Vous êtes sur la page 1sur 95

TESIS

AKUPUNTUR MENURUNKAN SKOR


HAMILTON ANXIETY RATING SCALE
PADA PENGGUNA METADON

GABRIELLA TANTULAR

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015

TESIS

AKUPUNTUR MENURUNKAN SKOR


HAMILTON ANXIETY RATING SCALE
PADA PENGGUNA METADON

GABRIELLA TANTULAR
NIM 1014058102

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
i

AKUPUNTUR MENURUNKAN SKOR


HAMILTON ANXIETY RATING SCALE
PADA PENGGUNA METADON

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister,


Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana

GABRIELLA TANTULAR
NIM 1014058102

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015

ii

Lembar Persetujuan Pembimbing

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL


2 MARET 2015

Pembimbing I,

dr. I Wayan Westa SpKJ(K)


NIP 195102151980031007

Pembimbing II,

Prof.Dr.dr. Wimpie I. Pangkahila SpAnd, FAACS


NIP 194612131971071001

Mengetahui

Ketua Program Magister Biomedik


Program Pascasarjana
Universitas Udayana,

Direktur
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,

Prof.Dr.dr. Wimpie I. Pangkahila SpAnd, FAACS


NIP.194612131971071001

iii

Prof.Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K)


NIP. 195902151985102001

Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai


oleh Panitia Penguji pada
Program Pascasarjana Universitas Udayana
Pada Tanggal 2 Maret 2015

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana


No. 402/UN14-4/HK/2015 tanggal 3 Maret 2015

Panitia Penguji Tesis adalah:


Ketua : dr. I Wayan Westa, SpKJ(K)
Anggota : 1. Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila,Sp.And,FAACS
2. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila,M.SC, Sp. And
3. Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK, M.Kes
4. Prof. Dr. dr. N. Adiputra,M.OH

iv

Pernyataan Bebas Plagiat

UCAPAN TERIMAKASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan


Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas karunia-Nya, tesis yang berjudul Pemberian
Akupuntur Menurunkan Skor Hamilton Anxiety Rating Scale (Ham A pada Pengguna
Metadon dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan tugas akhir pendidikan untuk
memperoleh gelar Magister pada Program Magister Program Studi Ilmu Kedokteran
Biomedik, Kekhususan Combined Degree, Program Pascasarjana Universitas Udayana serta
gelar Spesialis Kedokteran Jiwa pada Program Pendidikan Dokter Spesialis I Psikiatri FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa hormat,


penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Yang terhormat Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD selaku Rektor, yang
terhormat Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) selaku Direktur Program
Pascasarjana, dan yang terhormat Prof Dr. dr. Putu Astawa, M.Kes, Sp.OT, FICS selaku
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Universitas Udayana
Yang terhormat dr. Anak Ayu Sri Saraswati, M.Kes selaku Direktur Utama Rumah
Sakit Umum Pusat Sanglah yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk
melaksanakan penelitian di lingkup RSUP Sanglah.
Yang terhormat Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS selaku Ketua
Program

Magister

Ilmu Biomedik Kekhususan

vi

Combined Degree, Program

Pascasarjana Universitas Udayana, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada
penulis untuk mengikuti pendidikan.
Yang terhormat dr. Anak Ayu Sri Wahyuni, SpKJ selaku Kepala Bagian Psikiatri
FK UNUD/RSUP Sanglah dan yang terhormat dr. Wayan Westa, SpKJ(K) selaku Ketua
Program Studi Psikiatri FK UNUD/RSUP Sanglah yang telah mengijinkan penulis
mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I Psikiatri.
Yang terhormat dr. Wayan Westa SpKJ(K) sebagai pembimbing satu yang dengan
penuh perhatian, ketelitian dan telah meluangkan waktu dalam memberikan arahan,
bimbingan dan saran kepada penulis dalam pembuatan tesis ini, juga sebagai
pembimbing akademis yang dengan penuh perhatian telah meluangkan waktu dalam
memberikan arahan, bimbingan, semangat dan saran kepada penulis dalam
menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Psikiatri serta sebagai kepala
klinik PTRM Sandat RSU Sanglah atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada
penulis untuk melakukan penelitian.
Yang terhormat Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS sebagai
pembimbing dua yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah meluangkan waktu
untuk membimbing, memberikan nasehat dan masukan kepada penulis dalam
menyeselaikan penulisan tesis ini.
Seluruh staf pengajar bagian Psikiatri yang telah memberikan saran dan motivasi
dalam menyelesaikan tesis ini.
Seluruh staf pengajar Program Magister Ilmu Biomedik Kekhususan Kedokteran
Klinik (Combined Degree) Program Pascasarjana Universitas Udayana angkatan ketiga

vii

penulis ucapkan banyak terimakasih atas ilmu yang telah diberikan sehingga berguna
dalam menyelesaikan tesis ini.
Kepada seluruh teman sejawat residen PPDS I Psikiatri FK UNUD/RSUP Sanglah
Denpasar atas segala bantuan dan semangat yang diberikan selama ini.
Tak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada staf administrasi
bagian psikiatri dan staf klinik PTRM Sandat yang telah memberikan bantuannya.
Terimakasih kepada orang tua, keluarga, suami dr. Dwi Haryadi, M.Kes, SpA dan
putra putri kami, Khrisna Haryadi dan Serena Haryadi atas pengorbanan dan dorongan
moril serta materil yang sudah diberikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dengan segala keterbatasan yang ada
tesis ini jauh dari sempurna sehingga kritik dan saran sangat diharapkan demi
penyempurnaan tesis ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan berkat
pada semua yang terlibat dalam penyelesaian tesis ini dan dengan semakin sempurnanya
tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Denpasar, Januari 2015

Penulis

viii

ABSTRAK
AKUPUNTUR MENURUNKAN SKOR HAMILTON ANXIETY RATING SCALE
PADA PENGGUNA METADON
Penyalahgunaan NAPZA merupakan kasus yang cukup sering dijumpai di
kalangan remaja dan dewasa muda. Penyalahgunaan NAPZA sering ditemukan
bersamaan dengan gangguan psikiatri lain di antaranya kecemasan. Salah satu terapi
penyalahgunaan NAPZA yang dapat ditemukan di rumah sakit Sanglah adalah terapi
metadon. Terapi metadon adalah terapi harm reduction yang digunakan untuk
mengatasi ketergantungan terhadap opioid. Bila klien metadon mengalami kecemasan,
maka hal ini dapat mempengaruhi keberhasilan terapi dan kepatuhan pengobatan. Untuk
mengatasi hal ini salah satu terapi alternatif yang dapat dilakukan adalah akupuntur.
Dengan mengukur skor Ham A maka dapat diketahui efek terapi akupuntur dalam
mengatasi kecemasan yang timbul pada klien metadon.
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental, memakai desain randomized pre
test-post test control group yang dilakukan di klinik PTRM Sandat RSUP Sanglah.
Sebanyak 62 orang klien metadon memenuhi kriteria inklusi yang setuju mengikuti
penelitian kemudian dinilai skor Hamilton Anxiety Rating Scale (Ham A) awal dan
kemudian dibagi menjadi 2 kelompok secara acak, kelompok kontrol yang hanya
mendapatkan metadon saja dan kelompok perlakuan yang mendapatkan terapi
akupuntur selama 6 minggu. Setelah 6 minggu kemudian dilakukan penilaian ulang skor
Ham A untuk menilai kecemasan.
Dari penelitian ini didapatkan rerata skor Ham A pre test kelompok kontrol
adalah 15,44,3 dan rerata kelompok perlakuan adalah 16,64,5. Rerata skor Ham A
sesudah perlakuan pada kelompok perlakuan adalah 12,83,8 dan rerata kelompok
kontrol adalah 15,34,1. Analisis kemaknaan dengan uji t-independen menunjukkan
bahwa nilai t = 9,251 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata skor Ham A pada
ke dua kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05). Pada
analisis masing-masing item skor Ham A didapatkan pada item kecemasan, insomnia
dan gejala somatik didapatkan penurunan secara bermakna pada kelompok perlakuan.
Kesimpulan penelitian ini adalah akupuntur dapat menurunkan skor kecemasan
yang dinilai dengan Ham A pada klien metadon terutama pada rasa kecemasan,
gangguan tidur dan gejala somatik.

Kata kunci : Akupuntur, kecemasan, skor Ham A, metadon

ix

ABSTRACT
ACUPUNCTURE REDUCE HAMILTON ANXIETY SCALE SCORE IN
METHADON CLIENT
Substance use disorder is a common disorder found in adolescence and adults.
This disorder is commonly found with other psychiatric disorder such as anxiety. One of
therapy for substance disorder available in Sanglah hospital is methadon therapy.
Methadon therapy is a harm reduction therapy for overcoming opioid dependence.
Methadon client experiencing anxiety could influence therapy outcome and compliance.
One of alternative therapy for these situations is acupuncture. Hamilton Anxiety Rating
Scale (Ham A) score measurement was used to evaluate anxiety reduction in methadon
client.
This study was an experimental study, with randomized pre-post test control
group design conducted in Sanglah Hospital PTRM Sandat clinic. 62 study subjects met
inclusion criteria who agree to participate in this study were measured pre test Ham A
score and then divided into two seperated groups, control group which only receive
methadon therapy, and treatment group which received acupuncture for 6 weeks. After
6 weeks post test Ham A score were obtained to measure anxiety.
From this study, pre test Ham A score mean in control group were 15,4 4,3
and treatment group mean score were 16,6 4,5. Post test Ham A score in control group
were 15,3 4,1, in treatment group were 12,8 3,8. T-Independent test result that two
group differ significantly (p<0.05) t = 9,251 and p value 0,001.In each item analysis,
significant reduction were found in anxious feeling, insomnia and somatic symptoms in
treatment group.
This study concluded that acupuncture reduced anxiety score measured by
Ham A test in methadon client most significantly in anxious feeling, sleep disorder and
somatic symptoms.

Keyword : Acupuncture, anxiety, Ham A score, methadon

DAFTAR ISI

Sampul Dalam.......................................................................................................... i
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister................................................................ ii
Lembar Persetujuan Pembimbing .......................................................................... iii
Lembar Penetapan Panitia Ujian............................................................................ iv
Pernyataan Bebas Plagiat ........................................................................................ v
UCAPAN TERIMAKASIH................................................................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................................. ix
ABSTRACT............................................................................................................ x
DAFTAR ISI......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv
DAFTAR TABEL................................................................................................ xvi
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xvii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4

xi

1.3.1 Tujuan Penelitian Umum .......................................................................4


1.3.2 Tujuan Penelitian Khusus .......................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................................. 6
2.1 Ketergantungan NAPZA............................................................................... 6
2.2 Kecemasan yang berhubungan dengan penyalahgunaan NAPZA.............. 17
2.2.1 Klasifikasi dan Diagnosis Kecemasan ..................................................19
2.3 Hamilton Anxiety Rating Scale (Ham A) .................................................... 21
2.4 Terapi Akupuntur pada kecemasan............................................................. 23
BAB 3 KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS........................ 34
3.1 Kerangka Berpikir....................................................................................... 34
3.2 Kerangka Konsep ........................................................................................ 35
3.3 Hipotesis Penelitian..................................................................................... 36
BAB 4 METODE PENELITIAN......................................................................... 37
4.1 Rancangan Penelitian ................................................................................. 37
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 38
4.2.1 Lokasi Penelitian...................................................................................38
4.2.2 Waktu Penelitian ...................................................................................38
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian .................................................................. 38
4.3.1 Populasi penelitian ................................................................................38

xii

4.3.2 Kriteria Inklusi, eksklusi dan drop out.................................................38


4.3.3 Jumlah Sampel ......................................................................................39
4.3.4 Teknik Penentuan Sampel.....................................................................40
4.4 Pemberian terapi akupuntur ........................................................................ 41
4.5 Variabel dan Definisi Operasional .............................................................. 41
4.5.1 Identifikasi Variabel..............................................................................41
4.5.2 Definisi Operasional..............................................................................41
4.6 Bahan dan Instrumen Penelitian.................................................................. 43
4.7 Prosedur Penelitian...................................................................................... 44
4.8 Analisis Data ............................................................................................... 44
4.9 Alur Penelitian ............................................................................................ 45
BAB V HASIL PENELITIAN ............................................................................ 46
5.1 Karakterisitik Subjek Penelitian.................................................................. 46
5.2 Uji Normalitas Data .................................................................................... 48
5.3 Hasil Uji Statistik Penurunan Skor Ham A Pre dan Post Test.................... 49
5.4 Hasil Rerata Selisih Skor Masing-masing Item Ham A.............................. 49
5.5 Hasil Uji T Test Pada Selisih Skor Masing-masing Item Pada Ham A ...... 50
BAB VI PEMBAHASAN.................................................................................... 52
6.1 Subjek Penelitian......................................................................................... 52
6.2 Akupuntur Dapat Menurunkan Skor Ham A .............................................. 52

xiii

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 59


7.1 Simpulan ..................................................................................................... 59
7.2 Saran............................................................................................................ 59
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 60
Lampiran ................................................................................................................63

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Sistem Limbik............................................................................ 15


2.2 Efek Opioid pada Jalur Reward ................................................. 16
2.3 Teori 5 Siklus............................................................................. 25
2.4 Efek Akupuntur pada Nukleus Akumbens ................................ 27
2.5 Letak Titik Akupuntur Shen Men Pada Telinga ........................ 32
2.6 Letak Titik Akupuntur He gu..................................................... 32
2.7 Letak Titik Akupuntur Zu San Li .............................................. 33
2.8 Letak Titik Akupuntur Chize .................................................... 33
3.1 Kerangka Berpikir...................................................................... 35
4.1 Alur Penelitian ........................................................................... 37
4.2 Alur Penelitian ........................................................................... 45
5.1 Hasil Pengukuran Rerata Skor Ham A Pre Test dan
Post Test Kelompok Kontrol dan Perlakuan.............................. 48

xv

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian ....................................

36

Tabel 5.2 Hasil Rerata Selisih Skor Kelompok Kontrol dan


Kelompok Perlakuan .....................................................

