringai atau meringis yang tak pantas lazim
dijumpai pada pasien inim yang perilakunya paling baik dideskripsikan sebagai konyol
atau tolol.
c. Tipe katatonik
Pasien mempunyai paling sedikit satu dari beberapa bentuk katatonia:
- Stupor katatonik atau mutisme yaitu pasien tidak berespons terhadap lingkungan atau
-

orang. Pasien menyadari hal-hal yang sedang berlangsung di sekitarnya.


Negativsme katatonik yaitu pasien melawan semua perintah-perintah atau usaha-

usaha untuk menggerakkan fisiknya.


Rigiditas katatonik yaitu pasien secara fisik sangat kaku atau rigid.
Postur katatonik yaitu pasein mempertahankan posisi yang tak biasa atau aneh.
Kegembiraan katatonik yaitu pasien sangat aktif dan gembira. Mungkin dapat

mengancam jiwanya (misalnya, karena kelelahan).


d. Tipe tak terinci
Pasien mempunyai halusinasi, waham, dan gejala-gejala psikosis aktif yang menonjol
(misalnya: kebingungan, inkoheren) atau memenuhi kriteria skizofrenia tetapi tidak dapat
digolongkan pada tipe paranoid, katatonik, hebefrenik, residual, dan depresi pasca
skizofrenia.
e. Tipe residual
Pasien dalam keadaan remmsi dari keadaan akut tetapi masih memperlihatkan gejalagejala residual (penarikan diri secara sosial, afek datar atau tak serasi, perilaku eksentrik,
asosiasi melonggar, atau pikiran tak logis).
f. Skizofrenia simpleks
Skizofrenia simpleks adalah sulatu diagnosis yang sulit dibuat secara meyakinka karena
bergantung pada pemastian perkembangan yang berlangsung perlahan, progresif dari
gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa adanya riwayat halusinasi,
waham atau manifestasi lain tentang adanya suatu episode psikotik sebelumnya, dan
disertai degan perubahan-perubahan yang bermakna pada perilaku perorangan, yang
bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, kemalasan, dan penarikan diri
secara sosial.1,3
16

E. Kriteria Diagnosis
A.

Kriteria Bleuler untuk Skizofrenia3


Bleuler menggunakan konstelasi gejala kompleks primer dan gejala kompleks

sekunder untuk menegakkan diagnosis skizofrenia.


1. Gejala primer :
- Gangguan asosiasi
- Gangguan afek
- Autisme
- Ambivalensi
2. Gejala sekunder :
- Waham
- Halusinasi
- Ilusi
- Katatonia
B.

Kriteria Schneider untuk Skizofrenia4


Kriteria Schneider adalah berdasarkan adanya gejala-gejala yang disebutnya sebagai

gejala urutan pertama (first rank symptoms) dan gejala urutan kedua (second rank symptoms).
1. Gejala urutan pertama:
- Audible thoughts
- Voices arguing atau voices discussing atau keduanya
- Voices commenting
- Somatic passivity experiences
- Thought withdrawal dan pengalaman lainnya yang dipengaruhi oleh
-

pikiran
Thought broadcasting
Delusional perceptions
Semua pengalaman lain

yang

melibatkan

kemauan,

afek,

dan

pengendalian impuls
2. Gejala urutan kedua:
- Gangguan persepsi lainnya
- Gagasan bersifat waham yang tiba-tiba
- Kebingungan
- Perubahan mood disforik dan euforik
- Perasaan kemiskinan emosional
- ...dan beberapa lainnya juga
C.

Kriteria DSM-IV untuk Skizofrenia4


DSM-IV mempunyai kriteria diagnosis resmi dari American Psychiatric Association

untuk skizofrenia. Kriteria diagnosis DSM-IV sebagian besar tidak berubah dari DSM edisi
ketiga yang direvisi (DSM-III-R), walaupun DSM-IV menawarkan lebih banyak pilihan bagi
klinisi dan lebih deskriptif terhadap situasi klinis yang aktual.

17

a) Gejala karakteristik: dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan untuk


bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika diobati
dengan berhasil):
1. Waham
2. Halusinasi
3. Bicara terdisorganisasi (misalnya, sering menyimpang atau inkoheren)
4. Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
5. Gejala negatif, yaitu, pendataran afektif, alogia, atau tidak ada kemauan
(avolition)
Catatan: hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah kacau
atau halusinasi terdiri dari suara yang terus-menerus mengkomentari perilaku
atau pikiran pasien, atau dua atau lebih suara yang saling bercakap satu sama
lainnya.
b) Disfungsi sosial atau pekerjaan: untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset
gangguan, satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal,
atau perawatan diri, adalah jelas di bawah tingkat yang dicapai sebelum onset (atau
jika onset pada masa anak-anak atau remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat
pencapaian interpersonal, akademik, atau pekerjaan yang diharapkan).
c) Durasi: tanda gangguan menetap terus-menerus menetap selama sekurangnya 6
bulan. Periode 6 bulan ini harus termasuk sekurangnya 1 bulan gejala (atau kurang
jika diobati dengan berhasil) yang memenuhi kriteria A (yaitu, gejala fase aktif)
dan mungkin termasuk periode gejala prodormal atau residual. Selama periode
prodormal atau residual, tanda gangguan mungkin dimanifestasikan hanya oleh
gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang dituliskan dalam kriteria A dalam
bentuk yang diperlemah (misalnya, keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi
yang tidak lazim).
d) Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood: Gangguan skizoafektif
dan gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan karena:
1. Tidak ada episode depresif berat, manik, atau campuran yang telah terjadi
2.

