Vous êtes sur la page 1sur 18

BAB I

KONSEP DASAR MEDIS


A. Definisi
Kanker tiroid adalah suatu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe
yaitu: papiler, folikuler, anaplastik dan meduler. Kanker tiroid jarang
menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan
kecil (nodul) dalam kelenjar. Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak,
biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan. Kanker tiroid sering kali membatasi
kemampuan menyerap yodium dan membatasikemampuan menghasilkan
hormon tiroid, tetapi kadang menghasilkan cukup banyak hormon tiroid
sehingga terjadi hipertiroidisme (Tandra, 2011).

B. Etiologi
Etiologi dari penyakit ini belum pasti, yang berperan khususnya untuk
terjadi well differentiated (papiler dan folikuler) adalah radiasi dan goiter
endemis, dan untuk jenis meduler adalah faktor genetik. Belum diketahui
suatu karsinoma yang berperan untuk kanker anaplastik dan meduler.
Diperkirakan kanker jenis anaplastik berasal dari perubahan kanker tiroid
berdiferensia baik (papiler dan folikuler), dengan kemungkinan jenis folikuler
dua kali lebih besar. Radiasi merupakan salah satu faktor etiologi kanker
tiroid. Banyak kasus kanker pada anak-anak sebelumnya mendapat radiasi
pada kepala dan leher karena penyakit lain. Biasanya efek radiasi timbul
setelah 5-25 tahun, tetapi rata-rata 9-10 tahun. Stimulasi TSH yang lama juga
merupakan salah satu faktor etiologi kanker tiroid. Faktor resiko lainnya
adalah adanya riwayat keluarga yang menderita kanker tiroid dan gondok

menahun. Defisiensi iodin juga dapat meningkatkan risiko perkembangan


kanker tiroid karena defisiensi iodin menstimulasi proliferasi dan hiperplasia
sel tiroid (Corwin, 2009). Tiga penyebab yang sudah jelas dapat
menimbulkan karsinoma tiroid:
1. kenaikan sekresi hormon TSH (Thyroid Stimulating Hormon) dari
kelenjar hipofise anterior disebabkan berkurangnya sekresi hormon T3
dan T4 dari kelenjar tiroid oleh karena kurangnya intake iodium. Ini
menyebabkan tiroid yang abnormal dapat berubah menjadi kanker.
2. penyinaran (radiasi ion) pada daerah kepala, leher, dada bagian atas
terutama anak-anak yang pernah mendapat terapi radiasi di leher dan
mediastinum;
3. faktor genetik.
Adanya riwayat keturunan dari keluarga (Gruendemann & Fersebner,
2005).
C. Klasifikasi
Tambayong (2000), Gruendemann & Fersebner (2005), Tandra (2011)
menjelaskan bahwa berdasarkan jenis selnya dari hasil pemeriksaan patologi,
ada beberapa tipe kanker tiroid yaitu:
1. kanker tiroid tipe papiler
Pertumbuhannya lambat sekali dan jika dibedah kemungkinan sembuh
sangat besar. Pertumbuhan tumor biasanya terbatas di dalam kelenjar
tiroid dan ke jaringan perikapsul serta kelenjar leher lateral.
Pemberian yodium radioaktif untuk menghancurkan sisa sel kanker
juga memberi hasil yang cukup baik. Kanker tipe papiler ini paling
banyak dijumpai dan lebih banyak terjadi pada wanita muda. Apabila
bermetastasis, paru dan tulang adalah tempat yang tersering.
2. kanker tiroid tipe folikuler
Kanker ini biasanya dijumpai pada usia di atas 50 tahun dan jenis ini
lebih mudah menyebar ke organ tubuh lainnya daripada tipe papiler.
Kelenjar tiroid kemunginan besar tetap menghasilkan hormon tiroid
(T3 dan T4) dan pada sebagian kasus hal ini dapat menimbulkan
hipertiroidisme namun jarang terjadi pembesaran kelenjar limfe.
3. kanker tiroid tipe meduler