38

Tabel 5.3 Selisih Skor Masing-masing Item Ham A ....................

39

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Ethical Clearance Penelitian .......................................................65
Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian .....................................................................66
Lampiran 3 Form Informed Consent Subyek Penelitian................................68
Lampiran 4 Kuesioner Ham A ........................................................................70
Lampiran 5 Kartu Data Peserta Penelitian ......................................................72
Lampiran 6 Data dan Analisis Penelitian........................................................73
Lampiran 7 Foto Penelitian.............................................................................75

xvii

DAFTAR SINGKATAN

PTRM

: Program Terapi Rumatan Metadon

RSUP

: Rumah Sakit Umum Pusat

NAPZA

: Narkotika,alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya

HAM-A

: Hamilton Anxiety Rating Scale

GABA

: Gama Aminobutyric Acid

WHO

: World Health Organization

DSM V

: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Fifth Edition


Text Revision

ICD

: International Classification of Disease

HIV

: Human Immuno-deficiency Virus

PPDGJ

: Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia

xviii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Permasalahan yang saat ini terjadi di seluruh negara di dunia antara lain
adalah adiksi terhadap narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya
(NAPZA) atau yang lebih dikenal dengan istilah narkoba. Penyalahgunaan ini
merupakan pola penggunaan yang bersifat patologik, berlangsung dalam jangka
waktu tertentu dan menimbulkan gangguan fungsi sosial dan okupasional serta
seringkali disertai dengan komorbiditas lain yang merupakan penyulit dalam
terapi adiksi.
Menjelang akhir milenium kedua, di seluruh dunia terdapat 1,1 milyar
orang yang mengalami ketergantungan nikotin, 250 juta orang mengalami
ketergantungan alkohol, dan 15 juta orang yang mengalami ketergantungan zat
psikoaktif lain (Joewana, 2004). Survei yang dilakukan oleh Badan Narkotika
Nasional pada tahun 2011 menunjukkan estimasi penyalahguna NAPZA adalah
3,7 juta hingga 4,7 juta orang yang berusia antara 10-59 tahun dan kerugian
ekonomi yang diperkirakan akibat penyalahgunaan NAPZA adalah berkisar Rp
57,0 trilyun di tahun 2013(Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kemenkes RI, 2014).
Salah satu jenis ketergantungan terhadap narkoba adalah ketergantungan terhadap
opioid, yaitu suatu zat yang telah digunakan selama 3500 tahun yang lalu baik
untuk tujuan medis ataupun tujuan kesenangan semata. Opioid mempunyai
berbagai macam bentuk antara lain morfin, heroin (narkoba suntik), codein,
metadon dan lain-lain (Joewana, 2004).

Pengguna narkoba suntik di Indonesia yang terinfeksi HIV cukup banyak


ditemukan, yaitu berkisar 44%. Dengan tingginya angka ini maka perlu dilakukan
program pengurangan dampak buruk penularan narkoba suntik (harm reduction).
Salah satu kegiatan pendekatan harm reduction adalah terapi substitusi dengan
metadon yang dilakukan dalam Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM).
PTRM ini adalah program yang terutama ditujukan untuk mengatasi masalah
adiksi namun belum dapat mengatasi gangguan psikiatri lain yang muncul
bersamaan dengan adiksi terhadap NAPZA itu sendiri (Departemen Kesehatan RI,
2006).
Lebih kurang 90% orang dengan ketergantungan opioid mempunyai
gangguan psikiatri. Diagnosis psikiatri yang paling sering ditemukan adalah
depresi, gangguan akibat penggunaan alkohol, gangguan kepribadian antisosial,
dan gangguan cemas (anxietas). Sekitar 15 persen orang dengan ketergantungan
opioid pernah setidaknya satu kali melakukan percobaan bunuh diri. Tingginya
komorbiditas dengan diagnosis psikiatri lain tentunya memerlukan program terapi
yang berbasis luas sehingga gangguan tersebut dapat ditangani dengan baik
(Sadock dkk., 2009). Kecemasan sebenarnya adalah emosi manusia normal yang
meningkat ataupun menurun sebagai respon dari eksternal maupun internal namun
bila intensitas dan durasinya berlebihan disertai juga dengan adanya gangguan
otonomi dan fungsional serta perubahan perilaku maka kecemasan tersebut
menjadi patologis (Lingford-Hughes dkk., 2002). Salah satu alat yang dapat
dipakai untuk mengukur

berat ringannya kecemasan yang saat ini sudah

divalidasi adalah dengan Hamilton Anxiety Rating Scale (Ham A). Kuesioner ini

terdiri dari 14 item penilaian yang menilai gejala cemas secara subjektif dan
objektif serta menilai komponen keluhan somatik dari gangguan cemas. Dari
wawancara yang dilakukan oleh pengamat yang terlatih maka dapat diperoleh
skala tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien, dengan melakukan penilaian
ini maka dapat dinilai pula keberhasilan suatu terapi (Sadock dkk., 2009).
Salah satu cara yang kini sering digunakan untuk mengurangi kecemasan
yang dianggap tidak mempengaruhi pengobatan ketergantungan NAPZA adalah
dengan penggunaan akupuntur, yaitu suatu teknik pengobatan tradisional yang
memakai jarum. Titik-titik yang ditusuk adalah titik-titik tertentu pada tubuh
ataupun telinga yang disebut titik akupuntur. Jika titik-titik ini ditusuk dan
dirangsang baik secara mekanis maupun dengan elektroakupuntur maka
diharapkan terdapat perubahan pada neurotransmitter di otak yang akan
mengurangi gejala-gejala cemas dan dengan demikian diharapkan akan
berpengaruh positif pula terhadap ketergantungannya terhadap opioid (Yang dkk.,
2007).
Pemilihan titik akupuntur bila dilakukan dengan tepat disertai dengan
stimulasi yang tepat maka diharapkan akan memberikan hasil yang bermakna.
Teknik akupuntur ini sendiri dapat memberikan hasil yang bermakna bila
diberikan dalam jangka waktu tertentu dan biasanya dalam 10-12 kali terapi yang
dilakukan tiap 3-4 hari sekali (Pilkington dkk., 2013). Terapi yang dilakukan
kurang dari 10 kali ataupun dengan jarak waktu yang panjang serta durasi yang
kurang dari 15 menit setiap sesi akupuntur biasanya kurang memberikan hasil
yang signifikan (Berman dkk., 2004).

Penelitian sekarang ini adalah untuk menilai efektivitas akupuntur untuk


menurunkan kecemasan pada

pengguna

metadon

yang diukur

dengan

menggunakan Ham A . Pengguna metadon adalah populasi yang cukup luas,


namun pada penelitian kali ini peneliti mengambil populasi terjangkau adalah
klien PTRM Sandat di RSUP Sanglah yang diharapkan dapat mewakili populasi
pengguna metadon secara umum.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah akupuntur dapat menurunkan skor Hamilton Anxiety Rating Scale pada
pengguna metadon di PTRM Sandat RSUP Sanglah?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian Umum
Untuk menghitung besarnya efek terapi komplementer dalam mengatasi
kecemasan yang dialami oleh pengguna metadon PTRM Sandat RSUP Sanglah.
1.3.2 Tujuan Penelitian Khusus
Untuk menghitung besarnya penurunan skor Ham A setelah dilakukan
tindakan akupuntur pada pengguna metadon di PTRM Sandat RSUP Sanglah.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat Pelayanan :
Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam penentuan penambahan
program terapi komplementer bagi pengguna metadon di PTRM Sandat RSUP
Sanglah.

Manfaat Pendidikan :
Diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah objektif efektivitas intervensi
terapi akupuntur terhadap pengguna metadon di PTRM Sandat RSUP Sanglah.
Manfaat Penelitian :
Hasil

penelitian

ini

dapat

digunakan

sebagai

bahan

untuk

mengembangkan/ memperbaiki penelitian untuk terapi komplementer pada


pengguna metadon selanjutnya.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Ketergantungan NAPZA


Masalah penyalahgunaaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
(NAPZA)

merupakan

masalah

yang

sangat

kompleks,

memerlukan

penanggulangan secara menyeluruh yang multidispliner, multisektoral dan


mengikutsertakan masyarakat secara aktif, dilaksanakan semua pihak secara
kesinambungan dan konsisten. Masalah ini di masyarakat pada umumnya dan
kalangan generasi muda khususnya telah mencapai taraf yang memprihatinkan.
Menurut survei WHO di 14 negara, 24% pengunjung fasilitas pelayanan
kesehatan umum menderita gangguan jiwa dan 6% adalah pengguna NAPZA
(Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 2006).
Pada tahun 2004 survei nasional yang dilakukan di Amerika Serikat
memperkirakan adanya 22,5 juta orang di atas usia 12 tahun (10% dari total
populasi Amerika Serikat) yang menderita akibat penyalahgunaan zat. Sebanyak
67,8% mengalami ketergantungan heroin, 17,6 ketergantungan marijuana, 27,8%
ketergantungan kokain, dan 12,3% tergantung pada obat penghilang rasa sakit
(Sadock dkk, 2009). Sedangkan di Indonesia diperkirakan sekitar 800 ribu hingga
2 juta orang terutama masyarakat usia produktif terjerat oleh ketergantungan
heroin yang tesebar pada berbagai tingkat sosio-ekonomi (Thaib dkk., 2006).
Kerugian yang diakibatkan oleh penyalahgunaan zat juga tidaklah sedikit, di
antaranya adalah pecahnya keluarga, hilangnya pekerjaan, kegagalan dalam

sekolah, kekerasan domestik, penyiksaan terhadap anak, dan kejahatan lainnya


(Zahm, 2010).
Ketergantungan NAPZA mempunyai aspek fisik dan perilaku. Pada
ketergantungan NAPZA perilaku, aktivitas mencari zat dan adanya penggunaan
yang berlebihan sangat jelas, sedangkan pada aspek fisik mengacu pada efek
fisiologis dari penggunaan zat yang berulang (Sadock dkk, 2009).
Zat psikoaktif adalah zat/bahan yang apabila masuk ke dalam tubuh
manusia berkhasiat mempengaruhi tubuh, terutama susunan saraf pusat, sehingga
mengakibatkan perubahan aktivitas mental-emosional dan perilaku pengguna dan
seringkali menyebabkan ketagihan dan ketergantungan zat tersebut (Departemen
Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 2006).
DSM V membagi gangguan berkaitan zat psikoaktif (substance related
disorder) menjadi 2 kategori : penyalahgunaan zat (substance use disorder) dan
gangguan yang diinduksi zat (substance induced disorder) (APA, 2013).
Penyalahgunaan zat didefinisikan sebagai adanya minimal satu dari gejalagejala spesifik berikut ini yang mengindikasikan bahwa penggunaan zat tersebut
telah mengganggu kehidupan orang tersebut.
Kriteria diagnosis berdasarkan PPDGJ III:
1.

Pola maladaptif dari penggunaan zat psikoaktif yang mengarah pada


gangguan klinis yang nyata. Hal ini dimanifestasikan dengan satu atau
lebih hal-hal berikut ini, dan muncul dalam kurun waktu 12 bulan:

a. Penggunaan zat secara berulang yang mengakibatkan kegagalan


untuk memenuhi kewajibannya dalam pekerjaan, di sekolah, atau
di rumah.
b. Penggunaan zat secara berulang dalam kondisi yang berbahaya
secara fisik.
c. Masalah hukum yang berhubungan dengan zat dan terjadi secara
berulang.
d. Penggunaan zat yang berkelanjutan walaupun mengalami masalah
sosial atau interpersonal yang berulang dan disebabkan atau
diperparah oleh efek zat psikoaktif.
2.

Gejala gejala di atas tidak pernah memenuhi kriteria ketergantungan


obat.

Sedangkan kriteria diagnostik untuk ketergantungan zat adalah pola yang


salah dari penggunaan zat sehingga terdapat gangguan yang signifikan dari 3 hal
atau lebih berikut dan muncul kapanpun dalam kurun waktu 12 bulan (Sadock
dkk, 2009):
1. Toleransi :
a. meningkatnya jumlah zat yang dibutuhkan untuk mencapai efek
yang diinginkan atau intoksikasi
b. efek yang sangat jelas berkurang dengan penggunaan zat
tersebut dalam jumlah yang sama
2. Lepas zat :
a. terdapat karakteristik lepas zat

b. zat yang sama atau mirip harus dipakai untuk meringankan atau
menghindari gejala lepas zat
3. Zat tersebut sering dikonsumsi dalam jumlah besar atau lebih lama dari
yang direncanakan
4. Terdapat keinginan terus menerus atau usaha yang gagal untuk
mengurangi atau mengontrol penggunaan zat
5. Banyak waktu yang dihabiskan untuk mendapatkan zat tersebut,
menggunakan zat tersebut dan pulih dari efek zat tersebut
6. Aktivitas

sosial, pekerjaan, ataupun rekreasi dikorbankan ataupun

menurun karena penggunaan zat


7. Penggunaan zat tetap dilakukan walaupun sudah mengetahui adanya
problem fisik maupun psikologis

berulang yang diakibatkan

penggunaan zat tersebut.


Penggolongan penggunaan narkoba menurut ICD 10 dibagi menjadi intoksikasi,
penggunaan yang membahayakan, sindrom ketergantungan dan gejala putus zat :
Intoksikasi :

1. Harus ada bukti jelas penggunaan zat psikoaktif dalam waktu dekat
pada dosis yang cukup tinggi agar konsisten dengan kriteria
intoksikasi.
2. Harus ada gejala-gejala atau tanda-tanda intoksikasi yang sesuai
dengan kerja dari suatu zat tertentu dan keparahan yang cukup untuk
menimbulkan gangguan kesadaran, kognisi, persepsi, dan sikap yang
secara klinis signifikan.