bersama-sama dengan gejala fase aktif; atau


Jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya adalah

relatif singkat dibanhdingkan durasi periode aktif dan residual.


e) Penyingkiran zat/kondisi medis umum: Gangguan tidak disebabkan oleh efek
fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya obat yang salah digunakan, suatu
medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
f) Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif: jika terdapat riwayat adanya
gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasif lainnya, diagnosis

18

tambahan skizofrenia dibuat hanya jika waham atau halusinasi yang menonjol juga
ditemukan untuk sekurangnya 1 bulan (atau kurang jika diobati secara berhasil).
Klasifikasi perjalanan penyakit longitudinal (dapat diterapkan hanya setelah
sekurangnya 1 tahun lewat sejak onset awal gejala fase aktif):
-

Episodik dengan gejala residual interepisode (episode didefinisikan oleh


timbulnya kembali gejala psikotik yang menonjol); juga disebutkan jika dengan

D.

gejala negatif yang menonjol


Episodik tanpa gejala residual interepisodik
Kontinu (gejala psikotik yang menonjol ditemukan di seluruh periode obsernasi);

juga disebutkan jika dengan gejala negatif yang menonjol


Episode tunggal dalam remisi parsial; juga disebutkan jika dengan gejala negatif

yang menonjol
Episode tunggal dalam remisi penuh
Pola lain atau tidak ditemukan

Kriteria PPDGJ III untuk Skizofrenia1


Dalam PPDGJ III Dijelaskan bahwa untuk menegakkan diagnosis skizofrenia harus
ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jalas (dan biasanya dua gejala atau
lebih bila gejala=gejala itu kurang tajam atau jelas).
1. Salah satu dari:
- thought echo : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda; atau
- thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke
dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
dari luar dirinya (withdrawal); dan
- thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya;
2. Salah satu dari:
- delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
-

kekuatan tertentu dari luar; atau


delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar; atau


delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar; atau
(tentang dirinya : secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota
gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus;

19

delusional perception : pengalaman inderawi yang tak wajar, yang

bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
3. Halusinasi auditorik:
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
-

pasien, atau
Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai

suara yang berbicara), atau


- Jenis suara halusinasi lain yang berasala dari salah satu bagian tubuh
4. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
makhluk asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala ini yang harus selalu ada secara jelas:
5. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus-menerus;
6. Arus pikiran yang terputus

(break)

atau

yang

mengalami

sisipan

(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak


relevan, atau neologisme;
7. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
8. Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi
harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodormal); Harus ada suatu
perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari
beberapa aspek perilaku pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya
minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatau, sikap larut dalam diri sendiri (self
absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

20

F. Pemeriksaan Fisik
1. Status fisik
Sifat keluhan pasien penting untuk menentukan dibutuhkan atau tidaknya suatu
pemeriksaan fisik lengkap. Gejala fisik seperti nyeri kepala dan palpitasi memerlukan
pemeriksaan medis yang menyeluruh untuk menentukan bagian dari proses somatik. Bila
ada, yang berperan menyebabkan penderitaan tersebut. Hal yang sama dapat digunakan
pada gejala mental misalnya depresi, ansietas, halusinasi, dan waham kejar, yang bisa
jadi merupakan ekspresi dan proses somatik. Terkadang keadaan menyebabkan kita perlu
menunda pemeriksaan medis lengkap. Misalnya, pasien dengan waham atau panik dapat
menunjukkan perlawanan sikap bertahan atau keduanya. Pada keadaan ini, riwayat medis
harus diperoleh dari anggota keluarga bila memungkinkan. Namun, kecauali ada alasan
mendesak untuk melanjutkan pemeriksaan fisik, hal itu sebaiknya ditunda sampai pasien
menurut.
Pemeriksaan Neurologis
Selama proses anamnesis pada kasus tersebut, tingkat kesadaran dan atensi pasien
terhadap detil pemeriksaan, pemahaman, ekspresi wajah, cara bicara, postur, dan cara
berjalan perlu diperhatikan. Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk dua tujuan. Tujuan
pertama dicapai melalui pemeriksaan neurologis rutin, yaitu terutama dirancang untuk
mengungkap asimetri fungsi motorik, persepsi, dan refleks pada kedua sisi tubuh yang
disebabkan oleh penyakit hemisferik fokal. Tujuan kedua tercapai dengan mencari untuk
memperoleh tanda yang selama ini dikaitkan dengan disfungsi otak difus atau penyakit
lobus frontal. Tanda ini meliputi refleks mengisap, mencucur, palmomental, dan refleks
genggam serta menetapnya respons terhadap ketukan di dahi. Sayangnya, kecuali refleks
genggam, tanda seperti itu tidak berkaitan erat dengan patologi otak yang mendasari.2
2. Status mental
Deskripsi umum
o Penampilan
Postur, pembawaan, pakaian, dan kerapihan. Penampilan pasien skizofrenia dapat
berkisar dari orang yang sangat berantakan, menjerit-jerit, dan teragitasihingga
orang yang terobsesi tampil rapi, sangat pendiam, dan imobil.
o Perilaku dan aktivitas psikomotor yang nyata
Kategori ini merujuk pada aspek kuantitatif dan kualitatif dari perilaku motorik
pasien. Termasuk diantaranya adalah manerisme, tik, gerakan tubuh, kedutan,
perilaku streotipik, ekopraksia, hiperaktivitas, agitasi, sikap melawan, fleksibilitas,
rigiditas, gaya berjalan, dan kegesitan.
o Sikap terhadap pemeriksa
21