Kanker ini tumbuh dari sel parafolikuler yang disebut juga sel C yang
bertugas membuat hormon kalsitonin dengan fungsi mengatur kalsium
dalam darah. Kanker ini jarang terjadi hanya 3-4 persen namun
pertumbuhannya lebih cepat daripada kanker tipe papiler atau
folikuler. Pasien mungkin datang dengan suara serak, disfagia, atau
kemerahan, dapat disertai diare juga. Tipe ini bermetastasis ke
mediastinum superior dan kemudian ke paru, tulang, dan hati.
4. kanker tiroid tipe anaplastic
Kanker ini sering muncul di luar kapsul, pertumbuhannya cepat serta
menyebar ke organ tubuh lain serta hasil pengobatan dengan
kemoterapi juga tidak memberi banyak harapan. Jenis ini sangat
jarang yaitu tidak lebih dari 2 persen. Pasien sering memiliki riwayat
massa keras yang tumbuh cepat di leher. Metastasis biasanya ke
mediastinum dan paru. Pasien datang dengan pembesaran kelenjar
tiroid yang nyeri. Pada mulanya pasien hanya mengeluh tentang
adanya tumor di daerah tiroid. Dengan menyebarnya kanker ini ke
sekitar, timbul suara serak, stridor, dan sukar menelan.
D. Patofisiologi
Tambayong (2000), Gruendemann & Fersebner (2005), Tandra (2011)
menjelaskan bahwa karsinoma tiroid merupakan neoplasma yang berasal dari
kelenjar yang terletak di depan leher yang secara normal memproduksi
hormon tiroid yang penting untuk metabolisme tubuh. Infiltrasi karsinoma
tiroid dapat ditemukan di trakea, laring, faring, esofagus, pembuluh darah
karotis, vena jugularis, struktur lain pada leher dan kulit.
Metastase limfogen dapat meliputi semua region leher sedangkan
metastase hematogen biasanya di paru, tulang, otak dan hati. Kanker ini
berdiferensiasi mempertahankan kemampuan untuk menimbun yodium
pembesaran kelenjar getah bening. Lokasi kelenjar getah bening yang bisa
membesar dan bisa teraba pada perabaan yakni di ketiak, lipat paha. Ada juga
kelenjar getah bening yang terdapat di dalam tubuh yang mana tidak dapat
diraba yakni didalam rongga perut. Penyebab dari pembesaran kelenjar getah
bening adalah infeksi non spesifik, infeksi spesifik (TBC), keganasan
(lymphoma).

Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH) memegang


peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH
dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai
negative feedback sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke
sirkulasi.
E. Manifestasi Klinis
Tanda pertama adanya suatu tumor tiroid yang mungkin adalah benjolan di
leher. Seiring dengan pertumbuhan massa di kelenjar tiroid, dapat terjadi
penekanan pada laring, trakea, dan esofagus. Penekanan terhadap struktur
tersebut dapat menimbulkan gejala berupa disfonia, dispnea, dan disfagia
(Gruendemann & Fersebner, 2005).
Tandra (2011) menjelaskan kecurigaan klinis adanya karsinoma tiroid
didasarkan pada observasi yang dikonfirmasikan dengan pemeriksaan
patologis dan dibagi dalam kecurigaan tinggi, sedang dan rendah. Yang
termasuk kecurigaan tinggi adalah:
a. riwayat neoplasma endokrin multipel dalam keluarga;
b. pertumbuhan tumor cepat;
Kelenjar Tiroid
c. nodul teraba keras;
d. fiksasi daerah sekitar;
e. paralisis pita suara;
f. pembesaran
kelenjar limpa
regional;
Radiasi
Goiterendemis
Faktor genetik
g. adanya metastasis jauh.
Kecurigaan sedang adalah:
a. usia > 60 tahun;
b. riwayat radiasi leher; Sekresi tiroid
c. jenis kelamin pria dengan nodul soliter;
d. tidak jelas adanya fiksasi daerah sekitar;
e. diameter lebih besar dari 4 cm dan kistik.
Tiroksi

Tirokalsitanin

Kecurigaan rendah adalah tanda atau gejala diluar/selain yang

disebutkan diatas. Gejala klinis yang dijumpai dapat berupa penekanan


Peningkatan
metabolisme
organ sekitar,
gangguan

Sekresi sal cerna


dan rasa sakit waktu menelan,
sulit benafas, suara

serak, limfadenopati leher serta dapat terjadi metastasi jauh. Paling sering
Pemenuhan nutrisi
menurun
ke paru-paru,

Penurunan kalsium

Hipertermi
tulang
dan hati.