10

3. Gejala atau tanda yang ada tidak terjadi karena gangguan medis lain
yang tidak berhubungan dengan penggunaan zat atau karena gangguan
mental lainnya.
Penggunaan yang membahayakan :

a. Harus ada bukti yang kuat bahwa penggunaan zat psikoaktif


bertanggung jawab untuk bahaya fisik maupun psikis, termasuk
gangguan dalam pengambilan keputusan atau gangguan perilaku, yang
dapat mengarah pada kecacatan atau konsekuensi buruk terhadap
hubungan antar personal
b. Sifat dari bahaya harus dikenali dengan jelas
c. Pola penggunaan menetap sekurang-kurangnya satu bulan atau muncul
berulang dalam jangka waktu 12 bulan
d. Gangguan yang terjadi tidak memenuhi kriteria gangguan mental dan
perilaku lain yang berhubungan dengan zat yang sama dalam periode
waktu yang sama (kecuali untuk intoksikasi).
Sindrom ketergantungan
Terdapat tiga atau lebih dari manifestasi berikut ini dan harus muncul
bersamaan sekurang-kurangnya 1 bulan, atau jika menetap kurang dari 1
bulan, maka harus muncul bersamaan berulang kali selama jangka waktu
12 bulan.
1. Keinginan yang sangat kuat atau kompulsif untuk mendapatkan zat
2. Terganggunya kapasitas untuk mengendalikan perilaku konsumsi zat

11

3. Keadaan putus zat saat penggunaan zat dikurangi atau dihentikan


4. Adanya toleransi terhadap efek zat, dibuktikan dengan adanya
peningkatan jumlah zat yang digunakan secara signifikan untuk
memperoleh efek intoksikasi yang sama
5. Sebagian besar waktu didedikasikan untuk penggunaan zat
Gejala Putus zat
1. Harus ada bukti jelas dari penghentian atau pengurangan penggunaan
zat psikoaktif setelah penggunaan zat berulang, berkepanjangan
dan/atau dosis tinggi
2. Gejala yang muncul sesuai dengan gejala dari tiap zat yang
bersangkutan
3. Gejala yang ada tidak dikarenakan oleh adanya gangguan medis
lainnya yang tidak berkaitan dengan penggunaan zat, atau karena
gangguan mental atau tingkah laku lainnya.
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Psikotropika adalah zat atau obat
baik alamiah atau sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada aktivitas mental dan perilaku (Lumbantobing, 2007).

12

Faktor Predisposisi
Alasan penggunaan NAPZA berbeda-beda, namun biasanya merupakan
interaksi beberapa faktor. Beberapa orang mempunyai risiko yang lebih besar
menggunakannya karena sifat atau latar belakangnya yang disebut faktor risiko
tinggi atau faktor kontributif yang dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
faktor individu dan faktor lingkungan (Moesono, 2006).
Faktor individu :
-

Rasa ingin tahu yang kuat dan ingin mencoba

Tidak bersikap tegas terhadap tawaran/pengaruh teman sebaya

Penilaian diri yang negatif (low self esteem) seperti merasa kurang
mampu dalam pelajaran, pergaulan, penampilan diri atau tingkat/
status sosial ekonomi yang rendah

Rasa kurang percaya diri dalam menghadapi tugas

Mengurangi rasa tidak enak, ingin menambah prestasi

Tidak tekun dan cepat jenuh

Sikap memberontak terhadap peraturan/tata tertib

Pernyataan diri sudah dewasa

Identitas diri yang kabur akibat proses identifikasi dengan orang


tua/penggantinya yang kurang berjalan dengan baik, atau gangguan
identitas jenis kelamin, merasa diri kurang jantan

Depresi, cemas, hiperkinetik

Persepsi yang tidak realistik

Kepribadian dissosial

13

Penghargaan sosial yang kurang

Keyakinan penggunaan zat sebagai lambang keperkasaan atau


kemodernan

Kurang menghayati ajaran agama

Faktor lingkungan:
-

Mudah diperolehnya zat NAPZA

Komunikasi orangtua dan anaknya yang kurang efektif

Hubungan antar orangtua (ayah-ibu) yang kurang harmonis

Orangtua atau keluarga lainnya menggunakan zat NAPZA

Lingkungan keluarga terlalu permisif atau bahkan sebaliknya terlalu


ketat dalam displin

Orangtua yang otoriter atau dominan

Berteman dengan pengguna NAPZA

Tekanan kelompok sebaya yang sangat kuat

Ancaman fisik dari teman atau pengedar

Lingkungan sekolah yang tidak tertib

Lingkungan sekolah yang tidak memberi fasilitas bagi penyaluran


bakat dan minat para siswanya.

Etiologi
Banyak faktor yang berpengaruh sehingga seseorang bisa menjadi
tergantung terhadap suatu zat, seperti ketersediaan zat, faktor sosial, tekanan
dalam pergaulan, mungkin adalah faktor utama dalam eksperimen pertama namun

14

faktor lain seperti kepribadian dan biologis individual mungkin lebih berpengaruh
terhadap efek zat dan jenis zat. Penelitian lain tentang faktor-faktor yang dapat
menyebabkan penggunaan narkoba menunjukkan bahwa faktor kepribadian,
kelompok teman sebaya dan keluarga sangat menentukan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dengan karakteristik, kepribadian tertentu seseorang mudah
menjadi pengguna narkoba, meskipun kelompok sebaya dan orang tua
menentangnya. Remaja yang mempunyai hubungan yang buruk dengan
orangtua/keluarga, dapat menjadi pengguna narkoba, meskipun nilai-nilai
kepribadian dan teman sebaya menentangnya. Sedangkan tekanan kelompok
teman sebaya dapat mengalahkan nilai pribadi yang anti narkoba dan hubungan
keluarga yang baik (Moesono, 2006).
Faktor psikodinamik
Menurut teori klasik, penyalahgunaan zat adalah setara dengan masturbasi
(sebagian pemakai heroin menggambarkan awal penggunaan mirip seperti
orgasme seksual), pertahanan melawan impuls kecemasan, atau manifestasi dari
regresi oral. Formulasi psikodinamik yang baru menyimpulkan penyalahgunaan
zat sebagai refleksi dari fungsi ego yang terganggu (Joewana, 2004).
Pembelajaran dan pengkondisian
Setiap kali penggunaan NAPZA menghasilkan umpan balik positif, baik
dari efek zat itu sendiri maupun

pengabaian efek samping, pengabaian gejala

lepas zat, ataupun kombinasi efek-efek tersebut. Pengguna NAPZA merespon


rangsang yang berhubungan dengan NAPZA dengan meningkatnya aktifitas di
daerah limbik, termasuk amygdala dan cingulatum anterior (Stahl, 2013).

15

Gambar 2.1 Sistem Limbik (Scott dan Scott, 2007)


Faktor genetik
Adanya polimorfisme pada penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA
dan hubungannya dengan gen yang mempengaruhi produksi dopamin akhir-akhir
ini sedang diteliti (Joewana, 2004).
Faktor neurokimia
Neurotransmiter yang mungkin terlibat dalam penyalahgunaan NAPZA
adalah opioid, katekolamin (terutama dopamin) dan sistem gama aminobutyric
acid (GABA). Neuron dopaminergik pada area tegmental sangat penting karena
berhubungan dengan area korteks dan limbik terutama nukleus akumbens. Jalur
ini berperan dalam sensasi reward (Sadock dkk., 2009).

16

Gambar 2.2 Efek Opioid pada Jalur Reward (Carvalho dkk., 2013)
Opioid selain mempunyai efek analgesik yang sangat kuat juga dapat
menyebabkan keadaan eforia, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, rasa
mengantuk. Zat ini juga dapat menekan pusat pernafasan sehingga bernafas
menjadi pelan dan dangkal (Ghodse, 2002).
Banyak cara yang telah dilakukan untuk menanggulangi ketergantungan
NAPZA, yaitu salah satunya adalah dengan metadon, yaitu terapi farmakologis
dengan harm reduction pada ketergantungan opioid. Metadon adalah terapi
substitusi untuk heroin dengan efek agonis penuh yang menyerupai efek
menyenangkan yang didapat dari heroin. Metadon mempunyai waktu paruh yang
lebih lama dari heroin dan setelah dikonsumsi, rasa ketagihan akan berkurang
(Lingford-Hughes dkk., 2007).
Dosis harian metadon adalah 20-80 mg, cukup untuk menstabilkan
pasien,namun dosis sampai 120 mg pernah digunakan. Durasi aksi metadon
melebihi 24 jam, dengan demikian pemberian 1x sehari sudah adekuat. Rumatan

17

(maintenance) metadon dilanjutkan sampai pasien dapat ditarik dari metadon,


yang dapat juga mengakibatkan ketergantungan. Gejala henti obat pada metadon
dapat terjadi, namun proses detoksifikasinya lebih mudah diatasi daripada heroin
(Sargo dan Subagyo, 2014).
Rumatan dengan metadon mempunyai beberapa keuntungan :

1. Pecandu opioid tidak perlu menyuntikkan obat, dengan bahaya yang


terkait (penularan hepatitis, HIV)
2. Metadon menyebabkan eforia minimal dan jarang menyebabkan
mengantuk atau depresi bila digunakan jangka panjang
3. Metadon membuat penggunanya dapat ikut serta dengan kegiatankegiatan yang bermanfaat (Depkes RI Direktur Jendral Pelayanan
Medik, 2000).
2.2 Kecemasan yang berhubungan dengan penyalahgunaan NAPZA
Penelitian di bidang psikiatri menunjukkan gangguan cemas dan
penyalahgunaan NAPZA sering terjadi secara bersamaan. Kecemasan dapat
menyebabkan penyalahgunaan NAPZA dan sebaliknya penyalahgunaan NAPZA
juga dapat menimbulkan kecemasan yang diinduksi oleh penyalahgunaan NAPZA
itu sendiri (Smith dan Book, 2008). Remaja dengan gangguan jiwa kecemasan
mempunyai risiko relatif 13,8 kali untuk menyalahgunakan NAPZA dibandingkan
dengan mereka yang tidak mengalami gangguan kecemasan (Hawari, 2006).
Ketergantungan NAPZA sendiri dapat menyebabkan kecemasan yaitu respon
yang sebenarnya normal dan adaptif terhadap ancaman yang mempersiapkan

18

individu untuk fight atau flight (Lingford-Hughes dkk., 2002). Namun jika
kecemasan ini berlebihan mengenai beberapa kejadian atau aktivitas yang terjadi
hampir setiap hari selama minimal 6 bulan maka kecemasan ini dapat digolongkan
menjadi gangguan cemas menyeluruh. Kecemasan ini menjadi sangat sulit untuk
dikendalikan dan sering ditemukan bersama dengan gejala somatis, seperti
ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur dan kegelisahan (Sadock dkk., 2009).
Gangguan kecemasan sering dihubungkan dengan beratnya kemungkinan untuk
gangguan pemakaian alkohol dan zat-zat adiktif lainnya, beratnya gejala lepas zat
alkohol, dan tingginya kekambuhan setelah terapi lepas zat. Sebaliknya adanya
pemakaian zat adiktif dapat menurunkan angka kesembuhan dan meningkatkan
kemungkinan kekambuhan gangguan cemas menyeluruh, dan meningkatnya
angka kejadian bunuh diri pada penderita gangguan cemas (Smith dan Book,
2008).
Gejala kecemasan sendiri berperan penting dalam penanganan adiksi
karena dengan adanya gejala-gejala seperti kegelisahan, kesulitan berkonsentrasi
dapat mempengaruhi kepatuhan terhadap pengobatan dan kemampuan untuk lepas
zat (Charney dkk., 2005). Jenis gangguan cemas yang paling sering ditemukan
bersamaan dengan penyalahgunaan zat adalah gangguan cemas menyeluruh dan
gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia (Smith dan Book, 2008).
Pasien dengan gangguan penggunaan zat yang ditemukan bersamaan
dengan gangguan kejiwaan mempunyai prognosis yang lebih buruk, kemungkinan
remisi yang menurun, meningkatnya kemungkinan untuk relaps, dan lebih banyak
membutuhkan perawatan daripada jika tidak ditemukan gangguan psikiatri

19

(Charney dkk., 2005). Bila gangguan komorbiditas diatasi, baik depresi maupun
kecemasan dapat diatasi maka prognosis ketergantungan zat pun akan membaik
(Hesse, 2009).
2.2.1 Klasifikasi dan Diagnosis Kecemasan
Kriteria diagnostik untuk gangguan kecemasan yang diinduksi oleh
penggunaan zat berdasarkan DSM V:

a. Kecemasan yang jelas, serangan panik, obsesi atau kompulsi


mendominasi gambaran klinis.
b. Adanya bukti yang jelas dari anamnesis, pemeriksaan fisik, atau hasil
laboratorium dari:
1. Gejala dari kriteria a mulai muncul dalam 1 bulan dari intoksikasi
zat atau lepas obat
2. Penggunaan zat dapat menyebabkan gangguan mental
c. Gangguan tersebut tidak disebabkan oleh gangguan kecemasan yang
tidak diinduksi oleh penggunaan zat. Gejala tersebut muncul setelah
penggunaan zat atau gejala tersebut menetap selama beberapa waktu
setelah penghentian penggunaan zat secara tiba-tiba atau intoksikasi
berat atau tidak adanya bukti kecemasan tersebut tidak diinduksi oleh
penggunaan zat.
d. Gangguan tidak terjadi selama adanya delirium
e. Gangguan tersebut menyebabkan gangguan klinik atau gangguan fungsi
sosial, pekerjaan atau fungsi lainnya.