Sikap pasien terhadap pemeriksa dapat dideskripsikan sebagai kooperatif,


bersahabat, penuh perhatian, tertarik, balk-blakan, seduktif, defensif, merendahkan,
kebingungan, apatis, bermusuhan, suka melucu, menyenangkan, suka mengelak,
atau berhati-hati.
Mood dan afek
Mood didefinisikan sebagai emosi menetap dan telah meresap yang mewarnai
persepsi orang tersebut terhadap dunia.
Afek didefinisikan sebagai responsivitas emosi pasien saat ini, yang tersirat dari
ekspresi wajah pasien, termasuk jumlah dan kisaran perilaku ekspresif.
Kakteristik gaya bicara
Pasien dapat digambarkan sebagai banyak bicara, cerewet, fasihm pendiam, tidak
spontan, atau terespons normal terhadap petunjuk dari pewawancara. Gaya bicara
dapat cepat atau lambat, tertekan, tertahan, emosional, dramatis, monoton, keras,
berbisik, cadel, terputus-putus, atau bergumam. Gangguan bicara, contohnya gagap,
dimasukkan dalam bagian ini.
Persepsi
Gangguan persepsi, seperti halusinasi dan ilusi mengenai dirinya atau lingkungannya,
dapat dialami oleh seseorang. Sistem sensorik yang terlibat (contohnya: auditorik,
visual, olfaktorik, atau taktil) dan isi ilusi atau halusinasi tersebut harus dijelaskan.
Halusinasi senestik
Halusinasi senestik merupakan sensasi tak berdasar akan adanya keadaan organ tubuh
yang terganggu. Contoh halusinasi senestik mencakup sensasi terbakar pada otak,
sensasi terdorong pada pembuluh darah, serta sensasi tertusuk pada sumsum tulang.
Ilusi
Sebagaimana dibedakan dari halusinasi, ilusi merupakan distorsi citra yang nyata,
sementara halusinasi tidak didasarkan pada citra atau sensasi yang nyata. Ilusi dapat
terjadi pada pasien skizofrenik selama fase aktif, namun dapat pula terjadi dalam fase
prodromal dan selama periode remisi.
Isi pikir dan kecenderungan mental
o Proses pikir (bentuk pemikiran)
Pasien dapat memiliki ide yang sangat banyak atau justru miskin ide. Dapat terjadi
proses pikir yang cepat, yang bila berlangsung sangat ekstrim, disebut flight of
ideas. Seorang pasien juga dapat menunjukkan cara berpikir yang lambat atau
tertahan. Gangguan kontinuitas pikir meliputi pernyataan yang bersifat tangensial,
sirkumstansial, meracau, suka mengelak, atau perseveratif.
Bloking adalah suatu interupsi pada jalan pemikiran sebelum suatu ide selesai
diungkapkan. Sirkumstansial mengisyaratkan hilangnya kemampuan berpikir yang
mengarah ke tujuan dalam mengemukakan suatu ide, pasien menyertakan banyak
22

detail yang tidak relevan dan komentar tambahan namun pada akhirnya mampu ke
ide semula. Tangensialitas merupakan suatu gangguan berupa hilangnya benang
merah pembicaraan pada seorang pasien dan kemudian ia mengikuti pikiran
tangensial yang dirangsang oleh berbagai stimulus eksternal atau internal yang
tidak relevan dan tidak pernah kembali ke ide semula. Gangguan proses pikir dapat
tercermin dari word salad (hubungan antarpemikiran yang tidak dapat dipahami
atau inkoheren), clang association (asosiasi berdasarkan rima), punning (asosiasi
berdasarkan makna ganda), dan neologisme (kata-kata baru yang diciptakan oleh
pasien melalui kombinasi atau pemadatan kata-kata lain).
o Isi pikir
Gangguan isi pikir meliputi waham, preokupasi, obsesi, kompulsi, fobia, rencana,
niat, ide berulang mengenai bunuh diri atau pembunuhan, gejala hipokondriakal,
dan kecenderungan antisosial tertentu.
Sensorium dan kognisi
Pemeriksaan ini berusaha mengkaji fungsi organik otak dan inteligensi pasien,
kemampuan berpikir abstrak, serta derajat tilikan dan daya nilai.
o Kesadaran
Gangguan kesadaran biasanya mengindikasikan adanya kerusakan organik pada
otak.
o Orientasi dan memori
Ganggaun orientasi biasanya dibagi berdasarkan waktu, tempat, dan orang.
o Konsentrasi dan perhatian
Konsentrasi pasien terganggu karena berbagai allasan. Gangguan kognitif, ansietas,
depresi, dan stimulus internal, seperti halusinasi auditorik, semuanya dapat
berperan menyebabkan gangguan konsentrasi.
o Membaca dan menulis
o Kemampuan visuospasial
Pasien diminta untuk menyalin suatu gambar, misalnya bagian depan jam dinding
atau segilima bertumpuk.
o Pikiran abstrak
Kemampuan untuk menangani konsep-konsep. Pasien mungkin memiliki gangguan
dalam membuat konsep atau menangani ide.
o Informasi dan inteligensi
Impulsivitas, Kekerasan, Bunuh diri, dan Pembunuhan
Pasien mungkin tidak dapat mengendalikan impuls akibat suatu gangguan kognitif
atau psikotik atau merupakan hasil suatu defek karakter yang kronik, seperti yang
dijumpai pada gangguan kepribadian.