F. Pathway

Hipokalsium

Kejang

Stroke val menurun


Curah jantung menurun menurun

4
Hyposia

Hipertiroid

Lemas

Aktivitas menurun

Hipertiroid

Pertumbuhan tumor

Di dalam
Sesak

Di luar
Di dalam konsep diri

Operasi (total thyrodektomi)

Pre operasi

Cemas

Post operasi
Luka

Perubahan konsep diri


Aktivitas
5 menurun

Nyeri

Resiko infeksi

G. Komplikasi
1. Resiko perdarahan minimum, namun hati- hati dalam mengamankan
hemostatis dan penggunaan drain setelah operasi.
2. Masalah terbukanya vena besar (vena tiroidea superior) dan menyebabkan
embolisme udara. Dengan tindakan anestesi mutakhir, ventilasi tekanan
positif yang intermitten, dan teknik bedah yang cermat, bahaya ini dapat
di minimalkan.
3. Trauma pada nervus laringeus rekurens yang menimbulkan paralisis
sebagian atau total (jika bilateral) laring. Pengetahuan anatomi bedah
yang kuat dan ke hati- hatian pada saat operasi harus diutamakan.
4. Sepsis yang meluas ke mdiastinum. Seharusnya ini tidak doleh terjadi
pada operasi bedah sekarang ini, sehingga antibiotik tidak diperlukan
sebagai pofilaksis lagi.
5. Hipotiroidisme pasca bedah. Perkembangan hipotiroidisme setelah reseksi
bedah tiroid jarang terlihat saat ini. Ini dievaluasi dengan pemeriksaan
klinik dan biokomia yang tepat pasca bedah.
6. Hipokalsemi karena terangkatnya kelenjar

paratiroid

pada

saat

pembedahan (Baughman & Hackley, 2000).


H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Baughman & Hackley (2000), Gruendemann & Fersebner
(2005), beberapa pemeriksaan guna mendiagnosis kanker tiroid yang dapat
dilakukan yaitu sebagai berikut.
a. Laboratorium
1) pemeriksaan kadar ft4 dan tshs untuk menilai fungsi tiroid.
2) untuk pasien yang dicurgai karsinoma medulare harus diperiksa
kadar kalsitonin dan vma.
b. Radiologi

1) foto polos leher ap dan lateral dengan metode soft tissue technique
dengan posisi leher hiperekstensi, bila tumornya besar. Untuk
melihat ada tidaknya kalsifikasi.
2) dilakukan pemeriksaan foto thorax pa untuk menilai ada tidaknya
metastase dan pendesakkan trakea.
3) esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda
adanya infiltrasi ke esophagus.
4) pembuatan foto tulang belakang bila dicurigai adanya tanda-tanda
metastase ke tulang belakang yang bersangkutan. CT scan atau
mri untuk mengevaluasi staging dari karsinoma tersebut dan bisa
untuk menilai sampai di mana metastase terjadi.
5) Ultrasound diperlukan untuk tumor solid dan kistik. Cara ini aman
dan tepat, namun cara ini cenderung terdesak oleh adanya tehnik
biopsy aspirasi yaitu tehnik yang lebih sederhna dan murah.
6) Biopsi jarum dari kelenjar tiroid.
7) Ultrasonografi, MRI, pemindai CT, pemindai tiroid, pemeriksaan
ambilan iodin radioaktif, dan uji supresi tiroid.
I. Penatalaksanaan
1. Terapi
Baughman & Hackley (2000), Brooker (2008) mengatakan bahwa
terdapat beberapa penatalaksanaan kanker tiroid yaitu:
a. pengobatan pilihan adalah pengangkatan melalui pembedahan
(tiroidektomi total atau mendekati total) diikuti dengan pemberian
iodium radioaktif;
b. diseksi leher radikal ekstensif atau dimodifikasi jika sudah mengenai
nodus limfe;
c. diberikan hormon tiroid dalam dosis supresif setelah pembedahan
untuk menurunkan kadar TSH sampai status eutiroid;
d. dibutuhkan tiroksin secara permanen jika jaringan tiroid yang tersisa
tidak adekuat menghasilkan hormon;
e. terapi radiasi dilakukan melalui beberapa rute;
f. kemoterapi hanya digunakan kadang-kadang saja.
Tabel 1 Terapi pembedahan yang direkomendasikan untuk karsinoma
tiroid
Jenis tumor