20

Menurut DSM V, yang dimasukkan ke dalam gangguan cemas adalah


gangguan cemas perpisahan, mutisme selektif, fobia spesifik, fobia sosial,
gangguan panik, agorafobia, gangguan cemas menyeluruh, gangguan cemas yang
diinduksi zat/ pengobatan, gangguan cemas yang berhubungan dengan kondisi
medis, dan gangguan cemas tidak khas. Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria
yang sudah dibakukan (DSM V, ICD-10 atau PPDGJ III). Gangguan cemas
biasanya sering dijumpai pada masa tumbuh kembang yang diakibatkan rasa takut
akan perpisahan dengan figur yang melekat. Mutisme selektif adalah kegagalan
ketika berbicara dalam situasi tertentu, di mana pada situasi lain orang tersebut
dapat berbicara. Fobia spesifik ditandai dengan adanya rasa takut atau cemas
disertai dengan perilaku menghindar dari objek atau situasi tertentu. Pada fobia
sosial ditemukan rasa takut atau cemas tehadap interaksi sosial tertentu di mana
terdapat kemungkinan adanya ketidaknyamanan seperti bertemu dengan orang
asing, ataupun situasi di mana orang tersebut harus tampil di depan orang banyak.
Pada gangguan panik ditandai dengan serangan panik tak terduga dan sering takut
akan munculnya kembali serangan panik. Agorafobia berarti ketakutan patologik
tehadap tempat terbuka atau tempat umum. Pada gangguan cemas menyeluruh
terdapat kecemasan umum yang berlangsung sekurang-kurangnya selama satu
bulan dan tidak ada hubungan dengan objek tertentu (APA, 2013).
Pada gangguan cemas, yang paling berperan adalah amygdala dan sirkuit
cortico striato talamo ccrtical (CTSC) yang berperan dalam gejala cemas.
Neurokimia yang paling berperan adalah GABA, sehingga psikofarmaka yang
paling sering digunakan untuk mengatasi kecemasan adalah benzodiazepin yang

21

mempunyai efek anxiolitik, walaupun akhir-akhir ini sedang dikembangkan juga


penelitian mengenai efek serotonin dan norepinefrin pada kecemasan (Stahl,
2013). Pada gangguan cemas yang berhubungan dengan penggunaan NAPZA
terdapat ketidakseimbangan antara norepinefrin dan dopamin yang mengakibatkan
pengaktifan hormon kortikoid dan inilah yang kemudian akan memperberat gejala
kecemasan (Hesse,2009).
2.3 Hamilton Anxiety Rating Scale (Ham A)
Definisi yang akurat dan pengukuran gejala psikiatri sangat penting dalam
bidang klinis dan penelitian. Setelah wawancara dilakukan kepada pasien dan
kemudian gejala yang ada didapatkan sesuai dengan kriteria diagnosis maka
diagnosis cemas dapat ditegakkan. Dalam melakukan suatu terapi perlu dilakukan
pengamatan yang objektif untuk menilai perkembangan penyakit ataupun respon
terapi, salah satunya yaitu dengan suatu instrumen berupa kuesioner pertanyaan
mengenai gejala kecemasan yang kemudian dinilai derajatnya oleh tenaga
kesehatan yang telah terlatih dengan teknik wawancara. Banyak instrumen yang
dapat dipakai untuk menilai kecemasan, di antaranya Hamilton Anxiety Rating
Scale (Ham A), Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) , dan Overall
Anxiety Severity and Impairment Scale (OASIS).
Hamilton Rating Scale for Anxiety (Ham A) adalah instrumen yang dinilai
oleh klinisi yang didesain untuk menilai dan menghitung beratnya kecemasan.
Setiap skala bervariasi antara 0 sampai 4, dengan nilai yang lebih tinggi
menandakan lebih beratnya kecemasan. Instrumen ini telah banyak dipakai dalam

22

penelitian baik di Amerika maupun di negara lainnya termasuk Indonesia dan


instrumen ini telah divalidasi.
Ham A terdiri dari subskala psikik dan somatik. Sub skala psikis (bagian 1-6
dan 14) menandai kognisi subyektif dan keluhan afektif kecemasan (contoh rasa
kecemasan, tegang, takut, kesulitan berkonsentrasi) dan sangat penting untuk
menilai beratnya kecemasan. Skor Ham 1 (sub skala dalam Ham A) mengukur
perasaan cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, dan mudah tersinggung.
Ham 2

mengukur perasaan tegang, lesu, tidak bisa istirahat tenang, mudah

terkejut, mudah menangis, gemetar, gelisah. Ham 3 mengukur beratnya fobia


yang dalam hal ini ditandai dengan adanya rasa takut pada gelap, pada orang
asing, tinggal sendiri, pada binatang besar, pada keramaian, dan pada kerumunan
orang banyak. Ham 4 mengukur beratnya gangguan tidur yaitu gejala sulit masuk
tidur, terbangun malam hari, tidak pulas, bangun dengan lesu, mimpi-mimpi,
mimpi buruk, mimpi yang menakutkan. Ham 5 menanyakan mengenai gangguan
kecerdasan yang didapatkan dari gejala sulit konsentrasi atau daya ingat yang
buruk. Ham 6 menanyakan mengenai perasaan depresi yang ditandai dengan
hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih, bangun dini hari,
dan adanya perasaan yang berubah-ubah sepanjang hari. Ham 14 adalah
pengamatan dari pewawancara dalam menilai psikomotor dari klien saat
dilakukan penilaian Ham A. Penilaian dilakukan terhadap tingkah laku klien yaitu
apakah ada kegelisahan, tidak tenang, jari gemetar, kening berkerut, muka tegang,
tonus otot meningkat, nafas pendek dan cepat, dan muka merah.

23

Pada orang dengan gangguan kecemasan, seringkali ditemukan komponen


gangguan somatik di antaranya sakit dan nyeri di otot, kaku, gangguan sensorik
seperti penglihatan kabur, merasa lemas, muka merah/pucat, merasa ditusuktusuk, gejala kardiovaskuler seperti takikardi, berdebar, nyeri di dada,rasa
lesu/lemas seperti mau pingsan, gejala respiratori seperti perasaan tercekik, nafas
pendek, sering menarik nafas, rasa tertekan di dada, gejala gastrointestinal seperti
sulit menelan, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah
makan, perasaan terbakar di perut, rasa penuh atau kembung, muntah, buang air
besar lembek, kehilangan berat badan, konstipasi, gejala urogenital seperti sering
buang air seni, tidak dapat menahan air seni, amenorrhe, menorrhagia, ejakulasi
prekoks, impotensi, gejala otonom di antaranya mulut kering, muka merah, mudah
berkeringat,

pusing,

sakit

kepala.

Komponen

somatik

(bagian

7-13)

menggambarkan gejala pada fungsi otonomik, pernafasan, gastro intestinal, dan


kardiovaskular. Klasifikasi gejala pada tiap sub skala dapat dinilai dengan 0 bila
tidak ada, 1 bila ringan, 2 bila sedang, 3 bila berat dan 4 bila sangat berat. Sedang
skor Ham A secara keseluruhan setelah dijumlahkan adalah bila jumlah total < 17
maka digolongkan kecemasan ringan, 18-24 : kecemasan ringan sampai sedang,
25-30 : kecemasan sedang sampai berat (Kummer dkk., 2010).
2.4 Terapi Akupuntur pada kecemasan
Salah satu cara yang dianjurkan untuk menangani kecemasan pada
pengguna NAPZA tanpa mempengaruhi terapi ketergantungan NAPZAnya adalah
dengan akupuntur. Akupuntur sendiri adalah stimulasi dari titik-titik tertentu pada
kulit, biasanya menggunakan jarum metalik, dengan teknik- teknik tertentu seperti

24

listrik, laser maupun manual. Pada pengobatan tradisional, kesehatan sendiri


didefinisikan sebagai energi qi, sebuah konsep metafisik yang bersirkulasi antar
organ dengan jalur yang disebut meridian. Pada meridian inilah terdapat 365 titik
akupuntur yang dapat digunakan sebagai titik stimulasi dengan jarum ataupun
moksibasi untuk menyeimbangkan dan harmonisasi yin dan yang dengan
menghilangkan blokade aliran qi. Energi qi harus mengalir dengan kekuatan dan
kualitas yang baik melalui meridian dan organ-organ supaya kesehatan tetap
terjaga. Titik akupuntur terletak pada meridian dan merupakan cara untuk
merubah aliran qi. Sehingga akupuntur pada pengobatan tradisional adalah cara
untuk mengoreksi aliran qi yang tidak seimbang dan tidak harmonis dengan cara
menstimulasi titik yang relevan pada permukaan tubuh. Peran akupuntur untuk
mempertahankan keadaan homeostasis ditunjukkan dengan manipulasi dan
mempertahankan keseimbangan yin dan yang ( Yang dkk, 2007). Selain itu
menurut falsafah wuxing setiap kesatuan bulat dalam alam terdapat 5 unsur,
kayu,api, logam, tanah dan air yang berhubungan satu dengan yang lain mengikuti
hukum hubungan tertentu sehingga membentuk suatu keseimbangan dinamis yang
harmonis. Hilangnya harmoni keseimbangan dinamis menimbulkan keadaan
patologik yaitu sakit (Kiswojo, 2007).
Pada teori Cina kuno, kecemasan mempengaruhi unsur logam dalam
manusia, yang dalam hal ini organ yang mengatur adalah paru dan usus besar,
sehingga untuk melancarkan blokade qi akibat kecemasan maka dipilih titik pada
meridian usus besar yang berpotongan dengan meridian paru yaitu titik he gu
(Kiswojo, 2007).

25

Gambar 2.3 Teori 5 Siklus (DAlberto, 2006)


Titik-titik akupuntur merupakan kumpulan sel yang berbeda aktivitasnya
dibanding dengan sel di luar titik akupuntur dan secara listrik mempunyai
karakteristik tegangan tinggi hambatan rendah, mempunyai profil tegangan
berkorelasi dengan faal organ tubuh, dan konduktivitas tinggi dibandingkan
dengan titik kontrol yang mempunyai hambatan tinggi, tegangan rendah dan
konduktivitas rendah (Saputra, 2005).
Akupuntur dapat merangsang perubahan kelistrikan tubuh dengan
inflamasi terencana untuk merangsang aktivitas sel, karena titik akupuntur adalah
daerah aktif listrik yang sudah dikenal trial and error ribuan tahun, titik ini juga
mempunyai efek khusus terhadap jaringan atau morfofungsional organ, inflamasi
terencana ini kemudian akan mempengaruhi skin activating lymphoid tissue
(SALT) sesuai reaksi imunologi yang menguntungkan terhadap penyakit, titik ini
juga akan mempengaruhi kelenjar pinel di mana kelenjar ini memproduksi

26

hormon-hormon yang penting dalam HPA axis yang pada akhirnya juga akan
mempengarhui psikis (psikoneuroimunologi) (Saputra, 2012).
Penelitian lain yang telah ada selama ini

adalah tentang

respon

neurokimia terhadap akupuntur. Hasil-hasil ini menyimpulkan bahwa akupuntur


dapat memperbaiki kerusakan yang terjadi pada tubuh dengan aktifasi jalur pada
otak dan mempertahankan keseimbangan biokimia pada sistem susunan saraf
pusat dengan mengatur neurotransmiter yang mengatur kesehatan dan penyakit.
Nukleus akumben dengan hubungannnya pada jalur desenden dari hipotalamus ke
nukleus raphe dorsalis dan substansia grisea periaquaduktal mempunyai peran
penting karena di nukelus ini NAPZA yang disalahgunakan menghasilkan
dopamin dalam jumlah banyak yang diduga menyebabkan perilaku adiksi (Yang
dkk., 2007).
Pada penelitian lain dikemukakan konsep unit akupuntur neural, yaitu
suatu kumpulan saraf dan komponen neuroaktif yang teraktivasi ketika jarum
akupuntur ditusukkan pada titik akupuntur. Setelah titik akupuntur ditusuk maka
terjadi pelepasan mediator termasuk histamin, serotonin, sitokin, nitrit oksida,
prostaglandin yang akan terlihat sebagai vasodilatasi dan hiperemi pada daerah
kulit di sekitar jarum akupuntur.Mediator ini termasuk endorfin, enkephalin,
morfin, asetilkolin, GABA yang akan mempengaruhi juga kadar neurotransmitter
tersebut dalam otak. Dengan fMRI ditemukan bahwa ketika terdapat stimulasi
pada titik Hegu dan Zusanli dapat ditemukan adanya peningktan aktivitas otak
pada talamus, hipotalamus serta pengurangan aktivitas pada sistem limbik yang
juga mempengaruhi kecemasan (Xiang dan Chang, 2008).

27

Akupuntur pada titik shen men telinga dilaporkan dapat memberikan efek
sedatif yang dapat mengatur eksitasi kortikal sehingga dapat mengatasi gejala
kecemasan. Perangsangan pada titik ini juga dapat memperlancar sirkulasi darah
melalui saraf dan menstimulai saraf bermyelin pada medula spinalis, hipofise dan
hipotalamus sehingga membuat pelepasan endorfin ke pembuluh darah. Dengan
efek seperti ini pada beberapa pasien yang memakai benzodiazepin untuk
mengatasi kecemasan, dilaporkan dapat mengalami penurunan dosis setelah
dilakukan tindakan akupuntur (Lowe, 2012).
Stimulasi akupuntur juga dapat menghasilkan efek inhibisi melalui neuron
GABAergik. Selain itu juga akupuntur mempengaruhi jalur sistem reward dengan
mengaktivasi neuron serotonergik. Elektroakupuntur dapat mencegah penurunan
level serotonin di nukleus akumbens. Serotonin juga diduga mempunyai peran
dalam perantara efektivitas akupuntur pada terapi lepas NAPZA dan mekanisme
ini juga dapat mempengaruhi kecemasan pada pengguna NAPZA ( Yang dkk.,
2007).