23

Perilaku kekerasan lazim dijumpai di antara pasien skizofrenik yang tidak diobati.
Waham yang bersifat kejar, episode kekerasan sebelumnya, dan defisit neurologis
merupakan faktor resiko perilaku kekerasan atau impulsif.
Kurang lebih 50 persen pasien skizofrenik mencoba bunuh diri, dan 10 sampai 15
persen pasien skizofrenia meninggal akibat bunuh diri. Mungkin faktor yang paling
tidak diperhitungkan yang terlibat dalam kasus bunuh diri pasien ini adalah depresi
yang salah diagnosis sebagai afek mendatar atau efek samping obat. Faktor pemicu
lain untuk bunuh diri mencakup perasaan kehampaan absolut, kebutuhan melarikan
diri dari penyiksaan mental, atau halusinasi auditorik yang memerintahkan pasien
mebunuh diri sendiri.
Saat seorang pasien skizofrenik benar-benar melakukan pembunuhan, hal itu mungkin
dilakukan dengan alasan yang aneh atau tak disangka-sangka yang didasarkan pada
halusinasi atau waham.
Daya nilai dan tilikan
Daya nilai : aspek kemampuan pasien untuk melakukan penilaian sosial. Dapatkah
pasien meramalkan apa yang akan dilakukannya dalam situasi imajiner. Contohnya:
apa yang akan pasien lakukan ketika ia mencium asap dalam suasana gedung bioskop
yang penuh sesak?
Tilikan: tingkat kesadaran dan pemahaman pasien akan penyakitnya. Pasien dapat
menunjukkan penyangkalan total akan penyakitnya atau mungkin menunjukkan
sedikit kesadaran kalau dirinya sakit namun menyalahkan orang lain, faktor eksternal,
atau bahkan faktor organik. Mereka mungking menyadari dirinya sakit, namun
menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang asing atau misterius dalam dirinya.
Realiabilitas
Kesan psikiater tentang sejauh mana pasien dapat dipercaya dan kemampuan untuk
melaporkan keadaanya secara akurat. Contohnya, bila pasien terbuka mengenai
penyalahgunaan obat tertentu secara aktif mengenai keadaan yang menurut pasien
dapat berpengaruh buruk (mislnya, bermasalah dengan hukum), psikiater dapat
memperkirakan bahwa realiabilitas pasien adalah baik.2,3
G. Differential Diagnose
Gangguan Psikotik Lain
Gejala psikotik pada skizofrenia dapat identik dengan gangguan skizofreniform,
gangguan psikotik singkat, gangguan skizoafektif, dan gangguan waham. Gangguan
skizofreniform berbeda dari skizofrenia berupa gejala yang berdurasi setidaknya 1 bulan tapi
24

kurang dari 6 bulan. Gangguan psikotik singkat merupakan diagnosis yang sesuai bila gejala
berlangsung setidaknya 1 hari tapi kurang dari 1 bulan dan bila pasien tidak kembali ke
keadaan fungsi pramorbidnya dalam waktu tersebut. Jika suatu sindrom manik atau depresif
terjadi bersamaan dengan gejala utama skizofrenia, gangguan skizoafektif adalah diagnosis
yang tepat. Waham nonbizar yang timbul selama sekurangnya 1 bulan tanpa gejala
skizofrenia lain atau gangguan mood patut didiagnosis sebagai gangguan waham.
Gangguan Kepribadian
Berbagai gangguan kepribadian mungkin memiliki sebagian gambaran yang sama
dengan skizofrenia. Gangguan kepribadian skizotipal, skizoid, dan ambang adalah gangguan
kepribadian dengan gejala yang paling mirip. Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif yang
parah dapat menyamarkan suatu proses skizofrenik yang mendasari. Tak seperti skizofrenia,
gangguan kepribadian memiliki gejala ringan dan riwayat terjadi seumur hidup pasien.
Gangguan ini juga tidak memiliki tanggal awitan yang dapat diidentifikasi.
Gangguan Waham
Konsep utama mengenai penyebab gangguan waham adalah perbedaanya dengan
skizofrenia dan gangguan mood. Gangguan waham lebih jarang daripada skizofrenia maupun
gangguan mood, onsetnya lebih lambat daripada skizofrenia dan dominasi perempuan kurang
nyata daripada gangguan mood. 3
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Waham.3

A. Waham tidak bizar ( melibatkan situasi yang terjadi dalam kehidupan nyata, seperti
merasa diikuti, diracuni, terinfeksi, dicintai dari jauh, atau dikhianati pasangan atau
kekasih, atau menderita suatu penyakit) sekurang-kurangnya 1 bulan.
B. Kriteria A skizofrenia tidak terpenuhi. Catatan: halusinasi taktil dan olfaktori dapat
terjadi gangguan waham jika sesuai dengan tema waham.
C. Berbeda dengan dampak waham atau hasil akhirnya, fungsi tidak terganggu secara nyata
dan perilaku tidak secara jelas, aneh, atau bizar.
D. Jika episode mood telah terjadi bersamaan dengan waham, durasi totalnya singkat
dibandingkan durasi periode waham.
E. Gangguan tidak disebabkan efek fisiologis suatu zat secara langsung (c/o:
penyalahgunaan, suatu obat) atau kondisi medis umum.