Ukuran tumor

Terapi anjuran

Papilar tanpa keterlibatan

< 1,5 cm

Lobektomi tiroid, tiroidektomi total,

kelenjar limfe

pemindaian pascaoperatif

Folikular
tanpa
keterlibatan kelenjar limfe

1,5-4 cm

Lobektomi tiroid, tiroidektomi total,


pemindaian pascaoperatif

Papilar
dan
folikular
dengan
keterlibatan
kelenjar limfe

Semua pasien

Tiroidektomi total dan diseksi leher,


pemindaian pascaoperatif

Medular

Semua pasien

Tiroidektomi total, diseksi


radikal atau modifikasi

Anaplastik

Semua pasien

Biopsi, hanya pembedahan paliatif

leher

Sumber: Gruendemann & Fersebner (2005).

BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Preoperasi
Baradero, Dayrit, dan Siswadi (2009) menjelaskan fokus
perawatan pasien preoperasi adalah mempertahankan status eutiroid.
Status

nutrisi

pasien

juga

perlu

diperhatikan

karena

keadaan

hipertiroidisme atau hipotiroidisme bisa mempengaruhi status nutrisi


pasien. Pasien yang sebelumnya sudah mengalami hanhhian hormon tiroid
perlu dibantu untuk melakukan mekanisme koping. Pasien dengan kanker
tiroid akan memrlukan lebih banyak sokongan. Diagnosis kanker bisa
membuatnya tidak mampu mengadakan koping. Pasien ini memerlukan
lingkungan yang tidak menimbulkan stres.
Perlu dijelaskan dan didemonstrasikan cara batuk yang efektif,
bernafas dalam, serta cara menggerakkan kepala dan leher tanpa memberi
tekanan pada jahitan. Demonstrasikan kepada pasen cara menaruh kedua
tangannya pada leher bagian belakang saat mau batuk atau mau
menggerakkan kepalanya agar tekanan pada jahitan dapat dicegah.
Pengkajian:
a. Aktivitas/latihan

Insomnia, sensitivitas meningkat, otot lemah, gangguan koordinasi,


kelelahan berat,atrofi otot, frekuensi pernafasan meningkat, takipnea,
dispnea
b. Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, diare.
c. Koping/pertahanan diri
Mengalami ansietas dan stres yang berat, baik emosional maupun fisik,
emosi labil, depresi.
d. Nutrisi dan metabolik
Mual dan muntah, suhu meningkat diatas 37,4C.Pembesaran tiroid,
edema non-pitting terutama di daerah pretibial, diare atau sembelit.
e. Kognitif dan sensori
Bicaranya cepat dan parau, bingung, gelisah, koma, tremor pada
tangan, hiperaktif reflek tendon dalam (RTD), nyeri orbital, fotofobia,
palpitasi, nyeri dada (angina).
f. Reproduksi / seksual
Penurunan libido, hipomenorea, menorea dan impoten.
Penatalaksanaan Preoperasi yang perlu dipersiapkan adalah sebagai
berikut:
a. Inform Consent (Surat persetujuan operasi) yang telah ditandatangani
oleh penderita atau penanggung jawab penderita
b. Keadaan umum meliputi semua system tubuh terutama system
respiratori dan kardiovaskuler
c. Hasil pemeriksaan / data penunjang serta hasil biopsy jaringan jika
ada
d. Persiapan mental dengan suport mental dan pendidikan kesehatan
tentang jalannya operasi oleh perawat dan support mental oleh
rohaniawan
e. Konsul Anestesi untuk kesiapan pembiusan
f. Sampaikan hal-hal yang mungkin terjadi nanti setelah dilakukan
tindakan pembedahan terutama jika dilakukan tiroidectomi total
berhubungan dengan minum suplemen hormone tiroid seumur hidup.
2. Intraoperasi
Penatalaksanaan Intra Operasi
Peran perawat hanya membantu kelancaran jalannya operasi karena
tanggung jawab sepenuhnya dipegang oleh Dokter Operator dan Dokter
Anesthesi.