Gambar 2.4 Efek Akupuntur pada Nukleus Akumbens (Yang dkk.,2007)

28

Pada kondisi normal, jalur reward dimulai dari pelepasan serotonin oleh
neuron eksitasi di hipotalamus. Serotonin mengaktifkan peptida opioid metioninenkefalin. Met-enkefalin dilepaskan pada bagian ventral tegmental dan
berinteraksi untuk menghambat pelepasan gamma amino butyric acid (GABA)
oleh substansia nigra. Peran utama GABA adalah mengontrol pengeluaran
dopamin pada bagian ventral tegmental. Adanya disinhibisi oleh GABA
meningkatkan penyediaan dopamin. Dopamin yang dilepaskan dari inhibisi
GABA mempunyai efek langsung pada nukleus akumbens dan efek tidak
langsung pada hipokampus lewat amygdala, dan menyebabkan pelepasan
dopamin pada kedua tempat tersebut, sehingga jalur reward menjadi lengkap
(Scott dan Scott, 1997).
Penelitian menunjukkan akupuntur mengaktifkan jalur serotonergik
desenden melalui traktus anterolateral. Ketika stimulasi akupuntur dilakukan pada
titik yang tepat, impuls diterima oleh cornu dorsalis medula spinalis. Impuls ini
diteruskan melalui serabut saraf traktus spinoretikuler dan spinomesensefalik,
yang kemudian berakhir di otak tengah yang mempunyai umpan balik yang
berhubungan dengan jalur neuron modulasi. Sehingga dengan menstimulasi jalur
serotonergik dengan akupuntur, serotonin dalam jalur reward langsung
dipengaruhi dan kemudian akan meningkatkan dopamin pada nukleus akumben
dan amygdala, dan menghasilkan perasaan subyektif berupa rasa aman dan
nyaman (Scott dan Scott, 1997). Akupuntur juga dapat menurunkan efek samping
dan dosis agonis opioid pada saat detoksifikasi ketergantungan NAPZA (Hui dkk.,
2010). Mekanisme lain yang memungkinkan akupuntur dapat mengurangi

29

kecemasan adalah dengan mengurangi kadar CRH (Corticotropin Releasing


Hormon) yang diketahui meningkat saat terjadi kecemasan (Zhao dkk.,2013),
menurunkan level dopamin yang meningkat serta meningkatkan kadar
norepinefrin yang menurun pada nukleus sentral amygdala. Kadar norepinefrin
dan dopamin pada pasien cemas yang tidak seimbanglah yang menimbulkan
gejala kecemasan (Zhao.dkk. , 2011).
Pada penelitian yang memakai fMRI didapatkan bahwa akupuntur dengan
stimulasi elektrik selama 15 menit pada titik Zu San Li dapat menurunkan aliran
darah

pada

nucleus

acumben,

amygdala,

hipocampus,

parahipocampus,

hipotalamus, ventral tegmental area, putamen. Hal yang berbeda didapatkan bila
penusukan jarum dilakukan bukan pada titik akupuntur. Jalur perangsangan saraf
pada titik akupuntur dilakukan melalui traktus spinocervical, spinoreticular dan
spinomesencephalic, yang akan mempengaruhi aktivitas amydala dalam mengatur
rasa takut dan cemas (Hui dkk., 2010).
Bila akupuntur dilakukan dengan teknik yang tepat, yaitu dengan
mencapai te qi ( perasaan tumpul, kesemutan, hangat pada stimulasi di titik
akupuntur yang tepat) maka stimulasi akupuntur akan berjalan melalui serabut A
dan A pada serabut saraf perifer, akan terjadi juga peningkatan endorfin
enkephalin dan endomorfin bila dilakukan dengan stimulasi frekuensi rendah dan
hal ini kemudian akan menurunkan aktivitas amydala yang berperan dalam rasa
takut berlebihan pada penderita gangguan cemas dan dengan meningkatkan opioid
endogen, maka pada pengguna NAPZA yang mengalami ketergantungan pada

30

opioid eksogen, akupuntur dapat mengurangi gejala withdrawal yang mungkin


timbul (Xiang dan Zhang, 2008).
Pada kecemasan, seringkali ditemukan gangguan tidur yang akan
memperberat gejala kecemasan itu sendiri, oleh karena itu gangguan tidur juga
merupakan gejala yang penting untuk diatasi. Akupuntur dikatakan dapat
mengatasi gejala insomnia melalui peningkatan serotonin dan enkephalin pada
plasma dan sistem susunan saraf pusat, serta meningkatkan rapid eye movement
dan tidur gelombang lambat yang ditimbulkan melalui aktivitas vagal dan reseptor
muskarinik pada traktus nukleus kaudal (Fai, 2009).
Akupuntur dapat dilakukan pada tubuh (body acupuncture) dan telinga
(auricular acupunture). Akupuntur telinga dilaporkan dapat menurunkan
kecemasan sebelum operasi pada ibu yang anaknya akan menjalani operasi (Wang
dkk, 2005). Penelitian yang dilakukan di Cina mendapatkan hasil bahwa 1 bulan
setelah diterapi akupuntur maka 70% sampel penelitian mengalami penurunan
skala kecemasan (Dong,1993), sedangkan pada veteran yang mengalami
ketergantungan NAPZA, akupuntur juga dilaporkan dapat menurunkan tingkat
kecemasan yang hampir sama bila dilakukan dengan terapi relaksasi (Chang dan
Sommer, 2014). Akupuntur juga telah diteliti dapat menghasilkan relaksasi pada
pasien dengan gangguan cemas menyeluruh. Namun efek akupuntur bukan efek
yang akut. (Wang dan Kain, 2001) sehingga diperlukan beberapa kali terapi
akupuntur untuk mendapatkan efek yang baik. Pilikington dkk melaporkan bahwa
kelompok perlakuan akupuntur dapat menurunkan kecemasan dibandingkan
kelompok kontrol setelah dilakukan akupuntur sebanyak 10 kali namun efek

31

tersebut tidak ditemukan bila akupuntur baru dilakukan sebanyak 5 kali


(Pilkington dkk., 2007). Banyaknya rangsang yang diberikan

kepada pasien

sesuai dengan tuntunan diagnosis dan mengikuti pedoman pengobatan. Umumnya


pengobatan dapat diberikan setiap hari atau dua hari sekali atau seminggu dua
kali, 10-12 kali sebagai satu seri terapi (Kiswojo, 2007). Akupuntur yang
dilakukan

pada

telinga

dilaporkan

dapat

menurunkan

kecemasan

dan

menimbulkan efek sedasi (Wang dkk, 2005). Penelitian lain yang meneliti wanita
dengan kecemasan saat menjalani in vitro fertilization (IVF) mendapatkan hasil
bahwa akupuntur dapat menurunkan kecemasan, mengurangi stress dan dapat
memperbaiki mekanisme koping (Grant dan Cochrane, 2014).
Titik akupuntur yang biasanya dipakai pada telinga adalah titik senmen,
sedangkan pada tubuh adalah titik he gu, cu san li dan chize (Avants dkk., 1995).
Pada penelitian ini akan digunakan titik akupuntur pada telinga yaitu titik senmen
yang terletak pada sudut inferior titik percabangan antiheliks, sedangkan titik
tubuh yang akan dipakai yaitu titik he gu LI 4 yang terletak di antara tulang
metacarpal pertama dan kedua kira-kira di pertengahan tulang metacarpal kedua
pada sisi radius, titik zu san li-ST 36 yang terletak tiga cun di bawah patella,satu
cun lateral dari krista tibia, titik chi ze LU 5 yang terletak pada lipat melintang
kulit volar siku sisi radial dari tendon m.biceps brachii (DAlberto, 2006). Titiktitik ini dipilih juga pada penderita cemas yang resisten terhadap terapi lain, dan
letak titik-titik ini relatif mudah dijangkau (Errington-Evans, 2009).

32

Gambar 2.5 Letak Titik Akupuntur Shen Men Pada Telinga (Wang dkk., 2005)

Gambar 2.6 Letak Titik Akupuntur He gu (DAlberto, 2006)

33

Gambar 2.7 Letak Titik Akupuntur Zu San Li (Dong, 1993)

Gambar 2.8 Letak Titik Akupuntur Chize (Dong,1993)

Namun penelitian mengenai efek akupuntur terhadap kecemasan yang dialami


pengguna metadon masih sangat jarang dan belum pernah dilakukan di Bali
sehingga hal ini menarik minat penulis untuk meneliti efek akupuntur ini.

BAB 3
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Berpikir


Dari uraian tinjauan pustaka di atas telah diketahui bahwa ada beberapa
faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengalami ketergantungan NAPZA,
faktor-faktor tersebut antara lain faktor internal dan eksternal. Faktor neurokimia
yang berperan dalam ketergantungan NAPZA adalah menurunnya GABA,
ketidakseimbangan antara norepinefrin dan dopamine yang kemudian akan
meningkatkan CRH yang akan mengakibatkan gejala kecemasan yang akan
memperberat keadaan ketergantungan NAPZA.
Opioid yang dibutuhkan otak untuk perasaan bahagia dan ketenangan pada
ketergantungan NAPZA harus diperoleh secara eksogen. Bila kandungan opioid
dalam otak kurang maka akan timbul perilaku mencari NAPZA untuk melengkapi
jalur reward. Salah satu terapi yang digunakan untuk mengatasi kekurangan
opioid pada terapi ketergantungan NAPZA adalah metadon. Namun metadon
yang diberikan seringkali tidak dapat mengatasi gangguan komorbiditas psikiatri
yang menyertai sehingga perlu dipikirkan untuk memberikan terapi tambahan
yang dapat mengatasi komorbiditas ini.
Akupuntur sebagai salah satu terapi komplementer dikatakan dapat
mengatasi gejala kecemasan pada situasi tertentu dengan cara menurunkan
dopamin, meningkatkan GABA, meningkatkan serotonin dan norepinefrin hingga

34

35

meningkatkan melatonin yang diharapkan dapat mengurangi gejala kecemasan


pada klien metadon

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir


3.2 Kerangka Konsep
Dari data tersebut maka dapat dibuat kerangka konsep sebagai berikut:

Gambar 3.2 Kerangka Konsep

36

3.3 Hipotesis Penelitian


Akupuntur dapat menurunkan skor Ham A pada pengguna metadon di PTRM
Sandat RSUP Sanglah.

BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah klinikal
eksperimental, randomized pre test-post test control group disain paralel (Pocock,
2008).

Gambar 4.1 Alur Penelitian


Catatan:
P: Populasi pengguna metadon
S : Sampel yang dirandomisasi
O1 = Pengukuran skor Ham A pre test kelompok klien metadon tanpa akupuntur
O2 = Pengukuran skor Ham A post test kelompok klien metadon tanpa akupuntur
O3 = Pengukuran skor Ham A pre test kelompok klien metadon yang diberi
akupuntur
O4 = Perlakuan skor Ham A post test kelompok klien metadon yang diberi
akupuntur
P0 = Perlakuan kelompok pengguna metadon yang tidak diberi akupuntur
P1 = Perlakuan kelompok pengguna metadon yang diberi terapi akupuntur

37

38

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


4.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini bertempat di klinik PTRM Sandat RSUP Sanglah ,Denpasar,
Bali.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian berlangsung dari tanggal 1 Agustus 2014 sampai dengan 5
November 2014 dengan rincian sebagai berikut:

1. Dua minggu untuk persiapan dan informed consent subyek penelitian,


wawancara dengan kuesioner Ham A
2. Sembilan minggu untuk perlakuan akupuntur pada subyek penelitian,
kemudian setelah perlakuan dilakukan penilaian kembali dengan
wawancara memakai kuesioner Ham A
3. Tiga minggu untuk analisis statistik dan penyusunan hasil penelitian
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi penelitian
Subjek penelitian adalah pengguna metadon di PTRM Sandat
4.3.2 Kriteria Inklusi, eksklusi dan drop out
Kriteria Inklusi :

Pengguna metadon aktif

Bersedia mengikuti penelitian

Setelah diwawancara terdapat gejala-gejala yang memenuhi


diagnosis cemas yang ditegakkan berdasarkan PPDGJ III

39

Kriteria Eksklusi:

Pengguna metadon yang memakai anti cemas dalam jangka


waktu 2 minggu sebelum mengikuti penelitian

Terdapat cacat fisik yang tidak memungkinkan dilakukan terapi


akupuntur
Kriteria Drop out:
Pengguna metadon yang tidak mengikuti program akupuntur
secara teratur.
Pengguna metadon yang tidak lagi aktif mengikuti program
metadon
4.3.3 Jumlah Sampel
Besarnya sampel dihitung dengan rumus Pocock (2008):
2
n=

x f (,)
(1-2)

n = jumlah sampel.
1 = rerata hasil pada kelompok post test kontrol (tanpa akupuntur)
2 = rerata hasil pada kelompok post test perlakuan akupuntur
= simpang baku (standar deviasi) kelompok kontrol
= tingkat kesalahan 1 (ditetapkan 0,05)
= tingkat kesalahan II (ditetapkan 0,1)

40

(,) = besarnya didapat dari tabel (Pocock, 2008, tabel 9.1 pp.125).
Dengan menetapkan nilai = 0,05 dan nilai = 0,1 maka nilai (,) =
10,5
Data skor Ham A simpang baku untuk kelompok kontrol adalah 6,2 , 1 =
13 dan 2 = 8 (Carvalho dkk., 2013) jumlah sampel adalah :
2
n=

x f (,)
(2-1)

2 (6.2)
n=

x 10,5
( 13-8)

n = 29,5

Dari rumus di atas didapat jumlah sampel = 30 orang untuk 1 kelompok.


Dengan memperhitungkan kemungkinan drop out selama penelitian maka jumlah
pasien per kelompok ditambah 3 orang menjadi 33 orang per kelompok.
4.3.4 Teknik Penentuan Sampel
Dari populasi pengguna metadon di PTRM Sandat diadakan pengambilan
sampel secara acak sederhana yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dari
sampel yang dipilih kemudian dibagi 2 kelompok menjadi Kelompok Kontrol P0,
Kelompok Perlakuan P1, masing-masing kelompok ada 33 orang

41

4.4 Pemberian terapi akupuntur


Terapi akupuntur diberikan selama 12 kali pertemuan masing-masing 15
menit, seminggu sebanyak 2 kali pertemuan selama 6 minggu dan dilakukan di
titik sen men pada telinga dan titik he gu, cu san li,chize pada tubuh.
4.5 Variabel dan Definisi Operasional
4.5.1 Identifikasi Variabel
Variabel bebas

: terapi akupuntur

Variabel tergantung

: skor Ham A

Variabel terkontrol

: waktu pemberian akupuntur

Variabel perancu

: penggunaan multipel zat

4.5.2 Definisi Operasional


1. Terapi akupuntur adalah terapi yang diberikan di titik-titik akupuntur tertentu
dengan menggunakan stimulasi elektro akupuntur dengan teknik tonifikasi
selama 15 menit dan kekuatan arus 2-5 mAmp.
2. Skor Ham A adalah hasil penilaian derajat kecemasan berdasarkan skala yang
diperoleh dari wawancara terhadap pengguna metadon yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang terlatih melakukan penilaian dan wawancara
berdasarkan kuesioner Ham A. Skor Ham A ini dinilai sebanyak dua kali,
yaitu sebelum perlakuan akupuntur dan sesudah perlakuan akupuntur
sebanyak 12 kali untuk Kelompok Perlakuan, sedangkan untuk Kelompok
control penilaian skor Ham A dilakukan dua kali dengan jarak 6 minggu.
3. Skor Ham 1 adalah item dalam Ham A yang mengukur perasaan cemas, firasat
buruk, takut akan pikiran sendiri, dan mudah tersinggung.