25

Jenis-jenis waham.3
Waham erotomania

Waham kebesaran

Waham cemburu
Waham kejar
Waham somatik
Waham campuran

Pada tipe waham ini, orang lain, biasanya dengan status lebih
tinggi, jatuh cinta kepada dirinya.
Pada tipe waham ini, terdapat kekuatan, pengetahuan, penghargaan,
identitas yang berlebihan atau hubungan khusus terhadap orang
yang terkenal atau dewa.
Pada tipe waham ini, pasangan seksual seseorang dianggap tidak
setia.
Pada tipe waham ini, orang (atau seseorang yang dekat) dianggap
diperlakukan dengan kasar.
Pada tipe waham ini, orang mempunyai beberapa cacat fisik atau
kondisi medis umum.
Pada tipe waham ini ciri khas lebih dari satu tipe di atas tetapi tidak
ada tema yang menonjol.

H. Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama menimbulkan
kemungkinan lebih besar penderita menuju ke kemunduran mental.
Pengobatan dini pasien dengan skizofrenia mungkin sangat penting. Kursus awal penyakit ini
umumnya dianggap paling sesuai dengan intervensi, dengan gejala menjadi lebih stabil
setelah 5 tahun [Lieberman et al. 2001; McGorry dkk. 2008; Rosen dan Garety, 2005].
Memang, bila dibandingkan dengan pasien dengan penyakit kronis, proporsi yang lebih
tinggi dari pasien yang baru didiagnosis dengan skizofrenia dirawat di rumah sakit, dengan
lama tinggal menjadi lebih lama dan biaya kesehatan yang lebih tinggi [Nicholl dkk. 2010].
Menargetkan perawatan untuk 2-5 tahun pertama penyakit dapat mengoptimalkan pencapaian
hasil yang diinginkan [McGorry dkk. 2008]. Selain itu, data dari dua studi observasional
melaporkan bahwa pasien dengan yang baru didiagnosis schizophrenia (3 tahun) mungkin
lebih responsif terhadap pengobatan dibandingkan dengan lebih lama penyakit [Dubois et al.
2014].
Farmakoterapi

26

Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk mengendalikan


gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik mencakup dua kelas utama:
antagonis reseptor dopamin, dan antagonis serotonin-dopamin.
Antagonis Reseptor Dopamin
Antagonis reseptor dopamin efektif dalam penanganan skizofrenia, terutama terhadap
gejala positif. Obat-obatan ini memiliki dua kekurangan utama. Pertama, hanya presentase
kecil pasien yang cukup terbantu untuk dapat memulihkan fungsi mental normal secara
bermakna. Kedua, antagonis reseptor dopamin dikaitkan dengan efek samping yang
mengganggu dan serius. Efek yang paling sering mengganggu aalah akatisia adan gejala lirparkinsonian berupa rigiditas dan tremor. Efek potensial serius mencakup diskinesia tarda
dan sindrom neuroleptik maligna.
Antagonis Serotonin-Dopamin
SDA menimbulkan gejala ekstrapiramidal ayng minimal atau tidak ada, berinteraksi
dengan subtipe reseptor dopamin yang berbeda di banding antipsikotik standar, dan
mempengaruhi baik reseptor serotonin maupun glutamat. Obat ini juga menghasilkan efek
samping neurologis dan endokrinologis yang lebih sedikit serta lebih efektif dalam
menangani gejala negatif skizofrenia. Obat yang juga disebut sebagai obat antipsikotik
atipikal ini tampaknya efektif untuk pasien skizofrenia dalam kisaran yang lebih luas
dibanding agen antipsikotik antagonis reseptor dopamin yang tipikal. Golongan ini
setidaknya sama efektifnya dengan haloperidol untuk gejala positif skizofrenia, secara unik
efektif untuk gejala negatif, dan lebih sedikit, bila ada, menyebabkan gejala ekstrapiramidal.
Beberapa SDA yang telah disetujui di antaranya adalah klozapin, risperidon, olanzapin,
sertindol, kuetiapin, dan ziprasidon. Obat-obat ini tampaknya akan menggantikan antagonis
reseptor dopamin, sebagai obat lini pertama untuk penanganan skizofrenia.
Pada kasus sukar disembuhkan, klozapin digunakan sebagai agen antipsikotik, pada
subtipe manik, kombinasi untuk menstabilkan mood ditambah penggunaan antipsikotik. Pada
banyak pengobatan, kombinasi ini digunakan mengobati keadaan skizofrenia.2,3,6
Kategori obat: Antipsikotik memperbaiki psikosis dan kelakuan agresif.4
Nama Obat
Haloperidol

Untuk manajemen psikosis. Juga untuk saraf motor dan suara pada anak

27

(Haldol)

dan orang dewasa. Mekanisme tidak secara jelas ditentukan, tetapi


diseleksi oleh competively blocking postsynaptic dopamine (D2)
reseptor dalam sistem mesolimbic dopaminergic; meningkatnya
dopamine turnover untuk efek tranquilizing. Dengan terapi subkronik,

Risperidone

depolarization dan D2 postsynaptic dapat memblokir aksi antipsikotik.