3. Postoperasi
Baradero, Dayrit, dan Siswadi (2009) menjelaskan selain
pemantauan

rutin

pascaoperasi,

pasien

pasca

tiroidektomi

perlu

diobservasi ketat mengenai kemungkinan timbulnya komplikasi (trauma


atau kerusakan pada saraf laring, perdarahan tetani, dan obstruksi). Tanda
komplikasi ini harus segera dilaporkan kepada ahli bedah. Misalnya suara
serak yang memberat dapat menunjukkan kerusakan pada saraf laring dan
bisa mengakibatkan spasme pada pita suara dan obstruksi pernafasan. Oleh
karena itu set trakeostomi harus selalu siap di ruang perawat terdekat dan
siap dipakai.
Tanda-tanda perdarahan harus dipantau dalam 24 jam pascaoperasi.
Hemoragi dapat mengakibatkan kompresi pada trakea dan jaringan
sekitarnya. Pasien bisa mengalami gawat nafas. Balutan harus segera
dilonggarkan dan ahli bedah diberi tahu. Pasien bisa dibawa ke kamar
operasi untuk menghentikan perdarahan. Hal ini bergantung pada
keputusan ahli bedah.
Kelenjar paratiroid bisa juga mengalami trauma saat pembedahan.
Pembengkakan dapat pula menghambat keluarnya hormon paratiroid.
Tanda-tanda defisiensi kalsium akan timbul apabila hormon tiroid
berkurang. Apabila tidak segera ditangani, defisiensi kalsium dapat
mengakibatkan kontraksi glotis, obstruksi pernafasan, dan kematian.
Pengobatan untuk defisiensi kalsium adalah pemberian kalsium klorida
atau kalsium glukonat intravena. Kemudian pasien diberi kalsium per oral
sampai fungsi paratiroid pulih kembali.
Dasar data pengkajian
a. Pertimbangan KDB menunjukkan merata dirawat: 3 hari
b. Pola aktifitas/istirahat : insomnia, kelemahan berat, gangguan
koordinasi
c. Pola neurosensori : gangguan status mental dan perilaku, seperti :
bingung, disorientasi, gelisah, peka rangsang, hiperaktif refleks tendon
dalam
Prioritas keperawatan
a. Mengembalikan status hipertiroid melalui praoperatif

10

b. Mencegah komplikasi
c. Menghilangkan nyeri
d. Memberikan informasi tentang prosedur
Tujuan pemulangan
a. Komplikasi dapat dicegah atau dikurangi
b. Nyeri hilang
c. Prosedur pembedahan/prognosis dan pengobatannya dapat dipahami
d. Mungkin membutuhkan bantuan pada teknik pengobatan sebagian
atau seluruhnya
e. Aktivitas sehari-hari, mempertahankan tugas-tugas rumah
Penatalaksanaan Post Operasi (di ruang sadar)
a. Observasi tanda-tanda vital pasien (GCS) dan jaga tetap stabil
b. Observasi adanya perdarahan serta komplikasi post operasi
c. Dekatkan peralatan Emergency Kit atau paling tidak mudah dijangkau
apabila sewaktu-waktu dibutuhkan atau terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan
d. Sesegera mungkin beritahu penderita jika operasi telah selesai
dilakukan setelah penderita sadar dari pembiusan untuk lebih
menenangkan penderita
e. Lakukan perawatan lanjutan setelah pasien pindah ke ruang perawatan
umum
B. Diagnosa Keperawatan
Daftar Diagnosa Keperawatan Preoperasi (sesuai prioritas):
No
1
2

Diagnosa
Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan

Kerusakan komunikasi berhubungan dengan cedera pita suara

Daftar Diagnosa Keperawatan Postoperasi (sesuai prioritas):


No
1

Diagnosa
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas (spasme

jalan napas)
Nyeri akut berhubungan dengan edema pasca operasi

Resiko tinggi terhadap komplikasi perdarahan berhubungan dengan tiroidektomi,


edema pada dan sekitar insisi, pengangkatan tidak sengaja dari para tiroid, perdarahan

11

dan kerusakan saraf laringeal.

PERENCANAAN KEPERAWATAN PREOPERASI


N
O
1

DIAGNOSA

TUJUAN DAN KRITERIA


HASIL

INTERVENSI

Ansietas
berhubungan
dengan perubahan
dalam status
kesehatan

Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24
jam klien tidak mengalami
ansietas
NOC:
1. Anxiety self control
(1402)
Kriteria hasil:
a. Ansietas berkurang,
dibuktikan dengan
menunjukkan kontrol
agresi, kontrol

NIC:
Anxiety reduction

12

1. Observasi tingkah laku yang


menunjukkan tingkat ansieta
2. Pantau respon fisik, palpitasi
gerakan yang berulang-ulan
hiperventilasi, insomnia.

3. Berikan obat anti ansietas,


contohnya : transquilizer, se
dan pantau efeknya.