42

4. Ham 2 adalah item dalam Ham A untuk mengukur perasaan tegang, lesu, tidak
bisa istirahat tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar, gelisah.
5. Ham 3 adalah item dalam Ham A untuk mengukur rasa takut pada gelap, pada
orang asing, tinggal sendiri, pada binatang besar, pada keramaian, dan pada
kerumunan orang banyak.
6. Ham 4 adalah item dalam Ham A untuk mengukur beratnya gangguan tidur
yaitu gejala sulit masuk tidur, terbangun malam hari, tidak pulas, bangun
dengan lesu, mimpi-mimpi, mimpi buruk, mimpi yang menakutkan.
7. Ham 5 adalah item dalam Ham A yang mengukur gangguan kecerdasan yang
didapatkan dari gejala sulit konsentrasi atau daya ingat yang buruk.
8. Ham 6 adalah item dalam Ham A yang mengukur perasaan depresi yang
ditandai dengan hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih,
bangun dini hari, dan adanya perasaan yang berubah-ubah sepanjang hari.
9. Ham Somatik adalah item dalam Ham A yang mengukur gangguan somatik di
antaranya sakit dan nyeri di otot, kaku, gangguan sensorik seperti penglihatan
kabur, merasa lemas, muka merah/pucat, merasa ditusuk-tusuk, gejala
kardiovaskuler seperti takikardi, berdebar, nyeri di dada,rasa lesu/lemas seperti
mau pingsan, gejala respiratori seperti perasaan tercekik, nafas pendek, sering
menarik nafas, rasa tertekan di dada,

gejala gastrointestinal seperti sulit

menelan, perut melilit, gangguan pencernaan,

nyeri sebelum dan sesudah

makan, perasaan terbakar di perut, rasa penuh atau kembung, muntah, buang
air besar lembek, kehilangan berat badan, konstipasi, gejala urogenital seperti
sering buang air seni, tidak dapat menahan air seni, amenorrhe, menorrhagia,

43

ejakulasi prekoks, impotensi, gejala otonom di antaranya mulut kering, muka


merah, mudah berkeringat, pusing, sakit kepala.
10. Ham

14 adalah item dalam Ham A yang merupakan pengamatan dari

pewawancara dalam menilai psikomotor dari klien saat dilakukan penilaian


Ham A. Penilaian dilakukan terhadap tingkah laku klien yaitu apakah ada
kegelisahan, tidak tenang, jari gemetar, kening berkerut, muka tegang, tonus
otot meningkat, nafas pendek dan cepat, dan muka merah.
11. Pengguna metadon adalah

klien yang datang ke PTRM Sandat dan

menggunakan metadon secara aktif.


12. Drop out pengguna metadon adalah tidak minum obat dalam waktu 7 hari
berturut-turut tanpa alasan.
13. Waktu pemberian akupuntur adalah saat peserta penelitian dilakukan tindakan
akupuntur yaitu pada saat sebelum diberikan metadon.
14. Penggunaan multipel zat yaitu penggunaan NAPZA selain metadon pada
peserta PTRM, dilakukan pemeriksaan urin secara acak untuk menyingkirkan
penggunaan multipel zat
4.6 Bahan dan Instrumen Penelitian
1. Jarum akupuntur ukuran 0.25x2.5 mm (sekali pakai)
2. Alat elektroakupuntur untuk stimulasi elektrik akupuntur
3. Kapas alkohol
4. Kartu catatan masing-masing pengguna
5. Kuesioner Ham A

44

4.7 Prosedur Penelitian


1. Diambil secara acak sampel dari populasi pengguna sesuai kriteria inklusi dan
eksklusi
2. Dilakukan informed consent mengenai tindakan penelitian yang akan dilakukan
3. Terhadap semua kelompok dilakukan penilaian skor Ham A dengan teknik
wawancara oleh dokter yang terlatih melakukan penilaian skor Ham A
4. Dilakukan tindakan akupuntur pada kelompok sampel perlakuan, yang
dilakukan selama 12 kali pertemuan, tiap 3-4 hari, selama 6 minggu. Teknik
akupuntur dengan melakukan perangsangan elektroakupuntur di titik yang
ditentukan dengan memakai alat elektro akupuntur yang telah dikalibrasi pada
jarum akupuntur ukuran 0,25x 25 mm dengan teknik tonifikasi selama 15 menit
setelah semua jarum terpasang
5. Setelah 12 kali perlakuan akupuntur yang dilaksanakan selama 6 minggu
selesai maka kemudian dilakukan kembali penilaian skor Ham A terhadap
semua kelompok dengan teknik wawancara oleh dokter yang telah ahli dalam
melakukan penilaian Ham A.
4.8 Analisis Data
Data hasil penelitian akan dianalisis secara statistik. Analisis dan
penyajian data untuk mendeskripsikan variabel-variabel sebagai berikut :
1. Analisis deskriptif digunakan untuk melihat gambaran karakteristik
sampel, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan. Data kuantitatif
dinyatakan dalam rerata (mean + SD).

45

2. Uji normalitas data dengan uji Shapiro-WilkData berdistribusi normal


dilanjutkan dengan melakukan uji statistik parametrik T-test tidak
berpasangan
3. Data berdistribusi tidak normal, dilanjutkan dengan uji statistik non
parametrik Mann-Whitney
4. Dalam penelitian ini derajat kemaknaan p< 0,05 (two-tailed)
4.9 Alur Penelitian

Gambar 4.2 Alur Penelitian

BAB V
HASIL PENELITIAN

Dari hasil penelitian ini didapatkan sebanyak 66 orang pengguna metadon


aktif yang menjadi klien di PTRM Sandat mulai tanggal 1 Agustus 2014 sampai
30 September 2014. Penelitian ini menggunakan rancangan uji klinis dengan
membagi subjek penelitian menjadi 2 grup, perlakuan dan kontrol , untuk
mengetahui tambahan terapi akupuntur dapat menurunkan skor HAM-A pada
pengguna metadon aktif di PTRM Sandat.
5.1 Karakterisitik Subjek Penelitian
Pengguna metadon yang menjadi terdaftar menjadi klien di PTRM Sandat
berjumlah 98 orang. Pengamatan dilakukan pada 66 orang subjek penelitian yang
bersedia mengikuti penelitian, telah diwawancara dan ditegakkan diagnosis cemas
berdasarkan PPDGJ III, dilakukan penilaian skor Ham A dan kemudian dibagi
dalam 2 kelompok, yaitu Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol. Selama
pengamatan dua orang dieksklusi karena berhenti menjadi klien aktif metadon,
sedangkan dua orang klien pindah keluar kota. Subjek penelitian yang dianalisis
sebanyak 62 orang. Karakteristik subjek antar kelompok disajikan pada Tabel 5.1.

46

47

Tabel 5.1
Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik

Kelompok Perlakuan

Kelompok

n (%)

Kontrol
n (%)

34,7 6,2

34,7 6,3

33 (100)

33 (100)

Pegawai

7 (21,2)

8 (24,2)

Swasta

14 (42,4)

10 (30,3)

Tidak bekerja

12 (36,4)

15 (45,5)

SD

2 (6,0)

3 (9,1)

SMP

4 (12,1)

7 (21,2)

SMA

15 (45,5)

13 (39,4)

Perguruan Tinggi

12 (36,4)

10 (30,3)

Umur (tahun)
Jenis kelamin
Laki-laki
Pekerjaan

Tingkat pendidikan

Tabel 5.1 menunjukkan data karakterisitik klien PTRM Sandat dengan


rerata umur subjek Kelompok Perlakuan 34,7 tahun ( SD 6,2) sedangkan rerata
umur subjek Kelompok Kontrol adalah 34,7 tahun (SD 6,3). Semua subjek
berjenis kelamin laki-laki. Pada Kelompok Kontrol lebih banyak tidak bekerja
(45,5%) sedangkan pada kelompok perlakuan lebih banyak bekerja swasta
(42,4%). Tingkat pendidikan yang terbanyak adalah SMA pada kedua kelompok.

48

Pada pengukuran nilai HAM A didapatkan pada Kelompok Kontrol adalah


15,4 (SD 4,3) saat pre test dan 15,3 (SD 4,1) saat post test sedangkan pada
Kelompok Perlakuan adalah 16,6 (SD 4,5) saat pre test dan 12,8 (SD 3,8) saat
post test.Hasil ini disajikan pada Gambar 5.1.

18
16
14
12
10

Pre Test

Post Test

6
4
2
0
Kontrol

Perlakuan

Gambar 5.1 Hasil Pengukuran Rerata Skor Ham A Pre Test dan Post Test
Kelompok Kontrol dan Perlakuan

5.2 Uji Normalitas Data


Data Ham A pre dan post test perlakuan serta kontrol diuji normalitasnya
dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Pada Kelompok Perlakuan pre test
didapatkan hasil p = 0,106 dan Kelompok Kontrol p = 0,085. Pada saat post test
didapatkan Kelompok Perlakuan p = 0,039 dan Kelompok Kontrol p = 0,108.

49

Karena nilai yang didapatkan p < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal
sehingga untuk uji statistik digunakan uji non parametrik yaitu uji Mann Whitney.
5.3 Hasil Uji Statistik Penurunan Skor Ham A Pre dan Post Test
Setelah data-data diuji dengan Mann Whitney test maka didapatkan hasil
p<0,01 perbedaan rerata (mean difference) 3,548, rentang kepercayaan (CI) 2,776
4,320) (t = 9,251, df =46,424) sehingga dapat disimpulkan bahwa akupuntur
dapat menurunkan skor Ham A total pada Kelompok Perlakuan bila dibandingkan
dengan Kelompok Kontrol dan penurunan skor ini bermakna.
5.4 Hasil Rerata Selisih Skor Masing-masing Item Ham A
Hasil rerata selisih skor masing-masing item Ham A disajikan dalam bentuk
Tabel 5.2.

Tabel 5.2
Hasil Rerata Selisih Skor Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan
Kelompok Kontrol (SD)

Kelompok Perlakuan (SD)

HAM 1

-0,65 (0,98)

-0,87 (0,56)

HAM 2

0,32 (0,41)

-0,68 (0,74)

HAM 4

-0,12 (0,56)

-1,07 (0,77)

HAM 5

-0,97 (0,65)

-0,39 (0,41)

HAM 6

-0,38 (0,56)

-0,38 (0,56)

HAM Somatik

0,97 (1,82)

-1,94 (0,37)

50

Pada penelitian ini tidak ditemukan gejala fobia pada subjek penelitian,
sehingga skor Ham 3 tidak dicantumkan dalam tabel.
Hasil rerata selisih skor didapatkan penurunan skor pada Kelompok
Perlakuan, namun pada item HAM 2 dan HAM Somatik tidak didapatkan
penurunan rerata skor pada Kelompok Kontrol, bahkan terjadi peningkatan skor,
sedangkan untuk item HAM 2, 4, dan somatik terdapat perbedaan selisih
penurunan skor rerata pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol.
5.5 Hasil Uji T Test Pada Selisih Skor Masing-masing Item Pada Ham A
Setelah dilakukan hasil uji t test selisih skor pada tiap item Ham A maka
didapatkan nilai p yang disajikan pada Tabel 5.3

Tabel 5.3
Selisih Skor Masing-masing Item Ham A
Selisih skor

Sig (2 tailed)

HAM 1

0,115

HAM 2

0,000*

HAM 4

0,000*

HAM 5

0,076

HAM 6

1.000

HAM Somatik

0,023*

Pada selisih skor Ham A 1, 5 dan 6 didapatkan p >0.05 sehingga walaupun


terdapat penurunan rerata perbedaan skor Ham A pada Kelompok Kontrol dan
Kelompok Perlakuan sesudah perlakuan namun tidak berbeda secara signifikan.

51

Sebaliknya pada skor Ham A 2, 4 dan Ham A Somatik didapatkan hasil p <
0.05 yang berarti bahwa pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan
terdapat perbedaan secara bermakna.

BAB VI
PEMBAHASAN

6.1 Subjek Penelitian


Pada penelitian ini subjek penelitian adalah 62 klien PTRM Sandat yang
semua berjenis kelamin laki-laki berumur 19 hingga 53 tahun yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan dengan cara pemilihan sampel dengan
cara consecutive sampling, kemudian subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi diacak dan dibagi menjadi dua kelompok, Kelompok Perlakuan dan
Kelompok Kontrol.
Pada penelitian ini didapatkan rerata usia subjek 34,7 tahun 6,3 tahun. Hal
ini sesuai dengan umur rata-rata pengguna NAPZA yang rata-rata adalah dewasa
muda.
6.2 Akupuntur Dapat Menurunkan Skor Ham A
Akupuntur pada beberapa penelitian lain dilaporkan dapat menurunkan
kecemasan. Pada penelitian dengan subyek pasien PMDD (Premenstrual
Dysphoric Disorder) yang dilakukan perlakuan akupuntur terdapat penurunan
skor Ham A total sebanyak 59% bila dibandingkan dengan Kelompok Kontrol
yang mengalami penurunan sebanyak 21 % (Carvalho dkk, 2013). Pada penelitian
ini didapatkan pula penurunan skor Ham A total setelah perlakuan akupuntur
namun tidak sebesar penelitian yang dilakukan Carvallo dkk dan hal ini mungkin
disebabkan angka Ham A total pada saat sebelum dilakukan penelitian pada

52

53

pengguna metadon menunjukkan kecemasan sedang sehingga penurunan yang


didapatkan tidak sebesar penelitian sebelumnya. HAM 2,4 dan somatik juga
mengalami penurunan yang signifikan pada Kelompok Akupuntur dibandingkan
dengan Kelompok Kontrol. Hal ini diduga karena akupuntur dapat menurunkan
aktivitas simpatik, menurunkan pelepasan katekolamin, yang merupakan
mekanisme analgetik dari akupuntur (Carvalho dkk, 2013).
Pada

penelitian

lain

yang

meneliti

pemakaian

akupuntur

pada

ketergantungan NAPZA, maka belum didapatkan hasil yang mendukung


penggunaan akupuntur dalam mengatasi ketergantungan terhadap NAPZA (Hesse,
2008). Sedangkan penelitian lain yang memakai subjek penelitian narapidana
dengan riwayat penggunaan NAPZA mendapatkan akupuntur telinga yang
dilakukan dapat membantu mengatasi ketergantungan NAPZA bila dibandingkan
Kelompok Kontrol yang hanya mendapatkan latihan kemampuan koping saja
(Berman, 2004). Penelitian lain mendapatkan pada subjek dengan subjek pemakai
metadon yang juga memakai kokain ditemukan pada kelompok yang
menggunakan akupuntur angka penurunan pemakaian kokain yang cukup
bermakn, serta adanya penurunan gejala craving (Jordan, 2006). Pada penelitian
ini tujuan akupuntur dan pemilihan titik akupuntur yang dilakukan pada telinga
dan tubuh ditujukan untuk mengatasi kecemasan yang biasanya timbul pada
pengguna NAPZA, sehingga didapatkan hasil yang berbeda dibanding penelitian
sebelumnya yang menemukan bahwa akupuntur tidak bermakna dalam mengatasi
ketergantungan NAPZA.