Monoaminergic selective mengikat lawan reseptor D2 dopamine selama

(Risperdal)

20 menit, lebih rendah afinitasnya dibandingkan reseptor 5-HT2. Juga


mengikat reseptor alpha1-adrenergic dengan afinitas lebih rendah dari
H1-histaminergic dan reseptor alpha2-adrenergic. Memperbaiki gejala
negatif

pada

psikosis

dan

menurunkan

kejadian

pada

efek

Olanzapine

ekstrpiramidal.
Antipsikotik atipikal dengan profil farmakologis yang melintasi sistem

(Zyprexa)

reseptor (seperti serotonin, dopamine, kolinergik, muskarinik, alpha


adrenergik, histamine). Efek antipsikotik dari perlawanan dopamine dan
reseptor serotonin tipe-2. Diindikasikan untuk pengobatan psikosis dan

Clozapine

gangguan bipolar.
Reseptor D2 dan reseptor D1 memblokir aktifitas, tetapi nonadrenolitik,

(Clozaril)

antikolinergik, antihistamin, dan reaksi arousal menghambat efek


signifikan. Tepatnya antiserotonin. Resiko terbatasnya penggunaan
agranulositosis pada pasien nonresponsive atau agen neuroleptik klasik

Quetiapine

tidak bertoleransi.
Antipsikotik terbaru untuk penyembuhan jangka panjang. Mampu

(Seroquel)

melawan efek dopamine dan serotonin. Perbaikan lebih awal


antipsikotik termasuk efek antikolinergik dan kurangnya distonia,

Aripiprazole

parkinsonism, dan tardive diskinesia.


Memperbaiki gejala positif dan negatif skizofrenia. Mekanisme

(Abilify)

kerjanya belum diketahui, tetapi hipotesisnya berbeda dari antipsikotik


lainnya. Aripiprazole menimbulkan

partial dopamine (D2) dan

serotonin (5HT1A) agonis, dan antagonis serotonin (5HT2A).

Nama Obat
Haloperidol (Haldol)
Risperidone
(Risperdal)
Olanzapine (Zyprexa)
Clozapine (Clozaril)

Sediaan
Tab. 2 5 mg

Dosis Anjuran
5 15 mg/hari

Tab. 1 2 3 mg

2 6 mg/hari

Tab. 5 10 mg
Tab. 25 100 mg

10 20 mg/hari
25 100 mg/hari
28

Quetiapine (Seroquel)

Tab. 25 100 mg

Aripiprazole (Abilify)

200 mg
Tab. 10 15 mg

50 400 mg/hari
10 15 mg/hari

I. Efek Samping Obat


Efek samping obat anti-psikosis dapat berupa:

Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja

psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun).


Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering, kesulitan
miksi&defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan

irama jantung).
Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut,akathisia, sindrom parkinson: tremor,

bradikinesia, rigiditas).
Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice), hematologik
(agranulocytosis), biasanya pada pemakaian panjang.

Efek samping ini ada yang dapat di tolerir pasien, ada yang lambat, ada yang sampai
membutuhkan obat simptomatik untuk meringankan penderitaan pasien.
Efek samping dapat juga irreversible : Tardive dyskinesia (gerakan berulang involunter
pada: lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada waktu tidur gejala
tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian jangka panjang (terapi pemeliharaan)
dan pada pasien usia lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan dengan dosis obat anti-psikosis.
Sementara kedua olanzapine dan risperidone sama-sama efektif untuk pengobatan
pasien dengan skizofrenia, olanzapine menunjukkan efikasi superior terhadap gejala negatif,
bersama dengan efek samping yang lebih rendah ekstrapiramidal, dibandingkan dengan
risperidone.6
Interaksi Obat

Antipsikosis + antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik meningkat (hati-hati

pada pasien dengan hipertrofi prostat, glaukoma, ileus, penyakit jantung).


Antipsikosis + antianxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk kasus dengan
gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat.

29

Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan serangan


kejang meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih besar. Yang paling

minimal menurunkan ambang kejang adalah antipsikosis Haloperidol.


Antipsikosis + antasida = efektivitas obat antipsikosis menurn disebabkan gangguan
absorpsi.

Terapi Psikososial
-

Pelatihan keterampilan sosial


Peatihan keterampilan sosial kadang-kadang disebut sebagai terapi keterampilan
perilaku. Terapi ini secara langsung dapat mendukung dan berguna untuk pasien bersama
dengan terapi farmakologis. Selain gejala yang biasa tampak pada pasien skizofrenia,
beberapa gejala yang paling jelas terlihat melibatkan hubungan orang tersebut dengan
orang lain, termasuk kontak mata yang buruk, keterlambatan respons yang tidak lazim,
ekspresi wajah yang aneh, kurangnya spontanitas dalam situasi sosial, serta persepsi
yang tidak akurat atau kurangnya persepsi emosi pada orang lain. Pelatihan keterampilan
perilaku diarahkan ke perilaku ini melalui penggunaan video tape berisi orang lain dan si
pasien, bermain drama dalam terapi, dan tugas pekerjaan rumah untuk keterampilan
khusus yang dipraktekkan.

Terapi kelompok
Terapi kelompok untuk oragn dengan skizofrenia umumnya berfokus pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok dapat berorientasi perilaku,
psikodinamis atau berorientasi tilikan, atau suportif.