Ketidakseimbang
an
nutrisi:
kurang
dari
kebutuhan tubuh
berhubungan
dengan
ketidakmampua
n menelan

Kerusakan
komunikasi
berhubungan
dengan cedera
pita suara

ansietas, koping.
b. Merencanakan
strategi koping untuk
situasi-situasi yang
membuat stres
c. Manifestasi perilaku
akibat kecemasan
tidak ada
Tujuan : Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam nutrisi
klien menjadi seimbang
NOC:
1. Nutritional status: food
and fluid intake (1008)
Kriteria hasil:
Klien mampu
memperoleh masukan
makanan dan cairan
secara seimbang dengan
indikator:
a. masukan makanan
secara oral adekuat
(5)
b. masukan makanan
secara parenteral
adekuat (5)
c. masukan cairan
secara oral adekuat
(5)
d. masukan cairan
secara intravena
adekuat (5)
e. masukan cairan
secara parenteral
adekuat (5)
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperwatan selama 3 x 24
jam klien dapat
berkomunikasi dengan baik
NOC:
Communication
(0902)
Kriteria hasil: mampu
menciptakan metode
komunikasi dimana
kebutuhan dapat dipahami.

13

NIC:

1. Swallowing therapy
a. Monitor tanda dan gejala a
aspirasi
b. Bantu klien untuk minum
menggunakan sedotan
c. Bantu klien untuk mempos
kepala fleksi

d. Instruksikan klien untuk tid


berbicara selama makan
e. Bantu klien untuk duduk s
30 menit setelah makan
f. Jelaskan pada klien dan ke
tentang terapi untuk mem
klien menelan makanan

NIC:
Communication enhancement: speech

1. Antisipasi kebutuhan sebaik


mungkin, kunjungi pasien sec
teratur.

2. Pertahankan lingkungan yang


tenang

3. Anjurkan untuk tidak berbicar


terus menerus.

4. Kolaborasikan dengan dokter


obat yang diperlukan untuk
meringankan rasa nyeri.

PERENCANAAN KEPERAWATAN POSTOPERASI


N
O
1

DIAGNOSA

TUJUAN DAN KRITERIA


HASIL

INTERVENSI

Bersihan jalan
napas tidak efektif
berhubungan
dengan obstruksi
jalan napas
(spasme jalan
napas)

Tujuan :
NIC:
Setelah dilakukan tindakan
1. Cough enhancement
a. Atur posisi klien yaitu kepa
keperawatan selama 3 x 24
fleksi, bahu fleksi, dan lutu
jam bersihan jalan nafas
fleksi
kembali efektif
NOC:
1. Respiratory status:
b. Ajarkan klien cara nafas da
airway patency (0410)
dan batuk efektif
Kriteria hasil:
Klien mampu
mematenkan jalan
nafasnya dengan
indikator:
a. RR tidak menyimapng
dari rentang normal
(5)
c. Lakukan fisioterapi dada: v
b. irama nafas tidak
dada
menyimapng dari
rentang normal (5)
2. Positioning
c. kemampuan
a. Monitor status oksigenasi
membersihkan sekret
perubahan posisi klien
tidak menyimapng
b.
Berikan posisi fowler atau
dari rentang normal
fowler bagi klien
(5)

3. Airway management
a. Kaji fungsi paru, adanya bu
nafas tambahan, perubaha
irama dan kedalaman,
penggunaan otot pernafas
tambahan, warna, dan

14

kekentalan sputum
b. Lakukan penghisapan lend
jalan nafas
c. Kolaborasi pemberian
bronkodilator bagi klien
d. Berikan terapi nebulizer

e. Berikan terapi oksigen ses


kebutuhan klien

Nyeri
akut
berhubungan
dengan edema
pasca operasi

Tujuan: Setelah dilakukan


tindakan
keperawatan
selama 3 x 24 jam nyeri
yang dirasakan klien akan
berkurang/hilang
NOC:
1. Pain control
2. Pain level

Kriteria hasil:
a. Klien
akan
dapat
mengontrol nyeri dengan
indikator:
1) mendemonstrasikan
tentang pengenalan
nyeri secara konsisten
(5)
2) mendemonstrasikan
penggunaan
analgesik
secara
konsisten (5)
3) mendemonstrasikan
pelaporan
nyeri
secara konsisten (5)
b. Klien
akan
dapat
mencapai
level
nyeri
rendah dengan indikator:
1) tidak
melaporkan
nyeri (5)
2) tidak
menunjukkan
ekspresi wajah nyeri
(5)