54

Courbasson dkk menemukan bahwa akupuntur yang dilakukan bersamaan


dengan psikoterapi dan konseling selama 9 kali dalam 3 minggu pada subjek
penelitian wanita yang sedang menjalani rehabilitasi ketergantungan NAPZA
secara signifikan dapat menurunkan depresi dan cemas yang diderita
dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan akupuntur dan
hanya mendapatkan psikoterapi dan konseling saja (Courbasson dkk., 2007).
Penelitian sebelumnya yang mengambil subjek penelitian pasien mengalami
kecemasan sebelum operasi (Wu dkk., 2010) ataupun pasien dengan PMDD
(Carvalho dkk., 2013) ditemukan skor Ham A yang cukup tinggi pada saat
sebelum dilakukan penelitian, sedangkan pada penelitian ini skor Ham A rata-rata
menunjukkan kecemasan tingkat sedang dan tidak ada yang menunjukkan
kecemasan berat, sehingga penurunan skor yang dilakukan tidak sebesar
penelitian lain.
Pada pasien dengan gangguan cemas menyeluruh ketika diukur kadar
plasma ACTH setelah dilakukan tindakan akupuntur maka didapatkan penurunan
yang cukup bermakna, sehingga diperkirakan efek akupuntur yang dapat
menurunkan kecemasan karena dapat menurunkan kadar ACTH (Pilkington dkk.,
2007). Pada penelitian ini tidak dilakukan pengukuran secara biologis dan hanya
dilakukan penilaian kecemasan melalui skor klinis namun dengan didapatkannya
penurunan gejala yang bermakna serta rasa cemas yang secara subyektif dirasakan
berkurang maka diperkirakan bahwa kadar ACTH juga menurun.
Pada skor Ham A 1 dan 2 yang mengukur ketegangan dan perasaan cemas
yang sering ditemukan dalam gangguan cemas, pada penelitian ini didapatkan

55

hasil bahwa akupuntur dapat ketegangan otot secara bermakna yang sering timbul
pada pasien cemas dan dapat menurunkan rasa cemas walaupun penurunan skor
ini tidak bermakna secara statistik. Rasa tegang yang menurun mungkin terjadi
karena akupuntur dapat melepaskan ketegangan pada otot yang kemudian dapat
meningkatkan aliran darah, lymph, dan impuls saraf pada area yang merasakan
ketegangan, sehingga hal ini kemudian dapat menurunkan tingkat stress (Boucher
dkk., 2011). Penelitian lain yang memakai skala lain yaitu Zung Self Rating Scale
(SAS) pada pasien yang cemas saat akan menjalani operasi juga didapatkan hasil
yang sama bahwa akupuntur yang dilakukan pada telinga dan tubuh dapat
menurunkan secara signifikan skor kecemasan dalam item rasa tegang (Wu dkk.,
2010).
Perasaan cemas pada kelompok perlakuan akupuntur yang menurun namun
tidak bermakna mungkin disebabkan pemilihan subjek pada penelitian ini adalah
klien metadon yang aktif sehingga rasa cemas yang dirasakan lebih rendah pada
awal penelitian dibandingkan penelitian lain yang dilakukan Carvalho dkk. yang
meneliti pada subjek PMDD ataupun pada penelitian yang dilakukan Wu dkk.
yang memilih subjek pasien yang akan menjalani operasi.
Akupuntur dapat menormalkan pelepasan dopamin dalam sistem
mesolimbik serta dapat meningkatkan level serotonin dan enkephalin pada plasma
dan sistem saraf pusat (Spence dkk. 2004). Di samping itu akupuntur juga dapat
menurunkan denyut jantung dan menghambat aktivitas saraf simpatik. Pada
penelitian dengan memakai tikus, akupuntur juga dapat meningkatkan gelombang
REM dan gelombang lambat pada saat tikus tidur. Di samping itu akupuntur juga

56

dapat meningkatkan sekresi melatonin nokturnal pada pasien dengan insomnia


(Fai, 2009). Hal inilah yang dapat menyebabkan penurunan skor insomnia pada
item Ham 4 pada klien metadon yang telah diberikan perlakuan akupuntur. Hal
yang sama juga ditemukan oleh Ze-Jun dkk. yang menyimpulkan penggunaan
akupuntur dapat memperbaiki kualitas tidur yang ditunjukkan dengan perbaikan
skor PSQI (Pittsburg Sleep Quality Index) pada penderita gangguan cemas dan
depresi (Ze-Jun dkk., 2013). Walaupun pada penelitian lain dengan memakai
sampel pasien dengan diagnosis Pre Menstrual Dysphoric Disorder (PMDD)
ditemukan bahwa kelompok yang diberikan akupuntur tidak berbeda secara
bermakna bila dibandingkan dengan Kelompok Kontrol, namun pada penelitian
ini ternyata ditemukan hasil yang bermakna. Hal ini mungkin disebabkan karena
pemilihan sampel yang berbeda, di mana pada pasien PMDD yang lebih
terganggu adalah mood dan gejala somatik, namun insomnia lebih jarang
ditemukan pada PMDD hingga hasil yang ditemukan tidak bermakna.
Kecemasan diketahui dapat mengganggu kemampuan matematika,
membaca dan gangguan dalam konsentrasi. Akupuntur yang dalam beberapa
penelitian dapat mengurangi kecemasan, ternyata dapat juga memperbaiki
gangguan kognitif pada manusia. Pada penelitian dengan menggunakan tes
memori setelah dilakukan akupuntur dan dibandingkan dengan Kelompok Kontrol
yang tidak dilakukan akupuntur maka didapatkan hasil tes memori yang lebih baik
pada Kelompok Akupuntur (Bussell, 2013). Penelitian ini juga mendapatkan hasil
pada Kelompok Akupuntur pada skor HAM 5 terdapat penurunan skor yang

57

cukup bermakna, namun untuk meneliti lebih jauh tentang pengaruh akupuntur
pada daya ingat dan kognitif diperlukan tes yang lebih spesifik.
Pada skor Ham

6 yang mengukur tentang gejala depresi yang sering

ditemukan bersamaan dengan kecemasan, pada penelitian ini tidak ditemukan


perbedaan yang signifikan pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol. Hal
ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zhang dkk. yang
menemukan bahwa walaupun tidak ditemukan adanya perbedaan bermakna pada
kelompok perlakuan akupuntur dibandingkan dengan pemberian anti depresan
namun akupuntur tidak terbukti lebih baik dari antidepresan dalam mengatasi
gejala-gejala depresi, sehingga efektifitas akupuntur dalam mengatasi gejala
depresi masih perlu diteliti lebih lanjut (Zhang dkk.,2010).
Pada orang dengan gangguan kecemasan, seringkali ditemukan gangguan
somatik di antaranya sakit dan nyeri di otot, kaku, gangguan sensorik seperti
penglihatan kabur, merasa lemas, muka merah/pucat, merasa ditusuk-tusuk, gejala
kardiovaskuler seperti takikardi, berdebar, nyeri di dada,rasa lesu/lemas seperti
mau pingsan, gejala respiratori seperti perasaan tercekik, nafas pendek, sering
menarik nafas, rasa tertekan di dada, gejala gastrointestinal seperti sulit menelan,
perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan
terbakar di perut, rasa penuh atau kembung, muntah, buang air besar lembek,
kehilangan berat badan, konstipasi, gejala urogenital seperti sering buang air seni,
tidak dapat menahan air seni, amenorrhe, menorrhagia, ejakulasi prekoks,
impotensi, gejala otonom di antaranya mulut kering, muka merah, mudah
berkeringat, pusing, sakit kepala. Pada penelitian lain yang menggunakan

58

akupuntur untuk menurunkan kecemasan, didapatkan juga penurunan dalam


gejala fisik dan hal ini mungkin diakibatkan oleh berkurangnya aktivitas simpatik,
menurunkan aktivitas katekolamin, adanya opioid endogen juga berperan cukup
penting dalam menghilangkan gejala somatik pada kecemasan (Carvalho dkk.,
2013). Isoyama dkk. juga menemukan penurunan gejala somatik pada penelitian
yang menggunakan subjek wanita yang mengalami kecemasan saat akan
menjalani terapi in vitro fertilization (IVF) bila dibandingkan dengan Kelompok
Kontrol yang diberikan akupuntur sham (stimulasi akupuntur yang diberikan
bukan pada titik akupuntur) (Isoyama dkk., 2012).

Pada penelitian ini juga

ditemukan pada skala somatik Ham A pasien yang mendapatkan perlakuan


akupuntur juga mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan dengan
Kelompok Kontrol (p<0,05) yang menandakan pada klien PTRM Sandat setelah
dilakukan terapi akupuntur terdapat perbaikan gejala somatik yang diharapkan
dapat meningkatkan kepatuhan berobat pada klien PTRM Sandat.

59

BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian pemberian terapi akupuntur pada pengguna
metadon maka dapat diambil simpulan :
Akupuntur menurunkan skor Ham A total secara bermakna sehingga
kecemasan yang dialami oleh pengguna metadon dapat berkurang dan hal ini
dapat meningkatkan kepatuhan berobat pada pengguna metadon.

7.2 Saran
Pemberian

akupuntur

dapat

direkomendasikan

sebagai

terapi

komplementer dalam mengatasi kecemasan yang timbul pada pengguna NAPZA.


Penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar perlu dilakukan untuk melihat
penurunan skor yang mungkin akan jauh lebih signifikan.
Penelitian dengan menggunakan akupuntur sebagai terapi komplementer
perlu dilakukan dengan skala yang lebih luas, dengan lokasi multi senter sehingga
hasil yang didapatkan akan lebih bermakna.

60

Daftar Pustaka

American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorder. Fifth Edition. Washington DC: American Psychiatric
Publishing. p. 481-550
Avants, S., Kelly, M., Chang, A., Kosten, P., Thomas, R., and Birch, S. 1995.
Acupuncture for the Treatment of Cocaine Addiction, Journal of
Substance Abuse Treatment 38(4):456-458
Berman, A.H., Lundberg, U., Krook, A.L., Gyllenhammar, C. 2004. Treating
Drug Using inmates with Auricular Acupuncture : A Randomized
Controlled Trial. Journal of Substance Abuse Treatment 26:95-102
Book, S.W., Thomas, S.E., Dempsey, J.P., Randall, P.K., Randall, C.L. 2009.
Social Anxiety Impacts Willingness to Participate in Addiction
Treatment. Addict Behaviour 34(5):474-476
Boucher, C., Griffith, L., Siepler, D., Tilley, L. 2011. The Effect of Traditional
Chinese Medical Acupuncture (TCM) on Test Anxiety (A Pilot Study).
Journal of Medicine Publications 92(2):548-553
Bussel, J. 2013. The Effect of Acupuncture on Working Memory and Anxiety.
Journal of Acupuncture and Meridian Studies 6(5): 241-246
Carvalho, F., Weires, K., Ebling, M., Padilha, M., Ferrao, Y., Vercelino, R. 2013.
Effects of Acupunture on the Symptoms of Anxiety and Depression
Caused by Premenstrual Dysphoric Disorder. Acupunt Med 31:358-363
Chang, B. and Sommers, E.2014. Acupuncture and Relaxation Response for
Craving and Anxiety Reduction Among Military Veterans in Recovery
from Substance Use Disorder. The American Journal on Addictions
23:129-136
Charney, Dara A., Palacios-Boix, J., Negrete, Juan, C.D., Patricia, L., Gill, K.
2005. Association Between Concurrent Depression and Anxiety and SixMonth Outcome of Addiction Treatment, J. Phsychiatric Times.August
vol 56 no 8
Courbasson, C.M., deSorkin, A.A., Dullerud, B., Van Wyk, L. 2007. Acupuncture
Treatment for women With Concurrent Substance Use and
Anxiety/Depression: An Effective Alternative Therapy? Fam Community
Health 30(2): 112-120
DAlberto, A. 2006. Understanding Cocaine Addiction According to Chinese
Medicine Theory. Chinese Medicine Times vol.1, Issue 1