Terapi perilaku kognitif


Terapi perilaku kognitif telah digunakan pada pasien skizofrenia untuk
memperbaiki distorsi kognitif, mengurangi distraktibilitas, serta mengoreksi kesalahan
daya nilai. Terdapat laporan adanya waham dan halusinasi yang membaik pada sejumlah
pasien yang menggunakan metode ini. Pasien yang mungkin memperoleh manfaat dari
terapi ini umumnya aalah yang memiliki tilikan terhadap penyakitnya.

Psikoterapi individual
Pada psikoterapi pada pasien skizofrenia, amat penting untuk membangun
hubungan terapeutik sehingga pasien merasa aman. Reliabilitas terapis, jarak emosional
antaraterapis dengan pasien, serta ketulusan terapis sebagaimana yang diartikan oleh
pasien, semuanya mempengaruhi pengalaman terapeutik. Psikoterapi untuk pasien
skizofrenia sebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan dalamm jangka waktu dekade,
30

dan bukannya beberapa sesi, bulan, atau bahakan tahun. Beberapa klinisi dan peneliti
menekankan bahwa kemampuan pasien skizofrenia utnuk membentuk aliansi terapeutik
dengan terapis dapat meramalkan hasil akhir. Pasien skizofrenia yang mampu
membentuk aliansi terapeutik yang baik cenderung bertahan dalam psikoterapi, terapi
patuh pada pengobatan, serta memiliki hasil akhir yang baik pada evaluasi tindak lanjut 2
tahun. Tipe psikoterapi fleksibel yang disebut terapi personal merupakan bentuk
penanganan individual untuk pasien skizofrenia yang baru-baru ini terbentuk. Tujuannya
adalah meningkatkan penyesuaian personal dan sosial serta mencegah terjadinya relaps.
Terapi ini merupakan metode pilihan menggunakan keterampilan sosial dan latihan
relaksasi, psikoedukasi, refleksi diri, kesadaran diri, serta eksplorasi kerentanan individu
terhadap stress. 2,3
J. Komplikasi
Beberapa individu yang mengalami skizofrenia dapat terkena stroke dan mengalami
kerusakan otak, yang tidak disadarinya. Kurangnya kesadaran tentang skizofrenia dan
penyakit

manik-depresi

merupakan

keadaan

biasa dialami

penderita

yang

tidak

memperhatikan pengobatannya. Terdapat pula komplikasi sosial, dimana penderita dikucilkan


oleh masyarakat. Setelah itu dapat juga menjadi korban kekerasan dan melukai diri sendiri.
Pada komplikasi depresi, penderita dapat melakukan tindakan bunuh diri. Disamping bunuh
diri karena depresi dan halusinasi, penderita skizofrenia yang tadinya tidak merokok, banyak
menjadi perokok berat ini diperkirakan karena faktor obat, yang memblok satu reseptor
dalam otak (nikotin). Reseptor nikotin yang menimbulkan rasa senang, pikiran jernih, mudah
menangkap sesuatu. Akibatnya penderita skizofrenia mencari kompensasi dengan mengambil
nikotin dari luar, dari rokok. Dan resiko dari perokok memperpendek usia, karena adanya
penyakit saluran pernapasan, kanker, jantung, dan penyakit fisik lainnya.
Kemudian, dengan penggunaan antipsikotik, ada tekanan terhadap hormon estrogen,
testosteron, dan hormon-hormon tersebut memproteksi tulang sehingga dapat terjadi
osteoporosis.4
K. Prognosis
Prognosis untuk skizofrenia pada umumnya kurang begitu menggembirakan. Sekitar
25% pasien dapat kembali pulih dari episode awal dan fungsinya dapat kembali pada tingkat
prodromal (sebelum munculnya gangguan tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah pulih dan
31

perjalanan penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya, ditandai


dengan kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali untuk
waktu yang singkat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis skizofrenia
1.Keluarga
Skizofrenia tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi individu penderitanya, tapi juga bagi
orang-orang terdekat kepadanya. Biasanya, keluarganyalah yang paling terkena dampak dari
hadirnya skizofrenia.
2.Inteligensi
Pada umumnya pasien Skizofrenia yang mempunyai Inteligensi yang tinggi akan lebih
mudah sembuh dibandingkan dengan orang yang inteligensinya rendah.
3.Pengobatan
Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya sebagian kecil pasien (kemungkinan
25%) cukup tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah fungsi mental yang cukup normal.
4.Reaksi Pengobatan
Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang yang bereaksi terhadap obat lebih bagus
perkembangan kesembuhan daripada orang yang tidak bereaksi terhadap pemberian obat.
5.Stressor Psikososial
Dengan semakin bertambah meningkatnya perkembangan teknologi, akan mempengaruhi
juga pada proses penyembuhan penyakit skizofrenia. Biasanya negara berkembang, penderita
skizofrenia bisa lebih cepat disembuhkan karena adanya dukungan dari masyarakat sekitar.
Sedangkan pada Negara-negara maju, prognosis lebih susah dikarenakan, biasanya pada
Negara-negara maju masyarakatnya cenderung individual, tidak mengenal tetangga, dan tidak
perdui terhadap lingkungan sekitar.
6.Kekambuhan
penderita skizofrenia yang sering kambuh prognosisnya lebih buruk. Dengan seringnya
penderita skizofrenia kambuh maka akan semakin lemah pula system yang ada pada dirinya.
7.Gangguan Kepribadian

32

Pada gangguan kepribadian ini, orang yang mempunyai tipe introvert lebih susah dideteksi
apakah ia mempunyai gejala skizofrenia karena orang tersebut cenderung menutup diri.
Prognosis untuk orang yang mempunyai gangguan kepribadian akan sulit disembuhkan.
Besar kecilnya pengalaman akan memiliki peran yang sangat besar terhadap kesembuhan.
8.Onset
Jenis onset yang mengarah ke prognosis yang baik berupa onset yang lambat dan akut,
sedangkan

onset

yang

tidak

jelas

memiliki

prognosis

yang

lebih

baik.