15

NIC:

Pain management

1 . Kaji ekspresi non verbal klie


menunjukkan ketidaknyama
2 . Ajarkan prinsip manajemen
pada klien
3 . Hilangkan faktor resiko yang
meningkatkan nyeri klien
4 . Fasilitasi waktu tidur yang a
bagi klien

5 . Ajarkan teknik nafas dalam


distraksi bagi klien
6 . Kolaborasi
bagi klien

pemberian

an

Resiko
tinggi Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
terhadap
keperwatan selama 3 x 24
komplikasi
jam klien tidak mengalami
perdarahan
perdarahan
berhubungan
dengan
NOC: Risk control
tiroidektomi,
Kriteria hasil:
edema pada dan a. Tidak ada manifestasi
sekitar
insisi,
dari perdarahan yang
pengangkatan
hebat
tidak
sengaja b. Hiperkalemia
dari para tiroid, c. Kerusakan saraf
laryngeal
perdarahan dan
d. Obstruksi jalan nafas
kerusakan saraf
e. Ketidak seimbangan
laringeal.
hormon tiroid dan
infeksi

NIC:
Bleeding precaution

1. Pantau TD, nadi, RR setiap 2


jam. Bila stabil setiap 4 jam,
balutan: inspeksi dirasakan
dibelakang leher setiap 2x 24
kemudian setiap 8 jam setela
2. Beritahu dokter bila drainase
terang pada balutan/penurun
disertai peningkatan frekuens
dan nafas.
3. Tempatkan bel pada sisi temp
tidur dan instruksikan klien u
memberi tanda bila tersedak
sensasi tekanan pada daerah
terasa. Bila gejala itu terjadi,
kendur-kan balutan, cek TTV,
inspeksi insisi, pertahankan k
pada posisi semi fowler, berit
dokter.

4. Pantau pernafasan setiap 2


jam.

5. Beritahu dokter bila keluhankeluhan kesulitan pernafasan


pernafasan tidak tertur atau
tersedak.

6. Pertahankan posisi semi fowle


dengan bantal dibelakang kep
untuk sokongan

7. Anjurkan penggunaan spirom


insentif setiap 2 jam untuk
merangsang pernafasan dala
8. Jamin bahwa O2 dan suction
tersedia di tempat.
9. Ganti balutan sesuai program
dengan menggunakan teknik
10.Beritahu dokter bila ada tand
tanda infeksi
11.Instruksikan klien untuk tidak
banyak bicara.
12.Laporkan peningkatan suara
dan kelelahan suara.

16

13.Pantau laporan-laporan kalsiu


serum.

14.Beritahu dokter bila keluhankeluhan kebal, kesemutan pa


bibir, jari-jari/jari kaki, keduta
atau kadar kalsium di bawah
rentang normal.
15.Pantau kadar T3 dan T4 serum

16.Berikan penggantian hormon


sesuai pesanan.

DAFTAR PUSTAKA

17

Asian

Cancer.

2012.

Pengobatan

Kanker

Kelenjar

Tiroid.

http://www.asiancancer.com/indonesian/cancer-treatment/thyroid-cancertreatment/. [Diakses tanggal 9 November 2014].


Baradero, M., Dayrit, M. W., dan Siswadi, Y. 2009. Seri Asuhan Keperawatan:
Klien Gangguan Endokrin. Jakarta: EGC.
Baughman, D. C. & Hackley, J. C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku
Saku untuk Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC.
Brooker, C. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., dkk. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). Sixth
Edition. United States of America: Elsevier Mosby Corwin, E. J. 2009.
Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Gruendemann, B. J. & Fernsebner, B. 2005. Buku Ajar Keperawatan Perioperatif.
Volume 2. Jakarta: EGC.
Herdman, T. H. 2012. Nanda International Nursing Diagnoses: Definition &
Classification, 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell.
Moorhead, S., dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). Fourth
Edition. United States of America: Mosby Elsevier.
Tambayong, J. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Tandra, H. 2011. Mencegah dan Mengatasi Penyakit Tiroid: Segala Sesuatu yang
Harus Anda Ketahui tentang Kelainan Kelenjar Gondok. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.

18

Vous aimerez peut-être aussi