61

Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 2006. Pedoman


Terapi Pasien Ketergantungan Narkotika dan Zat Adiktif Lainnya.
Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Nasional Program Terapi Rumatan
Metadon. Jakarta
Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementrian Kesehatan RI. 2014. Asesmen dan
Rencana Terapi Gangguan Penggunaan Narkoba. Jakarta
Dong, T.J. 1993. Research on the Reduction of Anxiety and Depression with
Acupuncture, American Journal of Acupuncture 21(4):327-329
Errington-Evans, N. 2009. Acupunture in Chronic Non-Responding
Anxiety/Depression Patients : A Case Series. Acupunct Med 27:133-134
Fai, Y.W. 2009. Acupuncture for Insomnia, A Systematic Review and
Randomized Placebo-Controlled Trials. HK Library p.68-70
Ghodse, H. 2002. Drugs and Addictive Behaviour. New York:Cambridge
University Press. p. 95
Grant, L. dan Cochrane, S. 2014. Acupuncture for the Mental and Emotional
Helath of Women Undergoing IVF Treatment: A Comprehensive
Review, Aust J Acupunct Chin Med 9(1):5-12.
Hawari, D. 2006. Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA (Narkotika,
Alkohol dan Zat Adiktif). Jakarta: FKUI. p. 4
Hesse, M. 2009. Integrated Psychological Treatment for Substance Use and Comorbid Anxiety or Depression vs. Treatment for Substance Use Alone.
BMC Psychiatry 9:6
Hui, K., Marina, O., Liu, J., Rosen, B., Kwong, K. 2010. Acupuncture, the Limbic
System, and The Anticorrelated Networks of the Brain. Autonomic
Neuroscience : Basic and Clinical 157:81-90
Isoyama, D., Cordts, E.B., de Souza van Niewegen, A.M., Carvalho, A.P, Barbosa
C.P. 2012. Effects of Acupuncture on Symptoms of Anxiety in women
Undergoing in vitro fertilization: A Prospective Randomized Controlled
Trial. Acupunct Med 30 (2):85-88
Joewana, S. 2004. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat
Psikoaktif : Penyalahgunaan NAPZA/Narkoba. Edisi ke 2. Jakarta: EGC

62

Jordan, J.B. 2006. Acupuncture Treatment for Opiate Addiction: A Systematic


Review. Journal of Substance Abuse Treatment 30: 309-314
Kiswojo. 2007. Pengetahuan Dasar Ilmu Akupuntur, Jakarta: Penerbit Akupuntur
Indonesia. p. 277
Kummer, A., Cardoso, F., Teixeira, A. 2010. Generalized anxiety disorder and the
Hamilton Anxiety Rating Scale in Parkinsons disease, Arq
Neuropsiquiatr; 69:4
Lingford-Hughes, A., Potokar, J., and Nutt, D. 2002. Treating Anxiety
Complicated by Substance Misuse. Adv. Psychiatr. Treat. 8: 107-116
Lowe, L. 2012. Anxiety and Acupuncture. Ana-Med Acupuncture. Available
from:URL:http://www.ana-med.co.nz/uploads///AnxietyAcupuncture.pdf
Lumbantobing, S. M. 2007. Serba Serbi Narkotika. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
p 150-153
Moesono, A. 2006. Penanggulangan Korban Narkoba: Meningkatkan Peran
Keluarga dan Lingkungan. Jakarta: FKUI.p.50-53
Nutt, D. and Lingford-Hughes, A. 2008. Addiction : the Clinical Interface, British
Journal of Pharmacology 10: 306-310
Pilkington, K., Kirkwood, G., Rampes, H., Cummings, M., Richardson, J. 2007.
Acupuncture for Anxiety and Anxiety Disorders A Systematic
Literature Review, Acupunture in Medicine, 25 (1-2):1-10
Pocock, S.J., 2008. ClinicalTrials : A Practical Approach. John Wiley & Sons.
Ltd The Atrium, Southtern Gate, Cjicester, West Sussex, England
Sadock, B., Sadock, V., Ruiz, P. 2009. Kaplan & Sadocks Comphrehensive
Texbook of Psychiatry. Ninth Edition. New York: Lippincott Williams &
Wilkins
Saputra, K, Idayanti, A. 2005. Akupuntur Dasar. Surabaya: Airlangga University
Press.p. 322-323
Saputra, K. 2012. Buku Ajar Biofisika Akupuntur Dalam Konsep Kedokteran
Energi. Jakarta : Salemba Medika. p.50-52
Sargo, S, dan Subagyo, R. 2014. Farmakoterapi Penyalahgunaan Obat dan
NAPZA. Surabaya: Airlangga University Press.p.112-118

63

Scott, S. dan Scott, W.N. 1997. A Biochemical Hypothesis for the Effectiveness
of Acupuncture in the Treatment of Substance Abuse : Acupuncture and
the Reward Cascade. American Journal of Acupuncture. vol 25. no.1
Smith, J.P. dan Book, S.W. 2008. Anxiety and Substance Use Disorder. Psychiatr
Times. 25(10):19-23
Spence, D.W., Kyumov, L.,Lowe, A., Jain, U., Chen, A., Katzman, M.A., Shen,
J., Perelman, B., Shapiro, C.M., 2004. Acupuncture Increases Nocturnal
Melatonin Secretion and Reduces Insomnia and Anxiety. Journal of
Neuropsychiatry and Clinical Neurosciences.16:19-28
Stahl, S.M. 2013. Essential Psychopharmacology, New York: Cambridge
University Press. p. 979
Thaib, M.R., Mulyono, I., Nizar, R. 2006. Penanggulangan Korban Narkoba.
Jakarta; Balai Penerbit FKUI.p.1-2.
Wang, S.H. dan Kain, Z.N. 2001. Auricular Acupuncture: A Potential Treatment
for Anxiety. Anesth Analg. 92:548-53
Wang, S.H., Gaal, D., Maranets, I, Caldwell-Andrews, A., Kain, Z.N. 2005.
Accupressure and Preoperative Parental Anxiety: A Pilot Study. Anesth
Analg. 101:666-9
Wu, S., Liang, J., Zhu, X., Liu, X., Miao, D. 2010. Comparing the Treatment
Effectiveness of Body Acupuncture and Auricular Acupuncture in
Preoperative Anxiety Treatment. JRMS. 16(1):39-42
Xiang, X.C. dan Zhang, P. 2008. How Acupuncture Works? Neuroscientific Basic
Underlying Acupuncture Analgesia.
Available from URL :
http://www.chineseacupuncturedoc.com/how-acupuncture-works.pdf.
Yang, C.H., Lee, B.H., dan Sohn, S.H. 2007. A Possible Mechanism Underlying
the Effectiveness of Acupuncture in the Treatment of Drug Addiction.
Advance Access Publication. 5(3):257-266
Zahm, D.S. 2010. Pharmacotherapeutic Approach to the Treatment of Addiction :
Persistent Challenges. Mo Med. 107(4):276-280
Ze-Jun, H., Jia, G., Dong, L. 2013. Effects of Acupuncture with Meridian
Acupoints and Three Anmian Acupoints on Insomnia and Related
Depression and Anxiety State. Chin J Integr Med 19(3): 187-191

64

Zhang, Z.J., Chen, H.Y., Yip, K.C., Wong, V.T. 2010. The effectiveness and
Safety of Acupuncture Therapy in Depressive Disorders : Systematic
Review and Meta Analysis. Journal of Affective Disorders 124:9-21
Zhao, Z.L., Jin, X.D., Wu, Y.Y., Yang, X.D., Xu, Y.J., Jiang, J.Z.J., Kim, S. C.,
Lee, B.H., Yang, C.H., Zhao, R.J. 2013. Amygdaloid Corticotropin
Releasing Factor is Involved in the Anxiolytic Effect of Acupuncture
during Ethanol Withdrawal in Rats. J Acupunct Meridian Stud 6(5):234240
Zhao, Z.L., Zhao, G.W., Li, H.Z.,Yang, X.D., Wu, Y.Y., Lin, F., Guan, L.X.,
Zhai, F.G., Liu, J.Q., Yang, C.H., Kim, S.C., Kim, K.W., Zaho, R. J.
2011. Acupunture Attenuates Anxiety-Like Behavior by Normalizing
Amygdaloid Catecholamines During Ethanol Withdrawal in Rats.
Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine 20:1-8

65

Lampiran 1 Ethical Clearance Penelitian

66

Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian

67

68

Lampiran 3 Form Informed Consent Subyek Penelitian


INFORMED CONSENT
Kepada yth.
Bapak/ibu
Kecemasan adalah respon emosional yang normal yang dapat terjadi pada
setiap orang, namun bila berlebihan terjadi hampir setiap hari selama minimal 6
bulan maka kecemasan ini dapat digolongkan menjadi gangguan. Salah satu cara
untuk mengetahui tingkat kecemasan yang dialami adalah dengan wawancara
yang dilakukan dokter yang telah terlatih untuk menilai kecemasan.
Salah satu cara untuk mengatasi kecemasan ini adalah dengan akupuntur,
untuk itu kami mohon kesediaan bapak/ibu sekalian untuk mengikuti program
akupuntur ini. Manfaatnya mengikuti penelitian ini adalah mengetahui tingkat
kecemasan yang dialami dan dapat merasa lebih nyaman. Penelitian ini
menggunakan jarum akupuntur sekali pakai untuk menghindari kemungkinan
penularan penyakit. Pada penelitian ini jika dilakukan akupuntur efek samping
yang mungkin ditemukan adalah memar pada tempat tusukan serta rasa nyeri yang
dirasakan saat dilakukan akupuntur dengan jarum. Bapak/Ibu dapat mengikuti
penelitian ini dengan syarat bahwa bapak-ibu adalah pengguna metadon aktif fase
rumatan dan bersedia mengikuti penelitian.
Bapak/ibu tidak akan dibebani biaya apapun untuk pemeriksaan ini dan
berhak bertanya pada dokter dan petugas paramedis yang merawat. Apabila ada
hal yang ingin bapak/ibu sampaikan kepada peneliti, bapak/ibu dapat
menghubungi kami (dr. Gabriella, dengan no Hp: 08123858677).

69

Pernyataan Persetujuan Mengikuti Penelitian

Setelah membaca dan memahami apa yang telah diterangkan dalam


lembar mengenai keterangan penelitian, maka saya yang bertanda tangan di
bawah ini :
Nama

Tempat/Tanggal Lahir

Alamat

Menyatakan bersedia mengikuti penelitian, memahami dan dapat menerima risiko


yang terjadi bila dilakukan tindakan akupuntur pada saya.
Demikian saya memberikan pernyataan persetujuan ini tanpa adanya paksaan dari
pihak manapun.

Denpasar,

Bapak/Ibu

70

Lampiran 4 Kuesioner Ham A

HAMILTON RATING SCALE FOR ANXIETY (HAM-A)


TANGGAL
NAMA
JENIS KEL
ALAMAT

:
:
:
:

UMUR :

Gejala-gejala ini (satu /lebih) merupakan apa yang diungkapkan pasien. Nilai
yang didapatkan merupakan gambaran tingkat kecemasan pasien saat ini. Pilih
salah satu dari lima (5) pilihan yang tersedia, yaitu: 0 = tidak ada, 1 = ringan,
2 = sedang, 3 = berat, 4 = sangat berat
0

1. Perasaan Anxiety (kecemasan)


Cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung
0
1
2
3
2. Ketegangan
Merasa tegang,lesu, Tidak bisa istirahat tenang, Mudah terkejut, Mudah
menangis, Gemetar, Gelisah
0
1
2
3
3. Ketakutan
Pada gelap, pada orang asing, di tinggal sendiri, pada binatang besar, pada
keramaian lalu lintas, pada kerumunan orang banyak

0
1
2
3
4. Gangguan Tidur
Sukar masuk tidur, terbangun malam hari, tidak pulas, bangun dengan lesu,
mimpi-mimpi, mimpi buruk, mimpi yang menakutkan

5. Gangguan kecerdasan
Sulit berkonsentrasi, daya ingat buruk

0
1
2
3
6. Perasaan Depresi
Hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih, bangun dini hari,
perasaan berubah-ubah sepanjang hari
7. Gejala Somatik (otot)
0
1
2
3
Sakit dan nyeri di otot-otot, kaku, kedutan otot,
gigi gemerutuk, suara tidak stabil
0

71

8. Gejala Somatik (sensori)


Tinitus, penglihatan kabur, muka merah/pucat, merasa lemas, perasaan ditusuktusuk
9. Gejala Kardiovaskuler
0
1
2
3
Takikardi, berdebar, nyeri di dada, denyut nadi
mengeras, rasa lesu/lemas seperti mau pingsan, detak jantung hilang/berhenti
sekejap

10. Gejala Respiratori (Pernafasan)


Rasa tertekan atau sempit di dada, perasaan
tercekik, sering menarik nafas, nafas pendek/sesak

11. Gejala Gastrointestinal


0
1
2
3
Sulit menelan, perut melilit, gangguan
pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan terbakar di perut, rasa
penuh atau kembung (enek), muntah, buang air besar lembek, kehilangan berat
badan, konstipasi.
12. Gejala Urogenital
0
1
2
3
Sering buang air seni, tidak dapat menahan air
seni, amenorrhoe, menorrhagia, menjadi dingin (frigid), ejakulasi prekoks,
ereksi hilang, impotensi
13. Gejala Otonomik
Mulut kering, muka merah, mudah berkeringat,
pusing, sakit kepala, bulu-bulu badan terasa berdiri

14. Tingkah laku pada wawancara


Gelisah, Tidak tenang, Jari gemetar, kening berkerut, muka tegang, tonus otot
meningkat, nafas pendek dan cepat, muka merah

Skor tingkat kecemasan:


< 17
: kecemasan ringan
18 24
: kecemasan ringan-sedang
25 30
: kecemasan sedang-berat

72

Lampiran 5 Kartu Data Peserta Penelitian

KARTU PESERTA PENELITIAN

No. rekam medik :


Nama
:
Jenis kelamin :
Alamat rumah :
Pekerjaan
:
Pendidikan
:
Telepon/HP :
Tanggal

Umur

Terapi

Dosis

Tanda tangan

Tanda tangan

ke-

(mg)

Pasien

petugas

Catatan

73

Lampiran 6 Data dan Analisis Penelitian


Data selisih skor Ham A total pre dan post test

Data analisis statistik selisih skor Ham A total

Data Deskriptif masing-masing item Ham A

74

Data selisih skor masing-masing item Ham A

Uji T test pada selisih item pada Ham A

75

Lampiran 7 Foto Penelitian


Perlakuan akupuntur dengan memakai titik Chi ze dan He qu

Perlakuan akupuntur dengan memakai titik Zu san li

76

Perlakuan akupuntur pada telinga dengan memakai titik shen men

Vous aimerez peut-être aussi