9.Proporsi
Orang yang mempunyai bentuk tubuh normal (proporsional) mempunyai prognosis yang
lebih baik dari pada penderita yang bentuk tubuhnya tidak proporsional.
10.Perjalanan penyakit
Pada penderita skizofrenia yang masih dalam fase prodromal prognosisnya lebih baik dari
pada orang yang sudah pada fase aktif dan fase residual.
11.Kesadaran
Kesadaran orang yang mengalami gangguan skizofrenia adalah jernih. Hal inilah yang
menunjukkan prognosisnya baik nantinya. 7

Prognosis Baik

10

Prognosis Buruk

10

Onset lambat

Onset muda

Faktor pencetus yang


jelas

Tidak ada factor pencetus

Onset akut
Riwayat
seksual
pekerjaan
premorbid
baik

sosial,
dan
yang

Gejala
gangguan
mood
(terutama
gangguan depresif)
Menikah
Riwayat
keluarga
gangguan mood
Sistem
pendukung
yang baik
Gejala positif

Onset tidak jelas


Riwayat
social
dan
premorbid yang buruk

pekerjaan

Prilaku menarik diri atau autistic


Tidak menikah, bercerai atau janda/
duda
Sistem pendukung yang buruk
Gejala negatif
Tanda dan gejala neurologist
Riwayat trauma perinatal
Tidak ada remisi dalam 3 tahun
Banyak relaps
Riwayat penyerangan

33

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Skizofrenia adalah diagnosis kejiwaan yang menggambarkan gangguan mental dengan
karakter abnormalitas dalam persepsi atau gangguan mengenai realitas. Adapun beberapa
faktor etiologi yang mendasari terjadinya skizofrenia, antara lain genetik, metabolisme,
neurokimia. Pada Skizofrenia terdapat gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif
mencakup waham dan halusinasi. Gejala negatif meliputi afek mendatar atu menumpul,
miskin bicara (alogia) atau isi bicara, bloking, kurang merawat diri, kurang motivasi,
anhedonia, dan penarikan diri secara sosial. Indikasi pemberian obat antipsikotik pada
skizofrenia adalah untuk mengendalikan gejala aktif dan mencegah kekambuhan. Obat
antipsikotik mencakup dua kelas utama: antagonis reseptor dopamin, dan antagonis
serotonin-dopamin. Mengingat belum bisa diketahui penyebab pastinya, jadi skizofrenia tidak
bisa dicegah. Lantaran pencegahannya sulit, maka deteksi dan pengendalian dini penting,
terutama bila sudah ditemukan adanya gejala. Dengan pengobatan dini, bila telah didiagnosis
dapat membuat penderita normal kembali, serta mencegah terjadinya gejala skizofrenia
berkelanjutan.

34

DAFTAR PUSTAKA

1. Amir N. Skizofrenia. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G, penyunting. Buku ajar


psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2010.h.170-94.
2. Amir N. Skizofrenia. Semijurnal farmasi & kedokteran Feb 2006;24:31-40.
3. Castelnovo A, Dagostino and Fabio F. Schizophrenia from neurophysiological
abnormalities to clinical symptoms. PMC Journal. 2015 April 20 ;6:478
4. Cole J, Green B, Helmer, Pinninti, O'reardon. Efficacy of Transcranial Magnetic
Stimulation (TMS) in the Treatment of Schizophrenia: A Review of the Literature to
Date. Innov Clin Neurosci. 2015 Jul-Aug;12(7-8):12-9.
5. Gilanipoor M, Shafti S. A Comparative between Olanzapine and Risperidone in the
Management of Schizophrenia. Hindawi Journal. 2014 May;3072:5
6. Howes O and Shitji K. The Dopamine Hypothesis of Schziphrenia : Version III The
Final Common Pathway. Schbul. 2009 March 26;35(3):549-562
7. Maramis WF. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi ke-2. Surabaya: Airlangga
University Press; 2009.h.195-277.
8. Muttaqin H, Sihombing RNE, penyunting. Skizofrenia. Dalam: Sadock BJ, Sadock
VA. Kaplan & sadocks concise textbook of clinical psychiatry. Edisi ke-2. Jakarta:
EGC; 2010.h.147-75.
9. Paul, Jhon. Skizofrenia. Diunduh tanggal 11 September 2015. http://www. Medical
news.com/

35

10. Safitri A, penyunting. Obat antipsikosis. Dalam: Neal MJ. Medical pharmacology at a
glance. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006.h.60-1.
11. Skizofrenia

dan

gangguan

psikotik

lainnya.

Diunduh

dari

http//www.idijakbar.com/prosiding/skizofrenia.htm tanggal 16 September 2015


12. Sobell JL, Mikesell MJ, Mcmurray CT. Genetics and etiopathophysiology of
schizophrenia. Mayo Clin Proc Oct 2005;77:1068-82.

36

Vous aimerez peut-être aussi